Anda di halaman 1dari 15

BAB I

LAPORAN KASUS

Tanggal Pemeriksaan : 25 oktober 2017

Ruangan : IGD Kebidanan RS UNDATA

Jam : 15.30 WITA

I. IDENTITAS
Nama : Nn. D

Umur : 22 tahun

Alamat : Jl. Tonaroa

Pekerjaan :Mahasiswa

Agama : Hindu

Pendidikan : D3

II. ANAMNESIS
KeluhanUtama :

Benjolan di kemaluan terasa nyeri.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke IGD kebidanan Rumah Sakit Undata dengan keluhan

timbul benjolan di bibir kemaluan sebelah kanan. Benjolannya mulai timbul

sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Benjolannya makin lama makin

membesar. Benjolan terasa sangat nyeri, nyeri memberat bila tersentuh, saat

berjalan dan saat duduk. Rasa sakit berkurang bila dalam posisi berbaring

dan tidak memakai celana ketat. Benjolan tidak gatal. Pasien juga mengeluh

mengalami keputihan, mula-mula keputihan warna putih kental, kadang

17
kekuning-kuningan, banyak dan berbau dalam beberapa bulan terakhir.

Pasien juga mengeluh demam 3 hari sebelum masuk rumah sakit namun

sudah minum obat parasetamol dan demam turun.Batuk (+) berdahak

dialami sejak 2 hari sebelum masuk RS.

Riwayat Penyakit Terdahulu:

Riwayat yang serupa : Disangkal

Riwayat alergi : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang sakit serupa

Riwayat Haid :

Haid pertama kali usia 15 tahun

Menstruasi tidak teratur, kadang 2 bulan sekali

Lama menstruasi 5-6 hari

Haid terakhir bulan Agustus

Warna merah, tak berbau,

Riwayat sosial :

Riwayat ganti-ganti pasangan/hubungan sexual ? (disangkal)

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaanumum : Baik

Kesadaran : Composmentis

Vital Sign : TD : 110/80 mmHg

Nadi : 76x/menit

Respirasi : 20x/menit

Suhu : 36,6oC

18
IV. STATUS GENERALISATA
1. Pemeriksaan Kepala

Bentuk normochepal dan simetris, rambut warna hitam, tidak mudah

dicabut, tidak mudah rontok, tidak ada nyeri tekan.

2. Pemeriksaan Mata

Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, edema palpebra-/-, secret -/-

3. Pemeriksaan Telinga

Deformitas (-), nyeritekan (-), otore (-), discharge (-).

4. Pemeriksaan Hidung

Deformitas (-), nafas cuping hidung (-), epistasis (-), discharge (-).

5. Pemeriksaan Mulut dan Faring

Sianosis (-), bibir pecah-pecah (-), stomatitis (-), hiperemis pada faring (-).

6. Pemeriksaan Thorak

Inspeksi : Bentuk dada simetris, pergerakan simetris

Palpasi : Pergerakan simetris,nyeri (-)

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Paru : rhonki(-), wheezing(-) jantung : S1/S2

tunggal

7. Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi :Luka bekas operasi (-)

Perkusi : Timpani

Palpasi :Nyeri tekan (-), massa teraba (-)

Auskultasi :Peristaltik (+) kesan normal, Aorta abdominalis (+)

19
8. Pemeriksaan Genitalia

Inspeksi : Tampak massa berfluktuasi dan hiperemis di labia minora

dextra meluas ke labia mayora dextra

Palpasi : Teraba massa lunak, berfluktuasi, nyeri tekan (+), teraba

lebih hangat dibandingkan daerah sekitarnya. Ukuran 5 x

3cm

9. Pemeriksaan Ekstremitas

Superior : deformitas (-), akral dingin (-/-)

Inferior : deformitas (-), akral dingin (-/-)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin (25 oktober 2017)
Leukosit 15,1 x103/μL

