Anda di halaman 1dari 37

REFERAT

OSTEOARTHRITIS GENU

Disusun oleh:
Afifah Kartikasari, S.Ked
I4061191012

Pembimbing:
dr. Oktavianus, Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RSUD DR. SOEDARSO PONTIANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui referat dengan judul:

“Osteoarthritis Genu”

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Bedah

Pontianak, Maret 2021

Pembimbing, Penulis,

dr. Oktavianus, Sp.OT Afifah Kartikasari, S.Ked

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu masalah gangguan kesehatan yang paling sering pada usia lanjut
adalah gangguan musculoskeletal, terutama osteoarthritis (OA). Osteoartritis
merupakan penyakit sendi yang paling banyak ditemukan di dunia, termasuk di
Indonesia. Penyakit ini menyebabkan nyeri dan disabilitas pada penderita
sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Osteoartritis menempati urutan kedua
setelah penyakit kardiovaskuler sebagai penyebab ketidakmampuan fisik (seperti
berjalan dan menaiki tangga) di dunia barat. Secara keseluruhan, sekitar 10-15%
orang dewasa lebih dari 60 tahun menderita OA.1
Di Indonesia, OA merupakan penyakit reumatik yang paling banyak ditemui
dibandingkan kasus penyakit reumatik lainnya. Berdasarkan data World Health
Organization (WHO), penduduk yang mengalami gangguan OA di Indonesia
tercatat 8,1% dari total penduduk. Sebanyak 29% di antaranya melakukan
pemeriksaan dokter, dan sisanya mengonsumsi obat bebas pereda nyeri. 2,3
Prevalensi OA lebih banyak pada wanita dibandingkan pada pria. Secara
keseluruhan, frekuensi OA pada usia di bawah 45 tahun kurang lebih sama pada
laki-laki dan wanita. Namun, di atas 50 tahun frekuensi OA lebih banyak pada
wanita dibandingkan pada pria.4
Osteoarthritis (OA) yang juga dikenal sebagai artritis degeneratif atau
penyakit sendi degeneratif, adalah sekelompok kelainan mekanik degradasi yang
melibatkan sendi, termasuk tulang rawan artikular dan tulang subchondral. 5 Klinis
osteoartritis disertai adanya nyeri sendi yang kronik. Banyak pasien dengan
osteoartritis juga mengalami keterbatasan gerakan, krepitasi dengan gerakan, dan
efusi sendi. Pada kondisi yang berat dapat terjadi deformitas tulang dan
subluksasi. Sebagian besar pasien dengan osteoartritis datang dengan keluhan
nyeri sendi. Pasien sering menggambarkan nyeri yang dalam, ketidaknyamanan
yang sukar dilokalisasikan, yang telah dirasakan selama bertahun-tahun. Nyeri
yang berhubungan dengan aktivitas biasanya terasa segera setelah penggunaan
sendi dan nyeri dapat menetap selama berjam-jam setelah aktivitas.5

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Lutut


Lutut adalah salah satu sendi terbesar dan paling kompleks dalam tubuh.
Sendi ini juga yang paling rentan karena menanggung beban berat dan beban
tekanan sekaligus memberikan gerakan yang fleksibel. Ketika berjalan, lutut
menopang 1,5 kali berat badan kita, naik tangga sekitar 3–4 kali berat badan kita
dan jongkok sekitar 8 kali.6
Lutut bergabung dengan tulang femur di atasnya dan dengan tulang tibia di
bawahnya. Tulang yang lebih kecil yang berada di sisi lateral tibia (fibula) dan
tempurung lutut (patela) adalah tulang lainnya yang menyusun sendi lutut. Ada
dua sendi di sendi lutut yaitu tibiofemoral, yang menyambung tibia ke femur dan
sendi patellofemoral yang menyambung patella dengan tulang femur. Kedua sendi
bekerja sama agar lutut dapat fleksi dan ekstensi, serta rotasi ke arah eksternal dan
internal.6

Gambar 1. Anatomi sendi lutut


Anatomi dari sendi lutut terbagi dalam beberapa struktur jaringan, yaitu
komponen tulang, komponen jaringan lunak, dan jaringan saraf serta jaringan
pembuluh darah.7

