Anda di halaman 1dari 20

Aceh Berjihad dan Perang Batak

Kelompok 8 :
1. M.indra.H
2. M.fikri
3. Nurra
4. Nidha Sansailla
5. Putri Astriani
6. Zauharotul Mahsunah

Kelas: XI IPA 5
Daftar Isi

1. Aceh Berjihad…………………………………………………
A. Latar Belakang terjadinya perang di Aceh……………………………….
B. Priode perang yang terjadi di aceh………………………………………..
C. Perang sabil……………………………………………………………….
D. Siasat Snouck Hurgronje…………………………………………………
2. Perang Batak…………………………………………………
A. Sebab Perang ………………………………………………………..
B. Jalanya Perang………………………………………………………
C. Akhir Perang………………………………………………………...
D. Dampak Perang……………………………………………………..
Kesimpulan…………………………………………………....
1. Aceh Berjihad
A. Latar Belakang terjadinya perang di Aceh

Akibat dari Perjanjian Siak 1858, Sultan Ismail menyerahkan wilayah Deli,
Langkat, Asahan dan Serdang kepada Belanda, padahal daerah-daerah itu sejak
Sultan Iskandar Muda, berada di bawah kekuasaan Aceh. Belanda melanggar
perjanjian Siak, maka berakhirlah perjanjian London tahun 1824. Isi perjanjian
London adalah Belanda dan Britania Raya membuat ketentuan tentang batas-batas
kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara yaitu dengan garis lintang Singapura.
Keduanya mengakui kedaulatan Aceh. Aceh menuduh Belanda tidak menepati
janjinya, sehingga kapal-kapal Belanda yang lewat perairan Aceh ditenggelamkan
oleh pasukan Aceh. Perbuatan Aceh ini didukung Britania.Dengan dibukanya
Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps menyebabkan perairan Aceh menjadi
sangat penting untuk lalu lintas perdagangan. Ditandatanganinya Perjanjian
London 1871 antara Inggris dan Belanda, yang isinya, Britania memberikan
keleluasaan kepada Belanda untuk mengambil tindakan di Aceh. Belanda harus
menjaga keamanan lalulintas di Selat Malaka. Belanda mengizinkan Britania bebas
berdagang di Siak dan menyerahkan daerahnya di Guyana Barat kepada
Britania.Akibat perjanjian Sumatera 1871, Aceh mengadakan hubungan diplomatik
dengan Konsul Amerika Serikat, Kerajaan Italia dan Kesultanan Usmaniyah di
Singapura. Aceh juga mengirimkan utusan ke Turki Usmani pada tahun 1871.
Akibat upaya diplomatik Aceh tersebut, Belanda menjadikannya sebagai alasan
untuk menyerang Aceh. Wakil Presiden Dewan Hindia Frederik Nicolaas
Nieuwenhuijzen dengan 2 kapal perangnya datang ke Aceh dan meminta
keterangan dari Sultan Machmud Syah tentang apa yang sudah dibicarakan di
Singapura itu, tetapi Sultan Machmud menolak untuk memberikan keterangan.
B. Priode perang yang terjadi di aceh

1.Perang Aceh Pertama (1873-1874) dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan
Mahmud Syah melawan Belanda yang dipimpin Köhler. Köhler dengan 3000
serdadunya dapat dipatahkan, dimana Köhler sendiri tewas pada tanggal 14 April
1873. Sepuluh hari kemudian, perang berkecamuk di mana-mana. Yang paling
besar saat merebut kembali Masjid Raya Baiturrahman, yang dibantu oleh
beberapa kelompok pasukan. Ada di Peukan Aceh, Lambhuk, Lampu'uk, Peukan
Bada, sampai Lambada, Krueng Raya. Beberapa ribu orang juga berdatangan dari
Teunom, Pidie, Peusangan, dan beberapa wilayah lain.

2.Perang Aceh Kedua (1874-1880).


Pasukan Belanda dipimpin oleh Jenderal
Jan van Swieten. Belanda berhasil
menduduki Keraton Sultan, 26 Januari
1874, dan dijadikan sebagai pusat
pertahanan Belanda. Pada 31 Januari
1874 Jenderal Van Swieten
mengumumkan bahwa seluruh Aceh jadi
bagian dari Kerajaan Belanda. Ketika
Sultan Machmud Syah wafat 26 Januari
1874, digantikan oleh Tuanku
Muhammad Dawood yang dinobatkan
sebagai Sultan di masjid Indrapuri. Perang pertama dan kedua ini adalah perang
total dan frontal, dimana pemerintah masih berjalan mapan, meskipun ibu kota
negara berpindah-pindah ke Keumala Dalam, Indrapuri, dan tempat-tempat lain.
3. Perang ketiga (1881-1896), perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan
perang fi sabilillah. Dimana sistem perang gerilya ini dilangsungkan sampai tahun
1903. Dalam perang gerilya ini pasukan Aceh di bawah Teuku Umar bersama
Panglima Polim dan Sultan. Pada tahun 1899 ketika terjadi serangan mendadak
dari pihak Van der Dussen di Meulaboh, Teuku Umar gugur. Tetapi Cut Nyak
Dhien istri Teuku Umar kemudian tampil menjadi komandan perang gerilya.

