Anda di halaman 1dari 20

Portofolio (Kasus I)

Nama Peserta: dr. Kukuh Ardianto


Nama Wahana: RSUD dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Mojokerto
Topik: Traumatic Brain Injury susp. Epidural Hemmoraghi
Tanggal (kasus): 22 November 2015
Nama Pasien: An. A

No. RM: W 15 11 078XXX

Tanggal Presentasi: 27 November 2015

Nama Pendamping:
dr. Nurcholis Rofi Sp.BS
dr. Wiwik Andayani
dr. Wawan Setyo Purnomo

Tempat Presentasi: Ruang Komite Medik RSUD dr.Wahidin Sudirohusodo Mojokerto


Obyektif Presentasi:
Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Tinjauan Pustaka

Diagnostik

Manajemen

Masalah

Istimewa

Neonatus

Bayi

Anak

Remaja

Dewasa Lansia

Bumil

Deskripsi:
Laki laki 11 tahun, datang dengan keluhan nyeri kepala sejak 3 hari SMRS pasca KLL disertai leher terasa kaku.
Tujuan:
Mencegah dan mengobati hipertensi intracranial akibat cedera kepala, memelihara proses metabolism e otak dan edukasi
kepada pasien serta keluarga tentang kondisi pasien dan prognosisnya.
Bahan bahasan:

Tinjauan pustaka

Riset

Kasus

Audit

Cara membahas:

Diskusi

Presentasi dan diskusi

Email

Pos

Nama RS: RSUD Wahidin Sudirohusodo


Mojokerto

Telp: -

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis:
Traumatic Brain Injury susp. EDH (Epidural Hemorraghi)
Gambaran Klinis:
Nyeri kepala dirasakan sejak 3 hari yang lalu akibat terserempet sepeda motor, px terjatuh, kepala bagian kanan terbentur aspal, Nyeri
dirasakan terus menerus, dengan sifat nyeri dirasakan hanya di kepala bagian kanan dan bersifat menekan. Setelah kejadian px sadar,
muntah 2x, dan dibawa ke IGD RS CM, disarankan operasi tetapi keluarga pasien menolak untuk MRS. Leher px terasa kaku, hanya
menoleh ke kiri, leher tidak terasa nyeri. bibir sulit digerakan.

2. Riwayat Pengobatan:
Sebelum ke RS pasien sempat ke IGD RS lain sebelumnya, disarankan MRS tapi menolak, kemudian diberi obat metoclopramid
3. Riwayat kesehatan/Penyakit:
Belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat penggunaan obat metoclopramide,riwayat kejang disangkal, penyakit
jantung dan penyakit sistemik lain disangkal.
4. Riwayat keluarga:
Anggota keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang sama. Riwayat diabetes, hipertensi, keganasan dan penyakit sistemik lain
disangkal.
5. Riwayat pekerjaan:
Pasien seorang pelajar SD
6. Riwayat kebiasaan :
Pasien tidak memiliki kebiasaan khusus.
3

7. Lain-lain:
Tidak ada

PEMERIKSAAN FISIK (22 November 2015)


Survei Primer
a. Airway
Clear, no cervical pain
b. Breathing
- Pernafasan : 20 x/menit tipe torako-abdominal
- Gerak dinding dada simetris tipe pernapasan torako-abdominal
- Suara nafas vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-, stridor (-)
c. Circulation
- Nadi
- Tekanan darah

: 87 x/menit, regular, kuat, isi cukup


: 110/70 mmHg

d. Disability
-

GCS
Pupil

: 15 (E4,V5,M6)
: bulat anisokor diameter 2mm / 4mm
refleks cahaya +/+
4

Parese motorik
Parese sensorik
Refleks fisiologis
Refleks patologis

: tidak ada
: tidak ada
: ekstremitas superior
: ekstremitas superior

+/ +
- / -

ekstremitas inferior
ekstremitas inferior

+/ +
- / -

Survei Sekunder

Kesadaran
Keadaan Umum
Tinggi Badan
Berat Badan
Tekanan darah
Nadi
Suhu
Pernapasan