3
1. Komponen tulang dari sendi lutut antara lain femur, patella, tibia, dan
fibula.
a. Tulang femur
Merupakan tulang panjang yang bersendi ke atas dengan pelvis
dan ke bawah dengan tulang tibia. Tulang femur terdiri atas epiphysis
proksimal, diaphysis, dan epiphysis distalis. Pada tulang femur ini
yang berfungsi dalam persendian lutut adalah epiphysis distalis.
Epiphysis distalis merupakan bulatan panjang yang disebut condylous
femoralis lateralis dan medialis. Di bagian proksimal tonjolan tersebut
terdapat sebuah bulatan kecil yang disebut epicondilus lateralis dan
medialis. Bila dilihat dari depan, terdapat dataran sendi yang melebar
ke lateral yang disebut facies patelar yang nantinya bersendi dengan
tulang patella. Dan bila dilihat dari belakang, di antara condylus
lateralis dan medialis terdapat cekungan yang disebut fossa
intercondyloideal.6
b. Tulang patella
Merupakan tulang sesamoid terbesar dalam tubuh manusia
dengan bentuk segitiga dan gepeng. Pada permukaan depan atau
anterior tulang patella kasar sedangkan permukaan dalam atau dorsal
memiliki permukaan sendi yang lebih besar dan facies medial yang
lebih kecil.6
c. Tulang tibia
Merupakan salah satu tulang tungkai bawah selain tulang fibula,
tibia merupakan tulang yang menghubungkan femur dan tumit kaki.
Seperti halnya tulang femur, tulang tibia dibagi menjadi tiga bagian,
bagian ujung proksimal, corpus dan ujung distal. Bagian dari tulang
tibia yang membentuk sendi lutut adalah bagian proksimal, yang mana
pada bagian ujung proksimal terdapat condillus medialis dan
tubercullum inter condiloseum lateral. Di depan dan di belakang
eminentia terdapat fossa intercondilodea anterior dan posterior.6
d. Tulang fibula

4
Tulang fibula ini berbentuk kecil panjang, terletak di sebelah
lateral dari tibia juga terdiri atas tiga bagian: epiphysis proximal,
diaphysis, dan epiphysis distalis. Epiphysis proximalis membulat
disebut capitulum fibula yang ke proximal.6

Gambar 2. Komponen tulang pada sendi lutut


2. Komponen jaringan lunak.
a. Meniscus
Meniscus merupakan struktur fibrokartilago yang berbentuk baji
dan terletak di antara femoral condyle dan tibial plateau. Meniscus
medial berbentuk “U” melingkupi 60% kompartemen medial
sementara mediskus lateral cenderung berbentuk “C” dengan jarak
yang lebih pendek yang melingkupi 80% sisi lateral. Jaringan
meniscus terutama mengandung air dan serat kolagen tipe I.8

5
Gambar 3. Meniscus superior view

Gambar 4. Meniscus yang terdiri dari serat kolagen


Adapun fungsi meniscus adalah:8
 penyebaran pembebanan
 peredam kejut (shock absorber)
 mempermudah gerakan rotasi
 sebagai stabilisator dengan menyerap setiap penekanan dan
meneruskannya ke sendi

6
Gambar 5. Gambaran fungsi meniscus
b. Bursa
Bursa merupakan kantong berisi cairan yang memudahkan
terjadinya gesekan dan gerakan, berdinding tipis, dan dibatasi oleh
membrane synovial. Ada beberapa bursa yang terdapat pada sendi
lutut antara lain:7
 Bursa popliteus
 Bursa supra patellaris
 Bursa infra patellaris
 Bursa subcutan prapatelaris
 Bursa sub patellaris

7
Gambar 6. Bursa pada sendi lutut
c. Ligamen
Ligamen memegang peranan dalam mempertahankan stabilitas
sendi lutut. Terdapat 5 ligamen ekstrakapsular yang memperkuat
kapsul sendi yaitu: ligamen patella, ligamen kolateral fibula, ligamen
kolateral tibialis, ligamen poplitea oblique, dan ligamen poplitea
arkuata.8
1) Ligamentum patella
Merupakan lanjutan dari tendon M. Quadriceps Femoris
yang berjalan dari patella ke tuberositas tibia.
2) Ligamentum collateral lateral