4.Perang keempat (1896-1910) adalah perang gerilya kelompok dan perorangan


dengan perlawanan, penyerbuan, penghadangan dan pembunuhan tanpa komando
dari pusat pemerintahan Kesultanan.
C.Perang sabil

Pada abad ke-19. Ketika itu pada tahun 1873 armada perang Belanda yang
berada di bawah pimpinan Jenderal Kohler mendarat di pantai Ceureumen bersama
dengan sekitar 3000 personel angkatan perang Belanda bersenjata lengkap,
membawakan kabar perang. Sebuah perang yang mengawali kengerian,
kesombongan dan angkara murka yang
digelarkan penjajah Belanda di atas daratan
Aceh, yang membuatnya seperti Palestina pada
masa kita ini. Dan perang itu kemudian
dikenal sebagai Perang Aceh (De Atjeh
Oorlog) atau Prang Sabil (dalam lidah orang
Aceh).

              Perang Sabil adalah puncak pergolakan sengit selama bertahun-tahun di


forum-forum tinggi Belanda di Den Haag, maupun di Batavia. Merupakan puncak
pula dari upaya penaklukan Belanda terhadap daratan Sumatra yang awalnya
bergerak dari selatan terus merayap menuju utara, dan ujungnya adalah
Aceh.Tanpa menginjak daratan Aceh sama sekali, Niuwenhujzen, seorang birokrat
Belanda, mengultimatum Aceh dengan perang apabila Sultan Aceh (saat itu Sultan
Alaidin Mahmud Shah) tidak mau menyerahkan kekuasaan Kesultanan Aceh
kepada pemerintah Belanda. Orang-orang Aceh dengan keteguhan dan keimanan
yang tinggi jelas tidak sudi memenuhi tuntutan Belanda tersebut. Sampai batas
waktu ultimatum itu mereka tetap tidak mau memenuhi permintaan Belanda.
Hingga kemudian Belanda secara resmi dan meyakinkan menyatakan perang
terhadap Kesultanan Aceh, dengan menembakkan meriam dari kapal perang
mereka ke arah pelabuhan Ulee Lheu.
Dari sanalah mimpi buruk tentara Belanda dimulai, sebab mereka sendirilah yang
telah memulai perang terberat, terbesar, dan terlama, dalam sejarah penjajahan
mereka di nusantara.Pasukan Kohler terus merangsek maju perlahan-lahan ke
tengah-tengah jantung ibukota Kesultanan Aceh (Banda Aceh). Mereka sampai di
hadapan Masjid Raya Baiturrahman dan pecah perang di sana, masjid raya mereka
bakar. Namun orang Aceh pantang menyerah, dengan semangat jihad yang
dikobarkan para ulama dan para uleebalang (pemimpin wilayah yang disebut
mukim di Aceh pada abad ke-19) ribuan rakyat Aceh baik laki-laki maupun
perempuan, tua maupun muda, berhasil digerakkan untuk turun berperang
membela negeri dan agama mereka dari serbuan kaphe (kafir dalam bahasa Aceh).
Perang itu begitu dahsyat, di dalamnya terkandung semangat, tekad, pengorbanan,
keimanan, dan cinta.Pada gempuran yang pertama itu Belanda berhasil diusir dari
tanah Aceh. Tunggang langgang mereka melarikan diri ke pantai dan terus ke
Batavia. Kohler sendiri tewas di depan Masjid Raya Baiturrahman, di bawah
pohon, tertembak kepalanya.Menelan pil pahit kekalahan, Belanda mempersiapkan
perang selanjutnya dengan lebih matang (perang yang lalu dipersiapkan dengan
terburu-buru). Di bawah komando Jenderal Jan van Swieten, puluhan armada kapal
perang Belanda mendaratkan ribuan tentara reguler terlatih dan ribuan tentara
bayaran yang direkrut dari para pengangguran, kriminal, dan orang-orang hukuman
di daratan Eropa, dengan diming-imingi kebebasan dan uang. Mereka
mengerahkan angkatan perang yang jumlahnya belum pernah dikerahkan
sepanjang sejarah penjajahan Belanda di timur. Di pihak Aceh tak kalah
bersemangatnya. Hampir separuh dari jumlah penduduk Meulaboh berangkat ke
Banda Aceh untuk berperang, pasukan datang hampir dari seluruh wilayah Aceh,
dan pertempuran sengit pecah. Sayangnya kali ini upaya Belanda berhasil. Masjid
Raya (yang telah dibangun lagi) mereka hancurkan, Istana Sultan Aceh (Darud
Dunya) mereka taklukkan.
Sultan Mahmud Shah lari ke Longbata dan meninggal di perjalanan karena
sakit.Sebagai pemenang perang, Van Swieten mengumumkan bahwa Aceh telah
takluk, kekuasaan sultan Aceh telah dibekukan dan diambil alih oleh pemerintah
kolonial Belanda. Kemenangan ini membawakan euforia di Belanda, mereka
merasa telah menaklukkan suatu bangsa. Kenyataan ini mengharuskan semua
uleebalang di sekitar Banda Aceh khususnya dan di seluruh Aceh umumnya untuk
menyerahkan diri ke Banda Aceh dan menyatakan kesetiaannya kepada pemerintah
Belanda. Barang siapa menolak wilayahnya akan ditaklukkan dengan kekuatan
senjata. Bendera tiga warna Belanda telah menggantikan bendera Alam Peudeueng
(bendera Kesultanan Aceh yang berwarna merah dari Khilafah Ustmani, dengan
gambar bulan sabit dan bintang serta pedang di bawahnya). Dan di sinilah mimpi
buruk Belanda dimulai, bahwa penjajah tidak akan pernah berdiri tenang di atas
tanah jajahannya, karena perlawanan akan selalu ada, setidaknya di dalam dada
setiap manusia.Perang Sabil berkobar, digerakkan oleh ulama seperti Teungku Cik
di Tiro, Teungku Kutakarang, Teungku Husein Az-Zahir, Teungku Cik Pante
Kulu, dll. Juga para uleebalang yang masih lurus jalan pikirannya (tidak mau
tunduk kepada Belanda) seperti Panglima Polem, Teuku Nanta Seutia, Teuku
Umar, Teuku Ibrahim Lamnga, Teuku Ben Daud, dll. Para pejuang wanita Aceh
pun memberikan peran yang sangat besar, dan kegigihan mereka tak kalah dari
kaum lelaki. Tersebutlah Cut Nyak Din, Cut Meutia, Pocut Baren, Pocut Meurah
Intan, dll. Untuk para perempuan Aceh ini seorang reporter perang Aceh
berkebangsaan Belanda bernama H.C. Zentgraff melaporkan bahwa para
perempuan Aceh memiliki kegigihan dan kebencian yang menyala-nyala kepada
Belanda. “Bahkan di saat terakhir mereka masih bisa meludahi wajah si kafir.”
Pada perang ini pun beredar syair-syair perang yang menggugah semangat,
yang disarikan dari Al-Quran dan hadis nabi. Dan yang paling populer adalah
Hikayat Prang Sabil karya Teungku Cik Pante Kulu. Ada juga Hikayat Prang
Gompeuni karya Dokarim. Syair-syair ini turut membakar semangat pejuang Aceh
untuk teguh berperang melawan penjajah.

