Anda di halaman 1dari 13

PERLAWANAN RAKYAT NUSANTARA TERHADAP PORTUGIS DAN VOC

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Telah dibahas pada bab sebelumnya, Indonesia yang berada di bumi bagian timur ini memiliki
kekayaan alam yang melimpah. Tanah yang subur sehingga memudahkan tumbuhnya berbagai
tumbuhan termasuk rempah – rempah yang menjadi salah satu incaran dari berbagai penjuru
dunia.

Datangnya para Bangsa Barat ke Indonesia menciptakan sejarah yang tak terlupakan dan terus
diabadikan. Berhasilnya mereka mendapatkan tujuannya inilah awal dari adanya sejarah rakyat
Indonesia. Bangsa Barat memiliki kepandndaian dan kelicikan sehingga mereka dapat
mengusai Nusantara dengan berbagai cara. Tidak berhenti di situ, mereka juga menjajah
dengan mengeksploitasi kekayaan Indonesia dengan memanfaatkan tenaga manusia pribumi
tanpa memberi upah.

Kesewenang – wenangan inilah yang menimbulkan perlawanan dari rakyat pribumi di


berbagai daerah untuk mengusir dan menghapuskan penjajahan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perlawanan rakyat Maluku melawan Portugis dan VOC?

2. Bagaimana Banten menghadapi Portugis dan VOC?

3. Bagaimana perlawanan Sultan Agung?

4. Bagaimana perlawanan Maluku?

5. Bagaimana perlawanan Gowa menghadapi VOC?

6. Bagaimana sejarah orang – orang Cina yang memberontak ?

7. Bagaimana perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Mas Said?

C. Tujuan

1. Mengetahui perlawanan rakyat Maluku melawan Portugis dan VOC.


2. Mengetahui Banten menghadapi Portugis dan VOC.
3. Mengetahui perlawanan Sultan Agung.
4. Mengetahui perlawanan Maluku.
5. Mengetahui perlawanan Gowa menghadapi VOC.
6. Mengetahui sejarah orang – orang Cina yang memberontak .
7. Mengetahui perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Mas Said.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Perlawanan Rakyat Nusantara terhadap Portugis

A. Aceh Melawan Portugis

Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, justru membawa hikmah bagi Aceh.
Banyak para pedagang Islam yang menyingkir dari Malaka menuju ke Aceh. Dengan demikian
perdagangan di Aceh semakin ramai. Hal ini telah mendorong Aceh berkembang menjadi
bandar dan pusat perdagangan. Perkembangan Aceh yang begitu pesat ini dipandang oleh
Portugis sebagai ancaman, oleh karena itu, Portugis berkehendak untuk menghancurkan Aceh.
Pada tahun 1523 Portugis melancarkan serangan ke Aceh di bawah pimpinan Henrigues, dan
menyusul pada tahun 1524 dipimpin oleh de Sauza. Beberapa serangan Portugis ini mengalami
kegagalan.

Portugis terus mencari cara untuk melemahkan posisi Aceh sebagai pusat perdagangan. Kapal-
kapal Portugis selalu mengganggu kapal-kapal dagang Aceh di manapun berada. Misalnya,
pada saat kapal-kapal dagang Aceh sedang berlayar di Laut Merah pada tahun 1524/1525
diburu oleh kapal kapal Portugis untuk ditangkap. Sudah barang tentu tindakan Portugis telah
merampas kedaulatan Aceh yang ingin bebas dan berdaulat berdagang dengan siapa saja,
mengadakan hubungan dengan bangsa manapun atas dasar persamaan. Oleh karena itu,
tindakan kapal-kapal Potugis telah mendorong munculnya perlawanan rakyat Aceh. Sebagai
persiapan Aceh melakukan langkah-langkah antara lain:

1. Melengkapi kapal-kapal dagang Aceh dengan persenjataan, meriam dan prajurit

2. Mendatangkan bantuan persenjataan, sejumlah tentara dan beberapa ahli dari Turki
pada tahun 1567.

3. Mendatangkan bantuan persenjataan dari Kalikut dan Jepara.

Setelah berbagai bantuan berdatangan, Aceh segera melancarkan serangan terhadap Portugis
di Malaka. Portugis harus bertahan mati-matian di Formosa/ Benteng. Portugis harus
mengerahkan semua kekuatannya sehingga serangan Aceh ini dapat digagalkan. Sebagai
tindakan balasan pada tahun 1569 Portugis balik menyerang Aceh, tetapi serangan Portugis di
Aceh ini juga dapat digagalkan oleh pasukan Aceh.

