Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN KASUS

Vertigo

Pembimbing:

dr.R.A. Neilan Amroisa. Sp.S.,M. Kes

Disusun oleh:

Rahmatika Intiani 17360071

Ria Subarti 17360072

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN BANDAR LAMPUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

BANDAR LAMPUNG TAHUN 2017

0
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul:

“Vertigo”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf RS. Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung

Disusun oleh:

Rahmatika Intiani 17360071

Ria Subarti 17360072

Telah diterima dan disetujui oleh dr. R.A. Neilan Amroisa. Sp.S.,M. Kesselaku dokter penguji

dan

pembimbing departemen neurologi RS. Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung

Bandar Lampung, Oktober 2017

Mengetahui,

dr. R.A. Neilan Amroisa. Sp.S.,M. Kes

1
DAFTAR ISI

JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………………………… 1

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………... 2

BAB I STATUS PASIEN

A. Identitas ……………………………………………………………………………3
B. Riwayat Penyakit …………………………………………………………………..3
C. Pemeriksaan Fisik ………………………………………………………………….4
D. Pemeriksaan Neurologis……………………………………………………………6
E. Resume……………………………………………………………………………..10
F.Diagnosis ………………………………………………………………………......11
G. Diagnosa dan Diagnosa Banding ……………………………………………….....11
H. Penatalaksanaan…………………………………………………………………....11
I. Pemeriksaan Penunjang……………………………………………………………11
J. Prognosis …………………………………………………………………………..12

BAB III ANALISIS KASUS ……………………………………………………….. ……13

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………….16

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
STATUS PASIEN
STATUS ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG
SMF NEUROLOGI
RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN BANDAR LAMPUNG
Nama Mahasiswa :Rahmatika Intiani dan Ria Subarti

2
NPM :17360071 dan 17360072
Dokter Pembimbing : dr. R.A. Neilan Amroisa. Sp.S.,M. Kes

A. IDENTITAS

Nama : Ny. E

Umur : 01-06-1970

Alamat : Pasar lama merak batin Natar Lampung selatan

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status perkawinan : Menikah

Suku : Lampung

Tanggal masuk : 3 Oktober 2017

Ruang : Lantai 6. 2604

MR : 093984

3
B. ANAMNESA
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis terhadap

pasien pada tanggal 4 Oktober 2017 di ruang rawat inap lantai 6 RS Pertamina

Bintang amin Bandar Lampung.


Keluhan Utama : Kepala pusing berputar sejak 5 hari yang lalu dan

memberat sehari SMRS.


Keluhan Tambahan : Kepala pusing berputar muncul jika adanya perubahan

(posisi kepala, melihat cahaya dan ketika membuka mata), bersifat terus

menerus, keluhan pusing berputar berkurang jika menutup mata. Os juga

mengaku bila berjalan merasakan sempoyongan. Os merasa mual (+) muntah (-),

nyeri ulu hati disangkal. Pusing berputar dirasakan hingga os tidak dapat

bangun.

Riwayat Penyakit Sekarang


2 tahun yang lalu os mengeluhkan sakit kepala dan akhirnya os

mengunjungi Puskesmas terdekat untuk berobat dan pada saat itu juga os

mengetahui bahwa os mempunyai penyakit darah tinggi sehingga os diberikan

obat darah tinggi oleh dokter di puskesmas tersebut. Dokter menyarankan agar

os dapat mengotrol tekanan darahnya setiap bulan. Dengan alasan malas os

akhirnya tidak pernah mengontrol tekanan darah tersebut.


1 bulan yang lalu os datang ke IGD RS Pertamina Bintang Amin dengan

keluhan mulut mencong kearah kanan secara tiba tiba. Os mengaku tidak ada

demam dan riwayat trauma disangkal, mual (-), muntah (-). Os juga mengaku

sebelum kejadian tersebut, os meminum obat ramuan tradisonal sehingga hanya

selisih 2 jam dari meminum obat tersebut os mengalami hal tersebut. Pada saat

itu os diberitahu bahwa os memiliki penyumbatan diotaknya dan os menjalani

rawat inap selama 3 hari dan mulut tidak mencong lagi.


2 jam sebelum masuk rumah sakit Pertamina Bintang amin. Os

mengeluh kepala pusing berputar muncul jika adanya perubahan (posisi kepala,

melihat cahaya dan ketika membuka mata), bersifat terus menerus, keluhan

pusing berputar berkurang jika menutup mata. Sejak timbulnya serangan pusing

berputar-putar os telah minum obat dari puskesmas tetapi tidak ada perubahan.

Os merasa mual (+) tetapi tidak muntah, nyeri ulu hati disangkal. Os juga

mengeluh bila pusing berputar os tidak bisa bangun. Os juga merasakan

sempoyongan bila berjalan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat alergi (-) Riwayat stroke (+)

Riwayat hipertensi (+) Riwayat DM (-)

Riwayat penyakit jantung (-) Riwayat sakit telinga (-)

Riwayat Maag (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Di keluarga Os tidak ada yang mengalami riwayat gejala seperti ini.
Riwayat Pengobatan
Setelah kejadian muncul Os esok paginya dibawa ke puskesmas oleh

keluarga. Namun setelah 5 hari sejak Os berobat di puskesmas pusing berputar

semakin memberat ketika malam hari di sertai mual namun tidak muntah

sehingga Os segera dibawa ke IGD RS Pertamina Bintang Amin.


Riwayat Kebiasaan
Merokok (-), Minum-minuman beralkohol (-), meminum jamu jamuan

(+)
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama suami dana anaknya dengan keadaan ekonomi

yang cukup.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Praesent
Keadaan Umum : Tampak lemas
Kesadaran : compos mentis
GCS : E4V5M6
Tanda vital : Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36,2oC

Gizi : BB : 48 kg

TB : 152 cm

IMT : 20,7 Normal

Status Generalis

a. Kepala

 Rambut : Rambut berwarna hitam

 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),pupil

isokor 3mm/3mm, Ptosis (-/-)

 Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi

septum (-), sekret (-/-)

 Telinga : Normal (+/+),sekret (-/-), membran timpani utuh (+/

+), serumen (-/-)

 Mulut : Simetris, mukosa kering (+), lidah normal


 Tenggorokan : Mukosa faring hiperemis (-); uvula di tengah ; tonsil

normal (T1/T1)

b. Pemeriksaan Leher

a) Pembesaran KGB : Tidak terdapat pembesaran KGB

b) Pembesaran Tiroid : Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid

c. Pemeriksaan Toraks

Jantung

a) Inspeksi : Bentuk dada simetris, gerak tertinggal (-),tidak ada luka(-)

b) Palpasi : krepitasi (-/-), nyeri tekan (-/-)

c) Perkusi :

