PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Keadaan kerajaan-kerajaan islam menjelang datangnya Belanda di akhir abad ke
16 dan awal abad ke 17 ke indonesia berbeda-beda bukan hanya berkenaan dengan kemajuan
politik, tetapi juga proses islamisasinya.
Di jawa, pusat kerajaan islam sudah pindah dari pesisir kedalam, yaitu dari
Demak ke Pajang kemudian Ke Mataram. Berpindahnya pusat pemerintahan itu membawa
pengaruh besar yang sangat menentukan perkembangan sejarah islam di Jawa.
Belanda datang ke Indonesia, untuk mengembangankan usaha perdangan, yaitu
mendapatkan rempah-rempah yang mahal harganya di Eropa.
Dan perseruan Amsterdam mengirim beberapa armada kapal dagangannya ke Indonesia, dan
diikuti banyak perseroan lain yang juga ingin berdagang dan berlayar ke Indonesia. Kemudian
perseroan-perseroan itu bergabung dan di sahkan oleh Staten General Republik dengn satu
piagam yang memberi hak kusus untuk berdagang, berlayar dan memegang kekuasaan di
kawasan Kepulauan Nusantara. Perseroan itu bernama VOC.
Dalam usaha mengembangkan usaha perdagangannya. VOC nampak ingin
melakukan Monopoli, karena itu, aktivitas ingin menguasai perdagangan Indonesia
menimbulkan perlawanan pedagang-pedagang pribumi karena merasa terancam.
Pada tahun 1798 VOC dibubarkan karena sebelumnya pada 1795 izin operasinya
di cabut. Dibubarkannya VOC disebabkan beberapa factor. Dengan bubarnya VOC pada
pergantian abad ke 18 secara resmi Indonesia berpindah ketangan pemerintahan Belanda, karena
pemerintahan belanda memanfaatkan daerah jajahan untuk memberi keuntungan sebanyak-
banyaknya kepada negri induk, guna menanggulangi masalah ekonomi Belanda yang sedang
mengalami kebangkrutan akibat perang.
1.3 Tujuan
Tujuan Utama dari makalah ini adalah untuk menjelaskan dan manganalisis sejarah awal
masuknya VOC serta reaksi dari kerajaan Mataram islam dan kemunduran VOC. Tujuan
Khususnya yaitu untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Sejarah Nasional Indonesia II
BAB II
PEMBAHASAN
1.Sejarah Kerajaan Mataram Islam
Mataram merupaken kerajaan berbasis agraris/pertanian & relatif lemah secara maritim.
Ia meninggalkan beberapa jejak sejarah yg bisa dilihat sampai kini, seperti kampung Matraman
di Batavia/Jakarta, sistem persawahan di Pantura Jawa Barat, penggunaan hanacaraka dlm
literatur bahasa Sunda, politik feodal di Pasundan, serta beberapa batas administrasi wilayah yg
masih berlaku sampai sekarang. Kesultanan Mataram ialah kerajaan Islam di Pulau Jawa yg
pernah berdiri pada abad ke-17. Kerajaan ini dipimpin suatu dinasti keturunan Ki Ageng Sela &
Ki Ageng Pemanahan, yg mengklaim sebagai suatu cabang ningrat keturunan penguasa
Majapahit. Asal-usulnya ialah suatu Kadipaten di bawah Kesultanan Pajang, berpusat di “Bumi
Mentaok” yg diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan sebagai hadiah atas jasanya. Raja berdaulat
pertama ialah Sutawijaya [Panembahan Senapati], putra dari Ki Ageng Pemanahan.
2.Awal masuknya VOC di dalam kerajaan Mataram Islam
Tahun 1601, Sultan Agung mengambil alih pemerintahan Mataram dari senopati. Pada
tahun 1628, praktis Mataram berkuasa hampir di seluruh jawa. Hanya saja, Banten yang terletak
di sebelah barat, luput dari kekuasaan Mataram. Secara geografis, antara Banten dan Mataram
terletak di Batavia, wilayah yang dikuasai Coen.
