Selatan)
Pada tanggal 25 April 1950, Mr. Dr. Christian Robert Steven Soumokil, seorang
mantan jaksa agung dari Negara Indonesia Timur memproklamirkan berdirinya
Republik Maluku Selatan (RMS). Keputusan tersebut diambil karena Soumokil
tidak setuju dengan didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan
tidak setuju dengan penggabungan daerah-daerah Negara Indonesia Timur ke
dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Ia mencoba untuk melepas wilayah
Maluku Tengah dan NIT dari RIS.
Melihat hal tersebut, pemerintah tidak diam begitu saja. Pemerintah merasa kalau
kehadiran RMS ini menjadi ancaman bagi keutuhan Republik Indonesia Serikat.
Untuk mencegah hal tersebut, pemerintah mengambil beberapa langkah.
Langkah pertama yang dilakukan pemerintah kala itu adalah dengan menempuh
jalan damai. Pemerintah mengirim Dr. J. Leimena untuk menyampaikan
permintaan tersebut kepada RMS. Namun Soumokil menolak hal tersebut,
bahkan ia meminta bantuan, perhatian, dan pengakuan dari negara lain terutama
dari Belanda, Amerika Serikat, dan komisi PBB untuk Indonesia.
Karena langkah pertama tadi yaitu mengajak RMS untuk berdamai ditolak
mentah-mentah, akhirnya pemerintah memutuskan untuk melaksanakan
ekspedisi militer. Kolonel A.E. Kawilarang dipilih sebagai pemimpin. Beliau
adalah panglima tentara dan teritorium Indonesia Timur.
Pada awal November 1950 kota Ambon dapat dikuasai, tetapi dalam perebutan
Benteng Nieuw Victoria, Letnan Kolonel Slamet Riyadi gugur. Pada tanggal 12
Desember 1963, Soumokil baru dapat ditangkap dan kemudian dihadapkan pada
Mahkamah Militer Luar Biasa di Jakarta dan akhirnya dijatuhi hukuman mati.
Blog Wikipedia
1950–1963
Bendera Lambang
Teritori yang diklaim Republik Maluku Selatan.
Presidena
Sejarah
Republik Maluku Selatan atau RMS adalah sebuah republik di Kepulauan Maluku yang
diproklamasikan tanggal 25 April 1950. Pulau-pulau terbesarnya adalah Seram, Ambon,
dan Buru.[butuh rujukan] RMS di Ambon dikalahkan oleh militer Indonesia pada November 1950, tetapi
konflik di Seram masih berlanjut sampai Desember 1963. Kekalahan di Ambon berujung pada
pengungsian pemerintah RMS ke Seram, kemudian mendirikan pemerintahan dalam
pengasingan di Belanda pada tahun 1966. Ketika pemimpin pemberontak Dr. Chris
Soumokil ditangkap militer Indonesia dan dieksekusi tahun 1966, presiden dalam pengasingan
dilantik di Belanda. Pemerintahan terasing ini masih berdiri dan dipimpin oleh John Wattilete,
pengacara berusia 55 tahun, yang dilantik pada April 2010.
Indonesia terdiri dari lebih dari 17.000 pulau. Jajahan Belanda mencapai jumlah tersebut pada abad
ke-19 dengan didirikannya Hindia Belanda. Perbatasan Indonesia saat ini terbentuk melalui
ekspansi kolonial yang berakhir pada abad ke-20. Pasca-pendudukan oleh Kekaisaran Jepang
tahun 1945, para pemimpin nasionalis di Pulau Jawa menyatakan kemerdekaan Indonesia. Tidak
semua wilayah dan suku di Indonesia yang langsung bergabung dengan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.[1]Pemberontakan pribumi pertama yang terorganisasi muncul di Maluku Selatan dengan
bantuan pemerintah dan militer Belanda. Kontra-revolusioner Maluku Selatan awalnya bergantung
pasa perjanjian pascakolonial yang menjanjikan bentuk negara federal.
Lambang RMS menampilkan burung merpati putih Maluku bernama 'Pombo'. Merpati putih
dianggap sebagai simbol positif dan harapan baik. 'Pombo' ditunjukkan bersiap-siap terbang,
sayapnya setengah terbuka dan di paruhnya terdapat cabang pohon damai. Dadanya bertuliskan
'parang', 'salawaku', dan bentuk tombak.
Bagian blazon dari lambang RMS bertuliskan 'Mena - Moeria'. Slogan ini berasal dari bahasa
Maluku Melanesia asli. Sejak dulu, kata-kata ini diteriakkan oleh nakhoda dan pendayung perahu
tradisional Maluku, Kora Kora, untuk menyeragamkan gerakan mereka saat ekspedisi lepas pantai.