Batas atas kiri : ICS II linea parasternal sinistra

Batas atas kanan : ICS II linea parasternal dextra

Batas kiri bawah: ICS V, I-2 cm kearah medial linea midclavicula

sinistra

d). Auskultasi :

Jantung : Bunyi jantung I dan II regular

suara tambahan : murmur (-), gallop (-)

Paru

a) Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis maupun dinamis,

retraksi otot-otot pernapasan (-)


b) Palpasi : Simetris, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri
c) Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
d) Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

d. Pemeriksaan Abdomen
a) Inspeksi : Perut datar, massa (-), luka (-), defans muscular (-)
b) Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal
c) Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
d) Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

k. Pemeriksaan Ekstremitas
a) Superior : Akral hangat, sianosis dan edema tidak ada
b) Inferior :Akral hangat, sianosis dan edema tidak ada

Status Neurologis

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4 V5 M6

Gerakan abnormal : Tidak ada

a. Rangsangan Meningeal

1. Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)

2. Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)

3. Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)

4. Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135º/tidak

terdapat tahanan sblm mencapai 135º)

5. Laseque : -/-(tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70o/tidak

timbul tahanan sebelum mencapai 70o)

b. Nervus Kranialis

1. N-I (Olfaktorius) : Tidak ada gangguan penciuman

kanan/kiri

2. N-II (Optikus)

a. Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan


b. Warna : Tidak ada kelainan

c. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan

d. Lapang pandang : Normal (+/+)

3. N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)

Kelopak Mata

Ptosis :-

Endoftalmus :-

Exopthalmus :-

Reflek Pupil

Refleks cahaya direk : +/+

Refleks cahaya indirek : +/+

Gerakan Bola Mata : atas (+/+), bawah (+/+), lateral (+/

+), medial (+/+), atas lateral (+/+), atas

medial (+/+), bawah lateral (+/+), bawah

medial (+/+)

4. N-V (Trigeminus)

a. Sensorik

 N-V1 (ophtalmicus) : + (simetris pada kedua sisi merasakan

rangsangan)

 N-V2 (maksilaris) : + (simetris pada kedua sisi merasakan

rangsangan)
 N-V3 (mandibularis) : + (simetris pada kedua sisi merasakan

rangsangan)

b. Motorik

M. maseter :+

M. temporalis :+

M.pterigoideus :+

c. Refleks
Refleks Kornea (Sensoris N.V, Motoris N.VII) : +/+
Refleks Bersin :+

5. N-VII (Fasialis)
Inspeksi wajah sewaktu
Diam : simetris
Tersenyum : simetris
Meringis : simetris
Menutup Mata : simetris

Pasien disuruh untuk,

Mengangkat alis : +/+, terlihat simetris kanan dan kiri

Menutup Mata kuat-kuat : +/+

Sensoris

Pengecapan 2/3 depan lidah : tidak dilakukan


6. N. VIII (Vestibulocochlearis)

a. Keseimbangan

 Nistagmus : (-)

 Tes Romberg : (+)

 Tes Tandem Walking : (+)

b. Pendengaran

 Ketajaman Pendengaran : Normal (+/+)

 Tinitus : (-)

7. N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)

Suara Bindeng/Nasal : tidak ditemukan


Posisi Uvula : ditengah
Refleks Muntah : tidak dilakukan pemeriksaan
Peristaltik Usus : Normal
Bradikardi : tidak ditemukan
Takikardi : tidak ditemukan

8. N-XI (Akesorius)

a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : +/+

b. Kekuatan M. Trapezius : +/+

9. N-XII (Hipoglosus)

a. Atrofi lidah : tidak ditemukan

b. Deviasi :-

c. fasikulasi :-

Sistem Motorik
Kekuatan Otot : 5/5/5/5
Tonus :+
Klonus :-
Atrophi :-
Refleks Fisiologis

 Biceps : +

 Triceps : +

 Brachioradialis : +

 Achiles : +

 Patella : +

Refleks Patologis

 Babinski : -/-

 Oppenheim : -/-

 Chaddock : -/-

 Gordon : -/-

 Scaeffer : -/-

 Hoffman : tidak dilakukan

 Trommer : tidak dilakukan

 Gonda : tidak dilakukan

Sensibilitas
Eksteroseptif/ rasa permukaan (Superior/Inferior)
 Rasa Raba : tidak ada kelainan
 Rasa Nyeri : tidak ada kelainan
 Rasa Suhu Panas : tidak diperiksa
 Rasa Suhu dingin : tidak diperiksa
Priopioseptif/ rasa dalam
 Rasa Sikap : tidak diperiksa
 Rasa Getar : tidak diperiksa
 Rasa Nyeri Dalam : tidak diperiksa
Koordinasi
 Tes Tunjuk Hidung : tidak ada kelainan
 Tes Pronasi Supinasi : tidak dilakukan pemeriksaan
 Tes Telunjuk – Telunjuk : tidak ada kelainan
 Tes Rebound Phenomenom : tidak ada kelainan
 Tes Tumit Lutut : tidak ada kelainan
Susunan saraf otonom
 Miksi : tidak ada kelainan
 Defekasi : tidak ada kelainan

Fungsi Luhur
 Fungsi Bahasa : tidak ada kelainan
 Fungsi Orientasi : tidak ada kelainan
 Fungsi Memori : tidak ada kelainan
 Fungsi Emosi : tidak ada kelainan

Pemeriksaan Penunjang

HEMATOLOGI
PEMERIKSAAN HASIL NORMAL

Lk: 14-18 gr%


Hemoglobin 12,4
Wn: 12-16 gr%

Leukosit 5.500 4500-10.700 ul

Hitung jenis leukosit

 Basofil 0 0-1 %

 Eosinofil 0 0-3%

 Batang 2 2-6 %

 Segmen 50 50-70 %

 Limposit 38 20-40 %

 Monosit 10 2-8 %
Lk: 4.6- 6.2 ul
Eritrosit 4,1
Wn: 4.2- 5,4 ul

Lk: 50-54 %
Hematokrit 36
Wn: 38-47 %

Trombosit 334.000 159.000-400.000 ul

MCV 81 80-96

MCH 27 27-31 pg

MCHC 34 32-36 g/dl

Resume

Os mengeluh kepala pusing berputar sejak 5 hari sebelum masuk RS.

Keluhan ini dirasakan tiba-tiba. Os juga tiba-tiba langsung menggeluh

pusing berputar semakin bertambah jika terdapat perubahan posisi kepala

dan melihat cahaya secara langsung. Pasien juga mengeluhkan mual tetapi

tidak disertai dengan muntah. Pasien belum pernah mengalami hal seperti

ini sebelumnya.
Setelah kejadian muncul Os esok paginya dibawa ke puskesmas

oleh keluarga. Namun setelah 5 hari sejak Os berobat di puskesmas pusing

berputar semakin memburuk di sertai mual tetapi tidak disertai dengan

muntah sehingga Os segera dibawa ke IGD RS Pertamina Bintang Amin.