Eritrosit 3,58 x106/μL

Hemoglobin 13,2 g/dL

Platelet 263 x103/μL

Clotting Time 7 menit 30 detik

Bleeding Time 3 menit 30 detik

VI. RESUME
Pasien wanita usia 22 tahun datang ke IGD Kebidanan RS Undata

dengan keluhan edema regio labia, dialami sejak 1 minggu sebelum masuk

rumah sakit, benjolan membesar secara progresif, terasa sangat nyeri, nyeri

memberat bilater sentuh, saat berjalan dan saat duduk. Rasa sakit berkurang

bila dalam posisi berbaring dan tidak memakai celana ketat. Pasien juga

20
mengeluh mengalami leukorhea, kekuning-kuningan, banyak dan berbau

dalam beberapa bulan terakhir. Pasien juga mengeluh febris 3 hari sebelum

masuk rumah sakit namun sudah minum obat antipiretik dan febris

membaik. Batuk (+) berdahak sejak 2 hari SMRS.Riwayat haid sebelumnya

tidak teratur, kadang 2 bulan sekali.

Pemeriksaan fisik pasien menujukkan keadaan umum sakit sedang,

composmentis,tanda vital TD :110/80 mmHg, N 76x/mnt, R 20x/mnt, S

36,6oC. Status genitalia :tampak massa berfluktuasi dan hiperemis di labia

minora dextra meluaske labia mayora dextra, bentuk sferis. Teraba massa

lunak, berfluktuasi, nyeri tekan (+), teraba lebih hangat dibandingkan daerah

sekitarnya. Ukuran 5 x 3cm. Pemeriksaan darah rutin menunjukkan WBC

:15,1 x103/μL.

VII. DIAGNOSIS

Abses kelenjar bartolini

VIII. DIAGNOSIS BANDING

Kista bartolini

Kista sebaceous terinfeksi

IX. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :

IVFD RL 20 tpm

Inj. Ceftriaxone 1gr/8 jam

Inj. Ketorolac 1 amp/8jam

Ambroxol 3x 1 tab

21
Non Medikamentosa:

Rencanainsisi + marsupialisasi

FOLLOW UP
FOLLOW UP (26 Oktober 2017)

S : Nyeri bagian kemaluan (+), demam (-), pusing (-), batuk (+)berdahak,

BAK biasa, BAB lancar

O :Ku : sedang

Kesadaran : komposmentis

TD: 120/80 mmHg P: 18 x/m

N: 80 x/m S : 35,6 °C

Konjungtiva anemis -/-

A :Abses kelenjar bartolini

P : IVFD RL 20 tpm

Inj. Ceftriaxone 1gr/8 jam

Inj. Ketorolac 1 amp/8jam

Ambroxol 3x 1 tab

Hasil USG 13 Agustus 2016, pkl. 22.00 WITA

Kesan USG ginekologi dalam batas normal

Diagnosis : Bartolinitis

Pro insisi + Marsupialisasi

22
FOLLOW UP (27 Oktober 2017)

S : Nyeri bagian kemaluan kanan (+), keluar darah bercampur nanah dari

benjolan sedikit setelah batuk, batuk (+) berdahak, demam (-), pusing (-),

BAK biasa, BAB lancar

O :Ku : sedang

Kesadaran : komposmentis

TD: 120/90 mmHg P: 18 x/m

N: 88 x/m S : 36,5 °C

Konjungtiva anemis -/-

Pemeriksaan genitalia :Pada labia mayora dekstra tampak discharge

darah, berwarna merah segar,pus (-)

A :Abses bartolini

P : IVFD RL 20 tpm

Inj. Ceftriaxone 1gr/8 jam

Inj. Ketorolac 1 amp/8jam

Ambroxol 3x 1 tab

Rencana insisi + marsupialisasi

7
Dokumentasi

FOLLOW UP (28 oktober 2017)

