Anda di halaman 1dari 12

Makalah Sejarah

PRRI/PERMESTA

Disusun Oleh Kelompok 4 :

Alifia Pramudita B
Aswin Rizal Ali
Fachrul Islam Hidayat
Muh. Syaf ri Zainuddin
Nurwahyuni
Ummul Muminin

XII LORD KELVIN

SMA NEGERI 2 PANGKAJENE UNGGULAN KAB. PANGKEP

TAHUN PELAJARAN 2017/2018


1. Latar Belakang Pemberontakan PRRI/PERMESTA

Awal Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI),


dan PERMESTA sebenarnya sudah muncul pada saat menjelang pembentukan
Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tahun 1949 dan pada saat bersamaan
Divisi Banteng diciutkan sehingga menjadi kecil dan hanya menyisakan satu
brigade. Brigade ini pun akhirnya diperkecil lagi menjadi Resimen Infanteri 4
TT I BB. Hal ini memunculkan perasaan kecewa dan terhina pada para perwira
dan prajurit Divisi IX Banteng yang telah berjuang mempertaruhkan jiwa dan
raganya bagi kemerdekaan Indonesia. Pada saat itu juga, terjadi ketidakpuasan
dari beberapa daerah yang berada di wilayah Sumatra dan Sulawesi terhadap
alokasi biaya pembangunan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Kondisi ini
diperparah dengan tingkat kesejahteraan prajurit dan masyarakat yang sangat
rendah.

Ketidakpuasan tersebut akhirnya memicu terbentuknya dewan militer daerah


yaitu Dewan Banteng yang berada di daerah Sumatera Barat pada tanggal 20
Desember 1956. Dewan ini diprakarsai oleh Kolonel Ismail Lengah (mantan
Panglima Divisi IX Banteng) bersama dengan ratusan perwira aktif dan para
pensiunan yang berasal dari Komando Divisi IX Banteng yang telah dibubarkan
tersebut. Letnan Kolonel Ahmad Husein yang saat itu menjabat sebagai
Komandan Resimen Infanteri 4 TT I BB diangkat menjadi ketua Dewan
Banteng. Kegiatan ini diketahui oleh KASAD dan karena Dewan Banteng ini
bertendensi politik, maka KASAD melarang perwira-perwira AD untuk ikut
dalam dewan tersebut. Akibat larangan tersebut, Dewan Banteng justru
memberikan tanggapan dengan mengambil alih pemerintahan Sumatera Tengah
dari Gubernur Ruslan Muloharjo, dengan alasan Ruslan Muloharjo tidak
mampu melaksanakan pembangunan secara maksimal.

Selain Dewan Banteng yang bertempat di daerah Sumatra Barat, di Medan


terdapat juga Dewan Gajah yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolon,
Panglima Tentara dan Teritorium I, pada tanggal 22 Desember 1956. Dan juga
di Sumatra Selatan terbentuknya Dewan Garuda yang dipimpin oleh Letkol
Barlian.

Selain itu pemberontakan ini juga disebabkan karena ada pengaruh dari PKI
terhadap pemerintah pusat dan hal ini menimbulkan terjadinya kekecewaan
pada daerah tertentu. Keadaan tersebut diperparah dengan pelanggaran
konstitusi yang dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berada di dalam pemerintah
pusat, tidak terkecuali Presiden Soekarno.

Selanjutnya, PRRI membentuk Dewan Perjuangan dan tidak mengakui kabinet


Djuanda. Dewan Perjuangan PRRI akhirnya membentuk Kabinet baru yang
disebut Kabinet Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (Kabinet
PRRI). Pembentukan kabinet ini terjadi pada saat Presiden Soekarno sedang
melakukan kunjungan kenegaraan di Tokyo, Jepang. Pada tanggal 10 Februari
1958, Dewan Perjuangan PRRI melalui RRI Padang mengeluarkan pernyataan
berupa “Piagam Jakarta” yang berisi sejumlah tuntutan yang ditujukan kepada
Presiden Soekarno supaya “bersedia kembali kepada kedudukan yang
konstitusional, menghapus segala akibat dan tindakan yang melanggar UUD
1945 serta membuktikan kesediaannya itu dengan kata dan perbuatan…”.
Tuntutan tersebut antara lain :

