Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I

STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien


a. Nama/ jenis kelamin/ umur: Tn. R/ Laki-laki/ 58 tahun
b. Pekerjaan/pendidikan : Pedagang Ikan
c. Alamat : RT. 24 Cempaka Putih

1.2 Latar belakang sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga


a. Status perkawinan : Sudah menikah
b. Jumlah anak : 2 orang
c. Status ekonomi keluarga : Menengah ke bawah
d. Kondisi Rumah :
Pasien tinggal di rumah permanen luas ± 10 m x 5 m dengan dinding
tembok, lantai keramik, atap genteng. Rumah pasien terdiri dari 1 ruang
tamu, 1 ruang keluarga, 1 ruang tidur. 1 Dapur dan 1 kamar mandi yang
dipakai bersama di bagian belakang. Pasien tinggal bersama istri dan 1
orang cucunya sedangkan anak dan cucu lainnya tinggal di rumah yang
berbeda. Sumber air untuk keperluan sehari-hari seperti mencuci,
memasak dan air minum yang dimasak berasal dari PDAM. Air yang
digunakan jernih, tidak berasa, dan tidak berbau. Sumber penerangan
berasal dari PLN. Pencahayaan alamiah dan ventilasi kurang memadai,
jendela hanya berada pada bagian ruang tamu. Jamban yang digunakan
adalah jamban leher angsa (jongkok) dengan sistem pembuangan
mengalir ke septic tank di bagian belakang rumah.

e. Kondisi Lingkungan di Sekitar rumah :


Rumah pasien berdempetan dengan rumah tetangga. Kondisi lingkungan
sekitar lembab dan berdebu.

1.3 Aspek Perilaku dan Psikologis dalam Keluarga


Pasien merupakan mantan pedangan ikan di angso duo dan sering pulang
larut malam dan kembali bekerja dini hari. Pasien telah berhenti bekerja
sejak 3 tahun yang lalu dan hanya beraktivitas di rumah membantu
berjualan dengan membuka toko kelontong. Hubungan antar anggota
keluarga cukup harmonis. Hubungan dengan tetangga juga tidak ada
2

masalah. Pasien tidak memiliki kebiasaan mencuci tangan menggunakan


sabun.

1.4 Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan bengkak pada tungkai
bawah hingga kaki kanan yang memberat sejak ±5 hari sebelum datang ke
puskesmas.

1.5 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan bengkak pada tungkai bawah hingga kaki
kanan yang memberat sejak ±5 hari sebelum datang ke puskesmas. Bengkak
dirasa terus menerus, nyeri (+) saat pasien berdiri ataupun berjalan, kemerahan
(+) panas (+) riwayat trauma (-). Keluhan disertai demam yang dirasakan naik
turun dan hilang timbul. Demam tidak disertai menggigil. Pasien hanya
mengkonsumsi Paracetamol 2 kali sehari, demam berkurang namun timbul
kembali. Mual (-) muntah (-) BAK normal. BAB normal. Pasien juga memiliki
kebiasaan pergi ke daerah kumpe mengunjungi keluarganya 3 kali seminggu.
Bengkak pada kaki kanan dirasakan sejak ±15 tahun yang lalu. Awalnya
pasien mengeluhkan kaki kanan terasa membesar, kemerahan, panas, dan nyeri.
Keluhan disertai demam yang dirasakan hilang timbul. Pasien mengkonsumsi
paracetamol, demam berkurang namun kaki masih terasa nyeri dan kemerahan.
Pasien tidak pernah berobat untuk keluhan tersebut. Pasien masih dapat
beraktivitas dan bekerja.
Sejak ±5 tahun yang lalu, pasien merasakan bengkak pada kaki kanan
semakin membesar dan semakin nyeri sehingga mengganggu aktivitas pasien
untuk berjalan dan bekerja. Pasien lalu berkunjung ke puskesmas simpang
kawat, diberi obat DEC 3 kali sehari dan parasetamol. Pasien lalu dianjurkan
untuk melakukan kontrol ulang tiap bulannya.

1.6 Riwayat Penyakit Dahulu


Keluhan yang sama sebelumnya (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat penyakit ginjal (-)
Riwayat alergi makanan dan obat (-)

1.7 Riwayat Penyakit Keluarga


Keluhan yang sama (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
3

Riwayat alergi makanan dan obat (-)

1.8 Pemeriksaan Fisik


Tanda-tanda vital
1. Keadaan Umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : compos mentis
3. Tekanan Darah : 130/80 mmHg
4. Nadi : 80 x/i, isi dan tegangan cukup
5. Pernafasan : 20 x/menit
6. Suhu : 37,9°C
7. Berat Badan : 80 kg
8. Panjang Badan : 165 cm
9. Status Gizi : Obesitas I (IMT 29,38)
10. CRT : < 2 detik
Pemeriksaan Generalisata
 Kepala : Normocepal
 Mata : CA(-), SI (-), Isokor, RC (+/+)
 Telinga : Nyeri tekan (-), bengkak (-)
 Hidung : Deformitas (-), napas cuping hidung (-), Sekret
jernih (-/-), mukosa cavum nasi hiperemis (-/-)
 Mulut : Bibir kering (-) sianosis(-)
 Tenggorok : Tonsil T1/T1, cavum oris hiperemis(-), faring
hiperemis (-)
 Leher : Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)
 Thorak
Pulmo

