Anda di halaman 1dari 9

Latar Belakang

Pada akhir abad ke-18, terjadi suatu perubahan besar di Eropa, yaitu peristiwa
Revolusi Perancis dan diangkatnya Napoleon Bonaparte sebagai kaisar Perancis. Sebagai
kaisar Prancis, Napoleon melakukan agresi ke seluruh penjuru Eropa, termasuk ke negeri
Belanda. Belanda dapat ditaklukan setelah penyerangan oleh Perancis pada tahun 1794-1795.
Pada Januari 1795, secara resmi, Kerajaan Belanda jatuh ke tangan Perancis dan didirikanlah
pemerintahan boneka di sana. VOC sebagai pemegang kekuasaan di Hindia Belanda
mengalami serangkaian penyelidikan yang dilakukan pemerintah Belanda sendiri terkait
dengan kebangkrutan yang dialaminya. Hal itu berujung pada dibubarkannya VOC pada
tahun 1800. Sehingga dengan demikian, secara resmi tampuk kekuasaan beralih dari VOC ke
tangan pemerintah Belanda dibawah Perancis. Pemerintahan baru ini disebut Republik
Bataaf.
Pada tahun 1806, Napoleon mengangkat Louis Napoleon sebagai penguasa di negeri
Belanda. Louis Napoleon sebagai penguasa baru di negeri Belanda mengirimkan Herman
Willem Daendels ke Jawa. Daendels tiba di Jawa pada tahun 1806. Segera setelah sampai di
Jawa, dia mulai bekerja dengan melakukan serangkaian program kebijakan-kebijakan baru,
seperti merombak total sistem administrasi, memperbarui sistem peradilan, dan kebijakan-
kebijakan lainnya yang secara langsung atau tidak langsung, membawa perubahan besar di
Hindia Belanda. Menarik untuk dilihat mengenai kiprah Daendels di Hindia Belanda ini
dengan menampilkan sisi lain dari seorang Daendels yang dianggap sebagian orang sebagai
sosok kejam.
Pada tahun 1811 pimpinan Inggris di India yaitu Lord Muito memerintahkan Thomas
Stamford Raffles yang berkedudukan di Penang (Malaya) untuk menguasai Pulau Jawa.
Dengan mengerahkan 60 kapal, Inggris berhasil menduduki Batavia pada tanggal 26 Agustus
1811 dan pada tanggal 18 September, 1811 Belanda menyerah melalui Kapitulasi Tuntang Isi
kapitulasi tuntang adalah : 1. pulau jawa dan sekitarnya di kuasai inggris 2. semua tentara
belanda menjadi tawana inggris 3. orang belanda dapat menjadi pegawai inggris

1.1 Rumusan Masalah

1.2 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Masa Pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels di Nusantara (1808-
1811)

1.1.1 Tokoh daendels dan pandanganya

Maester in de Rechten Herman Willem Daendels lahir di Hattem


Gelderland, Republik Belanda, 21 Oktober 1762 – meninggal di Elmina. Ia adalah
seorang politikus Belanda yang merupakan Gubernur-Jenderal Hindia Belanda yang ke-36. Ia
memerintah antara tahun 1808 – 1811. Masa itu Belanda sedang dikuasai Perancis. Maka
setelah perjalanan yang panjang melalui Kepulauan Canaria Daendels tiba di Batavia pada
tanggal 5 Januari 1808 dan menggantikan Gubernur-Jenderal Albertus Wiese. Daendels
diserahi tugas terutama untuk melindungi pulau Jawa dari serangan tentara Inggris. Jawa
adalah satu-satunya daerah koloni Belanda-Perancis yang belum jatuh ke tangan Inggris
setelah Isle de France dan Mauritius pada tahun 1807. Namun beberapa kali armada Inggris
telah muncul di perairan utara laut Jawa bahkan di dekat Batavia.
Tugas G.J. Daendels di Hindia-Belanda tak lebih adalah menyokong kebutuhan
perang Perancis – juga Belanda – baik militer maupun financial, sehingga menuntut langkah
cepat Daendels untuk merealisasikan tugas-tugasnya tersebut. Karena faktor tersebut
kepemimpinan seorang penganut paham liberal ini justru sering disebut sebagai Gubernur
Jenderal ber-“tangan besi”.
1.1.2 Pengangkatan Daendels Sebagai Gubernur