: Composmentis (E4,V5,M6)
: Tampak sakit sedang, tidak sesak, tidak sianosis
: 132 cm
: 25 kg
: 110/70 mmHg
: 87x/menit, reguler,kuat, isi cukup
: 36.8 C (suhu aksila dengan termometer digital)
: 20 x/menit, tipe torakoabdominal, reguler, kedalaman cukup

Status Generalis
Kulit

: kuning langsat, turgor cukup, tidak pucat, tidak kuning, tidak sianosis

Kepala

: normosefali, deformitas (), nyeri tekan ()

Rambut

: Persebaran rambut merata, pendek dan tidak mudah dicabut

Mata

: Konjungtiva pucat / , sklera ikterik / , pupil isokor, refleks cahaya + / +, kekeruhan lensa /

Telinga

: Serumen + / +, secret, nyeri tekan tragus / , nyeri tekan mastoid /

Hidung

: deformitas (), deviasi septum (), sekret ( / ), konka bilateral tidak edema

Tenggorokan : arkus faring simetris, uvula di tengah, faring hiperemis (), tonsil T1/T1
Gigi mulut

: higienitas oral cukup, karies dentis (+), kavitas (+), stomatitis angular (), lidah tidak pucat, sianosis sentral ()

Leher

: refluks hepatojugular (+), tiroid tidak teraba membesar, KGB tidak teraba membesar, deviasi trakea (-), bruit karotis (-)
5

Dada

: Kelainan bentuk dada tidak tampak, diameter anteroposterior kesan dalam batas normal, puting tampak simetris, sikatriks (),
massa

(), venektasi (), ekspansi dada tampak simetris, tulang iga terlihat, sela iga tampak tidak melebar, retraksi interkostal

(-)
Jantung
Inspeksi

: iktus kordis terlihat pada sela iga 5, linea midklavikula sinistra, dua jari lateral, heave tidak terlihat

Palpasi

: iktus kordis teraba pada sela iga 5, linea midklavikula sinistra, dua jari lateral, heave (), thrust (), tap (), thrill (-)

Perkusi

: perkusi jantung redup, batas jantung kanan di sela iga 5, linea sternalis dekstra, batas jantung kiri di sela iga 5, linea
midklavikula sinistra, dua jari lateral, pinggang jantung di sela iga 2 linea parasternal kiri

Auskultasi : S1/S2 reguler, murmur (-) gallop ()


Paru
Inspeksi

: hemitoraks simetris statis-dinamis, pernapasan terlihat regular tipe pernapasan abdomino-torakal

Palpasi

: fremitus kanan simetris kiri, emfisema subkutis (),

Perkusi

: Sonor; batas paru-hepar di sela iga 5, linea midklavikula dekstra, batas paru-gaster di sela
iga 6, linea midklavikula sinistra

Auskultasi : bunyi napas vesikuler, rhonki - / -, wheezing /


Abdomen
Inspeksi

: datar,massa (), massa pulsasi (), darm contour ()

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-), hati dan limpa tidak teraba, ballotement ()

Perkusi

: timpani, shifting dullness ()

Auskultasi : bising usus (+) reguler, bruit ()


Punggung

: skapula simetris, deformitas vertebra (),

Status Neurologis

GCS

: 15(E4,V5,M6)

Kaku kuduk

: Tidak ada

Mata

: Pupil bulat anisokor diameter 2 mm/4 mm,


refleks cahaya +/+

Gerak
Kekuatan
Tonus
Trofi
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Klonus
Sensibilitas

