Anda di halaman 1dari 15

Pemberontakan RMS (Republik Maluku

Selatan)

Pada tanggal 25 April 1950, Mr. Dr. Christian Robert Steven Soumokil, seorang
mantan jaksa agung dari Negara Indonesia Timur memproklamirkan berdirinya
Republik Maluku Selatan (RMS). Keputusan tersebut diambil karena Soumokil
tidak setuju dengan didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan
tidak setuju dengan penggabungan daerah-daerah Negara Indonesia Timur ke
dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Ia mencoba untuk melepas wilayah
Maluku Tengah dan NIT dari RIS.
Melihat hal tersebut, pemerintah tidak diam begitu saja. Pemerintah merasa kalau
kehadiran RMS ini menjadi ancaman bagi keutuhan Republik Indonesia Serikat.
Untuk mencegah hal tersebut, pemerintah mengambil beberapa langkah.
Langkah pertama yang dilakukan pemerintah kala itu adalah dengan menempuh
jalan damai. Pemerintah mengirim Dr. J. Leimena untuk menyampaikan
permintaan tersebut kepada RMS. Namun Soumokil menolak hal tersebut,
bahkan ia meminta bantuan, perhatian, dan pengakuan dari negara lain terutama
dari Belanda, Amerika Serikat, dan komisi PBB untuk Indonesia.
Karena langkah pertama tadi yaitu mengajak RMS untuk berdamai ditolak
mentah-mentah, akhirnya pemerintah memutuskan untuk melaksanakan
ekspedisi militer. Kolonel A.E. Kawilarang dipilih sebagai pemimpin. Beliau
adalah panglima tentara dan teritorium Indonesia Timur.
Pada awal November 1950 kota Ambon dapat dikuasai, tetapi dalam perebutan
Benteng Nieuw Victoria, Letnan Kolonel Slamet Riyadi gugur. Pada tanggal 12
Desember 1963, Soumokil baru dapat ditangkap dan kemudian dihadapkan pada
Mahkamah Militer Luar Biasa di Jakarta dan akhirnya dijatuhi hukuman mati.

Blog ruang guru

Didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia, menimbulkan respon dari


masyarakat Maluku Selatan saat itu. Seorang mantan jaksa agung Negara
Indonesia Timur, Mr. Dr. Christian Robert Soumokil, memproklamirkan
berdirinya Republik Maluku Selatan pada tanggal 25 April 1950. Hal ini
merupakan bentuk penolakan atas didirikannya NKRI, Soumokil tidak setuju
dengan penggabungan daerah-daerah Negara Indonesia Timur ke dalam
wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Dengan mendirikan Republik Maluku
Selatan, Ia mencoba untuk melepas wilayah Maluku Tengah dan NIT dari
Republik Indonesia Serikat.

Berdirinya Republik Maluku Selatan ini langsung menimbulkan respon


pemerintah yang merasa kehadiran RMS bisa jadi ancaman bagi keutuhan
Republik Indoensia Serikat. Maka dari itu, pemerintah langsung ambil
beberapa keputusan untuk langkah selanjutnya.
Tindakan pemerintah yang pertama dilakukan adalah dengan menempuh
jalan damai. Dr. J. Leimena dikirim oleh Pemerintah untuk menyampaikan
permintaan berdamai kepada RMS, tentunya membujuk agar tetap
bergabung dengan NKRI. Tetapi, langkah pemerintah tersebut ditolak oleh
Soumokil, justru ia malah meminta bantuan, perhatian, juga pengakuan dari
negara lain lho, terutama dari Belanda, Amerika Serikat, dan komisi PBB
untuk Indonesia.

Presiden RMS Chris Soumokil dalam persembunyiannya di Pulau Seram.


(Sumber: pbs.twimg.com)

Ditolaknya mentah-mentah ajakan pemerintah kepada RMS untuk


berdamai, membuat pemerintah Indonesia memutuskan untuk
melaksanakan ekspedisi militer. Kolonel A.E. Kawilarang dipilih sebagai
pemimpin dalam melaksanakan ekspedisi militer tersebut. Kalian
tahu ngga beliau itu siapa? Beliau itu adalah panglima tentara dan teritorium
Indonesia Timur. Ia dirasa mengerti dan paham bagaimana kondisi Indonesia
di wilayah timur.
Akhirnya kota Ambon dapat dikuasai pada awal November 1950. Akan tetapi,
ketika melakukan perebutan Benteng Nieuw Victoria, Letnan Kolonel Slamet
Riyadi gugur. Namun, perjuangan gerilya kecil-kecilan masih berlanjut di
Pulau Seram sampai 1962. Setelah itu, pada tanggal 12 Desember 1963,
Soumokil akhirnya dapat ditangkap dan kemudian dihadapkan pada
Mahkamah Militer Luar Biasa di Jakarta. Berdasarkan keputusan Mahkamah
Militer Luar Biasa, Soumokil dijatuhi hukuman mati.