Keadaan Umum : Tampak lemah


Kesadaran : compos mentis
GCS : E4V5M6
Tanda vital : Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36,2oC

Diagnosis

 Klinis :Vertigo Perifer


 Topis : Kanalis semisirkularis
 Etiologi :Benign Paroxysmal Postitusional Vertigo

(BPPV)

Diagnosis Banding

 Meniere Disease
 Disekuilibrium

Pemeriksaan Penunjang

 Darah lengkap

Penatalaksanaan
Non Farmakologis
 Edukasi pasien untuk bangun dari tempat tidur secara perlahan-lahan

dan berubah posisi secara perlahan

Farmakologis

 IVFD RL XX gtt/m
 Micardis 80 mg 1x1
 Flunarizin tab 1x1
 Omeprazole inj 1x1
 Analsik tab 2x1
 Ranitidin amp 2x1
Prognosa
 Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
 Quo ad Fungsionam : Dubia ad bonam
 Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam

FOLLOW UP

Rabu, 4 Oktober 2017 Kamis, 5 oktober 2017


S : kepala pusing berputar, terutama S : keluhan terasa membaik, mual (-),
saat Os membuka mata. Mual (+), muntah (-), Jalan sudah tidak
muntah (-), Jalan masih sempoyongan. sempoyongan.
O: O:
KU : tampak sakit sedang KU : baik
Kesadaran compos mentis Kesadaran: Compos mentis
GCS : E4V5M6 GCS : E4V5M6
TD : 140/90 mmHg TD : 130/80 mmHg
N : 80x/m N: 75x/m
R: 20x/m R : 20x/m
S : 35,7 S: 36,0
Tes nistagmus (-/-) Tes Nistagmus (-/-)
Tes Romberg (+) Tes Romberg (-)
Tes bisikan (N/N) Tes bisikan (N/N)
Tes Tandem Walk (N) Tes Tandem walk (N)
Tes tunjuk hidung (N) Tes tunjuk hidung (N)
Disdiadokinesia (-) Disdiadokinesia (-)
A : Vertigo Perifer A: Vertigo perifer
 P : IVFD RL XX gtt/m  P: IVFD RL XX gtt/m
 Micardis 80 mg 1x1  Micardis 80 mg 1x1
 Flunarizin tab 1x1  Flunarizin tab 1x1
 Omeprazole inj 1x1  Omeprazole inj 1x1
 Analsik tab 2x1  Analsik tab 2x1
 Ranitidin amp 2x1  Ranitidin amp 2x1
BAB II

ANALISIS KASUS

Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan pasien menderita vertigo perifer.

A. ANAMNESIS
Telah dilaporkan seorang pasien Perempuan berumur 47 tahun yang

dirawat di RS Pertamina Bintag Amin diagnosis klinis awal vertigo perifer.

Diagnosis klinis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari

anamnesis didapatkan Kepala pusing berputar sejak 5 hari yang lalu dan

memberat sehari SMRS. Kepala pusing berputar muncul jika adanya

perubahan (posisi kepala, melihat cahaya dan ketika membuka mata),

bersifat terus menerus, keluhan pusing berputar berkurang jika menutup

mata. Os juga mengaku bila berjalan merasakan sempoyongan. Os merasa

mual (+) muntah (-), nyeri ulu hati disangkal. Pusing berputar dirasakan

hingga os tidak dapat bangun.


Diagnosis vertigo dibuat atas dasar keluhan pasien merupakan

keluhan pusing berputar. Pasien tidak merasakan adanya nyeri kepala

ataupun pingsan. Vertigo yang dirasakan pasien merupakan vertigo perifer

karena keluhan dipengaruhi oleh posisi, terdapat mual, pasien masih dapat

jalan dan beraktivitas, pasien merasakan lingkungan sekitar pasien yang

berputar. Tidak ditemukan adanya gejala-gejala sentral seperti gangguan

penglihatan, penglihatan ganda, ataupun kesulitan berbicara. Sehingga

dapat dikatakan bahwa keluhan vertigo pasien adalah vertigo perifer.


B. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik yang menunjang ke arah diagnosis kerja adalah

bukti tes fungsi keseimbangan (romberg biasa (+),dan tes tandem walking.

Pemeriksaan refleks patologis yang dilakukan mendapatkan hasil (-), ini

menunjukan vertigo pada os merupakan vertigo lesi perifer. Dari

pemeriksaan nervus kranialis pada pemeriksaan nervus VIII terdapat

kelainan.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan darah lengkap tidak menunjukan adanya kelainan.

D. PENATALAKSANAAN

Non medika mentosa yaitu hindari faktor pencetus seperti

perubahan posisi kepala tubuh dan sinar cahaya secara langsung. Medika

mentosa IVFD RL untuk mengganti cairan tubuh yang telah hilang karena

muntah. Flunarizine adalah obat golongan vasodilator perifer dan aktivator

serebral yang digunakan untuk mengatasi vertigo. Flunarizine memiliki

efek antihistamin dan penghambat ion kalsium yang bekerja secara

selektif. Frego diabsorpsi baik di usus, dan mencapai kadar puncak plasma

dalam waktu 2-4 jam setelah pemberian oral. Analsik merupakan OAINS

digunakan untuk meredakan nyeri sedang sampai berat. Omeprazole

merupakan golongan pompa proton inhibitor dan ranitidine merupakan

golongan penghambat produksi asam, kedua obat ini digunakan untuk

mengurangi rasa mual yang dirasakan pasien.


Prognosis quo ad vitam pada kasus ini dubia ad bonam, hal ini

dipengaruhi oleh keadaan pasien sesaat setelah mendapatkan pengobatan

keluhan berangsur membaik. Untuk prognosis quo ad fungsionam dubia ad

bonam dikarenakan sangat tergantung dari pasien menghindari faktor

pencetus vertigo. Prognosis quo sanationam dubia ad bonam dikarenakan

jika pasien dapat menghindari faktor pencetus, vertigo dapat dihindari

sehingga pasien dapat beraktivitas seperti biasanya.