Kerajaan Belanda jatuh ke tangan Perancis setelah serangan bertubi-tubi yang


dilakukan Perancis dalam kurun waktu Desember 1794 hingga Januari 1795. Segera setelah
Belanda jatuh, Perancis membuat pemerintahan boneka di sana dengan membubarkan
pemerintahan Heeren XVII dan menggantinya dengan sebuah komite baru. Tahun 1806,
Napoleon mengangkat Louis Napoleon sebagai penguasa di negeri Belanda. Louis Napoleon
sebagai penguasa baru di negeri Belanda mengirimkan Herman Willem Daendels ke Hindia
Belanda guna mengamankan daerah itu dari serangan Inggris. Seperti yang telah kita ketahui
bersama bahwa Inggris merupakan musuh besar Perancis.
Belanda yang telah jatuh ke tangan Perancis secara tidak langsung menyebabkan
negeri itu menjadi musuh Inggris. Louis Napoleon butuh figur untuk dapat mengamankan
pulau Jawa yang merupakan sentral kekuasaan Belanda di kawasan samudera Hindia dan
Asia Tenggara. Daendels adalah seorang pemuja prinsip–prinsip pemerintahan yang
revolusioner. Dia membawa suatu gagasan pembaruan dengan berusaha untuk memberantas
ketidakefisienan, penyelewengan, dan korupsi yang terjadi terutama di Jawa yang menjadi
pulau sentral kekuasaan Belanda.Pada tanggal 1 Januari 1808, Daendels tiba di pelabuhan
kecil dekat Banten. Setelah sampai di Batavia, dia kemudian memutuskan untuk
meninggalkan kota yang menurutnya tidak sehat itu dan pindah ke Buitenzorg (Bogor).
Daendels kemudian mulai bekerja memangkas korupsi, menata administrasi, dan menata
jalan serta benteng.

1.1.3 Program Kerja Daendels

1. Bidang Pertahanan Bidang pertahanan


Pertahanan merupakan persoalan utama yang dihadapi Daendels. Daendels
dihadapkan pada lemahnya angkatan bersenjata dan pertahanan Jawa terhadap serangan
Inggris. Karenanya Daendels membuat dua kebijakan mendesak untuk memperkuat
pertahanan Hindia-Belanda. Kebijakan pertama yang dilakukan Daendels dalam bidang
pertahanan adalah melakukan rekruitmen terhadap kaum pribumi untuk dilatih menjadi
militer. Kebanyakan serdadu Bumiputera tersebut berasal dari Manado, Jawa, dan Madura.
Dengan demikian ia berhasil menambah jumlah angkatan bersenjatanya mencapai 18.000
hingga 20.000 serdadu. Hampir semua bidang dijamah oleh rencana Daendels untuk
mendukung kelengkapan dalam bidang militer tersebut.
Misalnya saja, untuk menyediakan perlengkapan seragam militer, para petani dipaksa
memintal benang dan menenun kain. Para pembuat gamelan di Semarang diubah menjadi
pekerja pabrik mesiu untuk keperluan senjata. Sentra pengrajin peralatan dapur tembaga di
Gresik diubah menjadi pabrik senjata. Koningsplein (Lapangan Merdeka) dijadikan tempat
pelatihan militer, dan sebuah pangkalan angkatan laut dibangun di Surabaya . Sementara itu,
kebijakan kedua yang dilakukan Daendels dalam bidang pertahanan adalah pembangunan
Grote Postweg (Jalan Raya Pos) Anyer sampai Panarukan. Jalan yang panjangnya kurang
lebih 1000 km ini dibangun untuk mendukung mobilitas militer, terutama menjaga pos-pos
pertahanan penting di sepanjang pantai utara Jawa.