1. Mendesak kabinet Djuanda supaya mengundurkan diri dan


mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno.
2. Mendesak pejabat presiden, Mr. Sartono untuk membentuk kabinet baru
yang disebut Zaken Kabinet Nasional yang bebas dari pengaruh PKI
(komunis).
3. Mendesak kabinet baru tersebut diberi mandat sepenuhnya untuk bekerja
hingga pemilihan umum yang akan datang.
4. Mendesak Presiden Soekarno membatasi kekuasaannya dan mematuhi
konstitusi.
5. Jika tuntutan tersebut di atas tidak dipenuhi dalam waktu 5×24 jam maka
Dewan Perjuangan akan mengambil kebijakan sendiri.

Setelah tuntutannya di tolak, PRRI membentuk sebuah Pemerintahan dengan


anggota kabinetnya. Pada saat pembangunan Pemerintahan tersebut di mulai,
PRRI memperoleh dukungan dari PERMESTA dan rakyat setempat.

Pada tanggal 2 Maret 1957, di Makasar yang berada di wilayah timur Negara
Indonesia terjadi sebuah acara proklamasi Piagam Perjuangan Republik
Indonesia (PERMESTA) yang diproklamasikan oleh Panglima TT VII, Letkol
Ventje Sumual. Pada hari berikutnya, PERMESTA mendukung kelompok PRRI
dan pada akhirnya kedua kelompok itu bersatu sehingga gerakan kedua
kelompok itu disebut PRRI/PERMESTA. Tokoh-tokoh PERMESTA terdiri dari
beberapa pasukan militer yang diantaranya adalah Letnan Kolonel D.J Samba,
Letnan Kolonel Vantje Sumual, Letnan Kolonel saleh Lahade, Mayor
Runturambi, dan Mayor Gerungan.
2. Tujuan Dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA

Tujuan dari pemberontakan PRRI ini adalah untuk mendorong


pemerintah supaya memperhatikan pembangunan negeri secara menyeluruh,
sebab pada saat itu pemerintah hanya fokus pada pembangunan yang berada di
daerah Pulau jawa. PRRI memberikan usulan atas ketidakseimbangan
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah pusat.
Meskipun alasan yang dilakukan oleh PRRI ini benar, namun cara yang
digunakan untuk mengoreksi pemerintah pusat itu salah. PRRI menuntut kepada
pemerintah pusat dengan nada paksaan, sehingga pemerintah menganggap
bahwa tuntutannya itu bersifat memberontak. Hal tersebut menimbulkan kesan
bagi pemerintah pusat bahwa PRRI adalah suatu bentuk pemberontakan. Akan
tetapi, jika PRRI itu dikatakan sebagai pemberontak, hal ini merupakan
anggapan yang tidak tepat sebab sebenarnya PRRI ingin membenahi dan
memperbaiki sistem pembangunan yang dilakukan pemerintah pusat, bukan
untuk menjatuhkan pemerintahan Republik Indonesia.

Karena ketidakpuasan PRRI terhadap keputusan pemerintah pusat,


akhirnya PRRI membentuk dewan-dewan daerah yang terdiri dari Dewan
Banteng, Dewan Gajah, dan Dewan Garuda. Pada tanggal 15 Februari 1958,
Achmad Husein memproklamasikan bahwa berdirinya Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia dengan Syarifudin Prawiranegara sebagai
perdana menterinya. Proklamasi PRRI tersebut mendapat sambutan hangat dari
masyarakat Indonesia bagian Timur. Tidak lama setelah proklamasi PRRI
dilakukan, pasukan gerakan PERMESTA memutuskan untuk bergabung ke
dalam kelompok PRRI. Dalam rapat raksasa yang diselenggarakan di beberapa
daerah, Kolonel D.J Somba menyatakan bahwa pada tanggal 17 Februari 1958,
Komando Daerah Sulawesi Utara dan Sulawesi tengah menyatakan putus
hubungan dengan pemerintahan pusat dan mendukung PRRI.
3. Jalannya Pemberontakan PRRI/PERMESTA