Sementara itu, Portugis mempunyai rencana terhadap Aceh sebagai berikut :

1. Menghancurkan Aceh dengan jalan mengepungnya selama 3 tahun.

2. Setiap kapal yang berlayar di selat Malaka akan disergap dan dihancurkan.

Rakyat Aceh dan para pemimpinnya selalu ingin memerangi kekuatan dan dominasi asing, oleh
karena itu, jiwa dan semangat juang untuk mengusir Portugis dari Malaka tidak pernah padam.
Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1639), semangat juang mempertahankan
tanah air dan mengusir penjajahan asing semakin meningkat. Iskandar Muda adalah raja yang
gagah berani dan bercita-cita untuk mengenyahkan penjajahan asing, termasuk mengusir
Portugis dari Malaka. Iskandar Muda berusaha untuk melipatgandakan kekuatan pasukannya.
Angkatan lautnya diperkuat dengan kapal-kapal besar yang dapat mengangkut 600-800
prajurit. Pasukan kavaleri dilengkapi dengan kuda-kuda dari Persia, bahkan Aceh juga
menyiapkan pasukan gajah dan milisi infanteri. Sementara itu untuk mengamankan wilayahnya
yang semakin luas meliputi Sumatera Timur dan Sumatera Barat, ditempatkan para pengawas
di jalur-jalur perdagangan.

Para pengawas itu ditempatkan di pelabuhan-pelabuhan penting seperti di Pariaman. Para


pengawas itu umumnya terdiri para panglima perang. Setelah mempersiapkan pasukannya,
pada tahun 1629 Iskandar Muda melancarkan serangan ke Malaka. Menghadapi serangan kali
ini Portugis sempat kewalahan. Portugis harus mengerahkan semua kekuatan tentara dan
persenjataan untuk menghadapi pasukan Iskandar Muda. Namun, serangan Aceh kali ini juga
tidak berhasil mengusir Portugis dari Malaka. Hubungan Aceh dan Portugis semakin
memburuk. Bentrokan-bentrokan antara kedua belah pihak masih sering terjadi, tetapi Portugis
tetap tidak berhasil menguasai Aceh dan begitu juga Aceh tidak berhasil mengusir Portugis
dari Malaka. Yang berhasil mengusir Portugis dari Malaka adalah VOC pada tahun 1641.

B. Perlawanan Rakyat Maluku terhadap Portugis dan VOC

Karena ulah orang-orang Portugis yang serakah, maka hubungannya dengan Ternate yang
semula baik menjadi retak. Portugis ingin memaksakan monopoli perdagangan kepada rakyat
Ternate. Tentu saja hal itu ditentang oleh rakyat Ternate. Perlawanan terhadap kekuasaan
Portugis di Ternate berkobar pada tahun 1533.

Untuk menghadapi Portugis, Sultan Ternate menyerukan agar rakyat dari Irian sampai ke Pulau
Jawa bersatu melawan Portugis. Maka berkobarlah perlawanan umum di Maluku terhadap
Portugis. rakyat Maluku bangkit melawan Portugis. Kerajaan Ternate dan Tidore bersatu.
Akibatnya Portugis terdesak. Karena merasa terdesak, Portugis lalu mendatangkan pasukan
dari Malaka, di bawah pimpinan Antonio Galvao. Pasukan bantuan tersebut menyerbu
beberapa wilayah di kerajaan Ternate.

Rakyat Maluku di bawah pimpinan kerajaan Ternate berjuang penuh semangat


mempertahankan kemerdekaannya. Tetapi kali ini Ternate belum berhasil mengusir Portugis.
Untuk sementara Portugis dapat menguasai Maluku.

Pada tahun 1565 rakyat Ternate bangkit kembali melawan Portugis di bawah pimpinan Sultan
Hairun. Portugis hampir terdesak, tetapi kemudian melakukan tindakan licik. Sultan Hairun
diajak berunding. Untuk itu Sultan Hairun diundang agar datang ke benteng Portugis. Dengan
jiwa kesatria dan tanpa perasaan curiga Sultan memenuhi undangan Portugis.

Setiba di benteng Portugis Sultan Hairun dibunuh. Peristiwa itu membangkitkan kemarahan
rakyat Maluku. Perlawanan umum berkobar lagi di bawah pimpinan Sultan Baabullah,
pengganti Sultan Hairun. Pada tahun 1574 benteng Portugis dapat direbut oleh Ternate. Dengan
demikian rakyat Ternate berhasil mempertahankan kemerdekaannya dari penjajahan Portugis.
Pasukan bantuan dari Malaka di bawah pimpinan Antonio Galvao tidak hanya menyerbu
Ternate, tetapi juga Tidore. Armada Portugis mengepung pelabuhan Tidore. Rakyat Tidore
telah siap. Orang-orang Tidore mulai menembaki armada Portugis. Pertempuran pun berkobar
dengan sengitnya. Orang-orang Portugis berhasil mendarat dan merebut kota Tidore.

Setelah kota Tidore diduduki Portugis, orang-orang Tidore pun mengadakan penyerbuan dari
laut dengan perahu kora-kora. Usaha ini juga belum berhasil. Maka dilaksanakan serangan
serempak dari darat maupun laut. Tetapi ternyata bahwa armada Portugis lebih unggul. Oleh
karena itu perlawanan rakyat Tidore pun tidak berhasil.

