beberapa kali pemberontakan. Setelah pemberontakan yang dilakukan oleh APRA pada 23
Januari 1950, terjadi lagi pemberontakan Andi Azis pada April 1950. Kira-kira bagaimana ya
latar belakang hal ini bisa terjadi? Baca lengkapnya di bawah ini!
Jadi pada awal April 1950, pemberontakan Andi Azis terjadi di Makassar, Ujung Pandang,
Sulawesi Selatan. Pemberontakan ini dipimpin oleh Kapten Andi Azis sendiri, Ia merupakan
mantan perwira KNIL dan baru diterima masuk ke dalam APRIS. Andi Azis bersama
gerombolannya ingin mempertahankan Negara Indonesia Timur. Selain itu, hal ini juga
dilatarbelakangi oleh penolakan terhadap masuknya anggota TNI ke dalam bagian APRIS.
Pada 5 April 1950, gerombolan Andi Azis mulai melancarkan serangan. Mereka
menyerang serta menduduki tempat-tempat penting, selain itu mereka juga menawan seorang
Panglima Teritorium Indonesia Timur, yaitu Letnan Kolonel A.J. Mokoginata. Mengetahui
hal tersebut, pemerintah kemudian mengeluarkan ultimatum sebagai bentuk reaksi atas
kejadian tersebut pada tanggal 8 April 1950.
Ultimatum yang dilayangkan isinya memerintahkan kepada Andi Azis untuk melaporkan diri
sekaligus harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu ke Jakarta, Andi Azis diberi
waktu selama 4 hari. Selain itu Andi Azis juga diminta untuk menyerahkan senjata beserta
menarik pasukannya, dan diminta untuk membebaskan para sandera.
Pasukan Pemberontakan Andi Azis (Sumber: manado.tribunnews.com)
RG Squad tahu nggak reaksi dari Andi Azis seperti apa? Ternyata Andi Azis sama sekali
tidak menggubris ultimatum tersebut. Nah, karena Andi Azis tidak menggubris, maka
pemerintah langsung bereaksi dengan mengirim pasukan-pasukan ekspedisi. Pasukan
ekspedisi mendarat di Makassar pada tanggal 26 April 1950 di bawah pimpinan
Kolonel Alex Kawilarang, pada saat itu terjadilah pertempuran.
Beberapa bulan kemudian tepatnya pada 5 Agustus 1950, pasukan Andi Azis secara tiba-tiba
mengepung markas staf Brigade 10/Garuda Mataram di Makassar. Pengepungan itu tidak
berangsur lama, pasukan TNI kemudian berhasil memukul mundur pasukan pemberontakan
itu. Setelah bertempur selama 2 hari, KNIL/KL (pasukan pendukung Andi Azis) meminta
berunding dengan TNI.
[tutup]
Anda juga bisa ikut ambil peran dalam penyebaran pengetahuan bebas. Mari bergabung
dengan sukarelawan Wikipedia bahasa Indonesia!
Peristiwa Andi Azis adalah upaya pemberontakan yang dilakukan oleh Andi Azis, seorang
mantan perwira KNIL, yang berusaha untuk mempertahankan keberadaan Negara Indonesia
Timur dan enggan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Andi Azis,
para perwira APRIS (ABRI) (dari kalangan mantan anggota KNIL) harus bertanggung jawab
terhadap gangguan keamanan di wilayah Negara Indonesia Timur yang menurutnya didalangi
oleh pemerintah.
Awal gerakan
Andi Azis adalah seorang mantan perwira KNIL yang bergabung menjadi perwira APRIS
(ABRI), kemudian beliau diterima sebagai perwira APRIS. Pelantikannya disaksikan oleh
Letkol Ahmad Yunus Mokoginta, yang merupakan Panglima Tentara Teritorium Negara
Indonesia Timur. Namun kemudian, beliau justru menggerakkan pasukannya dari para
mantan perwira KL/KNIL lainnya untuk menyerang markas APRIS dan menyandera
sejumlah perwira APRIS, termasuk Letkol A. Y. Mokoginta. Setelah menguasai Makassar,
beliau menyatakan bahwa Negara Indonesia Timur harus dipertahankan. Ia menuntut agar
para perwira APRIS (dari kalangan mantan anggota KNIL) harus bertanggung jawab
terhadap gangguan keamanan di wilayah Indonesia Timur yang menurutnya didalangi oleh
pemerintah.