Pemeriksaan Kanan Kiri

Inspeksi Simetris, retraksi iga (-) Simetris, retraksi iga (-)

Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal

Perkusi Sonor Sonor

Auskultasi Vesikuler (+) Vesikuler (+)


Wheezing (-), rhonki (-) Wheezing (-), rhonki (-)

Jantung

Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi Ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicula kiri, thrill


(-)
4

Perkusi Batas Jantung


Atas : ICS II Linea parasternalis kiri
Kanan : ICS IV Linea parasternalis kanan
Kiri : ICS IV linea midklavikula kiri

Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :

Inspeksi Datar, massa (-), jaringan parut (-), petekie (-)

Palpasi Nyeri tekan (-) defans muscular (-), hepatomegali (-),


splenomegali

Perkusi Timpani

Auskultasi Bising usus (+) normal

Ekstremitas
Superior : Akral hangat, sianosis (-), edem (-)
Inferior
Sinistra : Akral hangat, sianosis (-), edem (-)
Dekstra :
Inspeksi : Akral hangat, sianosis (-), edem (+) kemerahan (+)
Palpasi : pitting edem (-) panas, konsistensi kenyal, fluktuasi
(-) permukaan kasar

1.9 Pemeriksaan Penunjang


5

1.10 Pemeriksaan Penunjang Anjuran

 SADT

1.11 Diagnosa Kerja

Elephantiasis e.c Filariasis Grade 3 (B74.9)

1.12 Diagnosis banding

1.13 Manajemen

a. Promotif :
 Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit yang diderita pasien
 Menjelaskan kepada pasien untuk menjaga imunitas tubuh pasien
dengan cukup beristirahat dan makan makanan bergizi
 Menjelaskan kepada untuk menghindari berpergian ke daerah
endemik
 Apabila ditemukan luka segera diberi antibiotik dan anti jamur

b. Preventif
 Pemberantasan nyamuk dewasa
 Pemberantasan jentik nyamuk
 Mencegah gigitan nyamuk

c. Kuratif
Non Farmakologi
 Istirahat di tempat tidur, kaki ditempatkan lebih tinggi dan
dilakukan pengikatan pada daerah pembendungan
 Edukasi cara membersihkan tungkai dengan air dan sabun terutama
di daerah lipatan kulit dan sela jari
 Mencegah terjadinya gigitan nyamuk, dengan pemakaian lotion
anti nyamuk
6

 Ekstremitas digerakkan secara teratur untuk melancarkan aliran


darah
 Menjaga kebersihan kuku, memakai alas kaki, mengobati luka kecil
dengan krim antiseptik atau antibiotik

 Konsumsi makanan dengan nutrisi rendah lemak, tinggi protein dan


asupan cairan tinggi

Farmakologi :
 Paracetamol 3x500 mg (p.o)
 DEC 3 x 100 mg (p.o)
 Rujuk spesialis bedah

Obat Tradisional
HERBAL UNTUK ANALGETIK-ANTIPIRETIK
1. Jambu mede
 Anacardium occidentale L
 Bagian yang digunakan: Daun
 Efek Samping Dosis tinggi (ekstrak > 6 g/kg BB)
menunjukkan efek toksik berupa asthenia, anoreksia, diare, dan
sinkop
 Posologi 1 x 1 sachet (10 g serbuk)/hari, rebus dengan 2 gelas
air sampai menjadi 1 gelas.
2. Sambiloto
 Sambiloto Andrographis paniculata (Burm
 Bagian yang digunakan Herba
 Efek Samping: Alergi pada pasien yang peka terhadap
famili Acanthaceae. Dosis besar menimbulkan rasa tidak
enak di abdomen, vomitus dan anoreksia, mungkin karena
rasa pahit andrographolide.
 Posologi 4 x 1 kapsul (300 mg ekstrak)/hari.

d. Rehabilitatif
 Menaati nasihat dokter dan patuh mengkonsumsi obat.
 Jika keluhan tidak membaik atau justru timbul penyulit seperti demam
tidak turun dalam 5 hari, timbul bintik kemerahan pada kulit atau
7

perdarahan dan timbul sesak, segera akses fasilitas pelayanan kesehatan


terdekat.

Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi


Puskesmas Simpang Kawat Puskesmas Simpang Kawat
Payo Lebar Kec. Jelutung Kota Jambi Payo Lebar Kec. Jelutung Kota Jambi
dr. Nadya Nurbany Rafman dr. Nadya Nurbany Rafman
SIP. 19011996 SIP. 19011996
STR. 1001215 STR. 1001215

Resep puskesmas Resep ilmiah

Pro : Pro :
Umur : Umur :
BB : BB :
Alamat: Alamat:
8

Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi


Puskesmas Simpang Kawat Puskesmas Simpang Kawat
Payo Lebar Kec. Jelutung Kota Jambi Payo Lebar Kec. Jelutung Kota Jambi
dr. Nadya Nurbany Rafman dr. Nadya Nurbany Rafman
SIP. 19011996 SIP. 19011996
STR. 1001215 STR. 1001215