Peta Jalur Jalan Raya Post (Grote Postweg)

Daendels juga memberlakukan kerja rodi untuk pembangunan proyek raksasa tersebut.
Waktu yang mendesak serta banyaknya tenaga yang dibutuhkan untuk pembangunan jalan
tersebut menyebabkan kerja rodi menjadi pilihan bagi Daendels. Keberadaan Jalan Raya Pos
tersebut (sekarang dikenal dengan Jalur Pantura) tidak hanya memberikan keuntungan di
bidang militer saja, tetapi membawa arti penting bagi mobilitas ekonomi, sosial, bahkan
politik. Dalam bidang ekonomi misalnya, semakin banyakhasil produk kopi dari pedalaman
Priangan yang diangkut ke pelabuhan Cirebon dan Indramayu (sebelumnya tidak pernah
terjadi dan produk itu membusuk di gudang-gudang kopi Sumedang, Limbangan, Cisarua dan
Sukabumi).

Dalam bidang perhubungan misalnya, transportasi menjadi semakin mudah dan


lancar. Jarak antara Surabaya-Batavia yang sebelumnya ditempuh 40 hari bisa dipersingkat
menjadi 7 hari. Hal ini sangat bermanfaat bagi pengiriman surat yang dikelola oleh dinas
pos.Mulai sejak saat itulah, nama jalan raya proyek Daendels ini dikenal dengan nama “jalan
raya pos”.
2. Bidang Politik
Kebijakan pertama yang dilakukan Daendels dalam bidang politik adalah reformasi
administrasi secara total. Daendels mengangkat semua bupati Jawa menjadi pejabat
pemerintah Belanda untuk melindungi mereka dari pemerasan yang dilakukan oleh pejabat
Belanda.Dewan Hindia yang memegang posisi penting dalam struktur pemerintahan kolonial
Belanda tidak boleh lagi ikut berkuasa. Badan ini hanya menjadi embel-embel kekuasaan
gubernur jenderal.
Daendels berusaha keras melaksanakan pemusatan kekuasaan. Menurut Daendels,
kekuasaan pejabat yang diwariskan VOC terlalu besar sehingga mudah untuk memperkaya
diri dengan cara melakukan korupsi. Daendels melaksanakan maksudnya dengan menghapus
Gubernemen Pantai Jawa Timur Laut. Selain itu, Residen Kerajaan Jawa yang berada di
bawah Gubernur diambil alih oleh pemerintah pusat Batavia. Daerah Jawa di luar kerajaan
Surakarta dan Yogyakarta dibagi menjadi sembilan daerah administratif yang disebut dengan
Prefektorat, yang kelak pada masa pemerintahan Raffles diubah dengan nama Gewest
(Karesidenan).

3. Pemberantasan Sistem Feodal


Daendels menjalankan pemerintahannya dengan memberantas sistem feodal yang
pada awalnya sangat diperkuat oleh VOC. Hak-hak Bupati mulai dibatasi untuk mencegah
penyalahgunaan kekuasaan, terutama yang menyangkut penguasaan tanah dan pemakaian
tenaga rakyat. Status Rajayang selama masa VOC dianggap sebagai sekutu, diturunkan
menjadi pegawai biasa. Penurunan status ini menyebabkan terhapusnya tanda kehormatan
para Raja, seperti payung dan kereta kebesaran. Pada masa pemerintahan Gubernur-gubernur
sebelum Daendels, para Residen Belanda diperlakukan sama seperti para penguasa daerah
yang menghadap raja-raja Jawa, yaitu dengan duduk di lantai dan mempersembahkan sirih
sebagai tanda hormat kepada Raja Jawa. Menurut Daendels, Residen tidak layak lagi
diperlakukan seperti itu. Daendels yang berpikiran rasional menganggap sikap terlalu
menghormati raja adalah sesuatu yang berlebihan.
Daendels kemudian membuat beberapa peraturan untuk menjelaskan kepada rakyat
bahwa kekuasaan tertinggi berada di Batavia, bukan di tangan Raja-raja. Residen (pada masa
pemerintahan Daendels disebut menteri) berhak duduk sejajar dengan Raja, memakai payung
seperti Raja, tidak perlu membuka topi atau mempersembahkan sirih kepada raja, dan harus
disambut oleh raja dengan berdiri dari tahtanya ketika Residen datang ke keraton. Pada saat
Residen bertemu di tengah jalan dengan Raja, Residen tidak perlu turun dari kereta, tetapi
cukup membuka jendela kereta dan boleh berpapasan dengan kereta Raja.