Pada waktu itu, Sultan Agung belum memandang Belanda sebagai musuh, melainkan pedagang
semata. Karena itu, ia tidak menganggap Belanda akan mencari kekuasaan dan kejayaan, apalagi
mengambil tanah sebagai milik. Barulah setelah VOC menolak meminjamkan kapal-kapalnya
kepada Mataram untuk menyerang Banten, Mataram menganggap Mataram sebagai musuh.
Penolakkan ini menyebabkan Sultan Agung bertekad untuk menaklukkan Batavia terlebih dahulu
sebelum menyerang Banten.
3.Perlawanan-perlawanan dari kerajaan Mataram islam
Pasukan Sultan Agung dengan 60 kapal yang datang menyerang Batavia. Namun,
serangan ini gagal karena armada Mataram datang dua hari lebih cepat daripada pasukan darat.
Pasukan darat ini tidak mempunyai meriam dan senjata untuk menghancurkan benteng Batavia,
sedangkan Belanda, mempunyai meriam untuk ditembakkan ke kapal-kapal Mataram. Demi
melindungi pasukan darat, Buareksa membangun alur-alur pertahanan.
Hungga bulan september 1628, buareksa belum juga dapat mengalahkan VOC yang
berada di dalam benteng meskipun sudah berulang kali mengadakan serangan, sedangkan VOC
sudah sempat melakukan serangan balik ke markas pertahanan Mataram. Serangan yang
dilakukan oleh seluruh pasukan sebanyak 2.800 orang itu banyak menewaskan tentara Mataram.
Buareksa pun tewas. Pasukan Mataram yang tersisa, melarikan diri ke gunung-gunung sekitar
Jakarta.
Pada saat yang sama, pasukan Mataram dibawah pimpinan Surongalolo tiba dan menyerang.
Pasukan VOC dapat dipukul mundur hampir saja mereka dapat menduduki benteng Batavia.
Hanya karena sebagian kecil pasukan Belanda menembaki mereka dari tembok bentenglah,
serangan Mataram tertahan.
Kesempatan baik tidak lagi menghampiri Surongalolo. Ia pun maklum. Tanpa
meriam serangan terhadap Batavia tidak akan berhasil.
Setahun kemudian, 1629, sebanyak 80.000 pasukan dari Mataram menyerang
Batavia, lengkap dengan meriam-meriam yang dibawa. Untuk mencukupi makanan bagi
pasukan, beras dikumpulkan di pelabuhan Tegal dan Cirebon. Coen tinggal diam. Ia kirimkan
kapal-kapal perangnya menuju kedua pelabuhan tersebut untuk membakar gudang-gudang beras
yang ada. Akibatnya, boleh dikatakan pasukan Mataram sudah kalah sewaktu mereka tiba di
Batavia .dengan kondisi anggota pasukan yang kelaparan, mereim-meriam yang belum juga bisa
menghancukan benteng, pada pertengahan Oktober, pasukan Mataram mnegundurkan diri.
Lebih dari 40.000 orang Jawa, kebanyakan petani, yang dijadikan serdadu dalam
pasukan Sultan Agung sekarat dan mati ditanah-tanah pertanian yang sudah habis dibabat untuk
makan, disekitar Jakarta.Jan Pieterzoon Coen sendiri meninggal setelah sakit , di batavia yang
terkepung, pada tanggal 21 September 1629.
Berdasarkan perjanjian ini, wilayah Mataram dibagi dua: wilayah di sebelah timur Kali Opak
(melintasi daerah Prambanan sekarang) dikuasai oleh pewaris tahta Mataram (yaitu Sunan
Pakubuwana III) dan tetap berkedudukan di Surakarta, sementara wilayah di sebelah barat
(daerah Mataram yang asli) diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi sekaligus ia diangkat
menjadi Sultan Hamengkubuwana I yang berkedudukan di Yogyakarta. Di dalamnya juga
terdapat klausul, bahwa pihak VOC dapat menentukan siapa yang menguasai kedua wilayah itu
jika diperlukan.
Pasal 1
Pasal 2
Akan senantiasa diusahakan adanya kerjasama antara rakyat yang berada dibawah kekuasaan
Kumpeni dengan rakyat Kasultanan.
Pasal 3
Sebelum Pepatih Dalem (Rijks-Bestuurder) dan para Bupati mulai melaksanakan tugasnya
masing-masing, mereka harus melakukan sumpah setia pada Kumpeni di tangan
Gubernur.Intinya seorang patih dari dua kerajaan harus dikonsultasikan dengan Belanda sebelum
kemudian Belanda menyetujuinya.