Pro :
Umur : Pro :
BB : BAB II Umur :
Alamat: BB :
Alamat:
TINJAUAN PUSTAKA
9

2.1 DEFINISI

Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria Wuchereria


bancrofti, Brugia malayi atau B. timori. Parasit ini ditularkan pada tubuh manusia
melalui gigitan nyamuk Armigeres, Mansonia, Culex, Aedes dan Anopheles yang
mengandung larva stadium III atau (L3). Ketika masih dalam bentuk larva dan
mikrovilia, cacing ini berada di dalam darah. Pada saat berubah menjadi cacing
dewasa, cacing-cacing ini akan menyerang pembuluh limfatik sehingga
menyebabkan kerusakan parah dan pembengkakan. Jika tidak segera diobati,
penyakit ini dapat menyebabkan cacat berupa pembesaran kaki, lengan dan alat
kelamin.1,2

2.2 ETIOLOGI

Penyebab utama Filariasis limfatik :3,4,5

1. Filaria bancrofti (Wuchereria bancrofti)


Filariasis bancrofti adalah infeksi yang disebakan oleh Wuchereria
bancrofti. Cacing dewasa hidup di dalam kelenjar dan saluran limfe,
sedangkan mikrofilaria ditemukan di dalam darah. Secara klinis, infeksi
bias terjadi tanpa gejala atau manifestasinya berupa peradangan dan
sumbatan saluran limfe. Manusia merupakan satu-satunya hospes yang
diketahui. Wuchereria bancrofti akan mencapai kematangan seksual
dikelenjar dan saluran limfe. Cacing dewasa berwarna putih, kecil seperti
benang. Cacing jantan berukran 40 mm x 0,2 mm, sedangkan cacing
betina berukuran dua kali cacing jantan yaitu 80-100 mm x 0.2-0.3 mm.
2. Filaria malayi (Brugia malayi)
Penyebab Filariasis Malayi adalah filaria Brugia malayi. Cacing dewasa
jenis ini memiliki ukuran panjang 13-33 mm dengan diaameter 70-80
mikrometer. Sedangkan cacing betinanya berukuran panjang 43-55 mm
dan berdiameter 130-170 mikrometer.
3. Timor microfilaria (Brugia timori)
Penyebab penyakit ini adalah filaria tipe Brugia timori. Cacing jantan
berukuran panjang 20 mm dengan diameter 70-80 mikrometer. Sedangkan
10

yang betina berukuran panjang 30 mm dengan diameter 100 mikrometer.


Filaria tipe ini terdapat di daerah Timor, pulau Rote, Flores dan beberapa
pulau sekitarnya.
Cacing dewasa hidup di dalam saluran dan kelenjar limfe. Vektornya
adalah Anopheles barbirostis. Mikrofilarianya menyerupai mikrofilaria
Brugia Malayi, yaitu lekuk badannya patah-patah dan susunan intinya
tidak teratur, perbedaannya terletak di dalam hal : 1,2,6
1. Panjang kepala sama dengan 3x lebar kepala
2. Ekornya mempunyai 2 inti tambahan, yang ukurannya lebih kecil
daripada inti-inti lainnya dan letaknya lebih berjauhan bila
dibandingkan dengan letak inti tambahan Brugia malayi.
3. Sarungnya tidak mengambil warna pulasan Giemsa
4. Ukurannya lebih panjang daripada mikrofilaria Brugia malayi.
Mikrofilaria bersifat periodik nokturnal.

Filariasis limfatik ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles spp.,Culex spp.,


Aedes spp. dan Mansonia spp.

Penyebab Filariasis subkutan:7,8

1. Onchorcercia spp
Penyebab penyakit ini adalah Onchocerca volvulus. Juga dikenal sebagai
hanging groins, leopard skin, river blindness, atau sowda. Gejala klinis
akibat adanya microfilaria di kulit dan termasuk pruritus, bengkak
subkutaneous, lymphadenitis, dan kebutaan
Cacing dewasa berukuran panjang 10-42 mm dengan diameter 130-210
mikrometer. Sedangkan cacing betina berukuran panjang 33,5-50 mm
dengan diameter 270-400 mikrometer.
Cacing dewasa berada dalam nodulus di jaringan subkutis atau lebih
dalam, biasanya timbul di daerah pelvis, temporal dan daerah occipital.
Mikrofilarianya dapat ditemukan didalam jaringan subkutis, darah tepi,
urine dan sputum.
2. Loaiasis
Penyababnya adalah cacing Loa loa. Cacing jantan memiliki panjang 30-
34 mm dan lebar 0,35-0,43 mm. Sedangkan cacing betina loa-loa
11

berukuran 40-70 mm dengan lebar 0,5 mm. Lalat buah mangga atau
deerflies dari Chrysops diduga sebagai vektor dari penyakit loaiasis.