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi Vertigo

Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar

mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan

sekitar. Vertigo tidak selalu sama dengan dizziness. Dizziness adalah

sebuah istilah non spesifik yang dapat dikategorikan ke dalan 4 subtipe

tergantung gejala yang digambarkan oleh pasien. Dizziness dapat berupa

vertigo, presinkop (perasaan lemas disebabkan oleh berkurangnya perfusi

cerebral), light-headness, disequilibrium (perasaan goyang atau tidak

seimbang ketika berdiri). 1

Vertigo - berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar -

merujuk pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan

seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan. 3

3.2. Epidemiologi Vertigo

Angka kejadian vertigo di Amerika Serikat berkisar 64 dari 100.000

orang, wanita cenderung lebih sering terserang (64%), kasus Benigna

Paroxysmal Positional Disease (BPPV) sering terjadi pada usia rata-rata 51-

57 tahun, jarang pada usia 35 tahun tanpa riwayat trauma kepala (George,

2009). Menurut survey dari Department of Epidemiology, Robert Koch

Institute Germany pada populasi umum di Berlin tahun 2007, prevalensi


vertigo dalam 1 tahun 0,9%, vertigo akibat migren 0,89%, untuk BPPV 1,6%,

vertigo akibat Meniere’s Disease 0.51%. Pada suatu follow up study

menunjukkan bahwa BPPV memiliki resiko kekambuhan sebanyak 50%

selama 5 tahun.Di Indonesia, data kasus di R.S. Dr Kariadi Semarang

menyebutkan bahwa kasus vertigo menempati urutan ke 5 kasus terbanyak

yang dirawat di bangsal saraf.

3.3 Jenis Vertigo

Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran

vestibular yang mengalami kerusakan, yaitu vertigo periferal dan vertigo

sentral. Saluran vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga yang

senantiasa mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke otak untuk

menjaga keseimbangan. Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di

saluran yang disebut kanalis semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang

bertugas mengontrol keseimbangan.

Tabel 3. 1Gejala yang sering menyertai vertigo

No. Vertigo Periferal (Vestibulogenik) Vertigo Sentral (Non

vestibulogenik)
1. Pandangan gelap Penglihatan ganda

2. Rasa lelah dan stamina menurun Sukar menelan

3. Jantung berdebar – debar Kelumpuhan otot – otot wajah

4. Hilang keseimbangan Sakit kepala yang parah

5. Tidak mampu berkonsentrasi Kesadaran terganggu

6. Perasaan seperti mabuk Tidak mampu berkata – kata


7. Otot terasa sakit Hilangnya koordinasi

8. Mual dan muntah – muntah Mual dan muntah – muntah

9. Memori daya pikir menurun Tubuh terasa lemah

10. Sensitif pada cahaya terang dan suara

11. Berkeringat
Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo periferal

antara lain penyakit-penyakit seperti benign parozysmal positional vertigo

(gangguan akibat kesalahan pengiriman pesan), penyakit meniere

(gangguan keseimbangan yang sering kali menyebabkan hilang

pendengaran), vestibular neuritis (peradangan pada sel-sel saraf

keseimbangan), dan labyrinthitis (radang di bagian dalam pendengaran).

Sedangkan vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang tidak

normal di dalam otak, khususnya di bagian saraf keseimbangan, yaitu

daerah percabangan otak dan serebelum (otak kecil).

3.4 Etiologi

VERTIGO PERIFER

Penyebab vertigo dapat berasal dari perifer yaitu dari organ vestibuler sampai

ke inti nervus VIII sedangkan kelainan sentral dari inti nervus VIII sampai ke

korteks.Berbagai penyakit atau kelainan dapat menyebabkan vertigo. Penyebab

vertigo serta lokasi lesi : 7

1. Labirin, telinga dalam


- vertigo posisional paroksisimal benigna
- pasca trauma
- penyakit menierre
- labirinitis (viral, bakteri)
- toksik (misalnya oleh aminoglikosid, streptomisin, gentamisin)
- oklusi peredaran darah di labirin
- fistula labirin
2. Saraf otak ke VIII
- neuritis iskemik (misalnya pada DM)
- infeksi, inflamasi (misalnya pada sifilis, herpes zoster)
- neuritis vestibular
- neuroma akustikus
- tumor lain di sudut serebelo-pontin
3. Telinga luar dan tengah
- Otitis media
- Tumor

VERTIGO SENTRAL

1. Supratentorial
- Trauma
- Epilepsi
2. Infratentorial
- Insufisiensi vertebrobasiler

3.5 Klasifikasi

Vertigo Perifer

Terdapat tiga jenis vertigo perifer yang paling sering dialami yaitu :

1. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab utama

vertigo. Onsetnya lebih seriang terjadi pada usia rata-rata 51 tahun. 5 Benign

Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan oleh pergerakan otolit dalan

kanalis semisirkularis pada telinga dalam. Hal ini terutama akan mempengaruhi

kanalis posterior dan menyebabkan gejala klasik tapi ini juga dapat mengenai

kanalis anterior dan horizontal. Otoli mengandung Kristal-kristal kecil kalsium

karbonat yang berasal dari utrikulus telinga dalam. Pergerakan dari otolit
distimulasi oleh perubahan posisi dan menimbulkan manifestasi klinik vertigo

dan nistagmus.9

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) biasanya idiopatik tapi

dapat juga diikuti trauma kepala, infeksi kronik telinga, operasi dan neuritis

vestibular sebelumny, meskipun gejala benign Paroxysmal Positional Vertigo

(BPPV) tidak terjadi bertahun-tahun setelah episode. 8

2. Ménière’s disease

Ménière’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti dengan

keluhan pendengaran.11 Gangguan pendengaran berupa tinnitus (nada rendah),

dan tuli sensoris pada fluktuasi frekuensi yang rendah, dan sensasi penuh
10
pada telinga. Ménière’s disease terjadi pada sekitar 15% pada kasus vertigo

otologik. Ménière’s disease merupakan akibat dari hipertensi endolimfatik. Hal

ini terjadi karena dilatasi dari membrane labirin bersamaan dengan kanalis

semisirularis telinga dalam dengan peningkatan volume endolimfe. Hal ini dapat

terjadi idiopatik atau sekunder akibat infeksi virus atau bakteri telinga atau
8
gangguan metabolic.

3. Vestibular Neuritis

Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia, dan nistagmus. Hal

ini berhubungan dengan infeksi virus pada nervus vestibularis. Labirintis

terjadi dengan komplek gejala yang sama disertai dengan tinnitus atau penurunan

pendengaran. Keduanya terjadi pada sekitar 15% kasus vertigo otologik. 11

Vertigo Sentral
Beberapa penyakit yang dapat menimbulkan vertigo sentral :

1. Migraine

Selby and Lance (1960) menemukan vertigo menjadi gejala yang sering

dilaporkan pada 27-33% pasien dengan migraine.. Sebelumnya telah dikenal

sebagai bagian dari aura (selain kabur, penglihatan ganda dan disarthria)

untuk basilar migraine dimana juga didapatkan keluhan sakit kepala sebelah.