Sebelum lahirnya PRRI, telah terjadi diskursus antara pusat dengan


daerah. Pada Bulan November 1956, berkumpul di Padang sekitar 600 pejuang
eks-divisi Banteng. Dari pertemuan tersebut mereka membicarakan tentang
tuntutan perbaikan dalam tentara AD dan pemimpin negara. Pertemuan tersebut
menyebabkan terbentuknya dewan-dewan di Sumatera dan Sulawesi. Pada
awalnya, dewan-dewan tersebut dibentuk dalam rangka mengatasi situasi
perpolitikan Indonesia yang semakin mengarah pada perpecahan. Selain itu,
pembentukan dewan-dewan tersebut juga ditujukan untuk mengimbangi
parlemen dalam rangka memajukan pembangunan daerah yang masih tertinggal
sehingga lebih terarah. Dewan-dewan yang di bentuk antara lain :

1. Dewan Gajah yang dipimpin oleh Kol Simbolon di sumatera Utara.


2. Dewan Banteng di sumatera tengah dipimpin oleh Ahmad Husein
3. dewan garuda di Sumatera selatan dipimpin oleh dhlan Djambek.
4. Dewan Manguni di Sulawesi yang dipimpin oleh Kol. Ventje Sumual.

Dewan-dewan tersebut menuntut adanya perimbangan keuangan antara


pusat dan daerah, terutama dalam melaksanakan eksploitasi hasil bumi. Namun
dengan adanya berbagai sebab seperti yang telah di uraikan di atas, maka dalam
perkembangannya bersifat agresif dan bertindak mencari kesalahan pusat. Hal
tersebut terkait pula dengan pemberhentian Kol. Simbolon. Pemecatan tersebut
terkait dengan keterlibatannya dalam peristiwa penyelundupan di Teluk Nibung.

Melalui dewan gajah tersebut, Kol. Simbolon menentang pemerintah


pusat yaitu dengan pernyataan:

1. Melepaskan hubungan sementara dengan pemerintah pusat


2. Mulai tanggal 22 Desember 1956 tidak lagi mengakui Kabinet Djuanda.
3. Mulai tanggal 22 Desember 1956 mengambil alih pemerintahan di wilayah
tertera dan tetorium I