4. Sekulerisasi Pemerintahan

Daendels adalah seorang sekuler. Hal ini dapat dilihat pada keputusannya
memisahkan kekuasaan negara dan kekuasaan agama. Meskipun demikian, lembaga-lembaga
agama tetap disubsidi, dengan demikian, Agama Katolik juga kembali diperbolehkan
berkembang di Nusantara.

5. Perombakan Sistem Peradilan

Daendels merombak organisasi dan praktik pengadilan Batavia dengan melakukan


pemisahan kelompok penduduk yang berbeda dalam urusan peradilan.Pengadilan berada
mulai dari tingkat kabupaten hingga Prefektorat yang anggotanya terdiri dari Bumiputera dan
dua orang Belanda. Pengadilan-pengadilan ini akan menghakimi setiap kasus yang
melibatkan orang Jawa berdasarkan hukum adat dan istiadat Jawa. Sementara itu, semua
kasus yang melibatkan orang asing (orang Eropa, Cina, Arab, Bumiputera non Jawa) akan
ditangani oleh Dewan Peradilan berdasarkan undang-undang Hindia Belanda. Pengadilan ini
didirikan di Batavia, Semarang, dan Surabaya.

Semua langkah Daendels dalam bidang pertahanan, administrasi negara, dan sisitem
peradilan tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Apalagi komoditas perdagangan
dari dalam negeri tidak bisa dijual dan menumpuk di gudang pelabuhan akibat blokade laut
yang dilakukan Inggris. Daendels kemudian mencari cara lain,salah satunya adalah dengan
menghidupkan kebiasaan lama VOC, yaitu menjual tanah kepada pihak swasta dan
memberikan hak kepemilikan. Daendels sebenarnya banyak menjual tanah luas di wilayah
barat dan timur Batavia, akan tetapi, transaksi terbesarnya adalah penjualan seluruh wilayah
yang kini bernama kabupaten Probolinggo di Jawa Timur kepada orang Cina, Han Ti Ko
sebesar tiga setengah juta gulden.

1.1.4 Berakhirnya Pemerintahan Daendels

Terdapat sejumlah reaksi dari beberapa kebijakan Daendels yang memberatkan penguasa
lokal terjadi di beberapa daerah, dan yang paling keras terjadi di Banten. Pekerja rodi yang
menolak membangun pelabuhan Merak melarikan diri ke hutan. Residen Banten yang datang
menuntut pertanggungjawaban Sultan, dibunuh sehingga menyebabkan Daendels marah
besar. Istana Sultan Banten dihancurkan dan hartanya dijarah. Sultan ditangkap dan dibuang
ke Ambon. Daendels kemudian menunjuk keponakan Sultan sebagai penggantinya. Hal yang
sama juga terjadi di Yogyakarta, ketika Sultan Hamengkubuwono menolak diangkatnya
Danurejo II sebagai Patih. Sultan Hamengkubuwono malah mengangkat Pangeran
Natakusumah yang menyebabkan Daendels menggempur Yogyakarta pada tanggal Desember
1810. Sultan Hamengkubuwono II diganti oleh putranya (Hamengkubuwono III) dan Belanda
mendapatkan ganti rugi biaya perang sebanyak 500.000 gulden. Pengaruh kebijakan yang
diterapkan oleh Daendels dalam bidang politik sangat berbekas, terutama mengenai kebijakan
penghapusan upacara kehormatan Raja-raja di Jawa yang menimbulkan menimbulkan
kebencian mendalam, baik dari kalangan penguasa daerah, rakyat, maupun orang-orang
Belanda sendiri.