Nah, setelah RMS mengalami kekalahan di Ambon, serta Soumokil yang


telah dijatuhkan hukuman mati, pada akhirnya pemerintahan RMS mulai
mengungsi dari pulau-pulau yang di tempati sebelumnya dan membuat
pemerintahan dalam pengasingan di Belanda. Sebanyak 12.000 tentara
Maluku bersama keluarganya berangkat ke Belanda setahun
setelahnya. Pada akhirnya pemberontakan RMS berhasil dihentikan oleh
pemerintah Indonesia.

Blog Wikipedia

Republik Maluku Selatan


Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

Republik Maluku Selatan

Terasingkan sejak 1963

1950–1963

Bendera Lambang
Teritori yang diklaim Republik Maluku Selatan.

Ibu kota Ambon

Ibu kota Tidak jelas (Belanda)


dalam pengasingan

Bentuk pemerintahan Republik

Presidena

- April–Mei 1950 Johanis Manuhutu

- 1950–1966 Chris Soumokil

- 1966–1992 Johan Manusama

- 1993–2010 Frans Tutuhatunewa

- 2010–sekarang John Wattilete

Sejarah

- Didirikan 25 April 1950

- Dibubarkan Desember 1963


Pendahulu Pengganti
Hindia Belanda Indonesia

a. Terasingkan sejak 1966.

Republik Maluku Selatan atau RMS adalah sebuah republik di Kepulauan Maluku yang
diproklamasikan tanggal 25 April 1950. Pulau-pulau terbesarnya adalah Seram, Ambon,
dan Buru.[butuh rujukan] RMS di Ambon dikalahkan oleh militer Indonesia pada November 1950, tetapi
konflik di Seram masih berlanjut sampai Desember 1963. Kekalahan di Ambon berujung pada
pengungsian pemerintah RMS ke Seram, kemudian mendirikan pemerintahan dalam
pengasingan di Belanda pada tahun 1966. Ketika pemimpin pemberontak Dr. Chris
Soumokil ditangkap militer Indonesia dan dieksekusi tahun 1966, presiden dalam pengasingan
dilantik di Belanda. Pemerintahan terasing ini masih berdiri dan dipimpin oleh John Wattilete,
pengacara berusia 55 tahun, yang dilantik pada April 2010.
Indonesia terdiri dari lebih dari 17.000 pulau. Jajahan Belanda mencapai jumlah tersebut pada abad
ke-19 dengan didirikannya Hindia Belanda. Perbatasan Indonesia saat ini terbentuk melalui
ekspansi kolonial yang berakhir pada abad ke-20. Pasca-pendudukan oleh Kekaisaran Jepang
tahun 1945, para pemimpin nasionalis di Pulau Jawa menyatakan kemerdekaan Indonesia. Tidak
semua wilayah dan suku di Indonesia yang langsung bergabung dengan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.[1]Pemberontakan pribumi pertama yang terorganisasi muncul di Maluku Selatan dengan
bantuan pemerintah dan militer Belanda. Kontra-revolusioner Maluku Selatan awalnya bergantung
pasa perjanjian pascakolonial yang menjanjikan bentuk negara federal.

Pengasingan[sunting | sunting sumber]


Pertahanan utama RMS di Pulau Ambon dipatahkan oleh militer Indonesia pada November 1950,
sedangkan perjuangan gerilya kecil-kecilan masih berlanjut di Pulau Seram sampai 1962.
Kekalahan di Ambon berujung pada pengungsian pemerintahan RMS dari pulau-pulau tersebut dan
mendirikan pemerintahan dalam pengasingan di Belanda.[2] Tahun berikutnya, 12.000 tentara
Maluku bersama keluarganya berangkat ke Belanda dan mendirikan pemerintahan dalam
pengasingan "Republik Maluku Selatan".
Di sana, sebagian gerakan RMS melakukan serangan teror di Belanda. Sejumlah penelitian
berpendapat bahwa serangan ini muncul akibat frustrasi tidak adanya dukungan dari pemerintah
Belanda.[3]
Serangan pertama dilancarkan tahun 1970 di rumah Duta Besar Indonesia di Wassenaar. Seorang
polisi Belanda ditembak dan tewas. Serangan ini diikuti oleh pembajakan kereta api di Wijster tahun
1975. Pembajakan tersebut dibarengi oleh serangan buatan lain di konsulat
Indonesia di Amsterdam. Tiga sandera dieksekusi di kereta dan seorang berkebangsaan Indonesia
cedera parah saat mencoba kabur dari konsulat. Pada tahun 1977, terjadi pembajakan kereta di De
Punt yang dibarengi oleh penyanderaan sekolah dasar di Bovensmilde. Aksi-aksi ini diakhiri secara
paksa melalui serbuan marinir Bijzondere Bijstands Eenheid (BBE) yang menewaskan enam teroris
dan dua sandera. Aksi RMS terakhir terjadi tahun 1978 ketika balai provinsi di Assen diduduki
anggota RMS. Aksi ini juga digagalkan oleh pasukan BBE.
Sejak 1980-an sampai sekarang, belum ada serangan baru yang dilancarkan RMS.