S : Nyeri luka operasi (+), batuk (+), demam (-), pusing (-), BAK biasa, BAB
lancar
O :Ku : sedang
Kesadaran : komposmentis
TD: 120/80 mmHg P: 18 x/m
N: 88 x/m S : 36,5 °C
Konjungtiva anemis -/-
A : Post inisisi dan marsupialisasi H1

7
P : IVFD RL 20 tpm

Inj. Ceftriaxone 1gr/8 jam

Inj. Ketorolac 1 amp/8jam

Ambroxol 3x 1 tab

FOLLOW UP (30 oktober 2017)

S : Nyeri luka operasi (+), batuk (+), demam (-), pusing (-), BAK biasa, BAB

lancar

O :Ku : sedang

Kesadaran : komposmentis

TD: 120/80 mmHg P: 18 x/m

N: 88 x/m S : 36,5 °C

Konjungtiva anemis -/-

A : Post inisisi dan marsupialisasi H2

P :Cefadroxil 2 x 500 mg

Asam mefenamat 3 x 500 mg

Sangobiat 1 x 1 tablet

Ambroxol 3x 1 tab

Rencana pulang besok

7
BAB II
PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis sebagai abses kelenjar bartolini,

Bartholinitis merupakan infeksi kelenjar bartholini yang letaknya bilateral pada

bagian dasar labia minor. Pada kasus ini pasien berusia 22 tahun mengeluhkan

benjolan yang membesar dan sangat nyeri di labia minora dextra serta

mengganggu aktivitas, Pasien juga mengeluh mengalami leukorhea, kekuning-

kuningan, banyak dan berbau dalam beberapa bulan terakhir. Terdapat riwayat

febris 3 hari sebelum masuk rumah sakit namun membaik dengan obat

antipiretik. Pada pemeriksaan genitalia tampak massa berfluktuasi di labia minora

dextra, hiperemis, teraba hangat dibanding daerah lainnya konsistensi kenyal

dengan ukuran 5 x 3cm dan nyeri tekan (+).

Usia pasien merupakan usia produktif dan beresiko tinggi untuk

mengalami infeksi pada kelenjar bartolini selain itu dari riwayat higienitas pasien

termasuk memiliki status higienitas yang buruk terbukti dari riwayat keputihan

yang berlangsung dalam beberapa bulan terakhir. Keadaan ini dapat menjadi

media yang baik bagi mikrobakteri untuk hidup sehingga menimbulkan sumbatan

dan infeksi pada kelenjar bartolini.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang diperoleh telah sesuai

dengan teori tanda dan gejala kelenjar bartholini yang telah terinfeksi. Keluhan

pasien pada umumnya adalah adanya benjolan, nyeri saat berjalan, duduk,

beraktifitas fisik, atau berhubungan seksual, dapat terjadi ruptur spontan, teraba

7
massa unilateral pada labia mayor sebesar telur ayam, lembut, dan berfluktuasi,

atau terkadang tegang dan keras, umumnya tidak disertai demam, kecuali jika

terinfeksi dengan mikroorganisme yang ditularkan melalui hubungan seksual atau

ditandai dengan adanya perabaan kelenjar limfe pada inguinal, biasanya ada sekret

di vagina, kira-kira 4 sampai 5 hari pasca pembengkakan, terutama jika infeksi

yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan melalui hubungan seksual. Pada

pasien ini terdapat riwayat febris dan ruptur spontan namun riwayat hubungan

seksual disangkal oleh pasien. Febris merupakan salah satu respon tubuh terhadap

suatu kondisi infeksi, kondisi infeksi ini juga diperkuat dengan hasil pemeriksaan

penunjang berupa peningkatan jumlah leukosit diatas normal yakni sebesar15,1

x103/μL.