2. Perlawanan Rakyat Nusantara terhadap VOC

A. Perlawanan Rakyat Aceh terhadap VOC

Usaha VOC untuk berdagang dan menguasai pelabuhan-pelabuhan penting di Aceh tidak
berhasil, karena Sultan Iskandar Muda cukup tegas. Ia selalu mempersulit orang-orang barat
untuk berdagang di wilayahnya.

Ketika itu Inggris dan Belanda minta ijin untuk berdagang di wilayah Aceh. Sultan Iskandar
Muda menegaskan bahwa ia hanya akan memberi ijin kepada salah satu di antara keduanya
dengan syarat ijin diberikan kepada yang memberi keuntungan kepada Kerajaan Aceh.

Karena merasa kesulitan mendapatkan ijin berdagang, maka para pedagang Inggris dan
Belanda mencoba melaksanakan perdagangan Inggris dan Belanda mencoba melaksanakan
perdagangan gelap atau penyelundupan. Usaha itupun tidak berhasil, karena armada Aceh
selalu siaga menjaga setiap pelabuhan di wilayahnya.

Pada akhir pemerintahan Sultan Iskandar uda, Aceh mulai surut. Hal itu akibat
kekalahan Perlawanan Aceh terhadap Portugis di Malaka. Oleh karena itu, Aceh membutuhkan
banyak beaya untuk membangun armadanya kembali. Maka dengan sangat terpaksa, Aceh
memberi ijin kepada VOC untuk berdagang di wilayahnya.

Dalam pelaksanaannya, VOC tetap mengalami kesulitan. Pada tahun 1641 VOC merebut
Malaka dari tangan Portugis. Sejak itu VOC berperan penting di Selat Malaka. Akibatnya
peranan Aceh di selat tersebut makin berkurang.

B. Perlawanan Rakyat Maluku Melawan VOC

1. Pada tahun 1635 muncul perlawanan rakyat Maluku terhadap VOC di bawah
pimpinan Kakiali, Kapten Hitu.

2. Pada tahun 1646 muncul perlawanan rakyat Maluku terhadap VOC di bawah
pimpinan Telukabesi

3. Pada tahun 1650 muncul perlawanan di Ambon yang dipimpin oleh Saidi.

4. Pada akhir abad ke-18, muncul lagi perlawanan rakyat Maluku di bawah
pimpinan Sultan Jamaluddin
5. Tahun 1780 pasukan Patra Alammenyerang dan mengepung tempat kediaman Sultan
Nuku, namun Sultan Nuku berhasil meloloskan diri dan menyingkir ke Halmahera

6. Menjelang akhir abad ke-18 (1797) muncullah perlawanan besar rakyat Maluku di
bawah pimpinan Sultan Nukudari Tidore

7. Perlawanan Pattimura(1817). Perlawanan Pattimura terjadi di Saparua, yaitu sebuah


kota kecil di dekat pulau Ambon.

Sebab-sebab terjadinya perlawanan terhadap Belanda adalah :

1. Rakyat Maluku menolak kehadiran Belanda karena pengalaman mereka yang


menderita dibawah VOC

2. Pemerintah Belanda menindas rakyat Maluku dengan diberlakukannya kembali


penyerahan wajib dan kerja wajib

3. Dikuasainya benteng Duursteide oleh pasukan Belanda

4. Penduduk wajib kerja paksa untuk kepentingan Belanda misalnya di perkebunan-


perkebunan dan membuat garam.

5. Penyerahan wajib berupa ikan asin, dendeng dan kopi.

6. Banyak guru dan pegawai pemerintah diberhentikan dan sekolah hanya dibuka di
kota-kota besar saja.

Tokoh – Tokoh Perlawanan

1 . Kakiali. 5 . Sultan Nuku

2 . Teluka Besi 6 . Patra Alam

3 . Saidi 7 . Kapten Pattimura

4 . Sultan Jamaludin

Kronologi Terjadinya Perlawanan

 tahun 1635 dipimpin Kakialidan Kapten Hitu mengobarkan perlawanan kedudukan


Belanda terancam.Gubernur Jendral van Diemen dari Batavia datang dua kali pada
tahun 1637 dan 1638. Perlawanan rakyat Maluku berhasil dipatahkan dengan
terbunuhnya Kakiali oleh seorang pengkhianat pada tahun 1643.

 Perlawanan kembali pecah yang dilakukan orang-orang Hitu dibawah


pimpinanTahun1646 perlawanan berhasil diredakan. Akibatnya banyak orang Hitu
yang diasingkan ke Batavia.