Pasal 4
Sri Sultan tidak akan mengangkat/memberhentikan Pepatih Dalem dan Bupati, sebelum
mendapatkan persetujuan dari Kumpeni.Pokok pokok pemikirannya itu Sultan tidak memiliki
kuasa penuh terhadap berhenti atau berlanjutnya seorang patih karena segala keputusan ada di
tangan Dewan Hindia Belanda.
Pasal 5
Sri Sultan akan mengampuni Bupati yang selama dalam peperangan memihak Kumpeni.
Pasal 6
Sri Sultan tidak akan menuntut haknya atas pulau Madura dan daerah-daerah pesisiran, yang
telah diserahkan oleh Sri Sunan Paku Buwono II kepada Kumpeni dalam Contract-nya pada
tanggal 18 Mei 1746. Sebaliknya Kumpeni akan memberi ganti rugi kepada Sri Sultan 10.000
real tiap tahunnya.
Pasal 7
Sri Sultan akan memberi bantuan pada Sri Sunan Paku Buwono III sewaktu-waktu diperlukan.
Pasal 8
Sri Sultan berjanji akan menjual kepada Kumpeni bahan-bahan makanan dengan harga tertentu.
Pasal 9
Sultan berjanji akan mentaati segala macam perjanjian yang pernah diadakan antara raja-raja
Mataram terdahulu dengan Kumpeni, khususnya perjanjian-perjanjian 1705, 1733, 1743, 1746,
1749.
Penutup
Perjanjian ini dari pihak VOC ditanda tangani oleh N. Hartingh, W. van Ossenberch, J.J.
Steenmulder, C. Donkel, dan W. Fockens. "
Keadaan VOC yang merosot di Asia menjadi bahan pembahasan di negeri Belanda, mengenai
apa yang harus atau dapat dilakukan untuk memperbaiki keadaan ini. Para pembela kompeni
mengatakan bahwa hutangnya yang berjumlah Fl.21.543.644 telah berkurang menjadi
Fl.8.506.567 dalam tahun 1799. Mereka menyatakan bahwa hutang ini seluruhnya dapat
dihapuskan, kalau tidak karena keterlibatannya dalam Perang Belanda – Inggris yang membawa
bencana dalam tahun 1780 – 1783, yang sama sekali tidak dikehendakinya. Pada akhirnya karena
banyaknya hutang – hutang VOC serta terjadinya banyak korupsi di tubuh VOC itu sendiri,
pihak negeri Belanda melayangkan mosi tidak percaya terhadap Heeren XVII dan
membubarkannya. Dengan demikian VOC pun dibubarkan pada 31 Desember 1799.
Selain itu banyak sebab- sebab lain dari berbagai pakar. Berikut ini adalah sebagian pendapat
mereka :
Pada pertengahan abad ke 18 VOC mengalami kemunduran karena beberapa sebab. Kemunduran
ini mengakibatkan dibubarkannya VOC. Di antara beberapa penyebabnya adalah:
Sejak tahun 1780-an terjadi peningkatan biaya dan menurunnya hasil penjualan, yang
menyebabkan kerugian perusahaan dagang tersebut. Hal ini disebabkan oleh korupsi, kolusi dan
nepotisme yang dilakukan oleh para pegawai VOC di Asia Tenggara, dari pejabat rendah hingga
pejabat tinggi, termasuk para residen. Misalnya beberapa residen Belanda memaksa rakyat untuk
menyerahkan hasil produksi kepada mereka dengan harga yang sangat rendah, dan kemudian
dijual lagi kepada VOC melalui kenalan atau kerabatnya yang menjadi pejabat VOC dengan
harga yang sangat tinggi.
Karena korupsi, lemahnya pengawasan administrasi dan kemudian konflik dengan pemerintah
Belanda sehubungan dengan makin berkurangnya keuntungan yang ditransfer ke Belanda karena
dikorupsi oleh para pegawai VOC di berbagai wilayah, maka kontrak VOC yang jatuh tempo
pada 31 Desember 1979 tidak diperpanjang lagi dan secara resmi dibubarkan tahun 1799. Setelah
dibubarkan, plesetan VOC menjadi Vergaan Onder Corruptie (Hancur karena korupsi).