Melalui pengumuman tersebut maka resmilah bahwa PRRI berjalan di


Sumatera Utara. Pada tanggal 24 Desember 1956 mengeluarkan keputusan
melalui Keputusan Presiden No.200/1956 yang menyatakan bahwa karesidenan
Sumatera Timur dan Tapanuli, serta semua perairan yang mengelilingnya
dinyatakan dalam darurat perang (SOB).
Kericuhan juga terjadi di Sulawesi. Pada akhir Februari 1957, Panglima
TT-VII Letkol Ventje Sumual mengadakan ”pertemuan pendapat dan ide”
dengan para Staffnya. Pertemuan tersebut melahirkan konsepsi yang isinya
antara lain disebutkan bahwa penyelesaian keamanan harus segera dilaksanakan
agar pembangunan semesta segera dapat dimulai.
Kegiatan selanjutnya adalah mengadakan pertemuan di kantor Gubernur
Makasar yang dihadiri oleh tokoh militer dan sipil pada tanggal 2 Maret 1957.
Pertemuan tersebut melahirkan Piagam Perjuangan Semesta [Permesta] yang
ditandatangani oleh 51 tokoh masyarakat Indonesia Timur. Wilayah gerakan
tersebut meliputi kepulauan Nusa Tenggara dan Maluku.untuk melancarkan
program kerja Permesta, maka Kol. Ventje Sumual menyatakan bahwa daerah
Indonesia Timuur dalam keadaan bahaya [SOB=Staat Van Oorlog en Bleg].
Seluruh pemerintahan daerah diambil alih oleh militer untuk menjaga
ketenteraman rakyat dan demi terlaksananya cita-cita Piagam Perjuangan
Permesta.
Diantara dewan-dewan di daerah terdapat kerjasama dan saling
berhubungan. Para pemimpin pemberontakan di Sumatra mengadakan
pertemuan di Sungai Dareh sekitar 109 kilo meter arah Timur, Padang, pada
tanggal 9-10 Januari 1958. Dalam pertemuan tersebut, telah dilakukan
pertemuan yang dihadiri Letkol Ahmad Hussein, Kolonel Simbolon, Letkol
Ventje Sumual, Letkol Barlian, Kolonel Zulkifli Lubis, Sumitro
Djojohadikusumo, Syafruddin Prawira Negara, Mohammad Natsir dan
Burhanuddin Harahap. Pertemuan itu mengamanatkan forum perwira
pembangkang ini untuk aktif mencari senjata di luar negeri dan untuk
mematangkan rencana pemberontakan, serta membicarakan soal rencana
pemberian ultimatum kepada pemerintah pusat dan pembentukan negara secara
terpisah dari RI jika ultimatum tersebut tidak dipenuhi dalam waktu 5×24 jam.
Isi Ultimatum tersebut antara lain: di bidang pemerintahan dituntut agar
pemerintah memberikan Otonomi yang luas kepada daerah. Pada bidang
pembangunan menuntut agar pemerintah melakukan perbaikan radikal di segala
bidang, sedangkan di bidang militer, dewan Banteng menuntut supaya dibentuk
komandan utama di Sumatera Utara.
Pemerintah menolak dengan tegas ultimatum tersebut, bahkan para
perwira yang terlibat didalamnya justru dipecat oleh Pemerintah Pusat.
Kemudian di Sumatra, kolonel Simbolon membacakan proklamasi
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada 15 Februari 1958,
dengan ibukota di Bukittinggi. Sedangkan Safrudin Prawiranegara diangkat
sebagai Perdana Menteri.
Di Sulawesi, proklamasi PRRI disambut oleh kaum separatis Permesta.
Kol Somba, Komandan Deputi Wilayah Militer Sulawesi Utara dan Tengah
mengumumkan bahwa sejak 17 Februari 1958, mendukung PRRI dan
menyatakan memisahkan diri dari pusat. Permesta menjadi praktis sayap timur
PRRI. Pusat pemberontakan ini berada di Makassar yang pada waktu itu
merupakan ibu kota Sulawesi. Setahun kemudian, pada 1958 markas besar
Permesta dipindahkan ke Manado. Disini timbul kontak senjata dengan pasukan
pemerintah pusat sampai mencapai gencatan senjata. Masyarakat di daerah
Manado waktu itu tidak puas dengan keadaan ekonomi mereka. Pada waktu itu
masyarakat Manado juga mengetahui bahwa mereka juga berhak atas hak
menentukan diri sendiri (self determination).
Para pemimpin Permesta mencari dukungan dari pihak manapun untuk
mencapai tujuannya mengingat keyakinan akan adanya tindakan tegas dari
pemerintah pusat. Berkaitan dengan pengeboman Manado oleh pasukan RI,
maka perwakilan Permesta mengadakan hubungan dengan para pemberontak
Permesta di Filiphina, dan menemui pejabat CIA untuk mendapatkan bantuan
persenjataan. Pemimpin Permesta di Taiwan meminta bantuan kepada
pemerintah setempat untuk mendukung permesta, sehingga mendapat dukungan
dari dinas rahasia Taiwan. Para presiden dari Korea Selatan dan Filiphina juga
memberikan bantuan kepada kaum pemberontak.
4. Dampak dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA bagi
Bangsa Indonesia