Ekstremitas Superior
Pasif
Sulit dinilai
Normotoni
Eutrofi
+/+
- /Normal

Ekstremitas Inferior
Pasif
Sulit dinilai
Normotoni
Eutrofi
+ /+
- /Normal

Daftar Pustaka
1. PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranio-serebral tanggal 3 November 2007. Pekanbaru.
2. American College of Surgeon Committee on Trauma. Cedera Kepala. Dalam : Advanced Trauma Life Support fo Doctors. Ikatan Ahli
Bedah Indonesia. Komisi trauma IKABI, 2004.
3. Hickey JV. Craniocerebral Trauma. Dalam: The Clinical Practice of Neurological and Neurosurgical Nursing 5th edition. Philadelphia :
lippincot William & Wilkins, 2003.
4. Findlaw Medical Demonstrative Evidence. Closed head traumatic brain injury. Http://findlaw.doereport.com. [diakses 19 Juni 2014]
5. Saanin S. Cedera Kepala. Http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery. [diakses 19 Juni 2014].
6. Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan. Cedera Kepala. Jakarta : Deltacitra Grafindo, 2005
Hasil Pembelajaran:
1. Mengklasifikasikan cedera kepala berdasarkan GCS
2. Melatih keterampilan dalam melakukan pemeriksaaan status neurologis
3. Melakukan penanganan awal umum untuk mencegah terjadinya hipertensi intrakranial
4. Memberikan tata laksana farmako dan non farmako pada pasien untuk mencegah perburukan kondisi klinis pasien
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1.

Subyektif
7

2.

Keluhan Utama

: Nyeri kepala

Keluhan tambahan

: Nyeri kepala sejak 3 hari SMRS dan leher terasa kaku

Objektif
Nyeri kepala dirasakan sejak 3 hari yang lalu akibat terserempet sepeda motor, px terjatuh, kepala bagian kanan terbentur aspal, Nyeri
dirasakan terus menerus, dengan sifat nyeri dirasakan hanya di kepala bagian kanan dan bersifat menekan. Setelah kejadian px sadar,
muntah 2x, dan dibawa ke IGD RS CM, disarankan operasi tetapi keluarga pasien menolak untuk MRS dan diberi obat muntah, Leher px
terasa kaku, hanya menoleh ke kanan, leher tidak terasa nyeri. bibir digerakan.

Pemeriksaan Fisik (22/11/2015)


Survei Primer
a. Airway
Clear, no cervical pain
b. Breathing
- Pernafasan : 20 x/menit tipe torako-abdominal
- Gerak dinding dada simetris tipe pernapasan torako-abdominal
- Suara nafas vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-, stridor (-), krepitasi (-)
c. Circulation
- Nadi
: 87 x/menit, regular, kuat angkat cukup
- Tekanan darah
: 110/70 mmHg
d. Disability
-

GCS

: 15 (E4,V5,M6)
8

Pupil

: bulat anisokor diameter 2mm/4 mm


refleks cahaya +/+

Parese motorik
Parese sensorik
Refleks fisiologis

: tidak ada
: tidak ada
: ekstremitas superior + / +
ekstremitas inferior + / +
: ekstremitas superior - / ekstremitas inferior - / : Hematome 5 cm di regio temporalis kanan

Refleks patologis

e. Exposure
Survei Sekunder

Kesadaran
Keadaan Umum
Tinggi Badan
Berat Badan
Tekanan darah
Nadi
Suhu
Pernapasan

: Composmentis (E4,V5,M6)
: Baik, tidak sesak, tidak sianosis
: 132 cm
: 25 kg
: 110/70 mmHg
: 87x/menit, reguler,kuat, isi cukup,
: 36.8 C (suhu aksila dengan termometer digital)
: 20 x/menit, tipe torakoabdominal, reguler, kedalaman cukup

Status Generalis
Kulit

: kuning langsat, turgor cukup, tidak pucat, tidak kuning, tidak sianosis

Kepala

: normosefali, deformitas (), nyeri tekan () hematome (+) di temporalis kanan

Rambut

: pendek dan tidak mudah dicabut

Mata

: konjungtiva pucat / , sklera ikterik / , pupil isokor, refleks cahaya + / +, kekeruhan lensa /

