Anda di halaman 1dari 10

Tentang sultan HASANUDDINDe Haanstjes van Het Oosten atau "Ayam

Jantan (jago) dari Timur" adalah julukan yang di berikan oleh Belanda
kepada Sultan Hasanuddin, julukan ini di berikan berdasarkan fakta yang di
alami oleh armada dagang belanda ketika berada di sekitar laut sulawesi, laut
maluku dan bahkan kalimantan yang tidak pernah aman karena gangguan
dari armada sultan gowa itu.
Ia bernama I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe, yang
kemudian mendapat gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana
setelah naik tahta menggantikan ayahnya Sultan Malikussaid.

Ia adalah putera kedua dari pasangan I Manuntungi Daeng Mattola yang


bergelar Sultan Malikussaid dan ibunya bernama I Sabbe To'mo Lakuntu, ia
lahir pada tanggal 12 januari 1631 yang pada saat itu kerajaan Gowa di
pimpin oleh kakek nya sendiri sultan Alauddin dan kemudian sang ayah naik
tahta menjadi raja gowa ke 15 dengan masa memerintah tahun 1639-1653.

Pada masa kecil, ia sudah menunjukkan keunggulan yang di milikinya di


banding saudara-saudaranya, ia sangat rendah hati dan selalu jujur, mudah
bergaul, cerdas dan rajin dalam belajar, dan ia adalah pemuda yang taat
beragama.

Menginjak dewasa, beliau kerap hadir mengikuti perundingan perundingan


bersama sang ayah, dari situ lah sultan Hasanuddin banyak mempelajari ilmu
pemerintahan, diplomasi maupun ilmu strategi perang. Ia juga sering di
bimbing langsung oleh sang ayah dan mangkubumi kerajaan gowa Karaeng
Pattingaloang, seorang tokoh bijaksana yang cerdas dan pemberani.

Sultan Hasanuddin bukanlah putra mahkota yang mutlak menggantikan


sultan Malikussaid memimpin kerajaan gowa, namun melihat putera
keduanya yang sudah banyak memiliki kelebihan-kelebihan itu, sultan
Malikussaid meninggalkan pesan agar pemimpin gowa setelahnya di
nobatkan kepada sultan Hasanuddin, hal ini juga didukung oleh mangkubumi
Karaeng Pattingaloang karena sultan Hasanuddin yang bijaksana dan
pemberani ini pantas memimpin kerajaan gowa selanjutnya.
I mallombasi atau Sultan Hasanuddin naik tahta menjadi Raja Gowa ke-16
pada bulan November 1653 pada usia 22 tahun. Dan tidak lama kemudian ia
menikah dengan I Bate Daeng Tommi atau I lo'mo Tombong Karaeng
Pabineang yang merupakan putri dari mangkubumi Karaeng Pattingaloang.

Pada masa pemerintahan ayahnya, Belanda berusaha memonopoli


perdagangan rempah-rempah di Maluku dengan mendirikan kantor-kantor
dagang di wilayah itu, dan tentu ini menjadi ancaman bagi kerajaan gowa.
Setelah Sultan Hasanuddin terangkat menjadi Raja Gowa ke-16, ia mencoba
menggabungkan kerajaan kerajaan kecil di wilayah Indonesia timur untuk
melawan belanda.

Namun kerajaan Bone dan Kerajaan Soppeng memberontak terhadap


kerajaan Gowa, namun hal ini dapat dengan mudah di kalahkan oleh kerajaan
Gowa, Kerajaan besar di wilayah indonesia bagian timur yang menguasai
jalur perdagangan. Kesempatan ini di manfaatkan oleh Belanda agar kerajaan
Bone yang di pimpin oleh Arung palaka dapat bekerjasama dengan VOC
untuk melawan Kerajaan Gowa.

