Anda di halaman 1dari 7

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kekuasaan Belanda tahun 1799 diambil alih oleh pemerintah Belanda
dari VOC. VOC mengalami kerugian yang besar yang menyebabkan
kebangkrutan dan dibubarkan. Sebelumnya penjajahan Belanda atas Indonesia
dilakukan oleh VOC, sejak tahun 1799 secara resmi dilakukan oleh
pemerintahan Belanda.
Sementara itu Inggris mengincar Nusantara dari Belanda. Jawa
merupakan daerah Koloni Belanda-Perancis yang belum jatuh ke tangan
Inggris sebelun Isle de France dan Mauritus jatuh ke tangan Inggris pada
tahun 1807. Pada tahun 1808 armada Inggris sudah muncul di Utara Pantai
Batavia. Pada Tahun 1800 galangan kapal di Pulau seribu yaitu di pulau
Onrust sudah dihancurkan oleh Inggris. Belanda yang pada saat itu mendapat
pengaruh dari Perancis sadar kalau tidak mungkin akan mengirimkan pasukan
ke batavia karena ada blokade laut dari Inggris.
Atas saran dari Napoleon, Pemerintah Belanda pada tahun 1806
mengangkat Herman Willem Deandels (1762-1818) untuk mengemban tugas
berat mempertahankan Pulau Jawa dalam serangan Inggris. Dengan demikian,
dalam kurun waktu 1806-1811 Nusantara mendapat pengaruh dari Perancis
meskipun para pejabat masih didominasi oleh orang-orang Belanda.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana masa pemerintahan Gubernur Herman Willem Deandles di Indonesia
( Januari 1808 Mei 1811 ) ?
2. Bagaimana masa pemerintahan Gubernur Thomas Stamford Raffles di Indonesia
( 1811 1814 ) ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami masa pemerintahan Gubernur Herman Willem
Deandles di Indonesia (( Januari 1808 Mei 1811 )
2. Untuk mengetahui dan memahami masa pemerintahan Gubernur Thomas Stamford
Raffles di Indonesia ( 1811 1814 )
BAB II
PEMBAHASAN
2

INDONESIA PASCA VOC:


Masuknya Pengaruh Perancis Dan Inggris

1. Heramn Willem Deandels (Januari 1808-Mei 1811) Gubernur Jenderal


Prancisyang keras dan Otoriter.
Latar Belakang Penugasan Daendels

Perang Eropa yang melibatkan dua negara imperialis besar tersebut sampai ke
kawasan Asia, terutama Asia Tenggara. Rivalitas antara keduanya tampak ketika Inggris,
yang sudah mempunyai koloni di India, telah berada di kawasan semenanjung malaya.
Malaysia serta Singapura berhasil dijadikan basis kekuatan militer Inggris di kawasan
Timur Asia tersebut. Ini berarti, bahwa jajahan Belanda di Nusantara sangat terancam
direbut oleh Inggris. Ancaman tersebut semakin serius lagi setelah Napoleon Bonaparte
melancarkan sistem kontinental terhadap Inggris, yakni politik blokade laut terhadap
Inggris di Eropa yang memutus hubungan antara Inggris dengan dunia luar.

Dalam keadaan kalut tersebut, hubungan Hindia-Belanda dengan Eropa terputus


pula. Pemerintahan Belanda dan Prancis sadar sekali bahwa mustahil mengirim bantuan ke
Batavia. Yang dapat diakukan adalah hanyalah mengutus seorang Gubernur Jenderal yang
dapat bertindak lebih, artinya dapat berbuat sesuatu dengan cepat untuk mengantisipasi
kemungkinan serangan Inggris ke Nusantara (terutama Jawa, yang merupakan pusat
pemerintahan kolonial).