Pada tanggal 8 April 1950, pemerintah membuat ultimatum yang meminta Andi Azis agar
segera datang ke Jakarta. Karena, apabila beliau tidak mengindahkan ultimatum tersebut,
maka Kapal Angkatan Laut Hang Tuah akan mem-bom kota Makassar. Selain itu, ultimatum
pemerintah tersebut juga meminta agar Andi Azis mempertanggungjawabkan perbuatannya
dalam waktu 4 x 24 jam, namun ultimatum tersebut tetap juga tidak diindahkan. Setelah batas
waktu terlewati, pemerintah mengirimkan pasukan di bawah Kolonel Alex Kawilarang. Dan
akhirnya, pada tanggal 15 April 1950, Andi Azis datang ke Jakarta dengan perjanjian dari Sri
Sultan Hamengkubuwana IX bahwa beliau tidak akan ditangkap. Tetapi, ketika Andi Azis
datang ke Jakarta, beliau justru langsung ditangkap.
Pertempuran
Gerakan ini diawali dengan kegiatan pasukan APRIS (ABRI) yang diganggu oleh KL/KNIL
dan kerap kali melakukan provokasi serta konflik dengan pasukan APRIS. Pertempuran
keduanya meletus pada tanggal 5 Agustus 1950. Tentara KL/KNIL berhasil ditaklukkan oleh
APRIS dengan mengerahkan seluruh kekuatan pasukan dari angkatan darat, laut, dan udara.
[sembunyikan]
l
b
s
Lihat pula: Pelanggaran hak asasi manusia oleh Tentara Nasional Indonesia
Artikel bertopik sejarah Indonesia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu
Wikipedia dengan mengembangkannya.
Kategori:
Sejarah Indonesia
Peristiwa 1950
Menu navigasi
Belum masuk log
Pembicaraan
Kontribusi
Buat akun baru
Masuk log
Halaman
Pembicaraan
Baca
Sunting
Sunting sumber
Versi terdahulu
Pencarian
Halaman Utama
Perubahan terbaru
Peristiwa terkini
Halaman baru
Halaman sembarang
Komunitas
Warung Kopi
Portal komunitas
Bantuan
Wikipedia
Tentang Wikipedia
Pancapilar
Kebijakan
Menyumbang
Hubungi kami
Bak pasir
Bagikan
Facebook
Twitter
Google+
Cetak/ekspor
Buat buku
Unduh versi PDF
Versi cetak
Perkakas
Pranala balik
Perubahan terkait
Halaman istimewa
Pranala permanen
Informasi halaman
Item di Wikidata
Kutip halaman ini
Pranala menurut ID
Bahasa lain
English
Sunting interwiki
Kebijakan privasi
Tentang Wikipedia
Penyangkalan
Pengembang
Cookie statement
Tampilan seluler
Begitulah Squad latar belakang di balik terjadinya pemberontakan Andi Azis. Pada ahirnya
pihak pemerintah menghasilkan kesepakatan-kesepakatan hasil perundingan dengan pihak
KNIL. Nah, kalian juga bisa nih diskusi bersama pelajar-pelajar se-Indonsia juga dibantu oleh
tutor yang berpengalaman di bidangnya, semua itu bisa kalian akses melalui Ruangguru
digitalbootcamp. So, sebagai generasi penerus bangsa kita tidak boleh melupakan sejarah.
Setelah Andi Azis keluar dari sekolah yang didudukinya, ia meneruskan perjalanannya ke
Lyceum sampai tahun 1944. Di dalam hatinya, Andi sebenarnya ingin memasuki sekolah
kemiliteran di Belanda untuk menjadi seorang prajurit. Akan tetapi niatnya untuk masuk ke
dalam sekolah militer tidak terlaksana karena pecahnya Perang Dunia ke II. Karena niat
bulatnya untuk masuk kemiliteran, akhirnya Andi Azis masuk ke Koninklijk Leger dan ia
ditugaskan untuk masuk ke dalam tim pasukan bawah tanah untuk melawan Tentara
Penduduk Jerman (Nazi).
Di daratan Inggris, Andi Azis mengikuti latihan pasukan komando yang bertempat di sebuah
kamp sekitar 70 kilometer di luar London. Setelah sekian lama berlatih di kamp tersebut,
akhirnya Andi Azis lulus dari latihan komando tersebut dengan pujian sebagai seorang
Prajurit Komando. Seterusnya pada tahun 1945 (tahun di mana Negara Indonesia Merdeka),
Andi Azis mengikuti pendidikan Sekolah calon Bintara di Negara Inggris dan akhirnya ia
menjadi Sersan Kadet. Pada Bulan Agustus 1945 Andi Azis ditempatkan di dalam sebuah
komando Perang Sekutu di India, berpindah-pindah ke Colombo, dan tempat singgah
terakhirnya di Calcutta. Sama seperti Halim Perdana Kusuma, Andi Azis juga seorang Warga
Negara Indonesia yang turut serta dalam Perang Dunia ke II di front Barat Eropa.
Setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu, akhirnya Andi Azis diperbolehkan
untuk memilih tugas dan mempertimbangkan apakah ia akan masuk ke dalam satuan sekutu
yang akan bertugas di Jepang atau memilih untuk masuk ke dalam kelompok yang akan
ditugaskan di gugus selatan Negara Indonesia. Setelah di pikir-pikir bahwa sudah 11 tahun ia
tidak jumpa dengan orang tuanya di Sulawesi Selatan, akhirnya dengan tegas ia memutuskan
untuk ikut satuan yang akan bertugas di gugus selatan Indonesia, dengan harapan ia bisa
bersatu kembali bersama orang tuanya di Makassar.
Pada tanggal 19 Januari 1946 kelompoknya mendarat di daratan pulau Jawa (Jakarta), waktu
itu Andi Azis menjabat sebagai komandan regu, dan kemudian di tugaskan di Cilinding. Pada
tahun 1947-an ia mendapatkan kesempatan libur/cuti panjang ke Makassar dan mengakhiri
dinas militer. Setelah Andi Azis tahu bahwa dia mendapatkan cuti panjang, maka ia segera
kembali lagi ke Jakarta dan mengikuti pendidikan kepolisian di Menteng Pulo. Pada
pertengahan tahun 1947, ia dipanggil lagi untuk masuk ke dalam satuan KNIL dan diberi
jabatan/pangkat Letnan Dua.
Selanjutnya Andi Azis diangkat sebagai Ajudan Senior Sukowati (Presiden NIT), dan setelah
hampir satu setengah tahun ia menjabat sebagai Ajudan, kemudian ia ditugaskan menjadi
seorang instruktur pasukan SSOP di Bandung-Cimahi pada tahun 1948. Setelah itu, ia dikirim
lagi ke Makasar dan diangkat sebagai Komandan kompi dengan pangkat Letnan Satu dan 125
anak buahnya (KNIL) yang sudah berpengalaman dan kemudian masuk ke TNI (Tentara
Nasional Indonesia). Di dalam barisan TNI (APRIS) kemudian Andi Azis dinaikkan
pangkatnya menjadi seorang kapten dan tetap memegang kendali kompi yang dipimpinnya.
Kompi tersebut tidak banyak mengalami perubahan anggotanya.
Anggota kompi yang dipimpinya itu bukanlah anggota sembarangan, mereka memiliki
kemampuan tempur di atas standar pasukan regular TNI dan Belanda. Pada saat itu di daerah
Bandung-Cimahi terdapat banyak prajurit Belanda yang sedang dilatih untuk persiapan agresi
militer Belanda II. Di tempat tersebut ada dua macam pasukan khusus Belanda yang sedang
dilatih. Di antara pasukan khusus itu adalah pasukan komando (Baret Hijau) dan pasukan
penerjun (Baret Merah). Sesuai dengan pengalamannya di front Eropa, kemungkinana Andi
Azis melatih para pasukan Komando tersebut dengan kemampuan yang di milikinya.
Pemberontakan di bawah naungan Andi Azis ini terjadi di Makassar yang diawali dengan
adanya konflik di Sulawesi Selatan pada bulan April 1950. Kekacauan yang berlangsung di
Makassar ini terjadi karena adanya demonstrasi dari kelompok masyarakat yang anti federal,
mereka mendesak NIT supaya segera menggabungkan diri dengan RI. Sementara itu di sisi
lain terjadi sebuah konflik dari kelompok yang mendukung terbentuknya Negara Federal.
Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya kegaduhan dan ketegangan di masyarakat.
Untuk menjaga keamanan di lingkungan masyarakat, maka pada tanggal 5 April 1950
pemerintah mengutus pasukan TNI sebanyak satu Batalion dari Jawa untuk mengamankan
daerah tersebut. Namun kedatangan TNI ke daerah tersebut dinilai mengancam kedudukan
kelompok masyaraat pro-federal. Selanjutnya para kelompok masyarakat pro-federal ini
bergabung dan membentuk sebuah pasukan “Pasukan Bebas” di bawah komando kapten
Andi Azis. Ia menganggap bahwa masalah keamanan di Sulawesi Selatan menjadi tanggung
jawabnya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa lata belakang pemberontakan Andi Azis adalah :
Pada tanggal 5 April 1950, anggota pasukan Andi Azis menyerang markas Tentara Nesional
Indonesia (TNI) yang bertempat di Makassar, dan mereka pun berhasil menguasainya.