Keputusan Daendels yang menghapus penghapusan penghormatan kepada Raja-raja di Jawa


dianggap sebagai perendahan martabat. Daendels seperti meruntuhkan teori kekuasaan
masyarakat Jawa yang menitikberatkan pada simbolisme raja sebagai sentral kekuasaan.
Kebencian rakyat terhadap Daendels disebabkan penyerahan paksa tanaman kopi dan kerja
rodi tanpa upah untuk pembangunan jalan raya pos yang menimbulkan kerugian materi serta
korban jiwa. Sementara itu, para pembesar Belanda yang juga membenci Daendels antara lain
seperti gubernur pesisir timur laut Jawa (wilayahnya mencakup Cirebon sampai ujung timur
Jawa), Nicolaas Engelhardt yang jabatannya dihapus Daendels, Panglima Angkatan Laut,
Arnold Adriaan Buykens dan Letkol Johannes van den Bosch yang dipecat hanya gara-gara
Daendels jengkel kepada keduanya.

Pada tahun 1810, Kaisar Napoleon mengeluarkan dekrit yang menyatakan bahwa negeri
Belanda masuk ke dalam Imperium Prancis. Berita itu sampai ke Hindia Belanda dan
disambut dengan senang hati oleh Daendels. Meskipun demikian, akibat tindakannya yang
terlalu otoriter, maka Napoleon memutuskan untuk memanggil pulang Daendels pada tahun
1811 dan menggantikannya dengan orang yang lebih moderat, yaitu Jan Willem Janssens.
Daendels meninggalkan Jawa ketika sistem pertahanan yang dirintisnya belum kuat, sehingga
pada tanggal 18 September 1811, Janssens menyerah setelah tidak mempau menahan
serangan dari Inggris. Peta kekuasaan pun akhirnya berpindah tangan dari Belanda ke Inggris,
sehingga dengan demikian, Hindia Belanda praktis menjadi milik Inggris. Pada saat
pemerintahan Inggris inilah, muncul suatu periode baru dalam sejarah Hindia Belanda, yaitu
periode Liberal.

2.2 Masa pemerintahan thomas stamfort raffles di nusantara (1811- 1816)

2.2.1 Prinsip-prinsip rafles dalam pemerintahnya

Setelah Indonesia (khususnya Pulau Jawa) jatuh ke tangan Inggris, Indonesia oleh
pemerintah Inggris dijadikan bagian dari jajahannya di India. Gubernur Jenderal East India
Company (EIC), Lord Minto yang berkedudukan di Calcuta (India) kemudian mengangkat
Thomas Stamford Raffles sebagai letnan gubernur (wakil gubernur) untuk Indonesia (Jawa).
Raffles didampingi oleh suatu badan panasihat yang disebut Advisory Council.

Tugas yang utama adalah mengatur pemerintahan dan meningkatkan perdagangan, serta
keuangan. Sebagai seorang yang beraliran liberal, Raffles menginginkan adanya perubahan
dalam pemerintahan di Indonesia (Jawa). Selain bidang pemerintahan, ia juga dilakukan
perubahan di bidang ekonomi. Ia hendak melaksanakan kebijaksaaan ekonomi yang
didasarkan kepada dasar-dasar kebebasan sesuai dengan ajaran liberal.

Didasari oleh hal tersebut dalam menjalankan pemerintahannya ia berpegang kepada 3


prinsip:

1. Pertama,Segala bentuk dan jenis penyerahan wajib maupun pekerjaan rodi perlu
dihapuskan dan rakyat tidak dipaksa untuk menanam satu jenis tanaman, melainkan
mereka diberi kebebasan untuk menentukan jenis tanaman apa yang akan ditanam.