Telinga

: liang telinga lapang, membran timpani intak, serumen + / +, secret, nyeri tekan tragus / , nyeri tekan mastoid -/-

Hidung

: deformitas (), deviasi septum (), sekret ( / ), konka bilateral tidak edema
9

Tenggorokan : arkus faring simetris, uvula di tengah, faring hiperemis (), tonsil T1/T1
Gigi mulut

: higienitas oral cukup, karies dentis (+), kavitas (+), stomatitis angular (), lidah tidak pucat, sianosis sentral ()

Leher

: refluks hepatojuguler (+), tiroid tidak teraba membesar, tidak teraba pembesaran KGB,
deviasi trakea (), bruit karotid () leher kaku, terus meoleh kekanan,sulit digerakan

Dada

: Kelainan bentuk dada tidak tampak, diameter anteroposterior kesan dalam batas normal, puting tampak simetris, sikatriks (),
massa (), venektasi (), ekspansi dada tampak simetris,tulang iga terlihat,sela iga tampak tidak melebar, retraksi interkostal (-)

Jantung
Inspeksi

: iktus kordis terlihat pada sela iga 5, linea midklavikula sinistra, dua jari lateral, heave tidak terlihat

Palpasi

: iktus kordis teraba pada sela iga 5, linea midklavikula sinistra, dua jari lateral, heave (), thrust (), tap (), thrill (-)

Perkusi

: perkusi jantung redup, batas jantung kanan di sela iga 5, linea sternalis dekstra, batas jantung kiri di sela iga 5, linea midklavikula
sinistra, dua jari lateral, pinggang jantung di sela iga 2 linea parasternal kiri

Auskultasi : S1/S2 reguler, murmur (-) gallop ()


Paru
Inspeksi

: hemitoraks simetris statis-dinamis, pernapasan terlihat regular tipe pernapasan abdomino-torakal

Palpasi

: fremitus kanan simetris kiri, emfisema subkutis (), massa ()

Perkusi

: sonor di seluruh lapang paru; batas paru-hepar di sela iga 5, linea midklavikula dekstra, batas paru-gaster di sela iga 6, linea
midklavikula sinistra

Auskultasi : bunyi napas dasar vesikuler, rhonki / , wheezing /


Abdomen
Inspeksi

: datar, venektasi (), massa (), massa pulsasi (), darm contour ()

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-), hati dan limpa tidak teraba, ballotement ()
10

Perkusi

: timpani, shifting dullness ()

Auskultasi : bising usus (+) reguler, bruit ()


Punggung

: skapula simetris, deformitas vertebra (), nyeri ketok CVA / +

Ekstremitas : akral hangat, edema / , CRT < 2, jari tabuh ()


Kekuatan motorik: normal
Refleks fisiologis:

Biseps + / +
Triseps + / +
Patella + / +
Achilles + / +

Status Neurologis

GCS

Kaku kuduk

Mata
3.

: 15 (E4,V5,M6)
: tidak ada
: Pupil bulat anisokor diameter 2mm/4 mm,
refleks cahaya +/+

Gerak
Kekuatan
Tonus
Trofi
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Klonus
Sensibilitas

Ekstremitas Superior
normal
normal
Normotoni
Eutrofi
+ / +
- / normal

Ekstremitas Inferior
normal
normal
Normotoni
Eutrofi
+ /+
- / normal

Assessment (Penalaran Klinis)


Traumatic Brain Injury merupakan trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung maupun ti dak langsung yang menyebabkan
gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.1,2
Traumatic Brain Injury merupakan salah satu penyebab kematian, kesakitan dan kecacatan serta bertanggung jawab pada proporsi
yang signifikan terhadap kematian akibat trauma di Amerika Serikat. Insidensi tahunan dari trauma kepala yaitu sekitar 600 hingga 900
orang per 100.000 populasi.3 Terdapat 200 hingga 500 orang dirawat di unit gawat darurat, 150 hingga 250 orang dirawat di rumah sakit
dengan Traumatic Brain Injury, dan 20 hingga 30 orang meninggal ( 50% di rumah sakit dan 50% di luar rumah sakit) per tahunnya (Bruns
and Hauser, 2003). Data menunjukkan bahwa, rata-rata sekitar 1.400.000 orang mengalami Traumatic Brain Injury setiap tahun di Amerika
11