Pada tahun 1660, terjadi peperangan antara Belanda dan Kerajaan Gowa yang
pada akhirnya peperangan itu di akhiri dengan perdamaian, walaupun
perdamaian itu banyak merugikan pihak Kerajaan Gowa. Sultan Hasanuddin
sangat benci Belanda sehingga terjadi insiden 2 kapal milik Belanda di
kandaskan pada tahun 1662, VOC mengirimkan 14 orang untuk menyelidiki
kandasnya kapal-kapal mereka dengan tanpa izin kepada sultan Hasanuddin,
dan akhirnya 14 orang VOC itu di tawan dan dibunuh.

Tahun 1665 VOC mengajukan perdamaian kepada sultan Hasanuddin, namun


perdamaian itu di tolak karena terlalu merugikan Kerajaan Gowa, dan pada
tahun 1666 VOC yang di pimpin oleh Cornelis Speelman
membawa sekitar 1000 orang pasukan dari Batavia menyerang benteng-
benteng pertahanan Kerajaan Gowa.

Cornelis Speelman terus melakukan penyerangan yang juga di bantu oleh


Raja Bone Aru Palaka, pimpinan kerajaan Gowa banyak yang di tawan oleh
Belanda, pertempuran terus berkobar dan Gowa mengalami banyak kerugian
sehingga pada tanggal 18 November 1667 Sultan Hasanuddin menanda
tangani perjanjian dengan VOC, perjanjian itu di sebut Perjanjian Bongaya.

Namun Perjanjian itu sangat merugikan Gowa dan membuat Sultan


Hasanuddin sangat tertekan sehingga Sultan Hasanuddin Melakukan
Penyerangan pada bulan April 1668, pertempuran sengit terjadi di beberapa
tempat sehingga Gowa kewalahan karena kekuatan musuhnya yang tidak
seimbang dan lebih kuat darinya, mengakibatkan benteng utama milik Gowa
"Benteng Somba Opu" jatuh ke tangan Belanda, kekuatan Sultan Hasanuddin
semakin melemah sehingga tidak lama kemudian ia mengundurkan diri dari
tahta kerajaan dan di serahkan kepada putranya I Mappasomba Daeng
Nguraga dan bergelar Sultan Amir Hamzah. Sultan Hasanuddin sangat anti
dengan Belanda, ia tidak pernah mau untuk bekerja sama dengan belanda
hingga pada tanggal 12 Juni 1670 ia menghembuskan nafas terakhirnya. Dan
untuk menghormati jasa-jasanya, Pemerintah Indonesia menganugerahkan
gelar Pahlawan Nasional kepadanya dengan SK Presiden Ri No
087/TK/1973.

SUMBER LAIN
Sultan Hasanuddin Ayam jantan dari timur - Kerajaan ini semula terdiri dari
dua kerajaan, yaitu Kerajaan Goa dan Kerajaan Talo. Kemudian, keduanya
bergabung menjadi Goa-Talo. Seperti telah dibahas secara ringkas di artikel
Kerajaan Goa dan Talo, kerajaan ini bercorak Islam. Ibu kotanya di
Sombaopu, sebuah kota pelabuhan transito di Sulawesi Selatan yang ramai.
Kerajaan ini oleh masyarakat luas dikenal sebagai Kerajaan Makasar, karena
letaknya di kota Makasar yang sekarang bernama Ujung Pandang. Setelah
bergabung menjadi Goa dan Talo, Raja Goa Daeng Manrabia menjadi Raja
Goa-Talo dan bergelar Sultan Alaudin. Sedangkan Raja Talo Karaeng
Matoaya menjadi Perdana menteri (patih) dan bergelar Sultan Abdullah.