Bahkan, Letkol Mokoginta berhasil ditawan oleh pasukan Andi Azis. Akhirnya, Ir.P.D Diapri
(Perdana Mentri NIT) mengundurkan diri karena tidak setuju dengan apa yang sudah
dilakukan oleh Andi Azis dan ia digantikan oleh Ir. Putuhena yang pro-RI. Pada tanggal 21
April 1950, Sukawati yang menjabat sebagai Wali Negara NIT mengumumkan bahwa NIT
bersedia untuk bergabung dengan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
Untuk menanggulangi pemberontakan yang di lakukan oleh Andi Azis, pada tanggal 8 April
1950 pemerintah memberikan perintah kepada Andi Azis bahwa setiap 4 x 24 Jam ia harus
melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang sudah ia
lakukan. Untuk pasukan yang terlibat dalam pemberontakan tersebut diperintahkan untuk
menyerahkan diri dan melepaskan semua tawanan. Pada waktu yang sama, dikirim pasukan
yang dipimpin oleh A.E. Kawilarang untuk melakukan operasi militer di Sulawesi Selatan.
Tanggal 15 April 1950, Andi Azis pergi ke Jakarta setelah didesak oleh Sukawati, Presiden
dari Negara NIT. Namun karena keterlambatannya untuk melapor, Andi Azis akhirnya
ditangkap dan diadili untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, sedangkan untuk
pasukan TNI yang dipimpin oleh Mayor H. V Worang terus melanjutkan pendaratan di
Sulawesi Selatan. Pada tanggal 21 April 1950, pasukan ini berhasil menguasai Makassar
tanpa adanya perlawanan dari pihak pemberontak.
Pada Tanggal 26 April 1950, anggota ekspedisi yang dipimpin oleh A.E Kawilarang
mendarat di daratan Sulawesi Selatan. Keamanan yang tercipta di Sulawesi Selatan-pun tidak
berlangsung lama karena keberadaan anggota KL-KNIL yang sedang menunggu peralihan
pasukan APRIS keluar dari Makassar. Para anggota KL-KNIL memprovokasi dan
memancing emosi yang menimbulkan terjadinya bentrok antara pasukan KL-KNIL dengan
pasukan APRIS.
Pertempuran antara pasukan APRIS dengan KL-KNIL berlangsung pada tanggal 5 Agustus
1950. Kota Makassar pada saat itu sedang berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
karena terjadinya peperangan antara pasukan KL-KNIL dengan APRIS. Pada pertempuran
tersebut pasukan APRIS berhasil menaklukan lawan, dan pasukan APRIS-pun melakukan
strategi pengepungan terhadap tentara-tentara KNIL tersebut.
Tanggal 8 Agustus 1950, pihak KL-KNIL meminta untuk berunding ketika menyadari bahwa
kedudukannya sudah tidak menguntungkan lagi untuk perperang dan melawan serangan dari
lawan. Perundingan tersebut akhirnya dilakukan oleh Kolonel A.E Kawilarang dari pihak RI
dan Mayor Jendral Scheffelaar dari pihak KL-KNIL. Hasil perundingan kedua belah
pihakpun setuju untuk menghentikan baku tembak yang menyebabkan terjadinya kegaduhan
di daerah Makassar tersebut, dan dalam waktu dua hari pasukan KNIL harus meninggalkan
Makassar.
Pada tanggal 30 Januari 1984 seluruh keluarga dari Andi Azis diselimuti oleh duka yang
mendalam karena kepergian sang Kapten, Andi Abdoel Azis. Di usianya yang sudah
menginjak 61 Tahun, ia meninggal di Rumah Sakit Husada Jakarta karena serangan jantung
yang dideritanya. Andi Azis meninggalkan seorang Istri dan jenasahnya diterbangkan dari
Jakarta Ke Sulawesi Selatan, lalu dimakamkan di pemakaman keluarga Andi Djuanna Daeng
Maliungan yang bertempat di desa Tuwung, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Dalam
suasana duka, mantan Presiden RI, BJ. Habibie beserta istrinya Hasri Ainun, mantan Wakil
Presiden RI, Try Sutrisno dan para anggota perwira TNI turut berduka cita dan hadir dalam
acara pemakaman Andi Azis.