Vertigo pada migraine lebih lama dibandingkan aura lainnya, dan seringkali

membaik dengan terapi yang digunakan untuk migraine. 10

2. Vertebrobasilar insufficiency

Vertebrobasilar insufficiency biasanya terjadi dengan episode rekuren dari

suatu vertigo dengan onset akut dan spontan pada kebanyakan pasien terjadi

beberapa detik sampai beberapa menit. Lebih sering pada usia tua dan pada paien

yang memiliki factor resiko cerebrovascular disease. Sering juga berhungan

dengan gejala visual meliputi inkoordinasi, jatuh, dan lemah. Pemeriksaan

diantara gejala biasanya normal. 9

3. Tumor Intrakranial

Tumor intracranial jarang member manifestasi klinik vertigo dikarenakan

kebanyakan adalah tumbuh secara lambat sehingga ada waktu untuk kompensasi

sentral. Gejala yang lebih sering adalah penurunan pendengaran atau gejala

neurologis . Tumor pada fossa posterior yang melibatkan ventrikel keempat atau
Chiari malformation sering tidak terdeteksi di CT scan dan butuh MRI

untuk diagnosis. Multipel sklerosis pada batang otak akan ditandai dengan vertigo

akut dan nistagmus walaupun biasanya didaptkan riwayat gejala neurologia yang

lain dan jarang vertigo tanpa gejala neurologia lainnya. 8

Tabel 1. Perbedaan Vertigo Perifer Dan Vertigo Sentral 7

Ciri-ciri Vertigo Perifer Vertigo Sentral

Lesi Sistem vestibular (telinga Sistem vertebrobasiler dan


dalam, saraf perifer) gangguan vaskular (otak,
batang otak, serebelum)

Penyebab Vertigo posisional iskemik batang otak,


paroksismal vertebrobasiler

jinak (BPPV), penyakit insufisiensi, neoplasma,


maniere, migren basiler

neuronitis vestibuler,
labirintis,

neuroma akustik, trauma

Gejala gangguan SSP Tidak ada Diantaranya :diplopia,


parestesi,

gangguan sensibilitas dan


fungsi

motorik, disartria, gangguan


serebelar

Masa laten 3-40 detik Tidak ada

Habituasi Ya Tidak

Intensitas vertigo Berat Ringan

Telinga berdenging dan Kadang-kadang Tidak ada


atau tuli

Nistagmus spontan + -

3.6 Patofisiologi
Etiologi vertigo adalah abnormalitas dari organ - organ vestibuler, visual,

ataupun sistem propioseptif. Labirin (organ untuk ekuilibrium) terdiri atas 3

kanalis semisirkularis, yang berhubungan dengan rangsangan akselerasi

angular, serta utrikulus dan sakulus, yang berkaitan dengan rangsangan

gravitasi dan akselerasi vertikal. Rangsangan berjalan melalui nervus

vestibularis menuju nukleus vestibularis di batang otak, lalu menuju fasikulus

medialis (bagian kranial muskulus okulomotorius), kemudian meninggalkan

traktus vestibulospinalis (rangsangan eksitasi terhadap otot-otot ekstensor

kepala, ekstremitas, dan punggung untuk mempertahankan posisi tegak

tubuh). Selanjutnya, serebelum menerima impuls aferen dan berfungsi

sebagai pusat untuk integrasi antara respons okulovestibuler dan postur

tubuh.

Fungsi vestibuler dinilai dengan mengevaluasi refleks okulovestibuler

dan intensitas nistagmus akibat rangsangan perputaran tubuh dan rangsangan

kalori pada daerah labirin. Refleks okulovestibuler bertanggung jawab atas

fiksasi mata terhadap objek diam sewaktu kepala dan badan sedang bergerak.

Nistagmus merupakan gerakan bola mata yang terlihat sebagai respons

terhadap rangsangan labirin, serta jalur vestibuler retrokoklear, ataupun jalur

vestibulokoklear sentral. Vertigo sendiri mungkin merupakan gangguan yang

disebabkan oleh penyakit vestibuler perifer ataupun disfungsi sentral oleh

karenanya secara umum vertigo dibedakan menjadi vertio perifer dan vertigo

sentral. Penggunaan istilah perifer menunjukkan bahwa kelainan atau

gangguan ini dapat terjadi pada end-organ (utrikulus maupun kanalis

semisirkularis) maupun saraf perifer.


Lesi vertigo sentral dapat terjadi pada daerah pons, medulla, maupun

serebelum. Kasus vertigo jenis ini hanya sekitar 20% - 25% dari seluruh

kasus vertigo, tetapi gejala gangguan keseimbangan (disekulibrium) dapat

terjadi pada 50% kasus vertigo. Penyebab vertigo sentral ini pun cukup

bervariasi, di antaranya iskemia atau infark batang otak (penyebab

terbanyak), proses demielinisasi (misalnya, pada sklerosis multipel,

demielinisasi pascainfeksi), tumor pada daerah serebelopontin, neuropati

kranial, tumor daerah batang otak, atau sebab - sebab lain.Beberapa penyakit

ataupun gangguan sistemik dapat juga menimbulkan gejala vertigo. Begitu

pula dengan penggunaan obat, seperti antikonvulsan, antihipertensi, alkohol,

analgesik, dan tranquilizer. Selain itu, vertigo juga dapat timbul pada

gangguan kardiovaskuler (hipotensi, presinkop kardiak maupun non-kardiak),

penyakit infeksi, penyakit endokrin (DM, hipotiroidisme), vaskulitis, serta

penyakit sistemik lainnya, seperti anemia, polisitemia, dan sarkoidosis.

3.7 Gejala Klinis

Gejala klinis pasien dengan dizziness dan vertigo dapat berupa gejala

primer, sekunder ataupun gejala non spesifik. Gejala primer diakibatkan oleh

gangguan pada sensorium. Gejala primer berupa vertigo, impulsion, oscilopsia,

ataxia, gejala pendengaran. Vertigo, diartikan sebagai sensasi berputa. Vertigo

dapat horizontal, vertical atau rotasi. Vertigo horizontal merupa tipe yang

paling sering, disebabkan oleh disfungsi dari telinga dalam. Jika bersamaan

dengan nistagmus, pasien biasanya merasakan sensasi pergerakan dari sisi

yang berlawanan dengan komponen lambat. Vertigo vertical jarang terjadi,

jika sementara biasanya disebabkan oleh BPPV. Namun jika menetap,


biasanya berasal dari sentral dan disertai dengan nistagmus dengan gerakan ke

bawah atau ke atas. Vertigo rotasi merupakan jenis yang paling jarang ditemukan.

Jika sementara biasnaya disebabakan BPPV namun jika menetap disebabakan

oleh sentral dan biasanya disertai dengan rotator nistagmus. 12

Impulsi diartikan sebagai sensasi berpindah, biasanya dideskrepsikan

sebagai sensais didorong atau diangkat. Sensasi impulse mengindikasi

disfungsi apparatus otolitik pada telinga dalam atau proses sentral sinyal otolit.

Oscilopsia ilusi pergerakan dunia yang dirovokasi dengan pergerakan kepala.