2.3 EPIDEMIOLOGI

Menurut WHO, lebih dari sekitar 1 milyar orang di sekitar 80 negara


beresiko tertular filariasis. Sementara di Indonesia sekitar 100 juta orang beresiko
tertular penyakit ini. Pada anak-anak, pengaruh penyebaran parasit filaria
berkembang dengan lambat namun, pembengkakan kelenjar getah bening dapat
diamati sejak dini yaitu di usia dua tahun. Perkembangan penyakit ini terhadap
anak perempuan dapat tampak di usia 13 tahun, sementara pada anak laki-laki
penyakit ini dapat terdeteksi di usia 11 tahun. Hingga saat ini WHO telah
menetapkan Kesepakatan Global untuk pemberantasan penyakit ini secara
bertahap sejak tahun 2002.4,9
Di Indonesia penyakit Kaki Gajah tersebar luas hampir di seluruh propinsi.
Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak
1553 desa di 647 Puskesmastersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi
yang endemis, dengan jumlah kasuskronis 6233 orang. Hasil survei laboratorium,
melalui pemeriksaan darah jari, rata-ratamikrofilaria rate (Mf rate) 3,1 %, berarti
sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang
mempunyai resiko tinggi untuk ketularan karena vektornya tersebar luas. Untuk
memberantas penyakit ini sampai tuntas.10
2.4 MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala filariasis bancrofti sangat berbeda dari satu daerah
endemik dengan daerah endemic lainnya. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan
oleh perbedaan intensitas paparan terhadap vektor yang infektif diantara daerah
endemic tersebut.
Asymptomatic amicrofilaremia, adalah suatu keadaan yang terjadi apabila
seseorang yang terinfeksi mengandung cacing dewasa, namun tidak ditemukan
mikriofilaria didalam darah, atau karena microfilaremia sangat rendah sehingga
tidak terdeteksi dengan prosedur laboratorium yang biasa.3,6
12

Asymptomatic microfilaremia, pasien mengandung microfilaremia yang berat


tetapi tanpa gejala sama sekali.
Manifestasi akut, berupa demam tinggi (demam filarial atau elefantoid),
menggigil dan lesu, limfangitis dan limfadenitis yang berlangsung 3-15 hari, dan
dapat terjadi beberapa kali dalam setahun. Pada banyak kasus, demam filarial
tidak menunjukan microfilaremia. Limfangitis akan meluas kedaerah distal dari
kelenjar yang terkena tempat cacing ini tinggal. Limfangitis dan limfadenitis
berkembang lebih sering di ekstremitas bawah dari pada atas. Selain pada tungkai,
dapat mengenai alat kelamin, (tanda khas infeksi W.bancrofti) dan payudara.3,6
Manifestasi kronik, disebabkan oleh berkurangnya fungsi saluran limfe terjadi
beberapa bulan sampai bertahun-tahun dari episode akut. Gejala klinis bervariasi
mulai dari ringan sampai berat yang diikuti dengan perjalanan penyakit obstruksi
yang kronis. Tanda klinis utama yaitu hydrocele, limfedema, elefantiasis dan
chyluria, meningkat sesuai bertambahnya usia.3,6
Manifestasi genital, di banyak daerah, gambaran kronis yang terjadi adalah
hydrocele. Selain itu dapat dijumpai epedidimitis kronis, funikulitis, edem karena
penebalan kulit skrotum, sedangkan pada perempuan bisa dijumpai limfedema
vulva. Limfedema dan elefantiasis ekstremitas, episode limfedema pada
ekstremitas akan menyebabkan elefantiasis di daerah saluran limfe yang terkena
dalam waktu bertahun-tahun. Lebih sering terkena ekstremitas bawah. Pada
W.bancrofti, infeksi didaerah paha dan ekstremitas bawah sama seringnya,
berbeda dengan B.malayi yang hanya mengenai ekstremitas bawah saja.3,6
Progresivitas filarial limfedema dibagi atas 3 derajat (WHO) :3,6
Derajat 1 : Limfedema umumnya bersifat edem pitting, hilang dengan
spontan bila kaki dinaikan.
Derajat 2 : Limfedema umumnya edem nonpitting, tidak secara spontan
hilang dengan menaikan kaki.
Derajat 3 : Limfedema (elefantiasis),volume edem non fitting bertambah
dengan dermatosclerosis dan lesi papillomatous.

2.5 PATOFISIOLOGI
13

Penularan ke manusia melalui gigitan vektor nyamuk (Mansonia dan


Anopheles). Bila manusia digigit maka microfilaria akan menempel di kulit dan
menembus kulit melalui luka tusuk dan melalui sistem limfe ke kelenjar getah
bening. Cacing yang sedang hamil akan menghasilkan microfilaria. Cacing
tersebut muncul dalam darah dan menginfeksi kembali serangga yang menggigit.3
Pada manusia, masa pertumbuhan penularan filariasis belum diketahui
secara pasti, tetapi diduga ± 7 bulan. Microfilaria yang terisap oleh nyamuk
melepaskan sarungnya di dalam lambung, menembus dinding lambung dan
bersarang diantara otot-otot torax. Mula-mula parasit ini memendek, bentuknya
menyerupai sosis dan disebut larva stadium I. dalam waktu ± seminggu, larva ini
bertukar kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang dan disebut larva
stadium II. Pada hari ke 10 dan selanjutnya, larva ini bertukar kulit sekali lagi,
tumbuh makin panjang dan lebih kurus dan disebut larva stadium III. Larva ini
sangat aktif dan sering bermigrasi mula-mula ke rongga abdomen kemudia ke
kepala dan alat tusuk nyamuk.3,9
Bila nyamuk yang mengandung larva stadium III ini menggigit manusia,
maka larva tersebut secara aktif masuk melalui luka tusuk ke dalam tubuh hospes
dan bersarang di saluran limpah setempat. Di dalam tubuh hospes, larva ini
mengalami dua kali pergantian kulit, tumbuh menjadi larva stadium IV, stadium V
atau stadium dewasa. Umur cacing dewasa filarial 5-10 tahun. Cara penularan
filariasis melalui gigitan nyamuk Culex fatigans, Armigeres, Aedes, Anopheles,
dan Mansonia.3,9,10,11