 1650, perlawanan terjadi lagi diwilayah Ambon sampai Ternate. Perlawanan dipimpin
oleh Saidi. Belanda mulai terdesak dan minta bantuan ke Batavia.Bantuan dibawah
pimpinan Vlaming van Oosthoorndatang pada bulan Juli 1655.Karena bantuan pasukan
Batavia persenjataan lebih lengkap dan canggih, pasukan rakyat
terdesak, Saidi berhasil ditangkap dan dibunuh. Perlawanan rakyat Maluku berhasil
dipatahkan. -Perlawanan kembali terjadi dibawah pimpinan Raja Tidore , Sultan
Jamaluddin. Namun pada tahun 1779 Sultan Jamaluddin berhasil ditangkap Belanda
dan dibuang ke Srilangka.

 Belanda berhasil masuk lebih lebih jauh dikehidupan politik kerajaan. Hal itu
dibuktikan dengan adanya perebutan kekuasaan di kerajaan Tidore.PenggantiSultan
Jamaluddinyang seharusnya Pangeran Nuku digantikan Patra Alam, seorang kaki
tangan Belanda.Rakyat Tidore ternyata menghendaki Pangeran Nuku yang menjadi
Sultan. Perlawanan selanjutnya terjadi seperti perang saudara antar rakyat Tidore.

 Tahun 1780 pasukan Patra Alammenyerang dan mengepung tempat kediaman Sultan
Nuku, namun Sultan Nuku berhasil meloloskan diri dan menyingkir
ke Halmahera.Di Halmahera, Sultan Nuku mendirikan markas besar untuk melawan
VOC dan Patra Alam. Perlawanan selama 17 tahun menunjukkan hasil. Sultan
Nuku berhasil mengadu domba Belanda dan Inggris yang berkuasa di Maluku Utara.
Perlawanan Sultan Nuku tidak sebatas di Maluku Utara, tetapi sampai di Papua. Sultan
Nuku bersama Panglima Zaibal Abidinberhasil merebut Tidore dari
tangan Belanda.Tahun 1805 Sultan Nuku meninggal dunia, Belanda dapat menguasai
lagi wilayah Tidore. Perlawanan Pattimura(1817). Perlawanan Pattimura terjadi di
Saparua, yaitu sebuah kota kecil di dekat pulau Ambon. Akibat penderitaan yang
panjang rakyat menetang Belanda dibawah pimpinanThomas Matulesi atau
Pattimura. Tanggal 15 Mei 1817 rakyat Maluku mulai bergerak dengan membakar
perahu-perahu milik Belanda di pelabuhan Porto. Selanjutnya rakyat menyerang
penjara Duurstede. Residen Van den Berg tewas tertembak dan benteng berhasil
dikuasai oleh rakyat Maluku. Pada bulan Oktober 1817 pasukan Belanda dikerahkan
secara besar-besaran, Belanda berhasil menangkap Pattimura dan kawan-kawan dan
pada tanggal 16 Nopember 1817 Pattimura dijatuhi hukuman mati ditiang gantungan,
dan berakhir perlawanan rakyat Maluku.

C. Perlawanan Sultan Agung

Sultan Agung adalah raja yang paling terkenal dari Kerajaan Mataram. Pada masa
pemerintahan Sultan Agung, Mataram mencapai zaman keemasan. Cita-cita Sultan Agung
antara lain:

 mempersatukan seluruh tanah Jawa,dan

 mengusir kekuasaan asing dari bumi Nusantara. Terkait dengan cita-citanya ini maka
Sultan Agung sangat menentang keberadaan kekuatan VOC di Jawa.

Oleh karena itu, Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia. Ada beberapa alasan
mengapa Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia, yakni:

 tindakan monopoli yang dilakukan VOC.


 VOC sering menghalang-halangi kapal-kapal dagang Mataram yang akan berdagang
ke Malaka

 VOC menolak untuk mengakui kedaulatan Mataram, dan

 keberadaan VOC di Batavia telah memberikan ancaman serius bagi masa depan Pulau
Jawa.

Pada tahun 1628 telah dipersiapkan pasukan dengan segenap persenjataan dan perbekalan.
Pada waktu itu yang menjadi gubernur jenderal VOC adalah J.P. Coen. Sebagai pimpinan
pasukan Mataram adalah Tumenggung Baureksa. Tepat pada tanggal 22 Agustus 1628,
pasukan Mataram di bawah pimpinan Tumenggung Baureksa menyerang Batavia. Pasukan
Mataram berusaha membangun pos pertahanan, tetapi kompeni VOC berusaha menghalang-
halangi, sehingga pertempuran antara kedua pihak tidak dapat dihindarkan. Di tengah-tengah
berkecamuknya peperangan itu pasukan Mataram yang lain berdatangan seperti pasukan di
bawah Sura Agul-Agul yang dibantu oleh Kiai Dipati Mandurareja dan Upa Santa. Datang pula
laskar orang-orang Sunda di bawah pimpinan Dipati Ukur. Terjadilah pertempuran sengit
antara pasukan Mataram melawan tentara VOC di berbagai tempat. Tetapi kekuatan tentara
VOC dengan senjatanya jauh lebih unggul, sehingga dapat memukul mundur semua lini
kekuatan pasukan Mataram. Tumenggung Baureksa sendiri gugur dalam pertempuran itu.
Dengan demikian serangan tentara Sultan Agung pada tahun 1628 itu belum berhasil.