Terjadinya PRRI/Permesta membawa luka luar dalam bagi masyarakat di


dalamnya. Di Minang, korban yang jatuh dari pihak PRRI kurang lebih
berjumlah 22.174 jiwa, 4.360 luka-luka, 8.072 ditahan. Dari pihak APRI pusat
jumlah yang meninggal adalah 10.150 jiwa, terdiri dari 2.499 tentara, 956
anggota OPR, 274 Polisi, dan 5.592 orang sipil. Pembangunan fisik yang
selama ini dibangun menjadi hancur. Masyarakat Minang menjadi rendah diri,
muno, lalu cigin ke rantau.
Perubahan kebijakan oleh Pemerintah Pusat terhadap daerah. Dekrit
presiden 5 juli 1959 yang menetapkan kembalinya pemerintahan sesuai dengan
UUD 1945. Dengan berhasil ditumpasnya PRRI/Permesta maka PKI justru
berkembang sebagai kekuatan yang semakin kuat di tubuh TNI AD dan
semakin berpengaruh terhadap Soekarno dalam kaitannya dengan perpolitikan
Indonesia yaitu diakuinya Nasakom [nasionalisme, sosialisme, dan agama].
Dampak selanjutnya adalah menimbulkan kesadaran di kalangan pimpinan
negara bahwa wilayah NKRI terdiri dari kepulauan yang luas dan beraneka
ragam masalah di setiap daerah. Sembohya Binneka tunggal Ika harus dihayati
makna dan hakekatnya. Hak otonomi yang luas memang perlu diberika kepada
setiap daerah agar setia ebijakan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan
masing-masing daerah.
Peristiwa gerakan separatis tersebut menyebabkan jatuhnya kabinet Ali
II pada tanggal 14 Maret 1957 yang ditandai dengan penyerahan mandat dari
Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo kepada Presiden. Kabinet tersebut
digantikan oleh kabinet Djuanda yang secara resmi di bentuk pada tanggal 9
April 1957.
5. Upaya Penumpasan dari Pemberontakan
PRRI/PERMESTA

1. Upaya Diplomatis

Melihat realita yang terjadi, Pemerintah Pusat melakukan berbagai cara


untuk menyelesaikannya. Langkah pertama yang dilakukan oleh Kasad
Nasution terhadap timbulnya awal gejolak pada bulan Desember 1956 adalah
dengan mengeluarkan surat perintah tanggal 2 januari 1957 untuk Kolonel Gatot
Subroto, Kol. Ahmad Yani, Letkol. Sjoeib, Mayor Alwin Nurdin, Ayor Sahala
Hutabarat, dan Mayor Ali Hasan untuk menemui kolo. Simbolon dan para
komandan resimennya untuk mengusahakan agar tidak terjadi bentrok secara
fisik. Namun usaha ini tidak berhasil karena cenderung kontroversif dengan
keadaan. Mayjen Nasution telah melakukan pendekatan terselubung terhadap
bawahan Simbolon sendiri, yaitu Letkol. Djamin Ginting dan Letkol Wahab
Makmur untuk mengambil kedudukan panglima.
Usaha Pemerintah Pusat untuk memenuhi tuntutan daerah yaitu dengan
mengirim sejumlah misi, seperti misi Kol. Dahlan Djambel, menteri pertanian
Eny Karim, Dr.J Leimena/ Sanusi, Prof. Zairin Zein/ Nazir Pamuntjak, dan Kol.
Mokoginta Cs. Misi-misi tersebut ditujukan untuk menyelesaikan masalah di
Sumatera Tengah. Misi tersebut kemudian disusul dengan pembentukan Panitia
Tujuh dan penyelenggaraan Munas serta Musyawarah pembangunan. Namun
semua usaha diplomatis yang dilakukan Pemerintah Pusat tidak berhasil.

2. Tindakan dari RI terhadap PRRI dan Permesta secara


Bersenjata

Penolakan terhadap ultimatum PRRI oleh Pusat diikuti dengan


pemboman terhadap Padang dan daerah kantong pemberontakan lainnya.
Kemudian pemberontakan terang-terangan terjadi di Sumatera dan diikuti oleh
Permesta di Sulawesi. Setelah melihat situasi tersebut, pemerintah Pusat
melakukan upaya lebih lanjut dengan operasi militer. Operasi tersebut antara
lain :

a. Operasi yang dilaksanakan di Sumatera

1) Operasi tegas dilaksanakan pada 12 Maret 1958 di Sumatra Timur.