Presiden[sunting | sunting sumber]


Presiden pertama RMS dalam pengasingan adalah Prof. Johan Manusama (1966–1993).
Dr. Chris Soumokil J.D. adalah Presiden RMS yang pada tahun 1954 bersembunyi dan memimpin
perjuangan gerilya di Pulau Seram. Ia ditangkap ABRI di Seram pada tanggal 2 Desember 1962.
Soumokil diadili di pengadilan militer di Jakarta dan dihukum mati. Ia dieksekusi pada tanggal 12
April 1966.
Pemerintah RMS dalam pengasingan masih berdiri di bawah pimpinan Frans Tutuhatunewa M.D.
pada tahun 1993–2010. Mereka tetap tidak menyerukan aksi kekerasan terhadap Belanda maupun
Indonesia. Presiden dalam pengasingan menyatakan bahwa generasi muda harus berfokus pada
pendidikan dan pengembangan diri mereka di Belanda jika benar-benar ingin mendukung dan
membangun Maluku Selatan.
Duta besar Indonesia untuk Belanda Junus Effendi Habibie, adik presiden ketiga Indonesia,
mengatakan bahwa ia akan mengusahakan sebisanya untuk membantu pemulangan generasi
pertama suku Maluku ke tanah airnya jika mereka berhenti menuntut kemerdekaan.[4][5]
John Wattilete menjadi Presiden RMS pada bulan April 2010. Ia adalah presiden pertama yang
berasal dari generasi kedua suku Maluku di Belanda dan dianggap lebih pragmatis ketimbang
presiden-presiden sebelumnya.

Bendera[sunting | sunting sumber]


Bendera RMS terdiri dari warna biru, putih, hijau, dan merah (1:1:1:6) dan memiliki proporsi 2:3.
Bendera ini pertama kali dikibarkan tanggal 2 Mei 1950 pukul 10.00. Dua hari kemudian, pemerintah
merilis penjelasan tentang arti bendera. Warna biru melambangkan laut dan kesetiaan, putih
kesucian, perdamaian, dan pantai putih, hijau tumbuh-tumbuhan, dan merah nenek moyang dan
darah rakyat.

Bendera RMS sebelum 2011

Bendera RMS sejak 2011

Lambang[sunting | sunting sumber]


Lambang Republik Maluku Selatan

Lambang RMS menampilkan burung merpati putih Maluku bernama 'Pombo'. Merpati putih
dianggap sebagai simbol positif dan harapan baik. 'Pombo' ditunjukkan bersiap-siap terbang,
sayapnya setengah terbuka dan di paruhnya terdapat cabang pohon damai. Dadanya bertuliskan
'parang', 'salawaku', dan bentuk tombak.
Bagian blazon dari lambang RMS bertuliskan 'Mena - Moeria'. Slogan ini berasal dari bahasa
Maluku Melanesia asli. Sejak dulu, kata-kata ini diteriakkan oleh nakhoda dan pendayung perahu
tradisional Maluku, Kora Kora, untuk menyeragamkan gerakan mereka saat ekspedisi lepas pantai.
Slogan ini berarti 'Depan - Belakang', tetapi bisa juga diterjemahkan menjadi 'Saya pergi- Kita
mengikuti' atau 'Satu untuk semua- Semua untuk satu'.