Pasien dengan bilateral vestibular loss akan takut untuk membuka kedua

matanya. Sedangkan pasien dnegan unilateral vestibular loss akan mengeluh

dunia seakan berputar ketika pasien menoleh pada sisi telinga yang mengalami

gangguan. Ataksia adalah ketidakstabilan berjalan, biasnaya universal pada

pasien dengan vertigo otologik dan sentral. Gejala pendengaran biasanya berupa

tinnitus, pengurangan pendengaran atau distorsi dan sensasi penuh di telinga.

Gejala sekunder meliputi mual, gejala otonom, kelelahan, sakit kepala, dan

sensivitas visual. Gejala nonspesifik berupa giddiness dan light headness.

Istilah ini tidak terlalu memiliki makna pada penggunaan biasanya. Jarang

dignkan pada pasien dengan disfungsi telinga namun sering digunakan pada

pasien vertigo yang berhubungan dengan problem medic. 12

Suatu informasi penting yang didapatkna dari anamnesis dapat digunakan

untuk membedakan perifer atau sentral meliputi: 2

 Karekteristk dizziness
Perlu ditanyakan mengenai sensasi yang dirasakan pasien apakah sensasi

berputar, atau sensasi non spesifik seperti giddiness atau liht headness,

atau hanya suatu perasaan yang berbeda (kebingungan)

 Keparahan

Keparahan dari suatu vertigo juga dapat membantu, misalnya: pada acute

vestibular neuritis, gejala awal biasanya parah namun berkurang dalam

beberapa hari kedepan. Pada Ménière’s disease, pada awalnya keparahan

biasanya meningkat dan kemudian berkurang setelahnya. Sedangakan

pasien mengeluh vertigo ynag menetap dan konstan mungkin memilki

penyebab psikologis. 3

 Onset dan durasi vertigo

Durasi tiap episode memiliki nilai diagnostic yang signifikan, semakin

lama durasi vertigo maka kemungkinan kea rah vertigo sentral menjadi lebih

besar. Vertigo perifer umumnya memilki onset akut dibandingkan vertigo

sentral kecuali pada cerebrovascular attack. Perbedaan onset dan durasi maisng-

masing penyebab vertigo dapat dilihat pada table 4. 2

Vertigo sentral biasanya berkembang bertahap (kecuali pada vertigo

sentral yang berasal dari vascular misalnya CVA). Lesi sentral biasanya

menyebabkan tanda neurologis tambahan selain vertigonya, menyebabkan

ketidakseimbnagan yang parah, nystagmus murni vertical, horizontal atau

torsional dan tidak dapat dihambat oleh fiksasi mata pada objek.

Tabel 2. Perbedaan Durasi gejala untuk berbagai Penyebab vertigo 2


Durasi episode Kemungkinan diagnosis
Beberapa detik Peripheral cause: unilateral loss of
vestibular
function; late stages of acute vestibular
neuronitis
Detik sampai menit Benign paroxysmal positional vertigo;
perilymphatic fistula
Beberapa menit sampai satu jam Posterior transient ischemic attack;
perilymphatic fistula
Beberapa jam Ménière’s disease; perilymphatic fistula from
trauma or surgery; migraine; acoustic
neuroma
Beberapa hari Early acute vestibular neuronitis*; stroke;
migraine; multiple sclerosis
Beberapa minggu Psychogenic

Tabel 3. Klinis vertigo vestibular, perifer dan sentral 9

Perifer Sentral
Bangkitan vertigo Mendadak Lambat
Derajat vertigo Berat Ringan
Pengaruh gerakan kepala (+) (-)
Gejala otonom (++) (-)
Gangguan pendengaran (+) (-)

Selain itu kita bisa membedakan vertigo sentral dan perifer

berdasarkan nystagmus. Nystagmus adalah gerakan bola mata yang sifatnya

involunter, bolak balik, ritmis, dengan frekuensi tertentu. Nystagmus

merupakan bentuk reaksi dari refleks vestibulo oculer terhadap aksi tertentu.

Nystagmus bisa bersifat fisiologis atau patologis dan manifes secara spontan atau
dengan rangsangan alat bantu seperti test kalori, tabung berputar, kursi berputar,

kedudukan bola mata posisi netral atau menyimpang atau test posisional atau

gerakan kepala. 7

Tabel 4. Membedakan nystagmus sentral dan perifer adalah sebagai berikut

No Nystagmus Vertigo sentral Vertigo perifer


1. Arah Berubah-ubah Horizontal/horizontal
rotatoar
2. Sifat Unilateral/bilateral Bilateral
3. Test posisional
- Latensi Singkat Lebih lama
- Durasi
- Intensitas Lama Singkat
- Sifat
Sedang Larut/sedang
Susah ditimbulkan Mudah ditimbulkan
4. Test dengan Dominasi arah jarang Sering ditemukan
rangsang (kursi ditemukan
putar, irigasi telinga)
5. Fiksasi mata Tidak pengaruh Terhambat

 Gejala Penyerta

Gejala penyerta berupa penurunan pendengaran, nyeri, mual, muntah dan

gejala neurologis dapat membantu membedakan diagnosis penyebab vertigo.

Kebanyakan penyebab vertigo dengan gangguan pendengaran berasal dari

perifer, kecuali pada penyakit serebrovaskular yang mengenai arteri auditorius

interna atau arteri anterior inferior cebellar. Nyeri yang menyertai vertigo dapat

terjadi bersamaan dengan infeksi akut telinga tengah, penyakit invasive pada

tulang temporal, atau iritasi meningeal. Vertigo sering bersamaan dengan


muntah dan mual pada acute vestibular neuronitis dan pada meniere disease

yang parah dan BPPV.

Pada vertigo sentral mual dan muntah tidak terlalu parah. Gejala

neurologis berupa kelemahan, disarthria, gangguan penglihatan dan

pendengaran, parestesia, penurunan kesadaran, ataksia atau perubahan lain

pada fungsi sensori dan motoris lebih mengarahkan diagnosis ke vertigo

sentral misalnya penyakit cererovascular, neoplasma, atau multiple sklerosis.

Pasien denga migraine biasanya merasakan gejala lain yang berhubungan

dengan migraine misalnya sakit kepala yang tipikal (throbbing, unilateral,

kadnag disertai aura), mual, muntah, fotofobia, dan fonofobia. 21-35 persen
3
pasien dengan migraine mengeluhkan vertigo.

3.8 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang menyeluruh sebaiknya difokuskan pada

evaluasi neurologis terhadap saraf-saraf kranial dan fungsi serebelum,

misalnya dengan melihat modalitas motorik dan sensorik. Penilaian terhadap

fungsi serebelum dilakukan dengan menilai fiksasi gerakan bola mata; adanya

nistagmus (horizontal) menunjukkan adanya gangguan vestibuler sentral.