Tahun 1629 pasukan Mataram diberangkatkan menuju Batavia. Sebagai pimpinan pasukan
Mataram dipercayakan kepada Tumenggung Singaranu, Kiai Dipati Juminah, dan Dipati
Purbaya. Ternyata informasi persiapan pasukan Mataram diketahui oleh VOC. Dengan segera
VOC mengirim kapal-kapal perang untuk menghancurkan lumbung-lumbung yang
dipersiapkan pasukan Mataram. Di Tegal tentara VOC berhasil menghancurkan 200 kapal
Mataram, 400 rumah penduduk dan sebuah lumbung beras. Pasukan Mataram berhasil
mengepung dan menghancurkan Benteng Hollandia. Berikutnya pasukan Mataram mengepung
Benteng Bommel, tetapi gagal menghancurkan benteng tersebut. Pada saat pengepungan
Benteng Bommel, terpetik berita bahwa J.P. Coen meninggal. Peristiwa ini terjadi pada tanggal
21 September 1629. Dengan semangat juang yang tinggi pasukan Mataram terus melakukan
penyerangan. Dalam situasi yang kritis ini pasukan Belanda semakin marah dan meningkatkan
kekuatannya untuk mengusir pasukan Mataram. Dengan mengandalkan persenjataan yang
lebih baik dan lengkap, akhirnya dapat menghentikan serangan-serangan pasukan Mataram.

Setelah Sultan Agung meninggal tahun 1645, Mataram menjadi semakin lemah sehingga
akhirnya berhasil dikendalikan oleh VOC. Sebagai pengganti Sultan Agung adalah Sunan
Amangkurat I. Ia memerintah pada tahun 1646 -1677. Ternyata Raja Amangkurat I merupakan
raja yang lemah dan bahkan bersahabat dengan VOC. Raja ini juga bersifat reaksioner dengan
bersikap sewenang-wenang kepada rakyat dan kejam terhadap para ulama. Oleh karena itu,
pada masa pemerintahan Amangkurat I itu timbul berbagai perlawanan rakyat. Salah satu
perlawanan itu dipimpin oleh Trunajaya.

D. Perlawanan Banten
Perlawanan rakyat Banten terhadap VOC dibangkitkan oleh Abdul Fatah (Sultan Ageng
Tirtayasa) dan puteranya bernama Pangeran Purbaya (Sultan Haji). Sultan Ageng Tirtayasa
dengan tegas menolak segala bentuk aturan monopoli VOC dan berusaha mengusir VOC dari
Batavia. Pada tahun 1659, perlawanan rakyat Banten mengalami kegagalan, yaitu ditandai oleh
keberhasilan Belanda dalam memaksa Sultan Ageng Tirtayasa untuk menandatangani
perjanjian monopoli perdagangan.

Pada tahun 1683, VOC menerapkan politik adu domba (devide et impera) antara Sultan Ageng
Tirtayasa dengan puteranya yang bernama Sultan Haji, sehingga terjadilah perselisihan antara
ayah dan anak, yang pada akhirnya dapat mempersempit wilayah serta memperlemah posisi
Kerajaan Banten. Sultan Haji yang dibantu oleh VOC dapat mengalahkan Sultan Ageng
Tirtayasa. Kemenangan Sultan Haji atas bantuan VOC tersebut menghasilkan kompensasi
dalam penandatanganan perjanjian dengan kompeni.

Perjanjian tersebut menandakan perlawanan rakyat Banten terhadap VOC dapat dipadamkan,
bahkan Banten dapat dikuasai oleh VOC. Pertikaian keluarga di Kerajaan Banten menunjukkan
bahwa mudahnya rakyat Banten untuk diadu domba oleh VOC.

Pada tahun 1750, terjadi perlawanan rakyat Banten terhadap Sultan Haji (yang menjadi raja
setelah menggantikan Sultan Ageng Tirtayasa), atas tindakan Sultan Haji (rajanya) yang
sewenang-wenang terhadap rakyatnya sendiri. Perlawanan rakyat Banten ini dapat dipadamkan
oleh Sultan Haji atas bantuan VOC. Sebagai imbalan jasa, VOC diberi hak untuk memonopoli
perdagangan di seluruh wilayah Banten dan Sumatera Selatan.

E. Perlawanan GOWA

Di Sulawesi Selatan, perlawanan terhadap kolonialisme Belanda dilakukan oleh Kerajaan


Gowa dan Tallo, yang kemudian bergabung menjadi Kerajaan Makasar. Dilihat dari letak
geografisnya, letak wilayah Kerajaan Makasar sangat strategis dan memiliki kota pelabuhan
sebagai pusat perdagangan di Kawasan Indonesia Timur.