D.Siasat Snouck Hurgronje

Peristiwa itu membuat belanda semakin marah dan geram.Sementara untuk


mengghadapi semangat perang sabil Belanda juga semakin kesulitan,oleh karena
itu tidak ada pilihan lain untuk melaksanakan usulab Snouck Hurgronje untuk
mengalahkan pertahanan dan perlawan Aceh, Belanda memakai tenaga ahli Dr.
Christiaan Snouck Hurgronje yang menyamar selama 2 tahun di pedalaman Aceh
untuk meneliti kemasyarakatan dan ketatanegaraan Aceh. Hasil kerjanya itu
dibukukan dengan judul Rakyat Aceh (De Acehers). Dalam buku itu disebutkan
strategi bagaimana untuk menaklukkan Aceh.Usulan strategi Snouck Hurgronje
kepada Gubernur Militer Belanda Joannes Benedictus van Heutsz adalah, supaya
golongan Keumala (yaitu Sultan yang berkedudukan di Keumala) dengan
pengikutnya dikesampingkan dahulu. Tetap menyerang terus dan menghantam
terus kaum ulama. Jangan mau berunding dengan pimpinan-pimpinan gerilya.
Mendirikan pangkalan tetap di Aceh Raya. Menunjukkan niat baik Belanda kepada
rakyat Aceh, dengan cara mendirikan langgar, masjid, memperbaiki jalan-jalan
irigasi dan membantu pekerjaan sosial rakyat Aceh.Ternyata siasat Dr Snouck
Hurgronje diterima oleh Van Heutz yang menjadi Gubernur militer dan sipil di
Aceh (1898-1904). Kemudian Dr Snouck Hurgronje diangkat sebagai
penasehatnya.
2. Perang Batak
A.Sebab Perang
Perang Batak atau perang Si Singa Mangaraja dimulai dari tahun 1878 –
1907 yang terjadi selama 29 tahun. Perang batak ini terjadi disebabkan kedatangan
bangsa Belanda kepedalaman Batak yang waktu
itu dipimpin oleh Si Singa Mangaraja XII
sebagai ahli waris dari Si Singa Mangaraja XI
yang masih bebas dari bangsa Belanda. Daerah
Batak ini terletak di Danau Toba dan sekitarnya,
Batak merupakan sebuah daerah yang tentram
dan damai karena terhindar dari pertentangan dan
ketagangan dan juga masyarakat disekitar ini
percaya kepada pemimpin mereka yang akan
menjaga kesalamatan mereka semuanya.
Masyarakat sekitar sangat susah menerima pengaruh dari luar yang meraka
anggap sebagai penganggu tradisi mereka, namun hal ini tidak bisa dihindari lagi
karena pemerintahan Hindia Belanda selalu ingin memperluas pemerintahan
mereka. Sebelumnya sudah ada juga pada masa VOC tetapi tidak begitu
berpengaruh. Tapi sejak ahir abad ke XIX pemerintaha Hindia Belada selalu
mengirim ekspedisi mereka untuk melakukan penaklukan dan pendudukan
sehingga membentuk daerah pamong praja disana.
Setelah perang paderi berakhir, Hindia Belanda bergerak menuju daerah sekitar
termasuk daerah sekitar Danau toba terjadilah pendudukan dan selanjutnya Hindia
Belanda membentuk keresidenan disana. Dalam pebentukan keresidenan Daerah
Batak yang berda disebelah utara dimasukan kedalam keresidenan Tapanuli
termasu daerah Sipirok yang belum didudukinya dimasukan kedalam keresidenan
tersebut dan beberapa kepala huta harus berjanji dan tundudk kepada pemerintahan
Hindia Belanda.
Setelah daerah Sipirok dan tapanuli di ambil alih oleh Belanda terbukalah jalan
menuju Silidung dan Toba, sehingga kedaulatan tanah batak mulai terancam.
Pemerintaah Hindia Belanda mengirim beberapa Residen1[1] untuk meneliti daerah
perdalaman Batak. Dari penyelididkan diketahui Daerah batak belum memiliki
agama resmi sehingga terniatlah oleh pihak Belanda untuk menyebarkana agama
keristen ditanah Batak tersebut. Untuk kepentingan gama dikirimlah Dr.N.Van Der
Tuuk, pada tahun 1849 ia sampai di Barus dan berusahan menyusup kedaerah
Toba . kedatangannya disambut dengan kebencian oleh rakyat Toba sehingga ia
hampir terbunuh tetapi karena menimpu rakyak ia mengaku sebagai keluarga Si
Singa Mangaraja X yang tewas dalam perang paderi dan juga diperkuat oleh raja
Lumbung ia bisa membebaskan diri dari ancaman tersebut. Tahun 1853 ia diterima
oleh Si Singan Mangaraja XI di Bakkara. Sejak tahun 1960 agama keristen banya
memasuki daerah Danau Toba pos – pos Zeding juga mulai berdiri didaerah
tersebut. Sejalan dengan itu pemerintaha Hindia Belanda mengerkan pasukan
meliternya ke daerah Barus dan Singkel dan memasukan perdalam Aceh. Dalam
keadaan yang sama Si Singa Mangaraja XI meninggal dan digantikan dengan
Patuang Bosar Ompu Pulo Batu yang bergelar SI Singan Mangaraja XII.
Melihat kondisi masyarakat sekitar Si Singa Mangaraja XI, takut agama keristen
akan berkembang dan banyak dipeluk oleh rakyatnya, disisi lain ia juga takut
kedudukankya tidak dianggap lagi maka yang ditakutkan lagi oleh Si Singa
Mangaraja terputusnya hubungan antara rakyat dan pimpinan negerinya yang
dahulu sangat ketat sehingga hal inilah yang menyebabakan Si Singa Mangaraja
berusaha untuk mengusir Belanda dari tanah Batak.
B.Jalanya Perang