Pemeriksaan kanalis auditorius dan membran timpani juga harus

dilakukan untuk menilai ada tidaknya infeksi telinga tengah, malformasi,

kolesteatoma, atau fi stula perilimfatik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan

tajam pendengaran.

 Tes keseimbangan
Pemeriksaan klinis, baik yang dilakukan unit gawat darurat

maupun di ruang pemeriksaan lainnya, mungkin akan memberikan


banyak informasi tentang keluhan vertigo. Beberapa pemeriksaan

klinis yang mudah dilakukan untuk melihat dan menilai gangguan

keseimbangan diantaranya adalah: Tes Romberg. Pada tes ini,

penderita berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lain,

tumit yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lain (tandem).

Orang yang normal mampu berdiri dalam sikap Romberg ini

selama 30 detik atau lebih. Berdiri dengan satu kaki dengan mata

terbuka dankemudian dengan mata tertutup merupakan skrining

yang sensitif untuk kelainan keseimbangan. Bila pasien mampu

berdiri dengan satu kaki dalam keadaan mata tertutup, dianggap

normal.
 Tes melangkah di tempat (stepping test)
Penderita harus berjalan di tempat dengan mata tertutup

sebanyak 50 langkah dengan kecepatan seperti berjalan biasa dan

tidak diperbolehkan beranjak dari tempat semula. Tes ini dapat

mendeteksi ada tidaknya gangguan sistem vestibuler. Bila

penderita beranjak lebih dari 1 meter dari tempat semula atau

badannya berputar lebih dari 30 derajat dari keadaan semula, dapat

diperkirakan penderita mengalami gangguan sistem vestibuler.


 Tes salah tunjuk (past-pointing)
Penderita diperintahkan untuk merentangkan lengannya dan

telunjuk penderita diperintahkan menyentuh telunjuk pemeriksa.

Selanjutnya, penderita diminta untuk menutup mata, mengangkat

lengannya tinggitinggi (vertikal) dan kemudian kembali pada

posisi semula. Pada gangguan vestibuler, akan didapatkan salah

tunjuk.
 Manuver Nylen-Barany atau Hallpike
Untuk menimbulkan vertigo pada penderita dengan

gangguan sistem vertibuler, dapat dilakukan manuver Nylen-

Barany atau Hallpike. Pada tes ini, penderita duduk di pinggir

ranjang pemeriksaan, kemudian direbahkan sampai kepala

bergantung di pinggir tempat tidur dengan sudut sekitar 30 derajat

di bawah horizon, lalu kepala ditolehkan ke kiri. Tes kemudian

diulangi dengan kepala melihat lurus dan diulangi lagi dengan

kepala menoleh ke kanan. Penderita harus tetap membuka matanya

agar pemeriksa dapat melihat muncul/tidaknya nistagmus. Kepada

penderita ditanyakan apakah merasakan timbulnya gejala vertigo.

Gambar 3. 2 Mauver Nylen – Barany atau Hallpike

 Tes kalori
Tes kalori baru boleh dilakukan setelah dipastikan tidak ada

perforasi membran timpani maupun serumen. Cara melakukan tes

ini adalah dengan memasukkan air bersuhu 30° C sebanyak 1 mL.


Tes ini berguna untuk mengevaluasi nistagmus, keluhan pusing,

dan gangguan fi ksasi bola mata.


Pemeriksaan lain dapat juga dilakukan, dan selain

pemeriksaan fungsi vestibuler, perlu dikerjakan pula pemeriksaan

penunjang lain jika diperlukan. Beberapa pemeriksaan penunjang

dalam hal ini di antaranya adalah pemeriksaan laboratorium (darah

lengkap, tes toleransi glukosa, elektrolit darah, kalsium, fosfor,

magnesium) dan pemeriksaan fungsi tiroid. Pemeriksaan

penunjang dengan CT-scan, MRI, atau angiografi dilakukan untuk

menilai struktur organ dan ada tidaknya gangguan aliran darah,

misalnya pada vertigo sentral.

3.9. Penatalaksanaan Vertigo

Penatalaksanaan vertigo bergantung pada lama keluhan dan

ketidaknyamanan akibat gejala yang timbul serta patologi yang

mendasarinya. Pada vertigo, beberapa tindakan spesifik dapat dianjurkan

untuk mengurangi keluhan vertigo. Pada penyakit Meniere,

misalnyapengurangan asupan garam dan penggunaan diuretik disarankan

untuk mengurangi tekanan endolimfatik. Untuk BPPV (benign paroxysmal

positional vertigo), dapat dicoba dengan “bedside maneuver” yang disebut

dengan “Epley particle repositioning maneuver”, seperti pada gambar di

bawah ini:
Gambar 3. 3 Evley manuver

 Penatalaksanaan Medikamentosa.
Secara umum, penatalaksanaan medikamentosa mempunyai

tujuan utama: (i) mengeliminasi keluhan vertigo, (ii) memperbaiki

proses-proses kompensasi vestibuler, dan (iii) mengurangi gejala-

gejala neurovegetatif ataupun psikoafektif. Beberapa golongan

obat yang dapat digunakan untuk penanganan vertigo di antaranya

adalah:
a.Antikolinergik
Antikolinergik merupakan obat pertama yang digunakan

untuk penanganan vertigo, yang paling banyak dipakai

adalah skopolamin dan homatropin. Kedua preparat tersebut

dapat juga dikombinasikan dalam satu sediaan antivertigo.

Antikolinergik berperan sebagai supresan vestibuler melalui

reseptormuskarinik. Pemberian antikolinergik per oral

memberikan efek rata-rata 4 jam, sedangkan gejala efek

samping yang timbul terutama berupa gejala-gejala

penghambatan reseptor muskarinik sentral, seperti gangguan

memori dan kebingungan (terutama pada populasi lanjut

usia), ataupun gejala-gejala penghambatan muskarinik

perifer, seperti gangguan visual, mulut kering, konstipasi,

dan gangguan berkemih.


b. Antihistamin
Penghambat reseptor histamin-1 (H-1 blocker) saat ini

merupakan antivertigo yang paling banyak diresepkan

untuk kasus vertigo,dan termasuk di antaranya adalah

difenhidramin, siklizin, dimenhidrinat, meklozin, dan

prometazin. Mekanisme antihistamin sebagai supresan

vestibuler tidak banyak diketahui, tetapi diperkirakan juga

mempunyai efek terhadap reseptor histamin sentral.