8
Berjalan dari epicondylus lateralis ke capitulum fibula
yang berfungsi menahan gerakan varus atau samping luar.
3) Ligamentum collateral mediale
Berjalan dari epicondylus medial ke permukaan medial
tibia (epicondylus medialis tibia) yang berfungsi menahan
gerakan valgus atau samping dalam eksorotasi. Namun, secara
bersamaan fungsi-fungsi ligament collateralle menahan
bergesernya tibia ke depan pada lutut 90°.
4) Ligamentum popliteum articuatum
Terletak pada daerah condylus lateralis femoris erat
hubungannya dengan M. Popliteum.
5) Ligamentum popliteum oblicum
Berjalan dari condylus lateralis femoris kemudian turun
menyilang menuju fascia popliteum yang berfungsi mencegah
hiperekstensi lutut.
Selain itu terdapat dua ligamen intraartikular dalam sendi lutut
yaitu ligamen cruciatum. Ligamen crutiatum memiliki peran krusial
terhadap stabilitas anteroposterior sedangkan ligamen kolateral
berperan terhadap stabilitas valgus/varus. Setiap ligamen cruciatum
memiliki dua buah bundel. Ligamen cruciatum anterior (ACL)
memiliki bundle anteromedial dan posterolateral, sedangkan ligamen
cruciatum posterior (PCL) memiliki bundle anterolateral dan
posteromedial. Ligamen cruciatum menghubungkan femur dan tibia,
meyilang di dalam kapsul sendi, tapi berada di luar celah artikular.
Ligamen cruciatum melintang satu sama lain secara oblique seperti
huruf X.8

9
Gambar 7. Ligamen pada sendi lutut
3. Jaringan saraf dan jaringan pembuluh darah
Saraf dari sendi lutut adalah cabang artikular dari saraf femoral, tibia,
dan fibula communis, serta saraf obturator dan saphena. Tetapi tiga macam
saraf yang penting dalam anatomi sendi lutut yaitu saraf tibial, saraf
common peroneal, dan saraf cutaneous.6
Vaskularisasi daerah lutut berhubungan dengan vaskularisasi daerah
cruris. Arteri yang menyuplai sendi lutut adalah 10 pembuluh darah yang
membentuk anastomosis genicular periarticular di sekitar lutut yaitu, cabang
genicular dari femoral, poplitea, serta cabang anterior dan posterior rekuren
dari arteri rekuren tibialis anterior dan arteri fibula sirkumfleks.6

Gambar 8. Anatomi nervus dan vaskularisasi lutut

10
2.2 Definisi Osteoarthritis Genu
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang kronik dan
progresif yang mengakibatkan keseluruhan struktur dari sendi mengalami
perubahan patologis, disertai kerusakan tulang rawan sendi berupa disintegrasi
dan perlunakan progresif, diikuti pertumbuhan pada tepi tulang dan tulang rawan
sendi yang disebut osteofit, serta diikuti juga dengan fibrosis pada kapsul sendi.
Kelainan ini timbul akibat mekanisme abnormal pada proses penuaan, trauma atau
akibat kelainan lain yang menyebabkan kerusakan tulang rawan sendi.9
Osteoartritis genu adalah suatu penyakit sendi degeneratif yang berkaitan
dengan kerusakan kartilago di sendi lutut. Dari sekian banyak sendi yang dapat
terserang OA. Lutut merupakan sendi yang paling sering dijumpai terserang OA.
Osteoartritis lutut merupakan penyebab utama rasa sakit dan ketidakmampuan
dibandingkan OA pada bagian sendi lainnya.
2.3 Epidemiologi
Di Indonesia, OA merupakan penyakit reumatik yang paling banyak ditemui
dibandingkan kasus penyakit reumatik lainnya. Berdasarkan data World Health
Organization (WHO), penduduk yang mengalami gangguan OA di Indonesia
tercatat 8,1% dari total penduduk. Sebanyak 29% di antaranya melakukan
pemeriksaan dokter, dan sisanya mengonsumsi obat bebas pereda nyeri. 2,3
Prevalensi OA lebih banyak pada wanita dibandingkan pada pria. Secara
keseluruhan, frekuensi OA pada usia di bawah 45 tahun kurang lebih sama pada
laki-laki dan wanita. Namun, di atas 50 tahun frekuensi OA lebih banyak pada
wanita dibandingkan pada pria.4
Prevalensi penyakit pada usia di atas 65 tahun, hanya 50% memberikan
gambaran radiologis sesuai osteoarthritis. Meskipun hanya 10% pria dan 18%
wanita di antaranya yang memperlihatkan gejala klinis OA, dan sekitar 10%
mengalami disabilitas karena OA, maka dapat dipahami jika makin bertambah
usia, makin tinggi kemungkinan untuk terkena OA. Seiring dengan meningkatnya
usia harapan hidup, menurut WHO pada tahun 2025 populasi usia lanjut di
Indonesia akan meningkat 414% dibanding tahun 1990. Di Indonesia prevalensi