2) 16 April 1958, pengiriman pasukan dalam ”Operasi 17 Agustus” di bawah
Kolonel Achmad Yani, yang dibantu oleh seorang perwira Angkatan Darat AS,
Benson. Tanggal 17 April, pasukan Yani telah menguasai Padang sepenuhnya.
3) Operasi Sapta Marga dibawah Brigadir Jenderal Jatikusuma dengan sasaran
Sumatera Timur dan Sumatera Utara.
4) Operasi Sadar dibawah pimpinan Letkol. Ibnu Sutowo dengan daerah sasaran
Sumatera Selatan.

b. Pemecatan terhadap para pemimpin pemberontakan dari


jajaran militer Indonesia, dan dilaksanakan Operasi Marga pada
bulan April untuk menumpas Permesta.

1) Operasi Sapta Marga I dibawah pimpinan Letkol. Soemarsono dengan


sasaran Sulawesi Tengah
2) Operasi Sapta Marga II dibawah pimpinan Letkol. Agus Pramono dengan
sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan
3) Operasi Sapta Marga III dibawah pimpinan Letkol. Magenda dengan sasaran
sebelah Utara Menado.
4) Operasi Sapta Marga IV dibawah pimpinan Letkol. Rukminto Hendraningrat
dengan sasaran Sulawesi Utara
5) Operasi Sapta Marga V dibawah pimpinan Pieters dengan sasaran Jailolo.
6) Operasi Sapta Marga VI dibawah pimpinan Letkol. KKO. H.H W. Huhnhloz
dengan sasaran Murotai

6. Akhir dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA


Pemberontakan di Sumatra dapat dengan mudah ditumpas oleh
pemerintah. Mereka tidak melakukan perlawanan yang berarti. Pasukan banyak
yang melarikan diri, bersebunyi dan menyerah. Para tentara kebanyakan dari
para pelajar dan mahasiswa yang belum berpengalaman dalam perang. Tawaran
Soekarno dan Nasution tentang pemberian amnesti, abolisi dan rehabilitasi
diterima oleh mereka.
7. Tokoh-Tokoh PRRI/PERMESTA

Inilah tokoh-tokoh yang ikut serta dalam melangsungkan pemberontakan


PRRI/PERMESTA, tokoh-tokoh tersebut di antaranya adalah.
Letnan Kolonel Ahmad Husein
Pejabat-Pejabat Kabinet PRRI, yakni: Mr. Syarifudin Prawiranegara yang
menjabat sebagai Menteri Keuangan. Mr. Assaat Dt. Mudo yang menjabat
sebagai Menteri Dalam negeri. Dahlan Djambek sempat memegang jabatan itu
sebelum Mr. Assaat tiba di Padang. Mauludin Simbolon sebagai Menteri Luar
Negeri. Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo menjaba sebagai Menteri
Perhubungan dan Pelayaran. Moh Syafei menjabat sebagai Menteri PKK dan
Kesehatan. J.F Warouw menjabat sebagai Menteri Pembangunan. Saladin
Sarumpet menjabat sebagai Menteri Pertanian dan Pemburuhan. Muchtar
Lintang menjabat sebagai Menteri Agama. Saleh Lahade menjabat sebagai
Menteri Penerangan. Ayah Gani Usman Menjabat Sebagai Menteri Sosial.
Dahlan Djambek menjabat sebagai Menteri Pos dan Telekomunikasi.

1. Mayor Eddy Gagola


2. Kolonel Alexander Evert Kawilarang
3. Kolonel D.J Somba
4. Kapten Wim Najoan
5. Mayor Dolf Runturambi
6. Letkol Ventje Sumual

8. Kesimpulan
Referensi :
http://hard-stnp.blogspot.co.id/2012/09/makalah-prripermesta.html

https://www.scribd.com/doc/168183077/Makalah-Sejarah-kelas-XII-SMA-Permesta-PRRI

http://www.nafiun.com/2014/03/peristiwa-pemberontakan-prripermesta.html

Anda mungkin juga menyukai