Slogan ini berarti 'Depan - Belakang', tetapi bisa juga diterjemahkan menjadi 'Saya pergi- Kita
mengikuti' atau 'Satu untuk semua- Semua untuk satu'.
Teks asli
Blog lain
Pemberontakan Andi Azis, Westerling, dan Soumokil memiliki kesamaan tujuan yaitu, mereka
tidak puas terhadap proses kembalinya RIS ke Negara Kesatuan Republik Indoneisa (NKRI).
Pemberontakan yang mereka lakukan mengunakan unsur KNIL yang merasa bahwa status
mereka tidak jelas dan tidak pasti setelah KMB. Keberhasilan anggota APRIS mengatasi
keadaan yang membuat masyarakat semakin bersemangat untuk kembali ke pangkuan NKRI.
Namun, dalam usaha untuk mempersatukan kembali masyarakat ke Negara Kesatuan Republik
Indonesia terjadi beberapa hambatan yang diantaranya terror dan intimidasi yang di tujukan
kepada masyarakat, terlebih setelah teror yang dibantu oleh anggota Polisi yang telah dibantu
dengan pasukan KNIL bagian dari Korp Speciale Troepen yang dibentuk oleh seorang kapten
bernama Raymond Westerling yang bertempat di Batujajar yang berada di daerah Bandung. Aksi
teror yang dilakukannya tersebut bahkan sampai memakan korban jiwa karena dalam aksi terror
tersebut terjadi pembunuhan dan penganiayaan. Benih Separatisme-pun akhirnya muncul. Para
biokrat pemerintah daerah memprovokasi masayarakat Ambon bahwa penggabungan wilayah
Ambon ke NKRI akan menimbulkan bahaya di kemudian hari sehingga seluruh masyarakat
diingatkan untuk menghindari dan waspada dari ancaman bahaya tersebut.
Pada tanggal 20 April tahun 1950, diajukannya mosi tidak percaya terhadap parlemen NIT
sehingga mendorong kabinet NIT untuk meletakan jabatannya dan akhirnya kabinet NIT
dibubarkan dan bergabung ke dalam wilayah NKRI. Kegagalan pemberontakan yang di lakukan
oleh Andi Abdoel Azis (Andi Azis) menyebabkan berakhirnya Negara Indonesia Timur. Akan
tetapi Soumokil bersama para anggotanya tidak akan menyerah untuk melepaskan Maluku
Tengah dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indoneisa. Bahkan dalam perundingan yang
berlangsung di Ambon dengan pemuka KNIL beserta Ir. Manusaman, ia mengusulkan supaya
daerah Maluku Selatan dijadikan sebagai daerah yang merdeka, dan bila perlu seluruh anggota
dewan yang berada di daerah Maluku Selatan dibunuh. Namun, usul tersebut ditolak karena
anggota dewan justru mengusulkan supaya yang melakukan proklamasi kemerdekaan di Maluku
Selatan tersebut adalah Kepala Daerah Maluku Selatan, yaitu J. Manuhutu. Akhirnya, J.
Manuhutu terpaksa hadir pada rapat kedua di bawah ancaman senjata.
Pemberontakan RMS yang didalangi oleh mantan jaksa agung NIT, Soumokil bertujuan untuk
melepaskan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebelum
diproklamasikannya Republik Maluku Selatan (RMS), Gubernur Sembilan Serangkai yang
beranggotakan pasukan KNIL dan partai Timur Besar terlebih dahulu melakukan propaganda
terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memisahkan wilayah Maluku dari Negara
Kesatuan RI. Di sisi lain, dalam menjelang proklamasi RMS, Soumokil telah berhasil
mengumpulkan kekuatan dari masyarakat yang berada di daerah Maluku Tengah. Sementara itu,
sekelompok orang yang menyatakan dukungannya terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia diancam dan dimasukkan ke penjara karena dukungannya terhadap NKRI dipandang
buruk oleh Soumokil. Dan pada tanggal 25 April 1950, para anggota RMS memproklamasikan
berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS), dengan J.H Manuhutu sebagai Presiden dan Albert
Wairisal sebagai Perdana Menteri. Para menterinya terdiri atas Mr.Dr.C.R.S Soumokil, D.j.
Gasperz, J. Toule, S.J.H Norimarna, J.B Pattiradjawane, P.W Lokollo, H.F Pieter, A. Nanlohy,
Dr.Th. Pattiradjawane, Ir.J.A. Manusama, dan Z. Pesuwarissa.