11
OA lutut yang tampak secara radiologis mencapai 15,5% pada pria dan 12,7%
pada wanita yang berumur antara 40-60 tahun.4
2.4 Etiologi
Osteoartritis dapat dibagi atas dua jenis, yaitu:9
1) Osteoartritis Primer
OA Primer tidak diketahui dengan jelas penyebabnya, dapat mengenai
satu atau beberapa sendi. OA jenis ini terutama ditemukan pada pada wanita
kulit putih, usia baya, dan umumnya bersifat poliarticular dengan nyeri akut
disertai rasa panas pada bagian distal interfalang, yang selanjutnya terjadi
pembengkakan tulang (nodus heberden).
2) Osteoartritis Sekunder
OA sekunder dapat disebabkan oleh penyakit yang menyebabkan
kerusakan pada sinovial sehingga menimbulkan osteoartritis sekunder.
Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan osteoartritis sekunder sebagai
berikut:
a. Trauma /instabilitas
OA sekunder terutama terjadi akibat fraktur pada daerah sendi,
setelah menisektomi, tungkai bawah yang tidak sama panjang, adanya
hipermobilitas, instabilitas sendi, ketidaksejajaran dan ketidakserasian
permukaan sendi.
b. Faktor Genetik/Perkembangan
Adanya kelainan genetik dan kelainan perkembangan tubuh
(displasia epifisial, displasia asetabular, penyakit Legg-Calve-Perthes,
dislokasi sendi panggul bawaan, tergelincirnya epifisis) dapat
menyebabkan OA.
c. Penyakit Metabolik/Endokrin
OA sekunder dapat pula disebabkan oleh penyakit
metabolik/sendi (penyakit okronosis, akromegali, mukopolisakarida,
deposisi kristal, atau setelah inflamasi pada sendi. (misalnya, OA atau
artropati karena inflamasi).

12
2.5 Faktor Risiko
Faktor-faktor yang telah diteliti sebagai faktor risiko osteoarthritis lutut
antara lain usia lebih dari 50 tahun, jenis kelamin perempuan, ras/etnis, genetik,
kebiasaan merokok, konsumsi vitamin D, obesitas, osteoporosis, diabetes melitus,
hipertensi, hiperurisemi, histerektomi, menisektomi, riwayat trauma lutut,
kelainan anatomis, kebiasaan bekerja dengan beban berat, aktivitas fisik berat dan
kebiasaan olah raga. Terjadi peningkatan dari angka kejadian osteoarthritis selama
atau segera setelah menopause karena faktor hormon seks. Beberapa faktor resiko
OA terdiri dari:10
1) Usia
OA biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang dijumpai penderita
osteoarthritis yang berusia di bawah 40 tahun. Usia rata−rata laki yang
mendapat osteoartritis sendi lutut yaitu pada umur 59 tahun dengan
puncaknya pada usia 55-64 tahun, sedangkan wanita pada usia 65,3 tahun
dengan puncaknya pada usia 65–74 tahun. Dari semua faktor resiko untuk
timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan
beratnya osteoartritis semakin meningkat dengan bertambahnya umur. Hal
ini disebabkan adanya hubungan antara umur dengan penurunan kekuatan
kolagen dan proteoglikan pada kartilago sendi.10
2) Jenis Kelamin
Wanita lebih besar berisiko mengalami OA berhubungan dengan
menopause. Wanita yang telah lanjut usia atau di atas 45 tahun telah
mengalami menopause sehingga terjadi penurunan estrogen. Estrogen
berpengaruh pada osteoblas dan sel endotel. Apabila terjadi penurunan
estrogen maka TGF-β yang dihasilkan osteoblas dan nitric oxide (NO) yang
dihasilkan sel endotel akan menurun juga sehingga menyebabkan
diferensiasi dan maturasi osteoklas meningkat. Pada periode ini, hormon
estrogen tidak berfungsi lagi. Sementara salah satu fungsi hormon ini adalah
untuk mempertahankan massa tulang sehingga akan memberikan beban
yang lebih besar untuk lutut. Estrogen juga berpengaruh pada bone marrow

