Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

NOISE INDUCED HEARING LOSS DEXTRA

Disusun Oleh:
Yuan Alessandro Suros
112019019

Pembimbing:
Pembimbing : dr. Renny Swasti Wijayanti, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU THT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA SEMARANG
PERIODE 19 APRIL-22 MEI 2021

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

1
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN DASAR
STATUS ILMU THT
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF PENYAKIT THT
RUMAH SAKIT: RUMAH SAKIT BHAYANGKARA SEMARANG
Nama : Yuan Alessandro Suros Tanda Tangan
NIM : 112019019
.......................
Dr. Pembimbing/Penguji: dr. Renny Swasti Wijayanti, Sp.THT-KL

A. IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Tn.YS Alamat : Semarang

Tempat /tanggal lahir : Sambas, 3 Juni 1995 Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 25 Tahun Suku Bangsa : Tionghoa

Status Perkawinan : belum menikah Agama : Katolik

Pekerjaan : mahasiswa Pendidikan : S1

B. ANAMNESIS :
Dilakukan Autoanamnesis pada: 20 April 2021

Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan telinga kanan berdenging sejak 3 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien 25 tahun datang dengan keluhan telinga kanan berdenging sejak 3 hari yang
lalu disertai penurunan pendengaran telinga kanan. Pasien mengaku telinga berdenging
hilang timbul sudah sejak lama, terutama setelah mendengar suara nyaring terus menerus, dan

2
perlahan membaik saat sunyi. Sebelum tinggal di Semarang, pasien tinggal di perumahan
padat penduduk di Jakarta dan telinga kanan pasien lebih sering terpapar suara nyaring
terutama ketika ada acara nikahan karena posisi jendela kamar dekat dengan sound system
dan telinga kanan pasien menghadap ke jendela ketika beraktivitas. Pasien juga mengaku
sering mendengar lagu dengan suara keras melalui headset terutama dengan telinga kanan,
pasien juga sering tertidur sambil mendengarkan lagu. Selain berdenging, pasien juga
mengeluh pendengaran telinga kanan menurun terutama saat telinga berdenging. Pasien
belum pernah berobat untuk mengatasi keluhannya. Pasien juga menyatakan bahwa tidak
merokok, tidak pernah minum alkohol dan tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan.
Penyakit Dahulu
( + ) Cacar ( + ) Malaria ( - ) Batu Ginjal/Saluran Kemih
( -) Cacar air ( - ) Disentri ( - ) Burut (Hernia)
( - ) Difteri ( - ) Hepatitis ( - ) Penyakit Prostat
( - ) Batuk Rejan ( - ) Tifus Abdominalis ( - ) Wasir
( - ) Campak ( - ) Skrofula ( - ) Diabetes
( - ) Influenza ( - ) Sifilis ( - ) Asma
( - ) Tonsilitis ( - ) Gonore ( - ) Tumor
( - ) Khorea ( - ) Hipertensi ( - ) Penyakit Pembuluh
( - ) Demam Rematik Akut ( - ) Ulkus Ventrikuli ( - ) Perdarahan Otak
( - ) Pneumonia ( - ) Ulkus Duodeni ( - ) Psikosis
( - ) Pleuritis ( - ) Gastritis ( - ) Neurosis
( - ) Tuberkulosis ( - ) Batu Empedu Lain-lain: ( - ) Operasi
( - ) Kecelakaan
Riwayat Keluarga :

Adakah kerabat yang menderita:

Penyakit Ya Tidak Hubungan


Alergi Tidak ada
Asma Tidak ada
Tuberkulosis Tidak ada
Arthritis Tidak ada
Rematisme Tidak ada
Hipertensi Tidak ada
Jantung Tidak ada
Ginjal Tidak ada