Serikat, dimana 50.000 orang meninggal dan 235.000 orang dirawat di rumah sakit. Penyebab utama dari Traumatic Brain Injury antara lain
akibat jatuh (28%), kecelakaan lalu lintas berupa tabrakan kendaraan bermotor (20%), bertubrukan dengan benda yang bergerak maupun
diam (19%), dan penyebab lainnya. 4 Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu rumah sakit di Jakarta, RS Cipto
Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap, terdapat 60%-70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB. Angka
kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat CKB, 5%-10% CKS, sedangkan untuk CKR tidak ada yang meninggal. 1
Cedera kepala bisa diklasifikasikan atas berbagai hal. Untuk kegunaan praktis, tiga jenis klasifikasi akan sangat berguna, yaitu
berdasar mekanisme, tingkat beratnya cedera kepala serta berdasar morfologi.1,5,6
A. Berdasarkan mekanisme

Cedera kepala tumpul, dapat disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau pukulan benda tumpul. 1,5,6

Cedera kepala tembus (penetrasi), disebabkan luka tembak atau pukulan benda tumpul. 1,5,6
B. Berdasarkan beratnya
Ringan (GCS 14-15) 1,5,6
Sedang (GCS 9-13) 1,5,6
Berat (GCS 3-8) 1,5,6
C. Berdasarkan morfologi
Fraktura tengkorak
Menurut American Accreditation Health Care Commission, terdapat 4 jenis fraktur yaitu simple fracture, linear or hairline fracture,
depressed fracture, compound fracture. Pengertian dari setiap fraktur adalah sebagai berikut: 1,5,6
Simple : retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit 1,5,6
Linear or hairline: retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa depresi, distorsi dan splintering. 1,5,6
Depressed: retak pada kranial dengan depresi ke arah otak. 1,5,6
Compound : retak atau kehilangan kulit dan splintering pada tengkorak. Selain retak terdapat juga hematoma subdural. 1,5,6

Lesi intrakranial
Fokal (epidural, subdural, intraserebral)
Perdarahan Epidural
Adanya darah di ruang epidural yitu ruang potensial antara tabula interna tulang tengkorak dan durameter. Paling sering
terjadi di regio temporal atau tempor-parietal akibat robeknya arteri meningea media. Epidural hematom dapat menimbulkan
12

penurunan kesadaran adanya interval lusid selama beberapa jam dan kemudian terjadi defisit neorologis berupa hemiparesis
kontralateral dan dilatasi pupil itsilateral. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain sakit kepala, muntah, kejang, penurunan
nadi dan peningkatan suhu. Perdarahan epidural di daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan gejala khas selain
penurunan kesadaran (biasanya somnolen) yang membaik setelah beberapa hari. 1,5,6,8
Perdarahan subdural
Perdarahan yang terjadi di antara duramater dan arakhnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukan sekitar
30% penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena bridging antara korteks serebral dan
sinus draining. Namun dapat berkaitan dengan laserasi permukaan atau substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau
tidak. Selain itu, kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akuta biasanya sangat lebih berat dan prognosisnya
lebih buruk dari hematoma epidural. Mortalitas umumnya 60%, namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi yang
sangat segera dan pengelolaan medis agresif. 1,5,6,8
a) Perdarahan subdural akut
Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan kebingungan, respon yang lambat, serta gelisah. Keadaan
kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil. Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan
cedera otak besar dan cedera batang otak. 1,5,6,8
b) Perdarahan subdural subakut
Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 7 sampai 10 hari setelah cedera dan dihubungkan dengan kontusio
serebri.Tekanan serebral yang terus-menerus menyebabkan penurunan kesadaran. 1,5,6,8
c) Perdarahan subdural kronis
Terjadi karena luka ringan. Mulanya perdarahan kecil memasuki ruang subdural. Beberapa minggu kemudian
menumpuk di sekitar membran vaskuler dan secara pelan-pelan ia meluas. Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa
minggu atau beberapa bulan. Pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik.1,5,6,8
Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan antara rongga otak dan lapisan otak yaitu yang dikenal sebagai ruang
subaraknoid . Diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah kortikal baik arteri maupun vena dalam jumlah tertentu akibat
trauma dapat memasuki ruang subarahnoid dan disebut sebagai perdarahan subarahnoid (PSA). Luasnya PSA
13