Kerajaan Makassar, dengan didukung oleh pelaut-pelaut ulung, mencapai puncak kejayaannya
pada masa pemerintahan Sultan Hasanudin antara tahun 1654 – 1669. Pada pertengahan abad
ke-17, Kerajaan Makasar menjadi pesaing berat bagi kompeni VOC pelayaran dan
perdagangan di wilayah Indonesia Timur. Persaingan dagang tersebut terasa semakin berat
untuk VOC sehingga VOC berpura-pura ingin membangun hubungan baik dan saling
menguntungkan. Upaya VOC yang sepertinya terlihat baik ini disambut baik oleh Raja Gowa
dan kemudian VOC diizinkan berdagang secara bebas. Setelah mendapatkan kesempatan
berdagang dan mendapatkan pengaruh di Makasar, VOC mulai menunjukkan perilaku dan niat
utamanya, yaitu mulai mengajukan tuntutan kepada Sultan Hasanuddin.

Tuntutan VOC terhadap Makasar ditentang oleh Sultan Hasanudin dalam bentuk perlawanan
dan penolakan semua bentuk isi tuntutan yang diajukan oleh VOC. Oleh karena itu, kompeni
selalu berusaha mencari jalan untuk menghancurkan Makassar sehingga terjadilah beberapa
kali pertempuran antara rakyat Makassar melawan VOC.
Pertempuran pertama terjadi pada tahun 1633 dan pertempuran kedua terjadi pada tahun 1654.
Kedua pertempuran tersebut diawali dengan perilaku VOC yang berusaha menghalang-halangi
pedagang yang masuk maupun keluar Pelabuhan Makasar. Dua kali upaya VOC tersebut
mengalami kegagalan karena pelaut Makasar memberikan perlawanan sengit terhadap
kompeni. Pertempuran ketiga terjadi tahun 1666 – 1667 dalam bentuk perang besar. Ketika
VOC menyerbu Makasar, pasukan kompeni dibantu oleh pasukan Raja Bone (Aru Palaka) dan
Pasukan Kapten Yonker dari Ambon. Pasukan angkatan laut VOC, yang dipimpin oleh
Speelman, menyerang pelabuhan Makasar dari laut, sedangkan pasukan Aru Palaka mendarat
di Bonthain dan berhasil mendorong suku Bugis agar melakukan pemberontakan terhadap
Sultan Hasanudin serta melakukan penyerbuan ke Makasar.

Peperangan berlangsung seru dan cukup lama, tetapi pada saat itu Kota Makassar masih dapat
dipertahankan oleh Sultan Hasanudin. Pada akhir kesempatan itu, Sultan Hasanudin terdesak
dan dipaksa untuk menandatangani perjanjian perdamaian di Desa Bongaya pada tahun 1667.

Perlawanan rakyat Makasar akhirnya mengalami kegagalan. Salah satu faktor penyebab
kegagalan rakyat Makasar adalah keberhasilan politik adu domba Belanda terhadap Sultan
Hasanudin dengan Aru Palaka. Perlawanan rakyat Makasar selanjutnya dilakukan dalam
bentuk lain, seperti membantu Trunojoyo dan rakyat Banten setiap melakukan perlawanan
terhadap VOC.

F. Perlawanan Rakyat Riau

Ambisi untuk melakukan monopoli perdagangan dan menguasai berbagai daerah di Nusantara
terus dilakukan oleh VOC. Di samping menguasai berbagai daerah di Nusantara terus
dilakukan oleh VOC. Dengan politik memecah belah VOC mulai berhasil menanamkan
pengaruhnya di Riau. Kerajaan-kerajaan kecil seperti Siak, Indragiri, Rokan, dan Kampar
semakin terdesak oleh pemaksaan monopoli dan tindakan sewenang-wenang dari VOC. Oleh
karena itu, beberapa kerajaan mulai melancarkan perlawanan.

Raja Siak sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (1723-1744) memimpin rakyatnya untuk melawan
VOC. Setelah berhasil merebut Jolor kemudian ia membuat benteng pertahanan di pulau
Bintan. Dari pertahanan di Pulau Bintan ini pasukan Sultan Abdul Jalil mengirim pasukan di
bawah Komando Raja Lela Muda untuk menyerang Malaka

Dalam suasana konfrontasi dengan VOC itu, Sultan Abdul Jalil Rahmat Syeh wafat. Sebagai
gantinya diangkatlah puteranya yang bernama Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah (1746-
1760). Raja ini juga memiliki naluri seperti ayahandanya yang ingin selalu memerangi VOC
di Malaka dan sebagai komandan perangnya adalah Raja Indra Pahlawan.