Maka, dikirimlah Herman Willem Daendels. Seorang Belanda, bekas advokat, dan
seorang patriot, jenderal, serta pengagum Napoleon Bonaparte, untuk menjalankan tugas
yang sulit tersebut. Bahkan, begitu sulitnya, kedatangan Daendels ke Nusantara pun harus
berputar jauh melalui Benua Amerika (New York) dan menggunakan kapal Amerika untuk
sampai ke Jawa.

Tujuan Utama Penugasan Daendels di Hindia-Belanda

Tugas utama Daendels sebagai Gubernur Jenderal di Hindia-Belanda. Tak lebih karena
alasan politik pertama-tama dan tentu kepentingan ekonomi. Tugas-tugas Daendels berada
3

dibawah perintah langsung serta pengawasan Kementrian Jajahan (ministerie van


kolonien) yang dipimpin oleh Paulus van der Heim.

Tugas utama Daendels adalah pembangunan pertahanan Nusantara terhadap


Inggris. Disamping itu, ketika menjalankan tugasnya, Daendels juga dihadapkan pada
persoalan ekonomi yang tidak mendukung kebijakan-kebijakannya (khas pemerintahan
Hindia-Belanda yang buruk), serta persoalan sosial-politik yang dianggap dapat
menghambat rencana-rencananya. Inilah gambaran kondisi mendesak yang harus
dijalankan terlebih diatasi oleh Gubernur Jenderal ini.

Dengan demikian jelaslah bahwa tugas utama Daendels adalah mempertahankan


Nusantara dari ancaman serangan Inggris. Dan pada bagian berikut, akan diuraikan
rencana-rencana/kebijakan-kebijakan Daendels dalam menjalankan tugasnya sebagai
Gubernur Jenderal Hindia-Belanda.

2. Kebijakan-kebijakan Daendels

Telah diuraikan pada bagian sebelumnya bahwa tugas G.J. Daendels di Hindia-
Belanda tak lebih adalah menyokong kebutuhan perang Perancis juga Belanda baik
militer maupun financial, sehingga menuntut langkah cepat Daendels untuk merealisasikan
tugas-tugasnya tersebut. Karena faktor tersebut kepemimpinan seorang penganut paham
liberal ini justru sering disebut sebagai Gubernur Jenderal ber-tangan besi. Hal ini dapat
dilihat dari kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Gubernur Jenderal ini.

Memperkuat Pertahanan Militer

Bidang pertahanan merupakan persoalan utama yang dihadapi Daendels. Tidak


mengherankan jika hal ini mempengaruhi langkah-langkah kebijakan-kebijakan lainnya.
Daendels dihadapkan pada persoalan utama yaitu lemahnya angkatan bersenjata dan
pertahanan Jawa terhadap serangan Inggris. Karenya Daendels membuat dua kebijakan
mendesak untuk memperkuat pertahanan Hindia-Belanda.

Pertama, demi menambah jumlah serdadunya yang pada itu jumlah serdadu di Jawa
tidak lebih dari 2000 personil, bahkan yang bersenjata hanya 1/3-nya baik angkatan darat
maupun angkatan laut, Daendels melakukan rekruitmen terhadap kaum pribumi untuk
4

dilatih menjadi militer (milisi). Kebanyakan serdadu Bumiputera tersebut berasal dari
Manado, Jawa, dan Madura. Dengan demkian ia berhasil menambah jumlah angkatan
bersenjatanya mencapai 18.000 hingga 20.000 serdadu.

Untuk mendukung kelengkapan militer tersebut membuat hampir semua


bidang/aspek dijamah oleh rencana Daendels. Misalnya saja, untuk menyediakan
perlengkapan seragam militer para petani dipaksanya memintal benang dan menenun kain.
Kemudian di Semarang, para pembuat Gamelan diubahnya menjadi pekerja pabrik miseu
untuk keperluan senjata. Sentra pengrajin peralatan dapur tembaga di Gresik, diubah
menjadi pabrik senjata (bedil: sejenis senapan laras panjang). Di Surabaya segera dibangun
pangkalan Angkatan Laut. Koningsplein (Lapangan Merdeka Sekarang Lapangan
Banteng) dijadikan tempat pelatihan militer, dan tidak jauh dari itu dibangun rumah sakit
militer (sekarang RSPAD Gatot Subroto).