1
Puncak meledaknya perang ini dimana orang – orang dari Si Singa
Mangaraja membakar zeding – zeding dan juga membakar rumah – rumah, hal ini
juga dipacu oleh pihak Belanda dimana terdengar bahwa pasuka Si Singa
Mangaraja XII dengan batuan Aceh telah siap untuk perang di Slindung.
Sehingga inilah yang menyebabkan Belanda panas dan langsung pergi ke
Silindung untuk menyelamatkan rakyat yang beragama Keristen disana2[2],
masukan pasukan meliter Belanda disambut oleh Si Singa Mangaraja dengan
pernyataan perang maka tahun itu juga meletus perang di Silidung.
1 Februari 1987 untuk memperkuat pasukan Belanda di Slindung pasukan Belanda
diberangkatkan dari Sibolga dibawah pimpinan Kapten Scheltes yang terdiri dari
2 opsir, 25 orang prajurit Eropa dan 35 orang Prajurit Pribumi dll. 6 februari
mereka sampai di Pea Raja kepala kampung dikumpulkan dan meraka menuu
Sipoholong dangan tujuan menduduki Bahal Batu, dalam hal ini rakyat Batak
memiliki 2 macam benteng yag sangat sulit ditembus oleh pihak lawan3[3].
Bulan februari 1987, ketika Si Singa Mangaraja megetahui bahwa pasukan
Belanda telah sampai di Bahal Batu ia segera ke Balige untuk mengumpulkan
rakyat dan menyusun kekuatan untuk melawan musuh. 700 orang pasukan Si
Singa Mangaraja langsung menyerang kubu – kubu pertahanan musuh. Pihak
Belanda melakukan serangan balik sehingga terjadilah pertempuran yang sengit di
Bahal Batu. Namun melihat persenjataan yang berbanding terbalik pihak Si Singa
Mangaraja berserta pasukannya mundu, hasilnya Belanda berhasil menduduki
tempat tersebut.
7 maret 1987 Belanda mendapat bantuan dibawah pimpinan FJ Engel pasukan ini
disertai dengan residen Sibolga dan pendeta Nommesen.
Pada saat itu pertempuran terus merambat keperdalam Bahal Batu.
2

