LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Nn. D
Umur : 22 tahun
Pekerjaan :Mahasiswa
Agama : Hindu
Pendidikan : D3
II. ANAMNESIS
KeluhanUtama :
sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Benjolannya makin lama makin
membesar. Benjolan terasa sangat nyeri, nyeri memberat bila tersentuh, saat
berjalan dan saat duduk. Rasa sakit berkurang bila dalam posisi berbaring
dan tidak memakai celana ketat. Benjolan tidak gatal. Pasien juga mengeluh
17
kekuning-kuningan, banyak dan berbau dalam beberapa bulan terakhir.
Pasien juga mengeluh demam 3 hari sebelum masuk rumah sakit namun
Riwayat Haid :
Riwayat sosial :
Kesadaran : Composmentis
Nadi : 76x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,6oC
18
IV. STATUS GENERALISATA
1. Pemeriksaan Kepala
2. Pemeriksaan Mata
Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, edema palpebra-/-, secret -/-
3. Pemeriksaan Telinga
4. Pemeriksaan Hidung
Deformitas (-), nafas cuping hidung (-), epistasis (-), discharge (-).
Sianosis (-), bibir pecah-pecah (-), stomatitis (-), hiperemis pada faring (-).
6. Pemeriksaan Thorak
Perkusi : Sonor
tunggal
7. Pemeriksaan Abdomen
Perkusi : Timpani
19
8. Pemeriksaan Genitalia
3cm
9. Pemeriksaan Ekstremitas
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin (25 oktober 2017)
Leukosit 15,1 x103/μL
VI. RESUME
Pasien wanita usia 22 tahun datang ke IGD Kebidanan RS Undata
dengan keluhan edema regio labia, dialami sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit, benjolan membesar secara progresif, terasa sangat nyeri, nyeri
memberat bilater sentuh, saat berjalan dan saat duduk. Rasa sakit berkurang
bila dalam posisi berbaring dan tidak memakai celana ketat. Pasien juga
20
mengeluh mengalami leukorhea, kekuning-kuningan, banyak dan berbau
dalam beberapa bulan terakhir. Pasien juga mengeluh febris 3 hari sebelum
masuk rumah sakit namun sudah minum obat antipiretik dan febris
minora dextra meluaske labia mayora dextra, bentuk sferis. Teraba massa
lunak, berfluktuasi, nyeri tekan (+), teraba lebih hangat dibandingkan daerah
:15,1 x103/μL.
VII. DIAGNOSIS
Kista bartolini
IX. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
IVFD RL 20 tpm
Ambroxol 3x 1 tab
21
Non Medikamentosa:
Rencanainsisi + marsupialisasi
FOLLOW UP
FOLLOW UP (26 Oktober 2017)
S : Nyeri bagian kemaluan (+), demam (-), pusing (-), batuk (+)berdahak,
O :Ku : sedang
Kesadaran : komposmentis
N: 80 x/m S : 35,6 °C
P : IVFD RL 20 tpm
Ambroxol 3x 1 tab
Diagnosis : Bartolinitis
22
FOLLOW UP (27 Oktober 2017)
S : Nyeri bagian kemaluan kanan (+), keluar darah bercampur nanah dari
benjolan sedikit setelah batuk, batuk (+) berdahak, demam (-), pusing (-),
O :Ku : sedang
Kesadaran : komposmentis
N: 88 x/m S : 36,5 °C
A :Abses bartolini
P : IVFD RL 20 tpm
Ambroxol 3x 1 tab
7
Dokumentasi
S : Nyeri luka operasi (+), batuk (+), demam (-), pusing (-), BAK biasa, BAB
lancar
O :Ku : sedang
Kesadaran : komposmentis
TD: 120/80 mmHg P: 18 x/m
N: 88 x/m S : 36,5 °C
Konjungtiva anemis -/-
A : Post inisisi dan marsupialisasi H1
7
P : IVFD RL 20 tpm
Ambroxol 3x 1 tab
S : Nyeri luka operasi (+), batuk (+), demam (-), pusing (-), BAK biasa, BAB
lancar
O :Ku : sedang
Kesadaran : komposmentis
N: 88 x/m S : 36,5 °C
P :Cefadroxil 2 x 500 mg
Sangobiat 1 x 1 tablet
Ambroxol 3x 1 tab
7
BAB II
PEMBAHASAN
bagian dasar labia minor. Pada kasus ini pasien berusia 22 tahun mengeluhkan
benjolan yang membesar dan sangat nyeri di labia minora dextra serta
kuningan, banyak dan berbau dalam beberapa bulan terakhir. Terdapat riwayat
febris 3 hari sebelum masuk rumah sakit namun membaik dengan obat