Bukti dari prinsip ini dapat dilihat dari kebijakan yang raffles buat yaitu:

- Pengapusan kerja rodi


- Petani diberikan kebebasan untuk menanam tanaman ekspor, sedangkan pemerintah
hanya berkewajiban membuat pasar untuk merangsang petani menanam tanaman
ekspor yang paling neguntungkan.
- Penghapusan pajak hasil bumi dan sistem penyerahan wajib karena dianggap terlalu
berat dan dapat mengurangi daya beli rakyat.
2. Kedua, Peran para bupati sebagai pemungut pajak di hapuskan dan para bupati
dimasukkan sebagai bagian pemerintah kolonial.

Bukti kebijakan yang diambil berdasarkan prinsip kedua ini adalah :

- Raffles mengubah sistem pemerintah semula yang dilakukkan oleh penguasa pribumi
menjadi sistem pemerintahan kolonial bercorak Barat.
- Bupati atau penguasa pribumi dilepaskan kedudukannya sebagai kepala pribumi
secara turun-temurun. Mereka dijadikan pegawai di bawah pemerintah kolonial yang
langsung di bawah kekuasaan pemerintah pusat.
3. Atas dasar pendangan bahwa tanah itu milik pemerintah, maka rakyat penggarap
dianggap sebagai penyewa. Penerapan dari prinsip raffles ini ialah adanya sebuah sistem
yang di sebut sistem sewa tanah, dimana para petani di wajibkan membayar pajak atas
pemakaian tanah pemerintah.

2.2.2. Usaha-usaha Raffles dalam menjalankan pemerintahan

Dalam menjalankan tugas Raffles didampingi oleh suatu badan penasehat (advisory Council)
yang terdiri atas Gillespie,Cranssen dan Muntinghe.

a) Dalam Bidang Pemerintahan


- Membagi tanah Jawa ke dalam 16 karesidenan
- Mengurangi jabatan bupati yang berkuasaMengangkat bupati menjadi pegawai negeri
yang digaji
- Memprakterkan system yuri dalam pengadilan seperti di Inggris
- Melarang adanya perbudakan, membangun pusat pemerintahan di Istana Bgor
- Kesultanan Banten dihapuskan, kedaulatan kesultanan Cirebon harus diserahkan
kepada colonial Inggris.
b) Dalam Bidang Ekonomi dan Keuangan
- Petani diberikan kebebasan untuk menanam tanaman eksport.
- Penghapusan pajak hasil bumi (contingenten) dan sistem peyerahan wajib (Verplichte
Laverantie) yang sudah diterapkan sejak zaman VOC.
- Menetapkan sistem sewa tanah (landren). Untuk menentukan besarnya pajak, tanah
dibagi menjadi 3 kelas, yaitu sebagai berikut:
 Kelas I, yaitu tanah yang subur, dikenakan pajak setengah dari hasil bruto.
 Kelas II, yaitu tanah setengah subur, dikenakan pajak sepertiga dari hasil
bruto.
 Kelas III, yaitu tanah tandus, dikenakan pajak dua perlima dari hasil bruto.
c) Dalam Bidang Hukum

Sistem peradilan yang diterapkan Raffles lebih baik daripada yang dilaksanakan oleh
Daendels. Apabila Daendels berorientasi kepada warna kulit (ras), Raffles lebih berorientasi
kepada besar kecilnya kesalahan. Badan-badan penegak hukum yang ada pada masa Raffles
adalah sebagai berikut:

 Court of Justice, terdapat pada setiap residen.


 Court of Request, terdapat pada setiap divisi.
 Police of Magistrace.