3
Lambung Tidak ada

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Umum

Tinggi Badan : 172 cm


Berat Badan : 76 kg
Tekanan Darah : 100/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 36.5oC
Pernafasaan : 20x/menit
Keadaan gizi : normal
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kulit : Dalam batas normal
Kepala dan leher : Normosefal, tidak ada pembesaran KGB
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Jantung dan paru : Dalam batas normal

2. Status Lokalis

Pemeriksaan telinga

Bagian Telinga Telinga kanan Telinga kiri


Aurikula Deformitas (-), hiperemis (-), edema Deformitas (-), hiperemis (-),
(-) edema (-)
Daerah preaurikula Hiperemis (-), edema (-), fistula (-), Hiperemis (-), edema (-), fistula
abses (-), nyeri tekan tragus (-) (-), abses (-), nyeri tekan tragus (-)

Daerah retroaurikula Hiperemis (-), edema (-), fistula (-), Hiperemis (-), edema (-), fistula
abses (-), nyeri tekan (-) (-), abses (-), nyeri tekan (-)
Meatus akustikus Serumen (-), edema (-), hiperemis Serumen (-), edema (-), hiperemis
(-), furunkel (-), otorea (-) (-), furunkel (-), otorea (-)

Membran timpani Retraksi (-), bulging (-), perforasi Retraksi (-), bulging (-), perforasi
(-), cone of light (+) arah jam 5. area (-), cone of light (+) arah jam 7.
berwarna pink hingga kemerahan area berwarna pink hingga
tampak pada membran timpani kemerahan tampak pada membran

4
(schwartze sign) timpani (schwartze sign)
Tes penala AD air conduction meningkat
Tes Audiometri pada frekuensi pada frekuensi Dalam batas normal
4000 Hz

Gambar 1. Hasil audimetri pasien YS

Pemeriksaan hidung

Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri


Hidung luar Bentuk (normal), hiperemi (-), Bentuk (normal), hiperemi (-),
nyeri tekan (-), deformitas (-) nyeri tekan (-), deformitas (-)

Rinoskopi anterior
Vestibulum nasi Normal, ulkus (-) Normal, ulkus (-)
Cavum nasi Lapang, mukosa pucat (-), Lapang, mukosa pucat (-),
hiperemia (-) , benda asing (-) hiperemia (-), benda asing (-)

5
Konka nasi inferior Edema (-), mukosa hiperemi (-), Edema (-), mukosa hiperemi
hipertrofi (-) (-), hipertrofi (-)
Konka nasi media Edema (-), mukosa hiperemi (-), Edema (-), mukosa hiperemi
pus (-) (-), pus (-)
Septum nasi Deviasi (-) huruf (c), kearah Deviasi (-) huruf (c), kearah
kiri, perdarahan (-), ulkus (-) kiri, perdarahan (-), ulkus (-)
Pemeriksaan sinus Nyeri tekan pada pipi bagian kiri (-).

Pemeriksaan Tidak dilakukan


transiluminasi
Pemeriksaan Tenggorokan
Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)
Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda
Geligi Gigi berlubang pada rahang atas
Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)
Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran (-)
Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)
Faring Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-),
sekret (+)post nasal drip (+)
Tonsila palatine Kanan Kiri
T1, T1
Simetris simetris
Fossa Tonsillaris hiperemi (-) hiperemi (-)
dan Arkus Faringeus

RINGKASAN (RESUME)
Pasien 25 tahun datang dengan keluhan telinga kanan berdenging sejak 3 hari yang lalu
disertai penurunan pendengaran telinga kanan. Pasien mengaku telinga berdenging hilang timbul
sudah sejak lama, terutama setelah mendengar suara nyaring terus menerus, dan perlahan membaik
saat sunyi. Sebelum tinggal di Semarang, pasien tinggal di perumahan padat penduduk di Jakarta dan
telinga kanan pasien lebih sering terpapar suara nyaring terutama ketika ada acara nikahan karena
posisi jendela kamar dekat dengan sound system dan telinga kanan pasien menghadap ke jendela
ketika beraktivitas. Pasien juga mengaku sering mendengar lagu dengan suara keras melalui headset
terutama dengan telinga kanan, pasien juga sering tertidur sambil mendengarkan lagu. Selain
berdenging, pasien juga mengeluh pendengaran telinga kanan menurun terutama saat telinga
berdenging. Pada pemeriksaan fisik tampak sakit ringan, dengan pemeriksaan audiometri, tampak

6
adanya peningkatan ambang dengar air conduction telinga kanan pada frekuensi 4000 Hz sebesar 65
dB.