Setelah VOC dibubarkan, daerah-daerah yang telah menjadi kekuasaan VOC, diambil alih –
termasuk utang VOC sebesar 134 juta gulden- oleh Pemerintah Belanda, sehingga dengan
demikian politik kolonial resmi ditangani sendiri oleh Pemerintah Belanda. Yang menjalankan
politik imperialisme secara sistematis, dengan tujuan menguasai seluruh wilayah, yang kemudian
dijadikan sebagai daerah otonomi yang dinamakan India-Belanda (Nederlands-Indië) di bawah
pimpinan seorang Gubernur Jenderal.
Gubernur Jenderal VOC terakhir, Pieter Gerardus van Overstraten (1797 – 1799), menjadi
Gubernur Jenderal Pemerintah India-Belanda pertama (1800 – 1801).
Dari berbagai pendapat dapat kita simpulkan bahwa sebab keruntuha VOC itu adalah
1. Korupsi merajalela di kalangan pegawai pejabat dan hampir semua lini pemerintahan
VOC di Nusantara.
2. Banyaknya pengeluaran yang terjadi pada masa itu. Ini adalah dampak dari peperangan
melawan Iggris.
3. Adanya saingan baru di daerah Nusantara seperti Inggris dan Perancis
4. Perubahan politik di Belanda juga menyebabkan keruntuhannya.
5. Hutang VOC sangatlah besar.
6. Lemahnya pasukan militer atau perang VOC
7. Mulai tumbuhnya rasa Nasionalisme di daerah Nusantara
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Mataram merupaken kerajaan berbasis agraris/pertanian & relatif lemah secara maritim.
Ia meninggalkan beberapa jejak sejarah yg bisa dilihat sampai kini, seperti kampung Matraman
di Batavia/Jakarta, sistem persawahan di Pantura Jawa Barat, penggunaan hanacaraka dlm
literatur bahasa Sunda, politik feodal di Pasundan, serta beberapa batas administrasi wilayah yg
masih berlaku sampai sekarang. Kesultanan Mataram ialah kerajaan Islam di Pulau Jawa yg
pernah berdiri pada abad ke-17.
Sultan Agung belum memandang Belanda sebagai musuh, melainkan pedagang semata.
Karena itu, ia tidak menganggap Belanda akan mencari kekuasaan dan kejayaan, apalagi
mengambil tanah sebagai milik. Barulah setelah VOC menolak meminjamkan kapal-kapalnya
kepada Mataram untuk menyerang Banten, Mataram menganggap Mataram sebagai musuh.
Penolakkan ini menyebabkan Sultan Agung bertekad untuk menaklukkan Batavia terlebih dahulu
sebelum menyerang Banten.
Kekacauan politik baru dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana III sesudah pembagian
wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta & Kasunanan Surakarta tanggal
13 Februari 1755. Pembagian wilayah ini tertuang dlm Perjanjian Giyanti [nama diambil dari
lokasi penandatanganan, di sebelah timur kota Karanganyar, Jawa Tengah]. Berakhirlah era
Mataram sebagai satu kesatuan politik & wilayah. Walaupun demikian sebagian masyarakat
Jawa beranggapan bahwa Kesultanan Yogyakarta & Kasunanan Surakarta ialah “ahli waris” dari
Kesultanan Mataram.
Dari berbagai pendapat dapat kita simpulkan bahwa sebab keruntuha VOC itu adalah
1. Korupsi merajalela di kalangan pegawai pejabat dan hampir semua lini pemerintahan
VOC di Nusantara.
2. Banyaknya pengeluaran yang terjadi pada masa itu. Ini adalah dampak dari peperangan
melawan Iggris.
3. Adanya saingan baru di daerah Nusantara seperti Inggris dan Perancis
4. Perubahan politik di Belanda juga menyebabkan keruntuhannya.
5. Hutang VOC sangatlah besar.
6. Lemahnya pasukan militer atau perang VOC
7. Mulai tumbuhnya rasa Nasionalisme di daerah Nusantara
DAFTAR PUSTAKA