Seseorang dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah apabila orang
tersebut digigit nyamuk yang terinfektif yaitu nyamuk yang mengandung larva
infektif atau larva stadium III (L3). Nyamuk tersebut mendapat cacing filaria
kecil(mikrofilaria) sewaktu menghisap darah penderita yang mengandung
mikrofilaria atau binatang reservoar yang mengandung mikrofilaria.8,9,12
14

Gambar 1. Siklus Hidup W. Bancrofti.9

Brugia timori ditularkan oleh An. barbirostris. Didalam tubuh nyamuk


betina, mikrofilaria yang terisap waktu menghisap darah akan melakukan
penetrasi pada dinding lambung dan berkembang dalam otot thorax hingga
menjadi larva filariform infektif, kemudian berpindah ke proboscis. Saat nyamuk
menghisap darah, larva filariform infektif akan ikut terbawa dan masuk melalui
lubang bekas tusukan nyamuk di kulit. Larva infektif tersebut akan bergerak
mengikuti saluran limfa dimana kemudian akan mengalami perubahan bentuk
sebanyak dua kali sebelum menjadi cacing dewasa.7

2.6 GAMBARAN KLINIS


1. Gambaran klinis akut filariasis, berupa :12,13
1. Demam berulang ulang selama 3-5 hari. Demam dapat hilang bila
istirahat dan timbul lagi setelah bekerja berat.
15

2. Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah


lipatan paha, ketiak (lymphadentitis) yang tampak kemerahan, panas
dan sakit.

3. Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit
menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan ke arah ujung
(retrograde lymphangitis).

4. Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar


getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.

5. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, kantong zakar yang terlihat


agak kemerahan dan terasa panas (Early Imphodema). 3,7,12

2. Gambaran kronis Filariasis berupa :


Pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah
dada, buah zakar (elephantiasis skroti). Gejala klinis filariasis disebabkan oleh
cacing dewasa pada sistem limfatik dan oleh reaksi hiperresponsif berupa
occult filariasis. Dalam perjalanan penyakit filariasis bermula dengan
adenolimfangitis akuta berulang dan berakhir dengan terjadinya obstruksi
menahun dari sistem limfatik. Perjalanan penyakit tidak jelas dari satu stadium
ke stadium berikutnya tetapi bila diurut dari masa inkubasi maka dapat dibagi
menjadi :3,7,12

1. Masa prepaten

Masa prepaten, masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya


mikrofilaremia berkisar antara 37 bulan. Hanya sebagian saja dari penduduk di
daerah endemik yang menjadi mikrofilaremik, dan dari kelompok mikrofilaremik
inipun tidak semua kemudian menunjukkan gejala klinis. Terlihat bahwa
kelompok ini termasuk kelompok yang asimtomatik amikrofi laremik dan
asimtomatik mikrofilaremik.

2. Masa inkubasi
16

Masa inkubasi, masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya


gejala klinis berkisar antara 8-16 bulan.

3. Gejala klinik akut

Gejala klinik akut merupakan limfadenitis dan limfangitis disertai panas


dan malaise. Kelenjar yang terkena biasanya unilateral. Penderita dengan gejala
klinis akut dapat amikrofi laremik maupun mikrofilaremik.

Filariasis bancrofti pembuluh limfe alatkelamin laki-laki sering terkena disusul


funikulitis, epididimitis dan orchitis. Adenolimfangitis inguinal atau aksila, sering
bersama dengan limfangitis retrograd yang umumnya sembuh sendiri dalam 3-15
hari dan serangan terjadi beberapa kali dalam setahun.

Filariasis brugia Limfadenitis paling sering mengenai kelenjar inguinal, sering


terjadi setelah bekerja keras. Kadang-kadang disertai limfangitis retrograd.
Pembuluh limfe menjadi keras dan nyeri dan sering terjadi limfedema pada
pergelangan kaki dan kaki. Penderita tidak mampu bekerja selama beberapa hari.
Serangan dapat terjadi 12 x/tahun sampai beberapa kali perbulan. Kelenjar limfe
yang terkena dapat menjadi abses, memecah, membentuk ulkus dan meninggalkan
parut yang khas, setelah 3 minggu 3 bulan.

4. Gejala menahun

Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut pertama.


Mikrofilaria jarang ditemukan pada stadium ini, sedangkan adenolimfangitis
masih dapat terjadi. Gejala menahun ini menyebabkan terjadinya cacat yang
mengganggu aktivitas penderita serta membebani keluarganya.

Filariasis bancrofti hidrokel paling banyak ditemukan. Di dalam cairan


hidrokel ditemukan mikrofilaria. Limfedema dan elefantiasis terjadi di seluruh
tungkai atas, tungkai bawah, skrotum, vulva atau buah dada, dan ukuran
pembesaran di tungkai dapat 3 kali dari ukuran asalnya.