Dalam suasana konfrontasi dengan VOC itu, Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah wafat. Sebagai
gantinya diangkatlah puteranya yang bernama Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah (1746-
1760). Raja ini juga memiliki naluri seperti ayahandanya yang ingin selalu memerangi VOC
di Malaka dan sebagai komandan perangnya adalah Raja Indra Pahlawan. Tahun 1751 berkobar
perang melawan VOC. Sebagai strategi menghadapi serangan Raja Siak, VOC berusaha
memutus jalur perdagangan menuju siak. VOC mendirikan benteng pertahanan di sepanjang
jalur yang menghubungkan Sungai Idragiri, Kampar, sampai pulau Guntung yang berada di
Muara Sungai Siak.

Sultan Siak bersama para panglima dan penasihat mengatur siasat baru. Disepakati bahwa VOC
harus dilawan dengan tipu daya. Sultan diminta berpura-pura berdamai dengan cara
memberikan hadiah kepada Belanda. Oleh Karena itu, siasat ini dikenal dengan “siasat hadiah
sultan”. VOC setuju dengan ajakan damai ini. Perundingan damai diadakan di loji di Pulau
Guntung.

G. Pemberontakkan Orang – Orang Cina

Sejak abad ke-5 orang-orang Cina sudah mengadakan hubungan dagang ke Jawa dan
jumlahnya pun semakin banyak. Pada masa perkembangan kerajaan-kerajaan Hindu-Budha
dan Islam banyak pedagang Cina yang tinggal di daerah pesisir, bahkan tidak sedikit yang
menikah dengan penduduk Jawa. Begitu juga pada masa pemerintahan VOC di Batavia,
banyak orang Cina yang datang ke Jawa. VOC memang sengaja mendatangkan orang-orang
Cina dari Tiongkok. Dalam rangka mendukung kemajuan perekonomian di Jawa. Orang-orang
Cina yang datang ke Jawa tidak semua yang memiliki modal. Banyak diantara mereka
termasuk golongan miskin. Mereka kemudian menjadi pengemis bahkan ada yang menjadi
pencuri.

Untuk membatasi kedatangan orang-orang Cina ke Batavia, VOC mengeluarkan ketentuan


bahwa setiap orang Cina yang tinggal di Batavia harus memiliki surat izin bermukim yang
disebutpermissiebriefjes atau masyarakat sering menyebut dengan “surat pas”. Apabila tidak
memiliki surat izin, maka akan ditangkap dan dibuang ke Sailon (sri lanka) untuk dipekerjakan
di kebun-kebun pala milik VOC atau akan dikembalikan ke Cina.

Pada suatu ketika tahun 1740 terjadi kebakaran di Batavia. VOC menafsirkan peristiwa ini
sebagai gerakan orang-orang Cina yang akan melakukan pemberontakan. Oleh karena itu, para
serdadu VOC mulai bereaksi dengan melakukan sweeping memasuki rumah-rumah orang cina
dan kemudian melakukan pembunuhan terhadap orang-orang Cina yang ditemukan di setiap
rumah. Sementara yang berhasil meloloskan diri dan melakukan perlawanan di berbagai
daerah, misalnya di Jawa Tengah. Salah satu tokohnya yang terkenal adalah Oey Panko atau
kemudian dikenal dengan sebutan Khe Panjang, kemudian di Jawa menjadi Ki sapanjang.
Nama ini dikaitkan dengan perannya dalam memimpin perlawanan di sepanjang pesisir Jawa.

Perlawanan dan kekacauan yang dilakukan orang-orang Cina itu kemudian meluas di berbagai
tempat terutama di daerah pesisir Jawa. Perlawanan orang-orang Cina ini mendapatkan bantuan
dan dukungan dari para buapati di pesisir. Bahka yang menarik atas desakan para pangeran,
Raja Pakubuwana II juga ikut mendukung pemberontakan orang-orang Cina tersebut. Pada
tahun 1741 benteng VOC di Kartasura dapat diserang sehingga pemberontakan orang-orang
Cina satu demi satu dapat dipadamkan. Pada kondisi yang demikian ini Pakubuwana II mulai
bimbang dan akhirnya melakukan perundingan damai dengan VOC.

H. Perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Mas Said


Perlawanan terhadap VOC kembali terjadi di Jawa, kali ini dipimpin oleh bangsawan kerajaan
yakni pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said. Perlawanan berlangsung sekitar 20 tahun.

Raden Mas Said adalah putera dari Raden Mas Riya yang bergelar Adipati Arya Mangkunegara
dengan Raden Ayu Wulan putri dari Adipati Blitar. Pada usia 14 tahun Raden Mas said sudah
diangkat sebagai gandek kraton (pegawai rendahan di Istana) dan diberi gelar R.M.Ng.
Suryokusumo. Karena merasa sudah berpengalaman, Raden Mas said kemudian mengajukan
permohonan untuk mendapatkan kenaikan pangkat. Akibat permohonan ini Mas Said justru
mendapat cercaan dan hinaan dari keluarga kepatihan, bahkan dikait-kaitkan dengan tuduhan
ikut membantu pemberontakan orang-orang Cina yang sedang berlangsung. Mas said pergi
menuju Nglaroh untuk memulai perlawanan. Oleh karena pengikutnya mas said diangkat
sebagai raja baru dengan gelar Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara Senopati
Sudibyaning Prang. Hingga kini sebutan Mas Said yang dikenal masyarakat yakni Pangeran
Sambernyawa. Pada tahun 1745 Pakubuwana II mengumumkan barang siapa yang dapat
memadamkan perlawanan Mas Said akan diberi hadiah sebidang tanah di Sukowati (di wilayah
sragen sekarang). Mas Said tidak menghiraukan apa yang dilakukan Pakubuwana II di istana,
ia terus melancarkan perlawanan kepada kerajaan maupun VOC.