menggambarkan luasnya kerusakan pembuluh darah, juga menggambarkan burukna prognosa. PSA yang luas akan memicu
terjadinya vasospasme pembuluh darah dan menyebabkan iskemia akut luas dengan manifestasi edema cerebri.1,5,6,8
Perdarahan Intraventrikular
Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan darah pada ventrikel otak. Perdarahan intraventrikular selalu timbul
apabila terjadi perdarahan intraserebral.1,5,6,8
Perdarahan Intraserebral
Perdarahan yang terjadi dalam jaringan (parenkim) otak. Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan
otak yang
menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam jaringan otak tersebut. Lokasi yang paling sering adalah
lobus frontalis dan temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi lainnya (countrecoup).

Defisit neurologi yang didapatkan sangat bervariasi dan tergantung pada lokasi dan luas perdarahan. 1,5,6,7,8,9
Difusa (komosio ringan, komosio klasik, cedera aksonal difusa)
Cedera kepala difus adalah terminologi yang menunjukkan kondisi parenkim otak setelah terjadinya trauma. Terjadinya cedera
kepala difus disebabkan karena gaya akselerasi dan deselarasi gaya rotasi dan translasi yang menyebabkan bergesernya
parenkim otak dari permukaan terhadap parenkim yang sebelah dalam. Fasospasme luas pembuluh darah dikarenakan adanya
perdarahan subarahnoit traumatika yang menyebabkan terhentinya sirkulasi diparenkim otak dengan manifestasi iskemia yang
luas edema otak luas disebabkan karena hipoksia akibat renjatan sistemik, bermanifestasi sebagai cedera kepala difus. Dari
gambaran morfologi pencitraan atau radiologi menurut maka cedera kepala difus dikelompokkan menjadi .
Cedera akson difus (difuse aksonal injury)
Keadaan dimana serabut subkortikal yang menghubungkan inti permukaan otak dengan inti profunda otak (serabut
proyeksi), maupun serabut yang menghubungkan inti-inti dalam satu hemisfer (asosiasi) dan serabut yang menghbungkan
inti-inti permukaan kedua hemisfer (komisura) mengalami kerusakan. Kerusakan sejenis ini lebih disebabkan karena gaya
rotasi antara inti profunda dengan inti permukaan.1,5,6,7,8,9
Kontsuio cerebri
Kontusio cerebri adalah kerusakan parenkimal otak yang disebabkan karena efek gaya akselerasi dan deselerasi. Mekanisme
lain yang menjadi penyebab kontosio cerebri adalah adanya gaya coup dan countercoup, dimana hal tersebut menunjukkan
14