3
Pertempuran di Butar pasukan Batak berhasil membunuh seorang tentara Belanda
sehingga belanda mengadakan pembelasan dengan membakar kampung –
kampung yang ada disekitarnya tapi kampung Butar dengan tembok yang tinggi
sangat sulit bagi Belanda untuk menerobos jantung kampun tersebut, namun
Belanda dapat menerobos kampung tersebut yang diketahui bahwa kampung itu
kosong ternyata yang dapat ditawan hanya kepala kampung Butar.
Pertempuran sengit juga terjadi di kampung Lobu Siregar dan Upu Ni Sirabar yang
awalnya sangat susah diduduki oleh Belanda namun karea kegigihan Belanda
mereka berhasil menduduki kampung tersebut, sedang pasukan Si Singa
Mangaraja menarik diri dari tempat tersebut sedangkan kepala kampung ditawan
oleh Belanda dan kampung tersebut dibakar. Namun sesudah perang di Lobu dan
Upu pihak Belanda kembali ke Sibolga. Sedangkan Si Singa Mangaraja sedang
menyusun strategi untuk menyerang pihak belanda kembali. Disaat bersamaan
pasukan Belanda megepung daerah disekitar Danau Toba dan menagkap semua
kepala kampung yang membangkang. Disaat bersamaan pasukan Si Singa
Mangaraja menyerang pos pertahan Belanda di Bahal Batu. Akan tetapi Belanda
berhasil medahuluinya dengan tembakan – tembakan sehingga pasukanya ditarik
mundur oleh Si Singa Mangaraja.
Perhatian Belanda tertuju secara penuh kekampung Bakkara dan Lumbung
Raja yaitu tempat tinggal Si Singa Mangaraj. Pertempuran dimulai ketika pihak
Belanda meladakan motir kedalam benteng Bakkara dari bukit dimana tempat
pasukan Si Singa Mangaraja sehingga pertempuran mulai meletus. Tembankan
dari pasukan batak dibalas dengan lemparan granat oleh pasukan Belanda,
sehingga pasukan batak kualahan menghadapi Belanda yang berhasil mengepung
dari seluruh penjuru walaupun awalnya sangat kesulitan namun kampung Bakkara
dapat diduduki oleh Belanda. Semua orang yanga ada didlamanya menjadi
tawanan oleh Belanda.
Setelah kampung bakkara dapat diduduki oleh belanda pasukan Si Singa
Mangaraja menyingkir menuju Paranginan untuk mempersiapkan penduduk
bagian selatan Danau Toba. Benteng pertahan segera dibuat di Meat, Balinge,
Tambunan dan lagu Boti yaitu tempat panesehat Si Singa Mangaraja XII yaitu
Raja Deang. Bulan mei Belanda menuju Paranginan kemudian bergerak ke Gurgur
dengan maksud menyerang Baligen dan raja Deang. Kemudian menuju Meat
sesampai disana pasukan Pasukan Belanda dihujati oleh pasukan Batak, karena
tempatnya yang tidak cocok pasukan Batak menyerang dari atas sedangkan
pasukan belanda dibawah sehingga pasukan Belanda tidak sempat untuk
membalaskan dendam, namun pasukan Belanda dapat bantuan sehingga pasukan
batak menarik diri dari pertempuran .
Setelah daerah – daerah disektar Danau Tobak dikuasai oleh Belanda tahun
1883 pasukan batak sampai di Uluan yang bertepatan dengan tindakan Belanda
menempatkan seorang kontrolir di balige termasuk Uluan dan Lagu Boti.
Tindakan Belanda disambut oleh penduduk dengan acuh tak acuh, sehingga
membuat kontrolir belanda memintak bantuan sehingga dikirimlah pasukan.
Si Singa Mangaraja kembali ke Babanan dan merencanakan segera gerakan baru
di Uluan. Tanggal 18 Juli pasukan Belanda bergerak dari Balige meniju Lagu Boli
dibawah Pimpinan Kapten Genet. Berarti pasukan Belanda di Balige berkurang ini
kesempatan bagi pasukan Batak untuk menyerang Balige dan mebakar gedung –
gedung pertemuan, penjara dan juga membakar gudang kopi. Pihak Belanda
membalas perbuatan tersebut dengan cara ultimatun kampung Lagu Boti dan
Uluang, menyerahka orang – orang yang dianggap sebagai pembunuh belanda
berserta dengan dendanya. Namun orang – orang yang berda dikapung tersebut
tidak ma sehingga Belanda menyerang kampung tersebut tanggal 29 juli.
Pertempuran demi pertempura membuat psukanbatak kualahan menghadapi
pasukan belanda sehingga kampung Huta Dalah akhirnya jatuh dan kepala
kampung tewas. Kemudia Huta Anggaris behasil direbut Belanda sedangkan Huta
Angin diperkuat sehingga megakibatkan Belanda susah masuk. Untuk memasuki
Huta Angin, Belanda harus mengalahkan terlebih dahulu Huta Ragga Bosi namun
pasuka batak mengalir untuk mebantu Huta tersebut dan menghantam pasukan
belanda yang mengepung. Pertempuran demi pertempuran yang mengakibatkan
pasukan Batak kualahan menghadapi pasukan Belanda ang menyebabkan pasukan
Si Singa Mangaraja terbagi dua dan berhasil menguasai Huta Saon Angin.
Selain perperang di Huta Saon Angin di Umpu tinggi sedang terjadi perlawan
yang sengit melawan Belanda di Semanangkiang, serang itu dapat dipatahkan