Chyluria terjadi tanpa keluhan, tetapi pada beberapa penderita


menyebabkan penurunan berat badan dan kelelahan.
17

Filariasis brugia elefantiasis terjadi di tungkai bawah di bawah lutut dan


lengan bawah, sedang ukuran pembesaran ektremitas tidak lebih dari 2 kali
ukuran asalnya.

2.7 DIAGNOSIS
Didaerah endemis, bila ditemukan adanya limfedema di daerah ekstremitas
disertai dengan kelainan genital laki-laki pada penderita dengan usia lebih dari 15
tahun, bila tidak ada sebab lain seperti trauma atau gagal jantung kongestif
kemungkinan filariasis sangat tinggi.13
Pemeriksaan laboratorium dapat berupa :6
1. Identifikasi mikrofilaria dari darah, cairan hidrokel atau walau sangat jarang
dari cairan tubuh lain. Bila sangat diperlukan dapat dilakukan
Diethylcarbamazine provocative test.
2. Identifikasi cacing dewasa pada pembuluh limfe skrotum dan dada wanita
dengan memakai high frequency ultrasound dan teknik Doppler, cacing
dewasa terlihat bergerak-gerak ( filaria dance sign ) dalam pembuluh limfe
yang berdilatasi. Pemeriksaan ini selain memerlukan peralatan canggih juga
sulit mengidentifikasi cacing dewasa di tempat lain.
3. Identifikasi antigen filaria (circulating filarial antigen / CFA) dengan
teknik : ELISA, Rapid Immu-nochromatography Card. Pemeriksaan ini
memberikan nilai sensitifitas dan spesifitas yang tinggi
4. Identifikasi DNA mikrofilaria melalui pemeriksaan PCR
5. Identifikasi antibodi spesifik terhadap filaria : sedang dikembangkan lebih
lanjut karena hasil dari penelitian awal menunjukkan nilai spesifitas yang
kurang. Penelitian mengenai deteksi antifilaria IgG4 memberi perbaikan
akan kinerja uji identiifikasi antibodi terhadap filaria karena reaksi silang
terhadap antigen cacing lain relatif kecil. Perbaikan kinerja juga
diperlihatkan bila reagen yang dipakai berupa antigen rekombinan yang
spesifik untuk filaria. Uji identifikasi antibodi ini penting untuk menapis
penderita filariasis yang disebabkan oleh Brugia spp. karena uji identifikasi
antigen untuk jenis cacing tersebut belum ada yang memuaskan.6
18

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan leukositosis dengan eosinofilia
sampai 10-30%. Cacing filaria dapat ditemukan dengan pengambilan darah tebal
atau tipis pada waktu malam hari antara jam 10 malam sampai jam 2 pagi yang
dipulas dengan pewarnaan Giemsa atau Wright. Dengan pemeriksaan sediaan
darah jari yang diambil pukul mulai 20.00 malam waktu setempat. Seseorang
dinyatakan sebagai penderita filariasis, apabila dalam sediaan darah tebal
ditemukan mikrofilaria.14

2.9 DIAGNOSIS BANDING


Infeksi bakteri, tromboflebitis atau trauma dapat mengacaukan Filarial
Adeno limfadenitis Akut, Tuberkolosis, Lepra, Sarkoidosis dan penyakit sistemik
granulomatous lainnya seringkali dikacaukan dengan filariasis.3

2.10 PENATALAKSANAAN
Terapi filariasis bertujuan untuk mencegah atau memperbaiki perjalanan
penyakit. Obat antifilaria berupa Diethylcarbamazine citrate (DEC) dan
Ivermectine. DEC memiliki khasiat anti mikrofilaria dan mampu membunuh
cacing dewasa, Ivermectine merupakan anti mikrofilaria yang kuat tapi tidak
memiliki efek makrofilarisida. 6

Diethylcarbamazine citrate ( DEC )


Diethylcarbamazine merupakan senyawa sintetis turunan piperazine,
dipasarkan dalam bentuk senyawa garam sitrat ( DEC ).DEC tidak memiliki efek
mematikan yang langsung terhadap mikrofilaria tetapi dengan merubah struktur
permukaan larva sehingga mudah dikeluarkan dari jaringan tubuh dan
membuatnya lebih mudah dihancurkan oleh sistim pertahanan tuan rumah. Efek
mematikan terhadap cacing dewasa secara in vivo dapat ditunjukkan melalui
pemantauan ultrasonografi, namun mekanisme pastinya belum diketahui.6,15
Dosis 6 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis, setelah makan, selama 12 hari,
pada Tropical Pulmonary Eosinophylia (TPE) pengobatan diberikan selama tiga
minggu. Pengobatan dapat diulang 6 bulan kemudian bila masih terdapat
mikrofilaremia atau masih menunjukkan gejala. Efek samping bisa terjadi sebagai
19

reaksi terhadap DEC atau reaksi terhadap cacing dewasa yang mati. Reaksi
terhadap DEC dapat berupa sakit kepala,malaise,anoreksia,rasa
lemah,mual,muntah, dan pusing. Reaksi tubuh terhadap protein yang dilepaskan
pada saat cacing dewasa mati dapat terjadi beberapa jam setelah pengobatan,
didapat 2 bentuk yang mungkin terjadi yaitu reaksi sistemik dan reaksi lokal.4,5
Reaksi sistemik dapat berbentuk demam,sakit kepala, nyeri
badan,pusing,anoreksia,malaise dan muntah-muntah. Reaksi sistemik cenderung
berhubungan dengan intensitas infeksi. Reaksi lokal berbentuk
limfadenitis,abses,dan transien limfedema. Pada Bancroftian filariasis dapat
terjadi funikulitis, epididimitis, dan hidrokel. Perdarahan retina, bronkospame,
dan ensefalopati walaupun sangat jarang namun pernah dilaporkan. Reaksi lokal
terjadi lebih lambat namun berlangsung lebih lama dari reaksi sistemik. Efek
samping DEC lebih berat pada penderita onchorcerciasis , sehingga obat tersebut
tidak diberikan dalam program pengobatan masal di daerah endemis filariasis
dengan ko-endemis Onchorcercia valvulus.6,15