Lagu kebangsaan[sunting | sunting sumber]


Lagu kebangsaan RMS berjudul "Maluku Tanah Airku" dan dikarang dalam bahasa
Melayu oleh Chr. Soumokil dan O. Sahalessy dengan aksara Latin dan Maluku Melanesia.[6]
Lirik[sunting | sunting sumber]

Teks asli

Oh Maluku, tanah airku,


Tanah tumpah darahku.
Ku berbakti padamu
Slama hari hidupku.
Engkaulah pusaka raya
Yang leluhur dan teguh.
Aku junjung selamanya
Hingga sampai ajalku.
Aku ingat terlebih
Sejarahmu yang pedih.

Oh Maluku, tanah airku,


Tanah datuk-datukku.
Atas via dolorosa
Engkau hidup merdeka.
Putra-putri yang sejati
Tumpah darah bagimu.
Ku bersumpah trus berbakti
Serta tanggung nasibmu.
Aku lindung terlebih
Sejarahmu yang pedih.

Mena-Muria, printah leluhur


Segenap jiwaku seru.
Bersegralah membelamu
Seperti laskar yang jujur.
Dengan prisai dan imanku
Behkan harap yang teguh.
Ku berkurban dan berasa
Karena dikaa ibuku
Ku doakan terlebih
Mena-Muria, hiduplah!

Blog lain

Peristiwa Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS), Latar Belakang, Penyebab,


Tujuan, Upaya Penumpasan, Dampak - Pada tanggal 25 April 1950, Republik Maluku Selatan
(RMS) diproklamasikan oleh sekelompok orang mantan prajurit KNIL dan masyarakat Pro-
Belanda yang di antaranya ialah Dr. Christian Robert Steven Soumokil, mantan jaksa agung
Negara Indonesia Timur. Pemberontakan RMS ini merupakan suatu gerakan yang tidak hanya
ingin memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur melainkan untuk membentuk Negara sendiri
yang terpisah dari wilayah RIS. Pada awalnya, Soumokil, salah seorang mantan jaksa agung NIT
ini, juga pernah terlibat dalam pemberontakan Andi Azis. Akan tetapi, setelah upayanya untuk
melarikan diri, akhirnya dia berhasil meloloskan diri dan pergi ke Maluku. Selain itu, Soumokil
juga dapat memindahkan anggota KNIL dan pasukan Baret Hijau dari Makasar ke Ambon.

Chris Soumokil, Proklamator Republik Maluku Selatan (RMS) (geertboogaard.nl)

1. Penyebab / Latar Belakang Pemberontakan RMS

Pemberontakan Andi Azis, Westerling, dan Soumokil memiliki kesamaan tujuan yaitu, mereka
tidak puas terhadap proses kembalinya RIS ke Negara Kesatuan Republik Indoneisa (NKRI).
Pemberontakan yang mereka lakukan mengunakan unsur KNIL yang merasa bahwa status
mereka tidak jelas dan tidak pasti setelah KMB. Keberhasilan anggota APRIS mengatasi
keadaan yang membuat masyarakat semakin bersemangat untuk kembali ke pangkuan NKRI.
Namun, dalam usaha untuk mempersatukan kembali masyarakat ke Negara Kesatuan Republik
Indonesia terjadi beberapa hambatan yang diantaranya terror dan intimidasi yang di tujukan
kepada masyarakat, terlebih setelah teror yang dibantu oleh anggota Polisi yang telah dibantu
dengan pasukan KNIL bagian dari Korp Speciale Troepen yang dibentuk oleh seorang kapten
bernama Raymond Westerling yang bertempat di Batujajar yang berada di daerah Bandung. Aksi
teror yang dilakukannya tersebut bahkan sampai memakan korban jiwa karena dalam aksi terror
tersebut terjadi pembunuhan dan penganiayaan. Benih Separatisme-pun akhirnya muncul. Para
biokrat pemerintah daerah memprovokasi masayarakat Ambon bahwa penggabungan wilayah
Ambon ke NKRI akan menimbulkan bahaya di kemudian hari sehingga seluruh masyarakat
diingatkan untuk menghindari dan waspada dari ancaman bahaya tersebut.

Pada tanggal 20 April tahun 1950, diajukannya mosi tidak percaya terhadap parlemen NIT
sehingga mendorong kabinet NIT untuk meletakan jabatannya dan akhirnya kabinet NIT
dibubarkan dan bergabung ke dalam wilayah NKRI. Kegagalan pemberontakan yang di lakukan
oleh Andi Abdoel Azis (Andi Azis) menyebabkan berakhirnya Negara Indonesia Timur. Akan
tetapi Soumokil bersama para anggotanya tidak akan menyerah untuk melepaskan Maluku
Tengah dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indoneisa. Bahkan dalam perundingan yang
berlangsung di Ambon dengan pemuka KNIL beserta Ir. Manusaman, ia mengusulkan supaya
daerah Maluku Selatan dijadikan sebagai daerah yang merdeka, dan bila perlu seluruh anggota
dewan yang berada di daerah Maluku Selatan dibunuh. Namun, usul tersebut ditolak karena
anggota dewan justru mengusulkan supaya yang melakukan proklamasi kemerdekaan di Maluku
Selatan tersebut adalah Kepala Daerah Maluku Selatan, yaitu J. Manuhutu. Akhirnya, J.
Manuhutu terpaksa hadir pada rapat kedua di bawah ancaman senjata.