Diagnosa kerja
Noise Induced Hearing Loss

Diagnosis didukung oleh hasil anamnesis dan pemeriksaan penunjang, Dari hasil
anamnesis pasien mengaku telinga kanan sering terpapar suara nyaring. Pada pemeriksaan
penunjang didapatkan hasil audiometri telinga kanan dengan ambang dengar 65 dB pada
frekuensi 4000 Hz.

Tatalaksana
Pasien diberikan edukasi untuk menghindari suara-suara nyaring dan mengurangi atau bahkan
menghilangkan kebiasaan menggunakan headset terutama dengan suara nyaring dan pada saat tidur.
Pasien juga disarankan untuk menggunakan earplug saat sedang ada acara yang menggunakan sound
system.

Prognosis
a. Ad vitam : bonam
b. Ad functionam : bonam
c. Ad sanationam : bonam

7
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi
Telinga dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:1

 Telinga luar
Terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga
terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Pada liang telinga sepertiga bagian luar
adalah rangka tulang rawan, sedangkan duapertiga bagian dalam adalah terdiri dari
tulang.

 Telinga tengah
Terdiri dari membran timpani sampai tuba eustachius, yang terdiri dari tulang-tulang
pendengaran yaitu malleus, incus dan stapes. Tulang telinga tengah saling
berhubungan satu sama lain. Prosesus malleus melekat pada membran timpani,
malleus melekat pada inkus dan inkus melekat ada stapes dan stapes melekat pada
oval window. Saluran eustachius menghubungkan ruang telinga tengah dengan
nasofaring, sehinggan berfungsi sebagai penyeimbang tekanan udara pada kedua sisi
ruangan tersebut

 Telinga dalam
Terdiri dari koklea (rumah siput) yang berbentuk spiral. Ukuran panjang koklea
berkisar 3 cm, dan juga terdapat vestibular yang tediri dari 3 buah kanalis
semisirkularis. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap pula. Skala timpani dan vestibula berisi
perilimfa, skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai
membran vestibule (Reissner’s membrane), sedangkan dasar skala adalah membrane
basalis, dan pada membrane tersebut terletak organ corti

8
Gambar 2. Anatomi Telinga

Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut
menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah
diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga
perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris
dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan

9
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius
sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.1

Gambar 3. Fisiologi Pendengaran

Noise Induced Hearing Loss


Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss) ialah gangguan
pendengaran yang disebabkan akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam waktu
yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Sifat ketuliannya
adalah tuli sensorineural koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga.1,2
Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Secara audiologic bising
adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising yang intensitasnya 85
desibel (dB) atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran Corti di
telinga dalam. Yang sering mengalami kerusakan adalah alat Corti untuk reseptor bunyi yang
berfrekuensi 3000 Hertz(Hz) sampai dengan 6000 Hz dan yang terberat kerusakan alat corti
untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000 Hz.1,2
Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpajan bising, antara
lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekuensi tinggi, lebih lama terpapar bising,
mendapat pengobatan yang bersifat racun terhadap telinga (obat ototoksik) seperti
sterptomisin, kanamisin, garamisin (golongan aminoglikosida), kina, asetosal dan lain-lain.1,2
Kurang pendengaran disertai tinnitus (berdenging di telinga) atau tidak. Bila sudah
cukup berat disertai keluhan sukar menangkap percakapan dengan kekerasan biasa dan bila
sudah lebih berat percakapan yang keras pun sukar dimengerti. Secara klinis pajanan bising