Ivermectin.
Pemberian dosis tunggal ivermectine 150 ug/kg BB efektif terhadap
penurunan derajat mikrofilaria W.bancrofti, namun pada filariasis oleh Brugia spp.
penurunan tersebut bersifat gradual. Efek samping ivermectine sama dengan DEC,
ivermectine tidak boleh diberikan pada wanita hamil atau anak anak yang berumur
kurang dari 5 tahun. Karena tidak memiliki efek terhadap cacing dewasa,
ivermectine harus diberikan setiap 6 bulan atau 12 bulan untuk menjaga agar
derajat mikrofilaremia tetap rendah.15

Pengobatan simtomatik
Pemeliharaan kebersihan kulit, dan bila perlu pemberian antibiotik dan
atau anti jamur akan mengurangi serangan berulang, sehingga mencegah
terjadinya limfedema kronis. Fisioterapi kadang diperlukan pada penderita
limfedema kronis. Antihistamin dan kortikosteroid diperlukan untuk mengatasi
efek samping pengobatan. Analgetik dapat diberikan bila diperlukan.4,5

Pengobatan operatif
20

Kadang-kadang hidrokel kronik memerlukan tindakan operatif, demikian


pula pada chyluria yang tidak membaik dengan terapi konservatif. Pengobatan
operatif elefantiasis kaki pada umumnya tidak memberi hasil yang memuaskan,
ahir-ahir ini dengan memakai lymphovenous prosedur diikuti dengan
pembuangan jaringan subkutan dan lemak yang berlebihan, disertai dengan
drainase postural dan fisioterapi yang adekuat memberi berbagai keuntungan bagi
penderita.4,5

2.11 PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT


1. Pemberantasan nyamuk dewasa11
a.Anopheles : residual indoor spraying
b.Aedes : aerial spraying

2. Pemberantasan jentik nyamuk


a.Anopheles : Abate 1%
b.Culex : minyak tanah
c. Mansonia : melenyapkan tanaman air tempat perindukan,
mengeringkan rawa dan saluran air

3. Mencegah gigitan nyamuk


a. Menggunakan kawat nyamuk/kelambu
b.Menggunakan Repellent

Penyuluhan tentang penyakit filariasis dan penanggulangannya perlu


dilaksanakan sehingga terbentuk sikap dan perilaku yang baik untuk menunjang
penanggulangan filariasis. Sasaran penyuluhan adalah penderita filariasis beserta
keluarga dan seluruh penduduk daerah endemis, dengan harapan bahwa penderita
dengan gejala klinik filariasis segera memeriksakan diri ke Puskesmas, bersedia
diperiksa darah kapiler jari dan minum obat DEC secara lengkap dan teratur serta
menghindarkan diri dari gigitan nyamuk. Evaluasi hasil pemberantasan dilakukan
setelah 5 tahun, dengan melakukan pemeriksaan vektor dan pemeriksaan darah
tepi untuk deteksi mikrofilaria.16
21

2.12 PROGNOSIS
Prognosis penyakit ini tergantung dari jumlah cacing dewasa dan
mikrofilaria dalam tubuh penderita, potensi cacing untuk berkembang biak,
kesempatan untuk infeksi ulang dan aktivitas RES.Pada kasus-kasus dini dan
sedang, prognosis baik terutama bila pasien pindah dari daerah endemik.
Pengawasan daerah endemik tersebut dapat dilakukan dengan pemberian obat,
serta pemberantasan vektornya. Pada kasus-kasus lanjut terutama dengan edema
pada tungkai, prognosis lebih buruk.16

BAB III
ANALISIS KASUS

a. Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah


Keadaan rumah pasien belum memenuhi kriteria rumah sehat.
Pencahayaan dan ventilasi kurang memadai. Berdasarkan hasil pengamatan
mengenai keadaan rumah pasien, dapat disimpulkan bahwa keadaan/ kondisi
rumah pasien berhubungan dan mempengaruhi atau memperberat penyakit
yang diderita oleh pasien saat ini.
22

b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga


Pasien Pasien tinggal bersama istri dan 1 orang cucunya sedangkan anak
dan cucu lainnya tinggal di rumah yang berbeda.Keluhan yang sama pada
keluarga disangkal. Pada aspek psikologis dalam keluarga tidak ada hubungan
yang memperberat penyakit.

c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan


lingkungan sekitar
Pasien pada kesehariannya memiliki riwayat bekerja di lingkungan yang
kotor. Pasien sering pulang larut malam. Pasien memiliki kebiasaan berpergian
ke daerah rawan filariasis. Dari hal tersebut diketahui bahwa kebiasaan dan
perilaku pasien berhubungan dengan penyakit pasien yang dapat memperberat
penyakit pasien.