Pada tanggal 27 April 1950 Dr.J.P. Nikijuluw ditunjuk sebagai Wakil Presiden RMS untuk
daerah luar negeri dan berkedudukan di Den Haang, Belanda, dan pada 3 Mei 1950, Soumokil
menggantikan Munuhutu sebagai Presiden Rakyat Maluku Selatan. Pada tanggal 9 Mei, dibentuk
sebuah Angkatan Perang RMS (APRMS) dan Sersan Mayor KNIL, D.J Samson diangkat sebagai
panglima tertinggi di angkatan perang tersebut. Untuk kepala staf-nya, Soumokil mengangkat
sersan mayor Pattiwale, dan anggota staf lainnya terdiri dari Sersan Mayor Kastanja, Sersan
Mayor Aipassa, dan Sersan Mayor Pieter. Untuk sistem kepangkatannya mengikuti system dari
KNIL.
3. Upaya Penumpasan Pemberontakan RMS di Maluku
Dalam upaya penumpasan, pemerintah berusaha untuk mengatasi masalah ini
dengan cara berdamai. Cara yang dilakukan oleh pemerintah yaitu, dengan
mengirim misi perdamaian yang dipimpin oleh seorang tokoh asli Maluku, yakni
Dr. Leimena. Namun, misi yang diajukan tersebut ditolak oleh Soumokil.
Selanjutnya misi perdamaian yang dikirim oleh pemerintah terdiri atas para
pendeta, politikus, dokter, wartawan pun tidak dapat bertemu langsung dengan
pengikut Soumokil.
Dengan jatuhnya pasukan RMS yang berada di daerah Ambon, maka hal ini
membuat perlawanan yang dilakukan oleh pasukan RMS dapat ditaklukan. Pada
tanggal 4 sampai 5 Desember, melalui selat Haruku dan Saparua, pusat
pemerintahan RMS beserta Angkatan Perang RMS berpindah ke Pulau Seram.
Pada tahun 1952, J.H Munhutu yang tadinya menjabat sebagai presiden RMS
tertangkap di pulau Seram, Sementara itu sebagian pimpinan RMS lainnya
melarikan diri ke Negara Belanda. Setelah itu, RMS kemudian mendirikan
sebuah organisasi di Belanda dengan pemerintahan di pengasingan
(Government In Exile).
Beberapa tokoh dari pimpinan sipil dan militer RMS yang tertangkap akhirnya
dimajukan ke meja hijau. Pada tanggal 8 Juni 1955, hakim menjatuhi sanksi
hukuman tehadap :
Sementara itu, Dr. Soumokil, pada masa itu ia masih bertahan di hutan-hutan
yang berada di pulau Seram sampai akhirnya ditangkap pada tanggal 2
Desember 1963. Pada Tahun 1964, Soumokil dimajukan ke meja hijau. Selama
persidangan Soumokil berlangsung, meskipun ia bisa berbahasa Indonesia,
namun pada saat itu ia selalu memakai Bahasa Belanda, sehingga pada saat
persidangan di mulai, hakim mengutus seorang penerjemah untuk membantu
persidangan Soumokil. Akhirnya pada tanggal 24 April 1964, Soumokil akhirnya
dijatuhi hukuman mati. Eksekusi pun dilaksanakan pada tanggal 12 April 1966
dan berlangsung di Pulau Obi yang berada di wilayah kepulauan Seribu di
sebelah Utara Kota Jakarta.
Pada Tahun 1978 anggota RMS menyandera kurang lebih 70 warga sipil yang
berada di gedung pemerintahan Belanda di Assen-Wesseran. Teror tersebut
juga dilakukan oleh beberapa kelompok yang berada di bawah pimpinan RMS,
seperti kelompok Bunuh Diri di Maluku Selatan. Dan pada tahun 1975 kelompok
ini pernah merampas kereta api dan menyandera 38 penumpang kereta api
tersebut.
Pada tahun 2002, pada saat peringatan proklamasi RMS yang ke-15 dilakukan,
diadakan acara pengibaran bendera RMS di Maluku. Akibat dari kejadian ini, 23
orang ditangkap oleh aparat kepolisian. Setelah penangkapan aktivis tersebut
dilakukan, mereka tidak menerima penangkapan tersebut karena dianggap
tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Selanjutnya mereka memperadilkan
Gubernur Maluku beserta Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku karena melakukan
penangkapan dan penahanan terhadap 15 orang yang diduga sebagai
propokator dan pelaksana pengibaran bendera RMS tersebut. Aksi pengibaran
bendera tersebut terus dilakukan, dan pada tahun 2004, ratusan pendukung
RMS mengibarkan bendera RMS di Kudamati. Akibat dari pengibaran bendera
ini, sejumlah aktivis yang berada di bawah naungan RMS ditangkap dan akibat
dari penangkapan tersebut, terjadilah sebuah konflik antara sejumlah aktivis
RMS dengan Kelompok Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Blog ppt
2 PENDAHULUANRepublik Maluku Selatan (RMS) adalah daerah separatis yang memisahkan diri
dari NKRI. RMS diproklamasikan merdeka pada 25 April 1950.