2. Tujuan Pemberontakan RMS di Maluku

Pemberontakan RMS yang didalangi oleh mantan jaksa agung NIT, Soumokil bertujuan untuk
melepaskan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebelum
diproklamasikannya Republik Maluku Selatan (RMS), Gubernur Sembilan Serangkai yang
beranggotakan pasukan KNIL dan partai Timur Besar terlebih dahulu melakukan propaganda
terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memisahkan wilayah Maluku dari Negara
Kesatuan RI. Di sisi lain, dalam menjelang proklamasi RMS, Soumokil telah berhasil
mengumpulkan kekuatan dari masyarakat yang berada di daerah Maluku Tengah. Sementara itu,
sekelompok orang yang menyatakan dukungannya terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia diancam dan dimasukkan ke penjara karena dukungannya terhadap NKRI dipandang
buruk oleh Soumokil. Dan pada tanggal 25 April 1950, para anggota RMS memproklamasikan
berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS), dengan J.H Manuhutu sebagai Presiden dan Albert
Wairisal sebagai Perdana Menteri. Para menterinya terdiri atas Mr.Dr.C.R.S Soumokil, D.j.
Gasperz, J. Toule, S.J.H Norimarna, J.B Pattiradjawane, P.W Lokollo, H.F Pieter, A. Nanlohy,
Dr.Th. Pattiradjawane, Ir.J.A. Manusama, dan Z. Pesuwarissa.

Pada tanggal 27 April 1950 Dr.J.P. Nikijuluw ditunjuk sebagai Wakil Presiden RMS untuk
daerah luar negeri dan berkedudukan di Den Haang, Belanda, dan pada 3 Mei 1950, Soumokil
menggantikan Munuhutu sebagai Presiden Rakyat Maluku Selatan. Pada tanggal 9 Mei, dibentuk
sebuah Angkatan Perang RMS (APRMS) dan Sersan Mayor KNIL, D.J Samson diangkat sebagai
panglima tertinggi di angkatan perang tersebut. Untuk kepala staf-nya, Soumokil mengangkat
sersan mayor Pattiwale, dan anggota staf lainnya terdiri dari Sersan Mayor Kastanja, Sersan
Mayor Aipassa, dan Sersan Mayor Pieter. Untuk sistem kepangkatannya mengikuti system dari
KNIL.
3. Upaya Penumpasan Pemberontakan RMS di Maluku
Dalam upaya penumpasan, pemerintah berusaha untuk mengatasi masalah ini
dengan cara berdamai. Cara yang dilakukan oleh pemerintah yaitu, dengan
mengirim misi perdamaian yang dipimpin oleh seorang tokoh asli Maluku, yakni
Dr. Leimena. Namun, misi yang diajukan tersebut ditolak oleh Soumokil.
Selanjutnya misi perdamaian yang dikirim oleh pemerintah terdiri atas para
pendeta, politikus, dokter, wartawan pun tidak dapat bertemu langsung dengan
pengikut Soumokil.

Karena upaya perdamaian yang diajukan oleh pemerintah tidak berhasil,


akhirnya pemerintah melakukan operasi militer untuk membersihkan gerakan
RMS dengan mengerahkan pasukan Gerakan Operasi Militer (GOM) III yang
dipimpin oleh seorang kolonel bernama A.E Kawilarang, yang menjabat sebagai
Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur. Setelah pemerintah
membentuk sebuah operasi militer, penumpasan pemberontakan RMS pun
akhirnya dilakukan pada tanggal 14 Juli 1950, dan pada tanggal 15 Juli 1950,
pemerintahan RMS mengumumkan bahwa Negara Republik Maluku Selatan
sedang dalam bahaya. Pada tanggal 28 September, pasukan militer yang diutus
untuk menumpas pemberontakan menyerbu ke daerah Ambon, dan pada
tanggal 3 November 1950, seluruh wilayah Ambon dapat dikuasai termasuk
benteng Nieuw Victoria yang akhirnya juga berhasil dikuasai oleh pasukan
militer tersebut.