Letak Goa-Talo sangat strategis, yaitu sebagai penghubung pelayaran Malaka


dan Jawa ke Maluku. Oleh sebab itu pelabuhan ini banyak disinggahi kapal
dagang, baik kapal yang akan ke Maluku atau sebaliknya. Hal ini membuata
kerajaan tersebut berkembang menjadi maju dan penting. Banyak penduduk
yang ikut terlibat dalam perdagangan rempah-rempah di masa itu. Pelabuhan
Sombaopu dijadikan tempat pergudangan rempah-rempah yang berasal dari
Maluku. Para pedagang Jawa dan Malaka yang tidak sempat ke Maluku
cukup mengambil rempah-rempah di sini.
Gambar Sultan Hasanuddin Ayam jantan dari timur

Untuk itu, pelabuhan Sambaopu disebut sebagai "pelabuahan transito"


(tempat transit/pemindahan barang). Berikut faktor-faktor penyebab kerajaan
Goa-Talo berkembang menjadi pusat perdagangan:
Letaknya strategis, yaitu sebagai penghubung pelayaran Malaka dan Jawa ke
Maluku.
Letaknya di muara sungai, sehingga lalu lintas perdagangan antar daerah
pedalaman berjalan dengan baik.
Di depan pelabuhan terdapat gugusan pulau kecil yang berguna untuk
menahan gelombang dan angin, sehingga keamanan berlabuh di pelabuhan
ini terjamin.
Jatuhnya Malaka ke tangn Portugis mendorong para pedagang mencari
daerah atau pelabuhan yang menjual belikan rempah-rempah.
Haluan politik Mataram sebagai kerajaan agraris ternyata kurang
memperhatikan pengembangan pelabuhan-pelabuhan di Jawa. Akibatnya
dapat diambil alih oleh Makasar.
Kemahiran penduduk Makasar dalam bidang pelayaran dan pembuatan kapal
besar jenis Phinisi dan Lambo
Pada permulaan abad ke-17, ajaran Islam telah masuk ke Goa-Talo yang
dibawa oleh para ulama yang berasal dari Sumatera. Goa-Talo mulai
berkembang sejak pemerintahan Muhammad Said (1639-1653).

Baca Juga
Sejarah Indonesia Zaman Kerajaan dari Tahun 400 sampai Tahun 700
Mengapa Kerajaan Sriwijaya disebut Kerajaan Maritim?
Ciri peninggalan kebudayaan Hindu Buddha
Kerajaan ini mencapai pundak kejayaan saat diperintah Sultan Hasanuddin.
Wilayahnya hingga ke Bone dan Solor. Kegiatan penyebaran agama Islam
pada masa kejayaan Goa-Talo berkembang dengan pesat. Perkembangan
tersebut menyebabkan harus berhadapan dan beberapa kali bentrok dengan
Belanda. Dengan alasan karena Belanda yang merasa berkuasa memonopoli
perdangangan rempah-rempah di Maluku, dan menuduh perdagangan gelap.

Dengan alasan ini beberapa kali Belanda menyerang Goa-Talo (Makasar).


Tetapi, rakyat Makasar dipimpin oleh Sultan Hasanuddin dengan gigih
melawannya, sehingga ia dijuluki "Ayam jantan dari timur".
Menghadapi tuduhan Belanda, Sultan Hasanuddin dengan tegas menyatakan
pendiriannya bahwa Goa-Talo tidak mengakui monopoli perdagangan
Belanda di Maluku. Pernyataan tersebut membuat Belanda naik pitam. Ketika
Raja Bone Aru Palaka meminta bantuan Belanda untuk menyerang
Hasanuddin karena wilayahnya yang dikuasai Goa-Talo, maka dengan cepat
Belanda menyambutnya.

Belanda menyerang dari laut, sedangkan Aru Palaka menyerang dari darat.
Dengan tekanan yang demikian berat akhirnya Belanda mampu memaksa
Goa-Talo menandatangani Perjanjian Bongaya (1677). Goa-Talo menyerah
kepada Belanda.