Kedua, pembangunan Grote Postweg (Jalan Raya Pos) Anyer-Panarukan. Jalan


sepanjang tak kurang dari 1000 km ini dibangun untuk mendukung mobilitas militer agar
menjadi lebih capat dan mudah. Terutama untuk menjaga pos-pos pertahanan penting di
sepanjang pantai utara Jawa. Kerja rodi-pun diberlakukan untuk pembangunan proyek
raksasa tersebut. Karena banyaknya tenaga rakyat yang dibutuhkan untuk pembangunan
jalan tersebut dan terdesak oleh waktu, wajib kerja menjadi pilihan cara bagi Daendels.

Berkat keberadaan Jalan Raya Pos tersebut (sekarang dikenal dengan Jalur
Pantura), tidak hanya memberikan keuntungan di bidang militer saja, tetapi membawa arti
penting bagi mobilitas ekonomi, sosial, bahkan politik. Perjalanan kereta pos Anyer-
Panarukan yang membutuhkan waktu hingga beberapa bulan dapat dipersingkat menjadi
cuma enam hari.

Yang perlu disimpulkan disini, demi merealisasikan program-programnya di atas


Daendels menggunakan cara-cara yang lebih menunjukkan sistem tradisional
(konvensional). Tentu hal ini faktor kondisi/relitas yang mendesak Gubernur Jenderal ini.
Selain itu, tidak sedikit biaya operasional yang dibutuhkan untuk mendukung kerja
Daendels. Sehingga menuntut Daendels untuk mengambil langkah-langkah berikutnya.
Langkah Daendels di bidang ekonomi semakin menunjukkan cara-cara yang ditempuhnya
layaknya cara-cara konvensional, yakni eksploitasi SDA & SDM.
5

Selain di bidang pertahanan Deandels juga menerapkan sejumlah


kebijakan lain seperti:
Membagi Pulau Jawa menjadi 9 Prefektur (daerah) setara Karasidenan.
Mengangkat para bupati di seluruh Jawa menjadi pegawai pemerintah.
Menaikkan gaji pegai pemerintahan.
Mendirikan badan pengadilan dan disesuaikan adat dan istiadat yang
berlaku.
Daendels dikenal sebagai penguasa yang otoriter. Kebijakan menjual
tanah kepada pengusaha asing untuk mencari dana dalam mempertahankan
pulau jawa dianggap melanggar undang-undang. Selain itu kebijakan keras
terhadap para raja di jawa seperti :
Terahadap Solo dan Yogyakarta dimana para raja harus mengakui raja
Belanda sebagai junjungannya serta mengubah jabatan pejabat Belanda di
Keraton dari residen menjadi minister.
Terhadap Banten, ia menghancurkan kerajaan Banten dan mengasingkan ke
Ambon karena menolak pembangunan Jalan Raya Pos.
Kekuasaan Deandels berakhir saat ia dipanggil ke Belanda. Ada dua
versi tehadap pemanggilan ini
a. Tenaganya dibutuhkan untuk memimpin tentara Perancis menyerbu
Rusia
b. Hubungan yang buruk antara Deandels dengan para raja di Jawa yang
dikhawatirkan akan merugikan Belanda dalam mnghadapi serangan
dari Inggris.