besarnya gaya yang sanggup merusak struktur parenkim otak yang terlindung begitu kuat oleh tulang dan cairan otak yang
begitu kompak. Lokasi kontusio yang begitu khas adalah kerusakan jaringan parenkim otak yang berlawanan dengan arah
datangnya gaya yang mengenai kepala.1,5,6,7,8,9
Edema cerebri
Edema cerebri terjadi karena gangguan vaskuler akibat trauma kepala. Pada edema cerebri tidak tampak adanya kerusakan
parenkim otak namun terlihat pendorongan hebat pada daerah yang mengalami edema. Edema otak bilateral lebih
disebabkan karena episode hipoksia yang umumnya dikarenakan adanya renjatan hipovolemik. 1,5,6,7,8,9
Iskemia cerebri
Iskemia cerebri terjadi karena suplai aliran darah ke bagian otak berkurang atau terhenti. Kejadian iskemia cerebri
berlangsung lama (kronik progresif) dan disebabkan karena penyakit degeneratif pembuluh darah otak. 1,5,6,7,8,9
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan cedera sekunder. 3 Cedera primer
merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda
keras maupun oleh proses akselarasi-deselarasi gerakan kepala.5 Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup.
Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang
berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup. 1 Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan
berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi
semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup). Cedera sekunder merupakan cedera yang
terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak,
kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi.6
Pemeriksaan klinis pada pasien cedera kepala meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis dan
pemeriksaan radiologis. Pada anamnesis penting ditanyakan tentang mekanisme trauma. Pemeriksaan fisik secara lengkap dapat dilakukan
bersamaan dengan secondary survey meliputi tanda vital dan sistem organ. Penilaian GCS awal saat pasien dating sangat penting untuk
15

menilai kegawatdaruratan cedera kepala. Pemeriksaan neurologis perlu dilakukan lebih dalam mencakup pemeriksaan batang otak, saraf
cranial, fumgsi motorik dan fungsi sensorik serta refleks. 9 Pemeriksaan radiologis yang paling sering dan mudah dilakukan adalah rontgen
kepala yang dilakukan dalam dua posisi, yaitu anteroposterior dan lateral. Idealnya penderita cedera kepala diperiksa dengan CT Scan,
terutama bila dijumpai adanya kehilangan kesadaran yang cukup bermakna, amnesia, atau sakit kepala hebat.6,9
Indikasi pemeriksaan CT Scan pada kasus cedera kepala adalah:
Secara klinis (penilaian GCS) didapatkan klasifikasi cedera kepala sedang dan berat.9
Cedera kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak9
Adanya kecurigaan dan tanda
Adanya defisit neurologi, seperti
kesadaran9
Sakit kepala yang hebat9
Adanya tanda-tanda peningkatan
jaringan otak9
Kesulitan dalam mengeliminasi

Jenis Pemeriksaan
Respon membuka mata (E)
Buka mata spontan
Buka mata bila dipanggil/rangsangan
suara
Buka mata bila dirangsang nyeri
Tidak ada reaksi dengan rangsangan
apapun
Respon verbal (V)
Komunikasi verbal baik
Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan
orang
Kata-kata tidak teratur
Suara tidak jelas
Tidak ada reaksi
Respon motorik (M)
Mengikuti perintah
Melokalisir nyeri
Fleksi normal
Fleksi abnormal
Ekstensi abnormal
Tidak ada reaksi

Nilai
4
3
2
1

terjadinya fraktur basis kranii9


kejang

tekanan
5
4

dan

penurunan

intrakranial

atau

gangguan

herniasi

kemungkinan perdarahan intraserebral

3
2
1
6
5
4
3
2
1
16

Penatalaksanaan cedera kepala sesuai dengan tingkat keparahannya, berupa cedera kepala ringan, sedang, atau berat. 3 Tidak semua
pasien cedera kepala perlu di rawat inap di rumah sakit. Indikasi rawat antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Amnesia posttraumatika jelas (lebih dari 1 jam) 9


Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit) 9
Penurunan tingkat kesadaran9
Nyeri kepala sedang hingga berat9
Intoksikasi alkohol atau obat9
Fraktura tengkorak9
Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea9
Cedera penyerta yang jelas9
Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggungjawabkan9
CT scan abnormal9
Prinsip penanganan awal pada pasien cedera kepala meliputi survei primer dan survei sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer

hal-hal yang diprioritaskan antara lain airway, breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan dengan resusitasi.
Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak sekunder dan
mencegah homeostasis otak.3 Prinsip utama penatalaksaan pada kasus traumatic brain injury adalah cegah atau obati hipertensi intrakranial,
memelihara kebutuhan metabolik otak (hipokapnea, kontrol cairan, diuretic (manitol)
17