Akibat penyerahan kepada Belanda ini, adalah sebagai berikut:


Peranan Makasar sebagai pusat pelayaran dan perdagangan di Indonesia
timur berakhir.
Belanda menguasai Goa-Talo dan mendirikan benteng di Niew Rotterdam.
Pejuang Makasar banyak yang pergi ke luar daerah untuk melanjutkan
perjuangannya melawan penjajah Belanda. Para pejuang tersebut antara lain,
Kraeng Galengsung dan Montemaramo yang pergi ke Jawa melanjutkan
perjuangannya di Jawa.
Kebesaran Kerajaan Islam Makasar telah melahirkan raja yang besar seperti
Sultan Hasanuddin. Karena keberaniannya, ia mendapatkan julukan "Ayam
jantan dari timur". Apa makna yang terkandung dari julukan tersebut?
Berikutnya: Puncak kejayaan kerajaan Ternate

MATERI LAIN
Sultan Hasanuddin adalah raja Gowa ke-6 yang memerintah sejak tahun
1655.
Pada tahun 1660, terjadilah pertempuran hebat antara pasukan Gowa dengan
Belanda.
Pertempuran itu kemudian berakhir dengan perjanjian perdamaian.
Namun tak lama berselang, Belanda melanggar perjanjian yang merugikan
Gowa.
Sultan Hasanuddin pun menyerang dua kapal Belanda, yaitu de Walvis dan
de Leeuwin.
Karena keberaniannya itu, Belanda kemudian menjulukinya “Ayam Jantan
dari Timur”.
Karena penyerangan itu, Belanda marah dan menyerang Gowa dengan
pasukan besar.
Sultan Hasanuddin yang semakin terdesak akhirnya bersedia berunding dan
menghasilkan Perjanjian Bongaya (18 November 1667) yang merugikan
Gowa.
Pada 12 April 1668 Hasanuddin kembali menyerang pos Belanda.

Namun, Benteng Sombo Opu sebagai pertahanan terakhir Hasanuddin malah


berhasil dikuasai Belanda.
Pada 29 Juni 1668, Sultan Hasanuddin mengundurkan diri sebagai raja
Gowa.
Namun, sampai akhir hayatnya, ia tak pernah menyerah pada Belanda.
Lahir : Makassar, 11 Januari 1631
Wafat : Makassar, 12 Juni 1670
(Nurul Ihsan)
MAATERI LAIN
Sultan Hasanudin adalah pahlawan nasional dari Sulawesi Selatan. Ia dikenal
gigih berjuang melawan kekuatan Vereenigde Oost Indische Compagnie
(VOC), perusahaan konsorsium Belanda yang berusaha memonopoli
perdagangan di Nusantara kala itu.

I Mallombasi Muhamad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape,


begitu nama panjangnya. Lahir pada 12 Januari 1631. Putra dari Sultan
Muhammad Said, Raja Gowa ke-15. Ia naik tahta pada 1653, beberapa saat
setelah ayahandanya wafat.

Berbagai referensi sejarah menyebutkan saat Sultan Hasanudin bertakhta,


Kerajaan Gowa sudah memasuki era kejayaan. Punya pengaruh besar di
wilayah Sulawesi Selatan. Bahkan, di Indonesia bagian timur. Kejayaan
kerajaan bercorak Islam pertama di Sulawesi ini kemudian diteruskan Sultan
Hasanudin.

Sayangnya, VOC Belanda sudah menebar ancaman ke penjuru nusantara.


Termasuk Kerajaan Gowa. Sebelum Sultan Hasanudin bertahta, Kerajaan
Gowa sudah berperang dengan VOC, karena tidak mau perdagangan di
Indonesia bagian timur dimonopoli.

Peperangan melawan VOC dilanjutkan Sultan Hasanudin. Bahkan,


peperangan yang lebih besar lagi. Peperangan besar antara Kerajaan Gowa
dan VOC biasa dikenal perang Makassar yang berlangsung cukup lama,
dalam kurun 1666-1669.

Sultan Hasanudin memimpin pasukan Gowa melakukan perlawanan dengan


daya juang yang tangguh. Sampai-sampai orang-orang Belanda
menyebutnya, "De haantjes van het Oosten" atau Ayam Jantan dari Timur.
Perlawanan Sultan Hasanudin berakhir setelah Benteng Somba Opu,
pertahanan terakhir Kerajaan Gowa, jatuh ke tangan tentara VOC.
Sebelumnya, antara pihak Kerajaan Gowa dan VOC telah menandatangani
Perjanjian Bungaya.

Anda mungkin juga menyukai