Dengan jatuhnya pasukan RMS yang berada di daerah Ambon, maka hal ini
membuat perlawanan yang dilakukan oleh pasukan RMS dapat ditaklukan. Pada
tanggal 4 sampai 5 Desember, melalui selat Haruku dan Saparua, pusat
pemerintahan RMS beserta Angkatan Perang RMS berpindah ke Pulau Seram.
Pada tahun 1952, J.H Munhutu yang tadinya menjabat sebagai presiden RMS
tertangkap di pulau Seram, Sementara itu sebagian pimpinan RMS lainnya
melarikan diri ke Negara Belanda. Setelah itu, RMS kemudian mendirikan
sebuah organisasi di Belanda dengan pemerintahan di pengasingan
(Government In Exile).

Beberapa tokoh dari pimpinan sipil dan militer RMS yang tertangkap akhirnya
dimajukan ke meja hijau. Pada tanggal 8 Juni 1955, hakim menjatuhi sanksi
hukuman tehadap :

1. J.H Munhutu, Presiden RMS di Hukum selama 4 Tahun


2. Albert Wairisal, menjabat sebagai Perdana Menteri Dalam Negeri di jatuhi
hukuman 5 Tahun
3. D.J Gasper, menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri di jatuhi hukuman 4
½ Tahun
4. J.B Pattirajawane, menjabat sebagai Menteri Keuangan di jatuhi hukuman
selama 4 ½ Tahun
5. G.G.H Apituley, menjabat sebagai Menteri Keuangan di jatuhi hukuman
selama 5 ½ Tahun
6. Ibrahim Oharilla, menjabat sebagai Menteri Pangan di jatuhi hukuman
selama 4 ½ Tahun
7. J.S.H Norimarna, menjabat sebagai Menteri Kemakmuran di jatuhi
hukuman selama 5 ½ Tahun
8. D.Z Pessuwariza, menjabat sebagai Menteri Penerangan di jatuhi
hukuman selama 5 ½ Tahun
9. Dr. T.A Pattirajawane, menjabat sebagai Menteri Kesehatan di jatuhi
hukuman selama 3 Tahun
10. F.H Pieters, menjabat sebagai Menteri Perhubungan di jatuhi
hukuman selama 4 Tahun
11. T. Nussy, menjabat sebagai Kepala Staf Tentara RMS di jatuhi
hukuman selama 7 tahun
12. D.J Samson, menjabat sebagai Panglima Tertinggi Tentara RMS di
jatuhi hukuman selama 10 Tahun

Sementara itu, Dr. Soumokil, pada masa itu ia masih bertahan di hutan-hutan
yang berada di pulau Seram sampai akhirnya ditangkap pada tanggal 2
Desember 1963. Pada Tahun 1964, Soumokil dimajukan ke meja hijau. Selama
persidangan Soumokil berlangsung, meskipun ia bisa berbahasa Indonesia,
namun pada saat itu ia selalu memakai Bahasa Belanda, sehingga pada saat
persidangan di mulai, hakim mengutus seorang penerjemah untuk membantu
persidangan Soumokil. Akhirnya pada tanggal 24 April 1964, Soumokil akhirnya
dijatuhi hukuman mati. Eksekusi pun dilaksanakan pada tanggal 12 April 1966
dan berlangsung di Pulau Obi yang berada di wilayah kepulauan Seribu di
sebelah Utara Kota Jakarta.

Sepeninggal Soumokil, sejak saat itu RMS berdiri di pengasingan di Negeri


Belanda. Pengganti Soumokil adalah Johan Manusama. Ia menjadi presiden
RMS pada tahun 1966-1992, selanjutnya digantikan oleh Frans Tutuhatunewa
sampai tahun 2010 dan kemudian digantikan oleh John Wattilete.

4. Dampak dari Pemberontakan RMS di Maluku

Pada Tahun 1978 anggota RMS menyandera kurang lebih 70 warga sipil yang
berada di gedung pemerintahan Belanda di Assen-Wesseran. Teror tersebut
juga dilakukan oleh beberapa kelompok yang berada di bawah pimpinan RMS,
seperti kelompok Bunuh Diri di Maluku Selatan. Dan pada tahun 1975 kelompok
ini pernah merampas kereta api dan menyandera 38 penumpang kereta api
tersebut.