10
pada organ pendengaran dapat menimbulkan reaksi adaptasi, peningkatan ambang dengar
sementara (temporary threshold shift) dan peningkatan ambang dengar menetap (permanent
threshold shift).1,2
1. Reaksi adaptasi merupakan respons kelelahan akibat rangsangan oleh bunyi dengan
intensitas 70 dB SPL atau kurang, keadaan ini merupakan fenomena fisiologis pada
saat saraf telinga yang terpajan bising.
2. Peningkatan ambang dengar sementara, merupakan keadaan terdapatnya peningkatan
ambang dengar akibat pajanan bising dengan intensitas yang cukup tinggi. Pemulihan
dapat terjadi dalam beberapa menit atau jam. Jarang terjadi pemulihan dalam satuan
hari.
3. Peningkatan ambang dengar menetap merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan
ambang dengar akibat pajanan bising dengan intensitas sangat tinggi berlangsung
singkat (explosive) atau berlangsung lama yang menyebabkan kerusakan pada
berbagai struktur koklea, antara lain kerusakan organ Corti, sel-sel rambut, stria
vaskularis dll.

Pengaruh bising pada pekerja secara umum dibedakan dua macam yaitu:
 Pengaruh auditorial berupa tuli akibat bising (Noise Induced Hearing Loss/NIHL) dan
umumnya terjadi dalam lingkungan kerja dengan tingkat kebisingan yang tinggi.
 Pengaruh non auditorial dapat bermacam-macam misalnya gangguan komunikasi,
gelisah, rasa tidak nyaman, gangguan tidur, peningkatan tekanan darah dan lain
sebagainya.

Telah diketahui secara umum, bahwa bising menimbulkan kerusakan di telinga dalam.
Lesinya sangat bervariasi dari disosiasi organ Corti, rupture membrane, perubahan stereosilia
dan organel subseluluer. Bising juga menimbulkan efek pada sel ganglion, saraf, membrane
tektoria, pembuluh darah dan stria vaskularis. Pada observasi kerusakan organ Corti dengan
mikroskop eketron ternyata bahwa sel-sel sensor dan sel penunjang merupakan bagian yang
paling peka di telinga dalam.1,3
Jenis kerusakan pada struktur organ tertentu yang ditimbulkan bergantung pada
intensitas, lama pajanan dan frekuensi bising. Penelitian menggunakan intensitas bunyi 120
dB dan kualitas bunyi nada murni sampai bising dengan waktu pajanan 1-4 jam menimbulkan
beberapa tingkatan kerusakan pada sel rambut. Kerusakan juga dapat dijumpai pada sel
penyangga, pembuluh darah dan serat aferen.1,3