Pada bartholinitis akut, kelenjar membesar, merah, nyeri dan lebih panas

dari daerah sekitarnya. Isinya cepat menjadi nanah yang dapat keluar melalui

duktusnya, atau jika duktus tersumbat, mengumpul di dalamnya dan menjadi

abses yang kadang-kadang dapat menjadi sebesar telur bebek. Jika belum menjadi

abses, keadaan bisa diatasi dengan antibiotik, jika sudah bernanah akan mencari

jalan sendiri atau harus dikeluarkan dengan sayatan. Radang pada kelenjar

bartholin dapat terjadi berulang-ulang dan akhirnya dapat menjadi menahun dalam

bentuk kista bartholin.

Tatalaksana operatif yang dilakukan pada pasien ini adalah tindakan insisi

abses dan marsupialisasi. Menurut referensi abses bartholin memerlukan drainage

kecuali kalau terjadi rupture spontan. Pada pasien ini telah terjadi ruptur spontan

8
namun hanya pada sebagian kecil bagian lesi sehingga insisi tetap dilakukan

sepanjang lesi tersebut. Banyak literatur menyebutkan tindakan marsupialisasi

hanya digunakan pada kista bartholin. Namun sekarang digunakan juga untuk

abses kelenjar bartholin karena memberi hasil yang sama efektifnya.

Marsupialisasi adalah suatu tehnik membuat muara saluran kelenjar bartholin

yang baru sebagai alternatif lain dari pemasangan word kateter. Keuntungan dari

marsupialisasi adalah komplikasi lebih kecil dari ekstirpasidan fungsi lubrikasi

dipertahankan. Komplikasi berupa dispareuni, hematoma, infeksi.

Pemberian antibiotik seharusnya disesuaikan dengan bakteri penyebab yang

dapat diketahui secara pasti dari hasil pengecatan gram maupun kultur pus dari

abses kelenjar bartholin. Namun pada pasien ini pemeriksaan tersebut tidak

dilakukan. Namun terapi yang diberikan untuk mengobati infeksi dan gejala pada

pasien ini sesuai dengan teori bahwa antibiotik yang bisa digunakan adalah

antibiotik yang berspektrum luas dan diberikan anti nyeri untuk mengurangi

keluhan nyeri pada pasien ini. Diberikan terapi sebelum operasi antibiotik

Ceftriaxone 1 gram/12 jam/IV dan anti nyeri berupa Ketorolac 1 Ampul/8jam/IV.

Ceftriaxone adalah sefalosporin generasi ketiga dengan efisiensi spectrum luas

terhadap bakteri gram-negatif, efficacy yang lebih rendah terhadap bakteri gram-

positif, dan efficacy yang lebih tinggi terhadap bakteri resisten. Setelah operasi

obat antibiotik yang diberikan Cefadroxil 2 x 1, serta obat anti nyeri asam

mefenamat 3 x 500mg dan sangobiat sebagai vitamin. Pemberian obat ambroxol

tablet hanya ditujukan untuk mengobati gejala batuk yang dikeluhkan oleh pasien.

9
Edukasi yang perlu diberikan pada pasien sebelum pulang dapat berupa

edukasi untuk melakukan perawatan luka dengan baik dan menjaga higienitas diri

terutama daerah genital. Menurut teori jika abses dengan didrainase dengan baik

dan kekambuhan dicegah, prognosisnya baik. Tingkat kekambuhan umumnya

dilaporkan kurang dari 20%.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Abses bartholin umumnya terjadi pada usia reproduktif
2. Penegakan diagnosis Abses Bartholin di dapatkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
3. Tatalaksana dari Abses bartholin dapat berupa medikamentosa dan
pembedahan
B. Saran
Pasien dengan Abses bartholin dapat di lakukan kultur pus untuk menetukan
antibiotik yang tepat sesuai dengan bankteri penyebabnya.

11
DAFTRA PUSTAKA

1. Sunarko,M. Kista dan Abses Bartholin. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan

Kelamin , Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Vol 1, No 1. 2010;52-

58.

2. Hill DA. Management of Bartholin Gland Cysts and Abscesse. J Am Fam

Physician. 2001; 11-5

12

Anda mungkin juga menyukai