Kapten Andi Abdoel Azis, ia adalah seorang pemberontak yang tidak pernah menyakiti dan
membunuh orang untuk kepentingan pribadinya. Ia hanyalah korban propaganda dari
Belanda, karena kebutaannya terhadap dunia politik. Andi Azis adalah seorang militer sejati
yang mencoba untuk mempertahankan kesatuan Negara Republik Indonesia pada masa itu,
dan dalam kesehariannya, seorang Andi Azis cukup dipandang dan dihargai oleh masyarakat
suku Bugis Makassar yang bertempat tinggal di Tanjung Priok, Jakarta. Disanalah Andi Azis
diakui sebagai salah satu sesepuh yang selalu dimintai nasehat oleh para penduduk tentang
bagaimana cara menjadikan suku Bugis Makassar supaya tetap dalam keadaan rukun dan
sejahtera.
Andi Azis dikenal juga sebagai orang yang murah hati dan suka menolong. Ia selalu berpesan
kepada anak-anak angkatnya bahwa “Siapapun boleh dibawa masuk ke dalam rumahnya
kecuali 3 jenis manusia yaitu pemabuk, penjudi, dan pemain perempuan.
Seorang Andi Azis patut kita jadikan sebagai bahan pembelajaran bahwa kita selama hidup di
dunia ini jangan terlalu percaya sama apa yang orang lain katakan, percayalah kepada hati
nurani, jangan terlalu percaya sama orang lain karena orang itu belum tentu bisa mengajak
kita ke jalan yang benar dan mungkin malah mengajak kita untuk berbuat salah. Maka dari
itu, alangkah lebih baiknya kita harus berwaspada dan berhati-hati dalam mempercayai orang
lain.
Semoga artikel mengenai Pemberontakan Andi Azis menambah wawasan kita. Terima kasih
anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.
Pemberontakan ini berlangsung di Ujungpandang pada tanggal 5 April 1950. Tujuannya ingin
mempertahankan negara Indonesia Timur. Andi Azis dibantu oleh Sultan Hamid II dan
Belanda. Tetapi dalam waktu singkat dapat ditumpas oleh Tentara Indonesia dibawah
pimpinan Kolonel Alex Kawilarang. Andi Azis tertangkap dan diadili di Yogyakarta. Setelah
diusut ternyata didalangi oleh Dr. Soumokil.
Pemberontakan Andi Azis terjadi di Makassar, Ujung Pandang, Sulawesi selatan pada
tanggal 5 April 1950, di bawah pimpinan Kapten Andi Azis. Andi Azis seorang mantan
perwira KNIL yang baru saja diterima masuk ke dalam APRIS.
Tujuan pemberontakan Andi Azis adalah untuk mempertahankan keutuhan Negara Indonesia
Timur (NIT). Sedangkan latar belakang pemberontakan Andi Azis karena gerombolan yang
dipimpinnya menolak masuknya pasukan-pasukan APRIS dari TNI.
Pada tanggal 5 April 1950, gerombolan Andi Azis mengadakan penyerangan dan menduduki
tempat-tempat vital dan menawan Panglima Teritorium Indonesia Timur Letnan Kolonel A.J.
Mokoginta.
Setelah batas waktu ultimatum tidak dipenuhi, pemerintah mengirimkan pasukan ekspedisi di
bawah pimpinan Kolonel Alex Kawilarang. Pada tanggal 26 April 1950, seluruh pasukan
mendarat di Makassar dan terjadilah pertempuran.
Pada tanggal 5 Agustus 1950, tiba-tiba Markas Staf Brigade 10/Garuda Makassar dikepung
oleh pengikut Andi Azis, namun berhasil dipukul mundur pihak TNI. Peristiwa ini dikenal
dengan peristiwa 5 Agustus 1950.
Setelah terjadi pertempuran selama dua hari, pasukan yang mendukung gerakan Andi Azis,
yakni KNIL/KL minta berunding. Pada tanggal 8 Agustus 1950 terjadi kesepakatan antara
Kolonel Kawilarang (TNI) dan Mayor Jenderal Scheffelaar (KNIL/KL).
Untuk menjaga keamanan di lingkungan masyarakat, maka pada tanggal 5 April 1950
pemerintah mengutus pasukan TNI sebanyak satu Batalion dari Jawa untuk mengamankan
daerah tersebut. Namun kedatangan TNI ke daerah tersebut dinilai mengancam kedudukan
kelompok masyaraat pro-federal. Selanjutnya para kelompok masyarakat pro-federal ini
bergabung dan membentuk sebuah pasukan “Pasukan Bebas” di bawah komando kapten
Andi Azis. Ia menganggap bahwa masalah keamanan di Sulawesi Selatan menjadi tanggung
jawabnya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa lata belakang pemberontakan Andi Azis adalah :