11
Stimulasi bising dengan intensitas sedang mengakibatkan perubahan ringan pada silia
dan Hensen’s body, sedangkan stimulasi dengan intensitas yang lebih keras dengan waktu
pajanan yang lebih lama akan mengakibatkan kerusakan pada struktur sel rambut lain seperti
mitokondria, granula lisosom, lisis sel dan robekan di membrane Reisner. Pajanan bunyi
dengan efek destruksi yang tidak begitu besar menyebabkan terjadinya ‘floppy silia’ yang
Sebagian masih reversible. Kerusakan silia menetap ditandai dengan fraktur ‘rootlet’ silia
pada lamina retikularis.1,4
Diagosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat pekerjaan, pemeriksaan fisik dan
otoskopi serta pemeriksaan penunjang untuk pendengaran seperti audiometri. Anamnesis
pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup
lama biasanya lima tahun atau lebih. Pada pemeriksaan otoskopik tidak ditemukan kelainan.
Pada pemeriksaan audiologi, tes penala didapatkan hasil Rinne positif, Weber lateralisasi ke
telinga yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek. Kesan jenis ketuliannya
tuli sensorineural. Pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada
frekuensi 3000-6000 Hz dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat takik (notch) yang
patognomonik untuk jenis ketulian ini. Pemeriksaan audiologi khusus seperti SISI (short
increment sensitivity index), ABLB (alternate binaural loudness balance), MLB (monoaural
loudness balance), audiometri Bekesy, audiometri tutur (speech audiometry), hasil
menunjukkan adanya fenomena rekrutmen (recruitment) yang patognomonik untuk tuli
sensorineural koklea.1,4
Rekrutmen adalah suatu fenomena pada tuli sensorineural koklea, dimana telinga
yang tuli menjadi lebih sensitif terhadaip kenaikan intensitas bunyi yang kecil pada frekuensi
tertentu setelah terlampaui ambang dengarnya. Sebagai contoh orang yang pendengarannya
normal tidak dapat mendeteksi kenaikan bunyi 1 dB bila sedang mendengarkan bunyi nada
murni yang kontinyu, sedangkan bila ada rekrutmen dapat mendeteksi kenaikan bunyi
tersebut. Contoh sehari-hari pada orang tua yang menderita presbikusis (tuli sensorineural
koklea akibat proses penuaan) bila kita berbicara dengan kekerasan (volume) biasa dia
mengatakan jangan berisik, tetapi bila kita berbicara agak keras dia mengatakan jangan
berteriak, sedangkan orang yang pendengarannya normal tidak menganggap kita berteriak.1,4
Orang yang menderita tuli sensorineural koklea sangat terganggu oleh bising latar
belakang (background noise), sehingga bila orang tersebut berkomunikasi di tempat yang
ramai akan mendapat kesulitan mendengar dan mengerti pembicaraan. Keadaan ini disebut
sebagai cocktail party deafness.1,4

12
Apabila seorang yang tuli mengatakan lebih mudah berkomunikasi di tempat yang sunyi atau
tenang, maka orang tersebut menderita tuli sensorineural koklea.1,2

Gambar 4. Gangguan pendengaran akibat bising

Penatalaksanaan
Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari
lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung
telinga terhadap bising, seperti sumbat telinga (ear plug), tutup telinga (ear muff), dan
pelindung kepala (helmet).1,3
Oleh karena tuli akibat bising adalah tuli sensorineural koklea yang bersifat menetap
(irreversible), bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi
dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan alat bantu dengar/ ABD (hearing
aid). Apabila pendengarannya telah sedemikian buruk, sehingga dengan memakai ABD pun
tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat perlu dilakukan psikoterapi agar dapat menerima
keadaannya. Latihan pendengaran (auditory training) agar dapat menggunakan sisa
pendengaran dengan ABD secara efisien dibantu dengan membaca ucapan bibir (lip reading),
mimic dan Gerakan anggota badan, serta Bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi. Di
samping itu, oleh karena pasien mendengar suaranya sendiri sangat lemah, rehabilitasi suara
juga diperlukan agar dapat mengendalikan volume tinggi rendah dan iraman percakapan.1,4
Pada pasien yang telah mengalami tuli total bilateral dapat dipertimbangkan untuk
pemasangan implant koklea (cochlear implant).1,4

13
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD. Telinga Hidung Tenggorokan
Kepala dan Leher. Edisi ke-7. Jakarta: Badan penerbit FK UI.2017
2. Popper A, Prell CGL, Henderson D, Fay RR. Noise-Induced Hearing Loss: Scientific
Advances. United States: Springer New York, 2013.
3. Joellenbeck, Lois M. Noise and Military Service: Implications for Hearing Loss and
Tinnitus. Ukraine: National Academies Press, 2006.h.33-64.
4. Henderson D, Colletti V, Salvi RJ, Hamernik RP. Basic and Applied Aspects of
Noise-Induced Hearing Loss. United States: Springer US, 2013.

14

Anda mungkin juga menyukai