oleh Belanda sedangkan pasukan Si singa Mangaraja terus didesak ke Barat laut
Huta Timbang, pada saat itu Huta Timbang telah diduduki oleh Belanda sehingga
terjadi disana pertempuran yang sengit sehingga Huta ini tidak bisa di amankan
dan akhirnya Huta ini jatuh ketangan Belanda.
Belanda akan menyerang Huta – Huta lainya tetapi cuaca tidak mengizinkan
sehingga mereka menuruna niat. Kemudian belanda mengrahkan pasukan ke Huta
Tinggi yang Kedua. Scafer dan Spandaw menyerang dari sebelah selatan dan timur
tapi karena benteng ini dibuat dari rajau – ranjau yang sangat menyusahkan bagi
pihak belanda untuk menerobos kampung tersebut. Namun ini berhasil diatasi
sehingga Belanda dapat meguasai diseluruh penjuru melihat kondisi ini pasukan Si
Singa Mangaraja mengakat bendera Putih yang berarti tanda damai.
30 Juli diadakanlah pertemuan kedua belah pihak, pihak Belanda memintak
denda dua kali lipat dari yang diminta awal, dalam keadaan sulit pihak Belanda
tidak menuntut dalam bentuk uang tetapi apa saja barang – barang asal dapat
dibayar. Perperang diundur untuk sementara . pembayaran ini dibatasi 1 Agustus,
tetapi Huta Datu Hari tidak mau membayar sehingga terjadilah penyerangan oleh
pihak Belanda, sama dengan Huta – huta lainya sangat sulit ditrobos dengan
berhasilnya Belanda menduduki Huta Datu hari maka seluruh wilayah Lagu Boli
telah diduduki oleh Belanda.
Daerah yang belum dikuasai oleh belanda masih memihak kepada Si Singa
Mangaraja yaitu daerah Naga Seribu, Muara Bakkara, tangga Batu, dan Paraginan.
Sehingga pasukan Belanda terus – menerus melakukan perlawanan. Tanggal 7
Agustus Tangga Batu dapat diduduki oleh Belanda, 9 Agustus Paraginan diduduki
oleh Belanda dan kepala kampungnya dikenakan denda, sedang bakkara menolah
sehingga 6 Huta disekitarnya dibakar oleh pihak Belanda. Tanggal 25 agustus
pejuang – pejuang Batak melakukan penyerangan terhadap Belanda dimalam hari
dan menyatakan perag kepada pihak Belanda di Semnangkiang.
Daerah Si Torang sudah mulai terancam, pada tanggal 27 Agustus pasukan
Belanda bergerak menuju Pintu Batu disebuah padang lalang mereka diserang oleh
80 orang pejuang Batak dari Si Toramg, sedangkan dari sisi lain pihak Belanda
juga diserang oleh penduduk Belanda. Serag ini berhasil dipatahkan dengan
tembakan antileri, senapan dan penghancur dengan mitraliur dan infanteri. Huta
Boksa dapat diduduki seterusnya Belanda menyerbu Prabu Angin dalam usaha
menjatuhkan Si Torang, denga berapa taktik Perabu Angin dapat dikuasai oleh
belanda demikian juha Si Jarot pusat dari kampung Si Torang. Patigi dan Si Ria –
Ria diduduki Belanda 1 September sesudah itu Pos Belanda kembali ke pertahanan
Lagu Bot, sedangkan Si Singan Mangaraja mengadakan perlawanan didaerah lain.
Perperang dari tahun - ketahun semakin menjadi. Tahun 1887 timbul perlawanan
dari Kota Tuo dengan bantuan pejuang – pejuang Aceh yang datang dari daerah
Bebas di Trumor. Perlawana ini dapat dipatahkan oleh Belanda dibawah pimpinan
JA Visser.
Selain itu tahun ini juga terjadi penyerbuah dibawah pimpinan Sarbut, pos – pos
zeding dibakar karena peristiwa ini Lobu Si Reger diduduki oleh Belanda. Dipihak
lain Belanda semakin membabi buta dngan membakar kampung – kampung yang
menolak mebayar denda. Pada saat yang bersamaan Hindia Belanda juga melawan
Aceh sehingga Belanda menfokuskan diri untuk menghadapi Aceh yang
kekuatanya jauh lebih besar sedangkan perlawan terhadap tanah Batak dikurangi
oleh Belanda.
Pada saat Belanda lenga Si Singa Mangaraja menghimpun pasukan untuk
kekuatanya. Tahun 1889 ia aktif didaerah bagian tenggara dan Barat Danau Toba
serta Pulau Simosir. Bulan Mei Si Singa Mangaraja di daerah Huta Paong siap
untuk menyerang Belanda bersamaan 90 pejuang batak, 70 orang letnal Pitlo,
bulan Juli pertempuran mulai meletus. Walaupun terdesak ke Lobu Tala kemudian
8 Agustus pasukan Si Singa Mangaraja mengadakan serangan balasan dan berhasil
menewaskan seprang pasukan Belanda dan mengusir mereka dari sana. Untuk
mebalaskan serangan dari Si Singa Mangaraja Belanda mengirim tentara dari
Padang.
Perlawanan demi perlawanan yang terjadi antara Pasukan Si Singa Mangaraja
dengan Belanda membuat pejuang Batak kaulahan menghadapi Belanda, sampai
Simosir juga diduduki oleh Belanda, sehingga gerak Si Singa Mangaraja semakn
sempit menginggat daerah kebayakan sudah jatuh ketangan Belanda. Sekarang
pasukan Si Singa Mangaraja bertahan di sebelah barat Danau Toba yaitu Pak – Pak
dan Dairi.