Pada tahun 2002, pada saat peringatan proklamasi RMS yang ke-15 dilakukan,
diadakan acara pengibaran bendera RMS di Maluku. Akibat dari kejadian ini, 23
orang ditangkap oleh aparat kepolisian. Setelah penangkapan aktivis tersebut
dilakukan, mereka tidak menerima penangkapan tersebut karena dianggap
tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Selanjutnya mereka memperadilkan
Gubernur Maluku beserta Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku karena melakukan
penangkapan dan penahanan terhadap 15 orang yang diduga sebagai
propokator dan pelaksana pengibaran bendera RMS tersebut. Aksi pengibaran
bendera tersebut terus dilakukan, dan pada tahun 2004, ratusan pendukung
RMS mengibarkan bendera RMS di Kudamati. Akibat dari pengibaran bendera
ini, sejumlah aktivis yang berada di bawah naungan RMS ditangkap dan akibat
dari penangkapan tersebut, terjadilah sebuah konflik antara sejumlah aktivis
RMS dengan Kelompok Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Tidak cukup dengan aksi tersebut, Anggota RMS kembali menunjukkan


keberadaannya kepada masyarakat Indonesia. Kali ini mereka tidak segan-
segan untuk meminta pengadilan negeri Den Haang untuk menuntut Presiden
SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dan menangkapnya atas kasus Hak Asasi
Manusia (HAM) yang dilakukan terhadap 93 aktivis RMS. Peristiwa paling parah
terjadi pada tahun 2007, dimana pada saat itu, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono sedang menghadiri hari Keluarga Nasional yang berlangsung di
Ambon, Maluku. Ironisnya, pada saat penari Cakalele masuk ke dalam
lapangan, mereka tidak tanggung-tanggung untuk mengibarkan bendera RMS di
hadapan presiden SBY.

Blog ppt

2 PENDAHULUANRepublik Maluku Selatan (RMS) adalah daerah separatis yang memisahkan diri
dari NKRI. RMS diproklamasikan merdeka pada 25 April 1950.

3 Bendera RMS terdiri dari warna biru, putih, hijau, dan merah
Bendera RMS terdiri dari warna biru, putih, hijau, dan merah. Bendera ini pertama kali dikibarkan
tanggal 2 Mei 1950 pukul Dua hari kemudian, pemerintah merilis penjelasan tentang arti
bendera.Warna biru : laut dan kesetiaanWarna putih : kesucian, perdamaian, dan pantai putihWarna
hijau : tumbuh-tumbuhanWarna merah : nenek moyang dan darah rakyat.

4 PEMBAHASAN Penyebab munculnya Republik Maluku Selatan (RMS)


Dampak positif dan negatif adanya RMSCara pemerintah mengatasi RMSPeranan Organisasi
InternasionalPendapat kelompok kami mengenai masalah RMS

5 Penyebab Munculnya RMS


Penyebab awal dari kemunculan RMS dikarenakan ketidakpuasan tokoh pendiri RMS, Mr. Dr. Ch.
R. Soumokil atas keputusan KMB. Ia bingung akan status Maluku Selatan dalam NKRI. Kemudian ia
menggunakan KNIL untuk mengetahui kejelasan statusnya.Akhirnya KMB membentuk Indonesia
Serikat dengan RI serta “negara-negara”ciptaan van mook menjadi negara-negara bagian.Pada
tanggal 24 april 1950 RMS diproklamirkan di Ambon. KNIL adalah singkatan dari kata Koninklijk
Nederlands Indisch Leger.KNIL adalah badan bentukan dari Belanda.
6 Tiga alasan yang dikemukakan didalam proklamasi tersebut antara lain:
Masalah hubungan daerah dengan RIS.Menurut mereka, dewan Maluku Selatan membenarkan
gerakan separatis.Negara Indonesia Timur sudah tidak sanggup mempertahankan kedudukannya
sebagai negara bagian. Pada 3 November 1950, kota Ambon dapat dikuasai setelah terjadi baku
tembak yang sengit antara kedua belah pihak.

7 DAMPAK RMS Dampak Positif


Dengan diterapkan penghargaan kembali dan pengembalian pedoman (orientasi) adat istiadat dan
budaya Maluku di tengah masyarakat setempat. Akhirnya masyarakat Maluku menyadari pentingnya
dan kokohnya adat istiadat dan kebudayaan Maluku.

8 Dampak NegatifAkibat adanya pemberontakan dari pihak Maluku Selatan mengakibatkan adanya
kerusakan fasilitas negara/ masyarakat dan menimbulkan banyak korban. Selain itu, membuat
masyarakat bingung akan status kewarganegaraannya.Hilangnya kesatuan dan persatuan
NKRI.Merusakkan stabilitas keamanan dan kenyamanan di wilayah NKRI.