Mendengar adanya sayembara berhadiah itu, Pangeran Mangkubumi ingin mencoba sekaligus
menkar seberapa jauh komitmen dan kejujuran Pakubuwana II. Pangeran Mangkubumi adalah
adik dari Pakubuwana II. Pangeran Mangkubumi dan para pengikutnya berhasil memadamkan
perlawanan Mas Said. Ternyata Pakubuwana II ingkar janji. Pakubuwana II kehilangan nilai
dan komitmennya sebagai raja yang berpegang pada tradisi, sabda pandhita ratu datan kena
wola-wali(perkataan raja tidak boleh ingkar). Karena bujukan Patih Pringgalaya, Pakubuwana
II tidak meberikan tanah Sukowati kepada Pangeran Mangkubumi. Terjadilah pertentangan
antara Raja Pakubuwana II yang didukung Patih Pringgalaya di satu pihak dengan Pangeran
Mangkubumi di pihak lain. Dalam suasana konflik ini tiba-tiba dalam pertemuan terbuka di
istana itu Gubernur Jenderal Van Imhoff mengeluarkan kata-kata yang menghina dan menuduh
Pangeran Mangkubumi terlalu ambisi mencari kekuasaan. Hal inilah yang sangat
mengecewakan Pangeran Mangkubumi, pejabat VOC secara lansung telah mencampuri urusan
pemerintahan kerajaan. Pangeran Mangkubumi segera meninggalkan istana. Tidak ada pilihan
lain kecuali angkat senjata untuk melawan VOC yang telah semena-mena ikut campur tangan
pemerintahan kerajaan. Hal ini sekaligus untuk memperingatkan saudara tuanya Pakubuwana
II agar tidak mau didikte oleh VOC.

Perjanjian itu berisi pasal-pasal antara lain :

(1). Susuhunan Pakubuwana II menyerahkan Kerajaan Mataram baik secara de facto maupun
de jure kepada VOC.

(2). Hanya keturunan Pakubuwana II yang berhak naik tahta, dan akan dinobatkan oleh VOC
menjadi raja Mataram dengan tanah Mataram sebagai pinjaman dari VOC.

(3). Putera mahkota akan segera dinobatkan. Sembilan hari setelah penandatanganan perjanjian
itu Pakubuwana II wafat. Tanggal 15 Desember 1749 Baron van Hohendorff mengumumkan
pengangkatan putera mahkota sebagai Susuhunan Pakubuwana III.
Perjanjian tersebut merupakan sebuah trgaedi karena Kerajaan Mataram yang pernah Berjaya
di masa Sultan Agung harus menyerahkan kedaulatan atas seluruh wilayah kerajaan kepada
pihak asing. Hal ini semakin membuat kekecewaan Pangeran Mangkubumi dan Mas Said,
sehingga keduanya harus meningkatkan perlawanannya terhadap kezaliman VOC.

Perlawanan Pangeran Mangkubumi berakhir setelah tercapai Perjanjian Giyanti pada tanggal
15 Februari 1755. Isi pokok perjanjian Giyanti : bahwa Mataram dibagi dua. Wilayah bagian
barat (daerah Istimewa Yogyakarta) diberikan kepada Pangeran Mnagkubumi dna berkuasa
sebagai sultan dengan sebutan Sri Sultan Hamengkubuwana I, sedang bagian timur (daerah
Surakarta) tetap diperintah oleh Pakubuwana III. Sementara perlawanan Mas Said berakhir
setelah tercapai Perjanjian salatiga pada tanggal 17 Maret 1757 yang isinya Mas said diangkat
sebagai penguasa di sebagian wilayah Surakarta dengan gelar Pangeran Adipati Arya
Mangkunegara I

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Akibat adanya kesewenang – wenangan Bangsa Barat khusnya Portugis dan VOC, timbullah
perlawanan dari rakyat pribumi untuk mengusir dan menghapus segala bentuk kejahatan,
kesewenang – wenangan, dan penjajahan yang tidak berperikemanusiaan tersebut.

Saran
Kita sebagai manusia generasi selanjutnya yang telah bebas dari penjajahan seharusnya selalu
menjaganya. Lakukan apa yang terbaik untuk persatuan dan kesatuan Indonesia. Karena
dengan menjaga persatuan Indonesia, kita telah menghormati perjuangan mereka.

Anda mungkin juga menyukai