d. Analisis kemungkinan faktor risiko atau etiologi penyakit pada pasien


Pada pasien ini setelah dilakukan anamnesis dan kunjugan rumah
diperkirakan bahwa faktor risiko yang membuat pasien terkena penyakit ini
adalah keadaan rumah, dan riwayat kebiasaan pasien yang sering berpergian ke
daerah rawan filariasi sehingga dapat dengan mudah terkena penyakit tersebut.

e. Analisis untuk menghindari faktor memperberat dan penularan penyakit


Menganjurkan pasien untuk Istirahat di tempat tidur, kaki ditempatkan
lebih tinggi dan dilakukan pengikatan pada daerah pembendungan.
Membersihkan tungkai dengan air dan sabun terutama di daerah lipatan kulit
dan sela jari. Mencegah terjadinya gigitan nyamuk, dengan pemakaian lotion
anti nyamuk. Ekstremitas digerakkan secara teratur untuk melancarkan aliran
darah. Menjaga kebersihan kuku, memakai alas kaki, mengobati luka kecil
dengan krim antiseptik atau antibiotik. Konsumsi makanan dengan nutrisi
rendah lemak, tinggi protein dan asupan cairan tinggi.
23

f. Edukasi yang diberikan pada pasien atau keluarga


Menjelaskan kepada pasien untuk menjaga imunitas tubuh pasien dengan
cukup beristirahat dan makan makanan bergizi. Menjelaskan kepada untuk
menghindari berpergian ke daerah endemik. Apabila ditemukan luka segera
diberi antibiotik dan anti jamur. Menaati nasihat dokter dan patuh
mengkonsumsi obat. Jika keluhan tidak membaik atau justru timbul penyulit
seperti demam tidak turun dalam 5 hari, timbul bintik kemerahan pada kulit
atau perdarahan dan timbul sesak, segera akses fasilitas pelayanan kesehatan
terdekat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman RE, HB Jenson, RM Kliegman. Lymphatic Filariasis (Brugria


Malayi, Brugria timori, Wuchereria Bancrofti) in Nelson Textbook of
Pediatric 18th Edition.2007 : 1502-1503
2. Rudolph Colin D, AM Rudolph. Parasitic Disease in Rudolph’s Pediatrics
Textbook of Pediatric 21st Edition.2007 : 1106-1108
3. Soedarmo Sumarmo SP, Herry garna, Sri Rezeki SH, Hindra Irawan S.
Filariasis dalam Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi Kedua. Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2010 : 400-407
24

4. World Health Organization


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs102/en/ Lymphaticf
Filariasis.Diakses pada tanggal 24 Agustus 2018 pukul 20.17 WIB
5. World Health Organization.
http://www.who.int/lymphatic_filariasis/epidemiology/en/ Lymphatic
Filariasisi, Epidemiology. Diakses pada tanggal 24 Agustus 2018 pukul
21.00 WIB
6. Tips kesehatan anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia. Diunduh
dari:http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel.asp?
q=200912011554.Filariasis Limfatik. Diakses pada tanggal 24 Agustus
2018 Pukul 20.01WIB
7. Doctorology. Diunduh dari: http://doctorology.net/?p=92Infeksi Brugria
timori. Diakses pada tanggal 24 Agustus 2018pukul 20.05 WIB
8. Melindacare. Waspadai Filariasis , Si Kaki Gajah. Diunduh dari:
http://www.melindahospital.com/modul/user/detail_artikel.php?id=705_
Waspadai-Filariasis,-Si-Kaki-Gajah. Diakses Tanggal 24 Agustus 2018
Pukul 18.02 WIB
9. Majalah Farmacia. Filariasis Limfatik di indonesia. Diunduh dari:
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=75 .
Diakses pada tanggal 24 Agustus 2018pukul 21.00
10. Pusat informasi penyakit infeksi. Filariasis. Diunduh dari:
http://www.infeksi.com/articles.php?1ng=in&pg=32 Diakses pada tanggal
24 Agustus 2018 pukul 21.13
11. Sri Oemijati, Masalah Dalam Pemberantasan Filariasis di Indonesia.
Diunduh dari:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/0464MasalahdalamPemberantasanFi
lariasis.pdf/04 64 MasalahdalamPemberantasanFilariasis.pdf Diakses
pada tanggal 14 Januari 2011 pukul 21.05
12. Filariasis. Diunduh dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Filariasis Diakses
pada tanggal 14 Januari 2011 pukul 22.00
13. http://emedicine.medscape.com/article/998011-overviewDiakses pada
tanggal 24 Agustus 2018 pukul 19.32 WIB
14. http://emedicine.medscape.com/article/998011-diagnosis Diakses pada
Tanggal 24 Agustus 2018 pukul 19.35
15. http://emedicine.medscape.com/article/998011-treatmentDiakses Pada
Tanggal 24 Agustus 2018 Pukul 19.37 WIB
25

16. http://emedicine.medscape.com/article/998011-followup[ Diakses Tanggal


24 Agustus 2018 Pukul 19.39 WIB]

LAMPIRAN
26

Anda mungkin juga menyukai