3 Bendera RMS terdiri dari warna biru, putih, hijau, dan merah
Bendera RMS terdiri dari warna biru, putih, hijau, dan merah. Bendera ini pertama kali dikibarkan
tanggal 2 Mei 1950 pukul Dua hari kemudian, pemerintah merilis penjelasan tentang arti
bendera.Warna biru : laut dan kesetiaanWarna putih : kesucian, perdamaian, dan pantai putihWarna
hijau : tumbuh-tumbuhanWarna merah : nenek moyang dan darah rakyat.
8 Dampak NegatifAkibat adanya pemberontakan dari pihak Maluku Selatan mengakibatkan adanya
kerusakan fasilitas negara/ masyarakat dan menimbulkan banyak korban. Selain itu, membuat
masyarakat bingung akan status kewarganegaraannya.Hilangnya kesatuan dan persatuan
NKRI.Merusakkan stabilitas keamanan dan kenyamanan di wilayah NKRI.
9 Upaya pemerintah menghadapi masalah RMS Pemerintah Indonesia pada waktu itu (1950)
menghadapi pemberontakan RMS dengan tiga opsi. Opsi pertama, penyelesaian secara damai
dengan pembicaraan-pembicaraan.Opsi kedua bila opsi pertama tidak berhasil, dilakukan blokade
laut untuk memaksa mereka bersediaberunding.Bila opsi pertama dan kedua tidak berhasil, akan
dilakukan operasi militer,seperti pendaratan dan lain-lain.
11 Opsi kedua, blokade laut, dilakukan pada 18 Mei sampai 14 Juli 1950
Opsi kedua, blokade laut, dilakukan pada 18 Mei sampai 14 Juli 1950.Semua perairan Maluku
diawasi dan kapal-kapal pemberontak dihancurkan. Pada 14 Juli diadakan pendaratan di Pulau Buru
dan kemudian di pula-pulau lainseperti Seram, Tanimbar, Kei, dan Aru. Opsi kedua ini pun tidak bisa
memaksa Soumokil bersedia berunding.Opsi ketiga, operasi militer, dilakukan di bawah
kepemimpinan Kolonel Kawilarang, panglima Indonesia Timur saat itu.Operasi militer menumpas
pemberontakan RMS yang terkenal dengan Gerakan Operasi Militer IV atau GOM IV.Komandan
pasukan (brigade) adalah Letkol Slamet Riyadi. Rencananya: pasukan pertama didaratkan di Hitu,
kemudian pasukan kedua di Tulehu, lalu pasukan ketiga di Ambon (RZ Leirissa, 1978).
12 Mengingat persenjataan, sistem transportasi dan sarana komunikasi yang belum secanggih
sekarang ini, operasi berlangsung lama. Operasi itu baru bisa mulai dilakukan September, dan baru
Oktober APRI menguasai jazirah Hitu.Akhirnya pada 4 November 1950 benteng Nieuw Victoria
dapat direbut APRI.Sisa-sisa angkatan perang RMS lari ke gunung dan banyak yang melarikan diri
ke pulau-pulau sekitar pulau Ambon. Pimpinan angkatan perang RMS tertangkap atau menyerah
pada 1952.Soumokil sendiri baru tertangkap pada 1962.
13 Pada 1951 sekitar 4000 orang maluku selatan,tentara KNIL beserta keluarganya melarikan diri
kebelanda yang saat itu diyakini hanya untuk sementara.RMS dibelanda lalu menjadi pemerintahan
di pengasingan. Pemerintahan RI dibawah pimpinan soekarno-hatta mengultimatum semua aktivis
RMS yang memproklamirkan berdirinya Republik Maluku Selatan untuk menyerahkan diri pada
pemerintah RI.Sehingga semua aktivis itu ditangkap oleh pasukan pasukan militer yang dikirim dari
pulau jawa.
14 Peranan Organisasi Internasional terhadap gerakan Republik Maluku Selatan Tidak ada nama
organisasi luar negeri yang berperan secara pasti membantu menghadapi permasalahan RMS.
Tetapi pihak luar negeri (Belanda) membantu RMS untuk mengungsikan anggota KNIL sebanyak
4000 orang.
15 PENDAPAT KELOMPOK Pendapat kelompok kami mengenai gerakan Republik Maluku Selatan
adalah kurangnya perhatian pemerintah akan wilayah kesatuan Republik Indonesia. Terbukti
dengan terpisahnya Republik Maluku Selatan dari NKRI.