Ia kemudian digantikan oleh Gubernur Jenderal Jan Willem Janssen (20


Februari-18 September 1811), pada pemerintahan Jenssen, Belanda menyerah
kepada Inggris dengan ditandatangganinya Perjanjian Tuntang (1811), yang
isinya :
Pulau Jawa dan Sekitarnya jatuh ke tangan Inggris.
Semua tentara yang tadinya merupakan bagian dari Pemerintahan Deandels
menjadi tentara Inggris.
Orang-orang Belanda dipekerjakan untuk Inggris.
2. Thomas Stamford Raffles (1811-1814) : Letnan Gubernur Inggris

Setelah berhasil menguasai Jawa, Inggris menunjuk Thomas Stamford


Raffles sebagai Letnan Gubernur dan diwakili Kongsi dagang Yang bernama
EIC (East Indian Company) yang berpusat di Kalkuta, India. Kebijakan-
kebijakan Raffles dalam memerintah antara lain:
6

a. Menghapus sistem Preangerstelsel, kerja paksa, serta menghentikan


perdaangan budak.
b. Memberikan kebebasan kepada rakyat untuk menentukan tanaman yang
ditanam.
c. Menghapus pajak hasil bumi (contingenten).
d. Menerapkan tanah sebagai milik pemerintah dan petani sebagai
penggarap.
e. Pemungutan pakjak sewa tanah dilakukan per kepala yang sebelumnya
dilakukan secara kolektif saat pemerintahan VOC.
f. Bupati diangkat sebagai pegawai pemerintah dan jabatan yang diwariskan
secara turun temurun.
g. Membagi pulau jawa menjadi 16 Karasidenan sampai tahun 1964.
h. Membentuk sistem pemerintahan dan sistem peradilan yang mengacu pada
sistem yang dilakukan di Inggris.

Namun kebijakan yang diterapkan terbentur karena beberapa faktor :


Terbentur sistem sistem budaya dan tradisi Jawa.
Belum adanya kepastian hukum atas tanah.
Rakyat belum terbiasa menggunakan mata uang sebagai alat
pembayaran pajak.
Singkatnya kekuasaan Raffles.

Masa kekuasaan Raffles relatif singkat karena kekalahan Perancis


dalam pertempuran Leipzig 1813 melawan Rusia, Prusia, Austria dan swedia
yang mengakibatkan Belanda merdeka dan berhak kembali terkait daerah
jajahan kekuasaannya terdahulu yang tertuang dalam Konvensi London.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Tugas utama Daendels adalah pembangunan pertahanan Nusantara terhadap


Inggris. Disamping itu, ketika menjalankan tugasnya, Daendels juga dihadapkan pada
persoalan ekonomi yang tidak mendukung kebijakan-kebijakannya (khas pemerintahan
Hindia-Belanda yang buruk), serta persoalan sosial-politik yang dianggap dapat
7

menghambat rencana-rencananya. Inilah gambaran kondisi mendesak yang harus


dijalankan terlebih diatasi oleh Gubernur Jenderal ini.

Kebijakan-kebijakan Raffles dalam memerintah antara lain:


Menghapus sistem Preangerstelsel, kerja paksa, serta menghentikan
perdaangan budak, memberikan kebebasan kepada rakyat untuk menentukan
tanaman yang ditanam, menghapus pajak hasil bumi (contingenten),
menerapkan tanah sebagai milik pemerintah dan petani sebagai penggarap,
Pemungutan pakjak sewa tanah dilakukan per kepala yang sebelumnya
dilakukan secara kolektif saat pemerintahan VOC dan lain - lain.

B. Saran
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan
agar dikemudian hari akan lebih baik lagi. Selamat membaca dan semoga ilmu dan
pengetahuan yang tertulis di makalah ini bermanfaat untuk kita semua . Amin

Daftar Pustaka :

A. Kardiyat Wiharyanto. 2004. Indonesia Dalam Abad XIX. Yogyakarta:


Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Parakitri T. Simbolon. KOMPAS. 1995. Menjadi Indonesia, Buku I: Akar-akar
Kebangsaan Indonesia.Jakarta: KOMPAS Grasindo.

Sartono Kartodirdjo. 1987. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900, Dari


Emporium Sampai Imperium Jilid I. Jakarta: Penerbit PT Gramedia

Anda mungkin juga menyukai