9 Upaya pemerintah menghadapi masalah RMS Pemerintah Indonesia pada waktu itu (1950)
menghadapi pemberontakan RMS dengan tiga opsi. Opsi pertama, penyelesaian secara damai
dengan pembicaraan-pembicaraan.Opsi kedua bila opsi pertama tidak berhasil, dilakukan blokade
laut untuk memaksa mereka bersediaberunding.Bila opsi pertama dan kedua tidak berhasil, akan
dilakukan operasi militer,seperti pendaratan dan lain-lain.

10 Opsi pertama dimulai pada 27 April 1950 dengan mengirim Dr J


Opsi pertama dimulai pada 27 April 1950 dengan mengirim Dr J. Leimena (menteri kesehatan waktu
itu), Ir Putuhena, Pellaupessy dan Dr Rehatta.Rombongan berangkat ke Ambon dengan korvet
Hang Tuah. Merapat pada 1 Mei 1950, sebuah higginboot mendatangi Hang Tuah dengan
Syahbandar Ambon sebagai pengantar surat yang berisi penolakan. Rombongan akan memberi
surat balasan, tetapi higginboot itu telah diperintahkan untuk segera kembali, tak boleh menunggu.
Leimena menyatakan, "Kami sesalkan bahwa mereka tidak mau menerima dan berbicara dengan
kami yang datang melulu untuk merundingkan hingga soal Maluku dapat diselesaikan dengan baik
untuk kepentingan dan keselamatan seluruh nusa dan bangsa.Saya merasa ini sangat
menyedihkan" .

11 Opsi kedua, blokade laut, dilakukan pada 18 Mei sampai 14 Juli 1950
Opsi kedua, blokade laut, dilakukan pada 18 Mei sampai 14 Juli 1950.Semua perairan Maluku
diawasi dan kapal-kapal pemberontak dihancurkan. Pada 14 Juli diadakan pendaratan di Pulau Buru
dan kemudian di pula-pulau lainseperti Seram, Tanimbar, Kei, dan Aru. Opsi kedua ini pun tidak bisa
memaksa Soumokil bersedia berunding.Opsi ketiga, operasi militer, dilakukan di bawah
kepemimpinan Kolonel Kawilarang, panglima Indonesia Timur saat itu.Operasi militer menumpas
pemberontakan RMS yang terkenal dengan Gerakan Operasi Militer IV atau GOM IV.Komandan
pasukan (brigade) adalah Letkol Slamet Riyadi. Rencananya: pasukan pertama didaratkan di Hitu,
kemudian pasukan kedua di Tulehu, lalu pasukan ketiga di Ambon (RZ Leirissa, 1978).

12 Mengingat persenjataan, sistem transportasi dan sarana komunikasi yang belum secanggih
sekarang ini, operasi berlangsung lama. Operasi itu baru bisa mulai dilakukan September, dan baru
Oktober APRI menguasai jazirah Hitu.Akhirnya pada 4 November 1950 benteng Nieuw Victoria
dapat direbut APRI.Sisa-sisa angkatan perang RMS lari ke gunung dan banyak yang melarikan diri
ke pulau-pulau sekitar pulau Ambon. Pimpinan angkatan perang RMS tertangkap atau menyerah
pada 1952.Soumokil sendiri baru tertangkap pada 1962.
13 Pada 1951 sekitar 4000 orang maluku selatan,tentara KNIL beserta keluarganya melarikan diri
kebelanda yang saat itu diyakini hanya untuk sementara.RMS dibelanda lalu menjadi pemerintahan
di pengasingan. Pemerintahan RI dibawah pimpinan soekarno-hatta mengultimatum semua aktivis
RMS yang memproklamirkan berdirinya Republik Maluku Selatan untuk menyerahkan diri pada
pemerintah RI.Sehingga semua aktivis itu ditangkap oleh pasukan pasukan militer yang dikirim dari
pulau jawa.

14 Peranan Organisasi Internasional terhadap gerakan Republik Maluku Selatan Tidak ada nama
organisasi luar negeri yang berperan secara pasti membantu menghadapi permasalahan RMS.
Tetapi pihak luar negeri (Belanda) membantu RMS untuk mengungsikan anggota KNIL sebanyak
4000 orang.

15 PENDAPAT KELOMPOK Pendapat kelompok kami mengenai gerakan Republik Maluku Selatan
adalah kurangnya perhatian pemerintah akan wilayah kesatuan Republik Indonesia. Terbukti
dengan terpisahnya Republik Maluku Selatan dari NKRI.

Anda mungkin juga menyukai