mengalami infeksi pada kelenjar bartolini selain itu dari riwayat higienitas pasien
termasuk memiliki status higienitas yang buruk terbukti dari riwayat keputihan
yang berlangsung dalam beberapa bulan terakhir. Keadaan ini dapat menjadi
media yang baik bagi mikrobakteri untuk hidup sehingga menimbulkan sumbatan
dengan teori tanda dan gejala kelenjar bartholini yang telah terinfeksi. Keluhan
pasien pada umumnya adalah adanya benjolan, nyeri saat berjalan, duduk,
beraktifitas fisik, atau berhubungan seksual, dapat terjadi ruptur spontan, teraba
7
massa unilateral pada labia mayor sebesar telur ayam, lembut, dan berfluktuasi,
atau terkadang tegang dan keras, umumnya tidak disertai demam, kecuali jika
ditandai dengan adanya perabaan kelenjar limfe pada inguinal, biasanya ada sekret
yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan melalui hubungan seksual. Pada
pasien ini terdapat riwayat febris dan ruptur spontan namun riwayat hubungan
seksual disangkal oleh pasien. Febris merupakan salah satu respon tubuh terhadap
suatu kondisi infeksi, kondisi infeksi ini juga diperkuat dengan hasil pemeriksaan
x103/μL.
Pada bartholinitis akut, kelenjar membesar, merah, nyeri dan lebih panas
dari daerah sekitarnya. Isinya cepat menjadi nanah yang dapat keluar melalui
abses yang kadang-kadang dapat menjadi sebesar telur bebek. Jika belum menjadi
abses, keadaan bisa diatasi dengan antibiotik, jika sudah bernanah akan mencari
jalan sendiri atau harus dikeluarkan dengan sayatan. Radang pada kelenjar
bartholin dapat terjadi berulang-ulang dan akhirnya dapat menjadi menahun dalam
Tatalaksana operatif yang dilakukan pada pasien ini adalah tindakan insisi
kecuali kalau terjadi rupture spontan. Pada pasien ini telah terjadi ruptur spontan
8
namun hanya pada sebagian kecil bagian lesi sehingga insisi tetap dilakukan
hanya digunakan pada kista bartholin. Namun sekarang digunakan juga untuk
yang baru sebagai alternatif lain dari pemasangan word kateter. Keuntungan dari
dapat diketahui secara pasti dari hasil pengecatan gram maupun kultur pus dari
abses kelenjar bartholin. Namun pada pasien ini pemeriksaan tersebut tidak
dilakukan. Namun terapi yang diberikan untuk mengobati infeksi dan gejala pada
pasien ini sesuai dengan teori bahwa antibiotik yang bisa digunakan adalah
antibiotik yang berspektrum luas dan diberikan anti nyeri untuk mengurangi
keluhan nyeri pada pasien ini. Diberikan terapi sebelum operasi antibiotik
terhadap bakteri gram-negatif, efficacy yang lebih rendah terhadap bakteri gram-
positif, dan efficacy yang lebih tinggi terhadap bakteri resisten. Setelah operasi
obat antibiotik yang diberikan Cefadroxil 2 x 1, serta obat anti nyeri asam
tablet hanya ditujukan untuk mengobati gejala batuk yang dikeluhkan oleh pasien.
9
Edukasi yang perlu diberikan pada pasien sebelum pulang dapat berupa
edukasi untuk melakukan perawatan luka dengan baik dan menjaga higienitas diri
terutama daerah genital. Menurut teori jika abses dengan didrainase dengan baik
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Abses bartholin umumnya terjadi pada usia reproduktif
2. Penegakan diagnosis Abses Bartholin di dapatkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
3. Tatalaksana dari Abses bartholin dapat berupa medikamentosa dan
pembedahan
B. Saran
Pasien dengan Abses bartholin dapat di lakukan kultur pus untuk menetukan
antibiotik yang tepat sesuai dengan bankteri penyebabnya.
11
DAFTRA PUSTAKA
1. Sunarko,M. Kista dan Abses Bartholin. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan
58.
12