     
C.Akhir Perang
Yang awalnya pasukan Si Singa Mangaraja masih melakukan perlawana
namun tahun 1900 kekuatan Si Singa Mangaraja semakin surut. Sehingga
perlawanna tidak dikerahkan untuk melakukan penyerangan sebanyak mungkin
melainkan memperthankan diri dari serangan lawan selain penduduk daerah Dairi
dan Pak – Pak Masih setia kepada mereka. Selain itu Belanda juga melakukan
gerakan pembasmi gerakan – gerakan perlawanan yang ada diSumatera ( Aceh
dan Batak). Operasi diketuai oleh Overste Van Daelan yang bergerak dari Aceh
terus ke Batak. Mereka mengadakan pengepungan dan mebakar kamung –
kampung yang membangkan pertempuran semakin sengit antara kedua belah
pihak. Pada saat Belanda sampai di daerah pak – Pak dan Dairi pasukan Si Singa
Mangaraja semakin terkepung sedangkan di lain pihak hubungan mereka dengan
Aceh sudah terputus. Denga terdesaknya pasukan Si Singa Mangaraja merka terus
berpindah – pindah dari satu tempat ketempat yang lain untuk menyelamatkan diri.
Tahun 1907 pengepungan yag dilakukan oleh Belanda terhadap pasukan Si Singa
Mangaraja dilakukan secara intensif yang dipimpin oleh Hans Christoffel.
Dimulai menelusuri jejak Si Singa Mangaraja oleh Belanda namun merak gagal
menangkap Si Singa Mangaraja dan anak istri Si Singa Mangaraja ditawan oleh
Belanda. Boru Situmorang ibu Si Singa Mangaraja tertangkap dan dijadikan
tawanan perang oleh Belanda sementara itu Si Singa Mangaraja belum juga
mneyerahkan diri dan belanda terus mencari sampai tanggal 28 Mei pihak belanda
mengetahui bahwa Si Singa Mangaraja berada di Barus maka Wenzel menarahkan
pasukan untuk menangkapnya tetapi tidak berhasil.
4 Juni 1907 pihak Belanda mengetahui bahwa Si Singa Mangaraja berada di
Penegen dan Bululage dan mereka melakukan pengerebekan melalui Huta
Anggoris yang tak jauh dari panguhon. Ternyata Si Singa Mangaraja telah
meninggalkan tepat itu sebelum mereka datang.
Si Singa Mangaraja terus menyikir ke darah Alahan sementara itu Belanda terus
mengejar melalui kampung Batu Simbolon, Bongkaras dan Komi. Banyak
penduduk sekitar ditangkap karena dicurigai bekerjasma dengan Si Singa
Mangaraja. Berbagai usaha yang dilakukan Belanda tanggal 17 jJuni 1907 Si Singa
Mangaraja berhasil ditangkap didekat Aik Sibulbulon ( derah Dairi ) dalam
keadaan lemah Si Singa Mangaraja dan pasukanya terus mengadakan perlawanan.
Dalam peristiwa Si Singa Mangaraja tertebak oleh Belanda sehingga pada saat itu
Si Singa Mangaraja mati terbunuh ditempat. Disaat yang bersamaan anak
perempuan dan dua putra laki – lakinya juga gugur sedankan istri, ibu dan putra –
putra masih menjadi tawana perang oleh Belanda . dengan gugurnya Si Singa
Mangaraja maka seluruh daerah Batak menjadi milik Belanda. Sejak saat itu kerja
rodi didaerah ini meraja lelah struktur tradisional masyarakat semaki lama semakin
runtuh.