Adapun tindakan umum yang dapat dilakukan pada kasus traumatic brain injury antara lain
-

Elevasi kepala 30
Meningkatkan venous return TIK turun

Hiperventilasi ringan
Menyebabkan PCO2 vasokonstriksi TIK

Pertahankan tekanan perfusi otak (CPP) > 70 mmHg (CPP=MAP-ICP)

Pertahankan normovolemia

Pertahankan normothermia
Suhu dipertahankan 36-37C
Terapi hipothermia (ruangan berAC)
Setiap kenaikan suhu tubuh 1C meningkatkan kebutuhan cairan 10%

Manitol
Osmotik diuresis, bekerja intravaskuler pada BBB yang utuh
Efek : dehidrasi (osmotik diuresis), rheologis, antioksidan (free radical scavenger)
Dosis 0,25-1g/kgBB/pemberian, diberikan 4-6x/hari
Diberikan atas indikasi da tanda klinis terjadinya herniasi klinis & radiologis TIK meningkat
Pada pasien ini, didapatkan keluhan utama berupa nyeri kepala selama 3 hari pasca terjatuh terserempet sepeda motor dengan keluhan

lain berupa leher kaku. Pasien muntah 2x setelah kejadian dan muntah 6x selama 3 hari Dari ketiga keluhan serta riwayat terjatuhnya pasien ini
maka diagnosis pasien ini jelas merupakan kasus cedera kepala (traumatic brain injury) berdasarkan skala GCS yang diperiksa termasuk dalam
klasifikasi cedera kepala ringan (severe head injury) serta diduga telah terjadi perdarahan epidural. Diagnosis ini pun ditunjang dengan
pemeriksaann fisik berupa adanya tanda lateralisasi ke kiri berupa pupil anisokor. Hasil CT scan berupa gambaran hiperdens 6 cm x 2cm di
regio temporo parietal kanan dan terdapat pergeseran midline 8mm, Hal ini mendukung diagnosis perdarahan epidural.. Prinsip penanganan
18

awal pasien cedera kepala ringan (untuk mencegah hipertensi intrakranial) sudah diberikan berupa bed rest dengan elevasi kepala 30,
pemberian O2 dan manitol (untuk menurunkan tekanan intracranial), asam traneksamat (untuk menghentikan on going bleeding di dalam ruang
epidural) dan citicholin (mencegah kerusakan neuron akibat perdarahan) yang disesuaikan dengan kondisi pasien.
Prognosis:
ad vitam

: dubia ad bonam

ad fungsionam

: dubia ad bonam

ad sanasionam

: ad bonam

4. Plan
Diagnosis:
Traumatic Brain Injury Susp. Epidural hemmoraghi

Penatalaksanaan:

Non Farmakologis :
Bed rest elevasi kepala 30
Farmakologis :

Head up 300

O2 8 liter per menit via NRM

IVFD NaCl 0,9 % 1, 5 cc/ kgBB/ jam

Antibiotik profilaksis Cephalosporin genereasi III


( Ceftriaxone 150mg/12jam/iv)
19

Antiinflmasi (Ketorolac 15mg/8jam/iv)

Loading manitol 300 ml dilanjutkan maintenance 150 ml per 8 jam

Inj. citicholin 1 gr

Awasi KU, vital sign dan GCS

Pro Trepanasi

Edukasi
1. Memberikan penjelasan umum kepada pasien dan keluarga tentang diagnosa sementara berupa cedera kepala ringan
2. Memberikan penjelasan umum kepada pasien dan keluarga tentang adanya perdarahan serta pergeseran garis tengah sebagai indikasi
untuk dilalukan pembedahan.
Konsultasi :
Konsultasi dengan spesialis saraf mengenai traumatic brain injury susp epidural hemmoraghic

20

Anda mungkin juga menyukai