Menurut Raffles pengadilan merupakan benteng untuk memperoleh keadilan.

d) Dalam Bidang Sosial


1. Penghapusan kerja rodi (kerja paksa)
2. Penghapusan perbudakan, tetapi dalam praktiknya ia melanggar undang-undangnya
sendiri dengan melakukan kegiatan sejenis perbudakan. Hal itu terbukti dengan
pengiriman kuli-kuli dari Jawa ke Banjarmasin untuk membantu perusahaan
temannya, Alexander Hare, yang sedang kekurangan tenaga kerja, sedangkan di
Batavia Raffles menetapkan pajak yang tinggi bagi pemilik budak.
3. Peniadaan pynbank (disakiti), yaitu hukuman yang sangat kejam dengan melawan
harimau.

e) Dalam Bidang Ilmu Pengetahuan


1. Ditulisnya buku berjudul History Of Java. Dalam menulis buku tersebut Raffles
dibantu oleh juru bahasanya Raden Ario Notodiningrat dan Bupati Sumenep,
Notokusumo II.
2. Memberikan bantuan kepada John Crawfurd (residen Yogyakarta) untuk mengadakan
penelitian yang menghasilkan sebuah buku berjudul History Of The East Indian
Archipelago.
3. Raffles juga aktif mendukung Bataviaach Genootschap, sebuah perkumpulan
kebudayaan dan ilmu pengetahuan
4. Ditemukannya bunga Rafflesia Arnoldi.
5. Dirintisnya Kebun Raya Bogor.

2.2.3. Kebijakan tentang land rent

 Maksud dan Tujuan Pelaksanaan Sistem Sewa Tanah


a) Para petani dapat menanam dan menjual hasil panennya secara bebas untuk
memotivasi mereka agar bekerja lebih giat sehingga kesejahteraannya menjadi lebih
baik.
b) Daya beli masyarakat semakin meningkat sehingga daapt membeli barang-barang
industri Inggris.
c) Pemerintah kolonial mempunyai pemasukan negara secara tetap dan cukup terjamin.
d) Memberikan kepastianhukum atas tanah yang dimiliki petani.
e) Secara bertahap untuk mengubah sistem ekonomi barang menjadi ekonomi uang.

Sist em sewa tanah dalam pelaksanaannya telah menimbulkan perubahan-perubahan penting


sebagai berikut:

- Unsur paksaan diganti dengan unsur kebebasan dan sukarela.


- Ikatan yang bercorak tradisional dirubah menjadi hubungan perjanjian atau kontrak.
- Ikatan adat-istiadat yang sudah berjalan turun-temurun menjadi semakin longgar,
karena pengaruh budaya barat.
 Hambatan-hambatan Dalam Pelaksanaan Sistem Sewa Tanah

Dalam pelaksanaan sistem sewa tanah yang dilakukan Raffles di Indonesia juga
mengalami beberapa hambatan, diantaranya adalah:

- Keuangan negara dan pegawai-pegawai yang cakap jumlahnya terbatas.


- Masyarakat Indonesia berbeda dengan masyarakat India yang sudah mengenal
perdagangan ekspor.
- Sistem ekonomi desa pada waktu itu belum memungkinkan diterapkannya ekonomi
uang.
- Belum adanya pengukuran tanah milik penduduk secara tepat.Adanya pejabat yang
bertindak sewenang-wenang dan korup.
- Pajak terlalu tinggi sehingga banyak tanah yang tidak digarap.

2.2.4. Berakhirnya Kekuasaan Thomas Stamford Raffles

Berakhirnya pemerintahan Raffles di Nusantara ditandai dengan adanya Convention of


London pada tahun 1814. Perjanjian tersebut ditandatangani di London oleh wakil-wakil
Belanda dan Inggris yang isinya sebagai berikut:

1. Nusantara dikembalikan kepada Belanda.


2. Jajahan Belanda seperti Sailan, Kaap Koloni, Guyana, tetap di tangan Inggris.
3. Cochin (di pantai Malabar) diambil alih oleh Inggris sedangkan Bangka diserahkan
kepada Belanda sebagai gantinya.

Anda mungkin juga menyukai