    

D.Dampak Perang
Orang batak banyak terbunuh dan banyak kerugian yang ditimbulkam,
rumah – rumah hancur dibakar, agama Keristen saat itu meraja lelah tampa ada
halangan dari pihak manapun sedangkan pihak Belanda mengalami kebangkrutan
dana yag disebakan karena saat bersamaan Belanda juga menghadapi Aceh yang
begitu kuat sehingga didatang pasukan – pasukan dari luar yang dibayar mahal
 
KESIMPULAN
Perang Batak yang terjadi selama 29 tahun yang berawal dari ketidak sukaan
Si Singa Mangaraja terhadap Belanda yang sengaja menyebarkan agama keristen
yang mengakibatkan Si Singa Mangaraja melakukan perlawan karena takut
Belanda menguasai daerah tesebut secara luas lagi sehingga ia takut peranya
sebagai pemimpin dapat disingkirkan oleh Belanda disisi lain Si Singa Mangaraja
sebagai pemimpin juga takut Belanda mempengaruhi rakyat dan bisa berubah
struktur kebuadayaan yang ada disana. Perperangan demi perperangan yang terjadi
sangat merugikan bagi rakyat Batak. Perperangan yang berlangsung sangat lama
berhasil dimenangkan oleh Pihak Belanda dengan gugurnya Si Singa Mangaraja di
medan perang. Sehingga Belanda berhasil menduduki daerah Batak
keseluruhannya.

Anda mungkin juga menyukai