Antihistamin mungkin juga mempunyai potensi dalam

mencegah dan memperbaiki “motion sickness”. Efek sedasi

merupakan efek samping utama dari pemberian

penghambat histamin-1. Obat ini biasanya diberikan per


oral, dengan lama kerja bervariasi mulai dari 4 jam

(misalnya, siklizin) sampai 12 jam (misalnya, meklozin).


c. Histaminergik
Obat kelas ini diwakili oleh betahistin yang digunakan

sebagai antivertigo di beberapa negara Eropa, tetapi tidak di

Amerika. Betahistin sendiri merupakan prekrusor histamin.

Efek antivertigo betahistin diperkirakan berasal dari efek

vasodilatasi, perbaikan aliran darah pada mikrosirkulasi di

daerah telinga tengah dan sistem vestibuler. Pada

pemberian per oral, betahistin diserap dengan baik, dengan

kadar puncak tercapai dalam waktu sekitar 4 jam. efek

samping relatif jarang, termasuk di antaranya keluhan nyeri

kepala dan mual.


d. Antidopaminergik
Antidopaminergik biasanya digunakan untuk

mengontrol keluhan mual pada pasien dengan gejala mirip-

vertigo. Sebagian besar antidopaminergik merupakan

neuroleptik. Efek antidopaminergik pada vestibuler tidak

diketahui dengan pasti, tetapi diperkirakan bahwa

antikolinergik dan antihistaminik (H1) berpengaruh pada

sistem vestibuler perifer. Lama kerja neuroleptik ini

bervariasi mulai dari 4 sampai 12 jam. Beberapa antagonis

dopamin digunakan sebagai antiemetik, seperti domperidon

dan metoklopramid. Efek samping dari antagonis dopamin

ini terutama adalah hipotensi ortostatik, somnolen, serta

beberapa keluhan yang berhubungan dengan gejala


ekstrapiramidal, seperti diskinesia tardif, parkinsonisme,

distonia akut, dan sebagainya.

e. Benzodiazepin
Benzodiazepin merupakan modulator GABA, yang akan

berikatan di tempat khusus pada reseptor GABA. Efek

sebagai supresan vestibuler diperkirakan terjadi melalui

mekanisme sentral. Namun, seperti halnya obat-obat

sedatif, akan memengaruhi kompensasi vestibuler. Efek

farmakologis utama dari benzodiazepin adalah sedasi,

hipnosis, penurunan kecemasan, relaksasi otot, amnesia

anterograd, serta antikonvulsan. Beberapa obat golongan ini

yang sering digunakan adalah lorazepam, diazepam, dan

klonazepam.
f. Antagonis kalsium
Obat-obat golongan ini bekerja dengan menghambat

kanal kalsium di dalam sistem vestibuler, sehingga akan

mengurangi jumlah ion kalsium intrasel. Penghambat kanal

kalsium ini berfungsi sebagai supresan vestibuler.

Flunarizin dan sinarizin merupakan penghambat kanal

kalsium yang diindikasikan untuk penatalaksanaan vertigo;

kedua obat ini juga digunakan sebagai obat migren. Selain

sebagai penghambat kanal kalsium, ternyata fl unarizin dan

sinarizin mempunyai efek sedatif, antidopaminergik, serta

antihistamin-1. Flunarizin dan sinarizin dikonsumsi per

oral. Flunarizin mempunyai waktu paruh yang panjang,

dengan kadar mantap tercapai setelah 2 bulan, tetapi kadar


obat dalam darah masih dapat terdeteksi dalam waktu 2-4

bulan setelah pengobatan dihentikan. Efek samping jangka

pendek dari penggunaan obat ini terutama adalah efek

sedasi dan peningkatan berat badan. Efek jangka panjang

yang pernah dilaporkan ialah depresi dan gejala

parkinsonisme, tetapi efek samping ini lebih banyak terjadi

pada populasi lanjut usia.


g. Simpatomimetik
Simpatomimetik, termasuk efedrin dan amfetamin, harus

digunakan secara hati-hati karena adanya efek adiksi.


h. Asetilleusin
Obat ini banyak digunakan di Prancis. Mekanisme kerja

obat ini sebagai antivertigo tidak diketahui dengan pasti,

tetapi diperkirakan bekerja sebagai prekrusor

neuromediator yang memengaruhi aktivasi vestibuler

aferen, serta diperkirakan mempunyai efek sebagai

“antikalsium” pada neurotransmisi. Beberapa efek samping

penggunaan asetilleusin ini di antaranya adalah gastritis

(terutama pada dosis tinggi) dan nyeri di tempat injeksi.


i. Lain-lain
Beberapa preparat ataupun bahan yang diperkirakan

mempunyai efek antivertigo di antaranya adalah ginkgo

biloba, piribedil (agonis dopaminergik), dan ondansetron.

3.10 Prognosis

Prognosis setelah dilakukan CRP (canalith repositioning procedure)

biasanya bagus. Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu, meskipun


beberapa kasus tidak terjadi. Dengan sekali pengobatan tingkat rekurensi

sekitar 10-25%. 2

DAFTAR PUSTAKA

1. Joesoef AA. Vertigo. In : Harsono, editor. Kapita Selekta Neurologi.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2000. p.341-59

2. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E,

Iskandar N, Editor. Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi

Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 104-9

3. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009

[cited 2009 May 20th]. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview
4. Furman JM, Cass SP. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. NEJM

[online] 2009 [cited 2009 May 30th]. Available from :

http://content.nejm.org/cgi/reprint/341/21/1590.pdf

5. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam :

Arsyad E, Iskandar N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok Kepala &

Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 94-101

6. Anderson JH dan Levine SC. Sistem Vestibularis. Dalam : Effendi H,

Santoso R, Editor : Buku Ajar Penyakit THT Boies. Edisi Keenam. Jakarta

: EGC. 1997. h 39-45

7. Sherwood L. Telinga, Pendengaran, dan Keseimbangan. Dalam: Fisiologi

Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC. 1996. p 176-189

8. Balasubramanian. BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo). [online]

2009 [cited 2009 May 30th]. Available from :

http://www.drtbalu.com/BPPV.html

9. Anonym. The Membranous Labyrinth Of The Vestibular. [online] 2009

[cited 2009 May 30th]. Available from : http://cache-

media.britannica.com/eb-media/86/4086-004-EA855487.gif

10. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setowulan W. Pusing .

Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI. 2001.

Hal 51-53

11. Anonym. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009

May 20th]. Available from :

http://en.wikipedia.org/wiki/Benign_paroxysmal_positional_vertigo
12. Anonym. Labirinitis. [online] 2011 [cited 2011 December 16th]. Available

from : http://dokterspesialis.info/2011/12/16/labirinitis.html

13. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Penyakit Meniere. Dalam : Arsyad

E, Iskandar N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi

Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 102-3

14. Anonym. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (Benign Positional

Vertigo)/BPPV. [online] 2009 [cited 2009 December 20th]. Available from:

http://medicastore.com/penyakit/3327/Benign_Paroxymal_Positional

Anda mungkin juga menyukai