13
stroma cell dan sel mononuklear yang dapat menghasilkan HIL-1, TNF-α,
IL-6 dan M-CSF sehingga dapat terjadi OA karena mediator inflamasi ini.10
3) Obesitas
Berat badan yang berlebih dapat meningkatkan tekanan mekanik pada
sendi penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan osteoartritis
lutut. Kegemukan tidak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi
yang menanggung beban, tetapi juga dengan osteoartritis sendi lain, diduga
terdapat faktor lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan
tersebut antara lain penyakit jantung koroner, diabetes melitus dan
hipertensi.10
4) Cedera sendi (trauma), pekerjaan dan olahraga
Cedera sendi, terutama pada sendi-sendi penumpu berat tubuh seperti
sendi pada lutut, dan olahraga yang sering menyebabkan cedera sendi
berkaitan dengan risiko osteoartritis yang lebih tinggi. Trauma lutut yang
akut termasuk robekan terhadap ligamentum cruciatum dan meniskus
merupakan faktor risiko timbulnya osteoartritis lutut. Pekerjaan berat
maupun dengan pemakaian suatu sendi yang terus-menerus, berkaitan
dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu.10
5) Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya
mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur
tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam timbulnya
kecenderungan familial pada osteoartritis.10
6) Kelainan Pertumbuhan Tulang
Pada kelainan kongenital atau pertumbuhan tulang paha seperti
penyakit perthes dan dislokasi kongenital tulang paha dikaitkan dengan
timbulnya osteoarthrtitis paha pada usia muda.10
7) Suku Bangsa
Osteoartritis primer dapat menyerang semua ras meskipun terdapat
perbedaan prevalensi pola terkenanya sendi pada osteoartritis. Hal ini

14
mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaaan pada
frekuensi pada kelainan kongenital dan pertumbuhan.10

2.6 Patogenesis
Kartilago sendi dibentuk oleh sel tulang rawan sendi (kondrosit) dan matriks
rawan sendi. Kondrosit berfungsi mensintesis dan memelihara matriks tulang
rawan sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Matriks
rawan sendi terutama terdiri dari air, proteoglikan dan kolagen. Perkembangan
perjalanan penyakit osteoarthritis dibagi menjadi 3 fase, yaitu sebagai berikut:
1) Fase 1
Terjadinya penguraian proteolitik pada matriks kartilago.
Metabolisme kondrosit menjadi terpengaruh dan meningkatkan produksi
enzim seperti metalloproteinase yang kemudian hancur dalam matriks
kartilago. Kondrosit juga memproduksi penghambat protease yang
mempengaruhi proteolitik. Kondisi ini memberikan manifestasi pada
penipisan kartilago.
2) Fase 2
Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago,
disertai adanya pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam
cairan sinovial.
3) Fase 3
Proses penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respons
inflamasi pada sinovial. Produksi makrofag sinovial seperti interleukin 1
(IL-1), tumor necrosis factor-alpha (TNF-α), dan metalloproteinase menjadi
meningkat. Kondisi ini memberikan manifestasi balik pada kartilago dan
secara langsung memberikan dampak adanya destruksi pada kartilago.
Molekul-molekul pro-inflamasi lainnya seperti nitric oxide (NO) juga ikut
terlibat. Kondisi ini memberikan manifestasi perubahan arsitektur sendi dan
memberikan dampak terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi.

15
Perubahan arsitektur sendi dan stress inflamasi memberikan pengaruh pada
permukaan articular menjadi kondisi gangguan yang progresif.

Gambar 9. Sendi lutut yang mengalami osteoartritis


2.7 Patofisiologi
Perubahan patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan
mengalami fibrosis serta distorsi. Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses
peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini
menyebabkan terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh
darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan
subkondral tersebut. Hal ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi
seperti prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina
lewat subkondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat
menghantarkan rasa sakit. Penyebab rasa sakit itu dapat juga akibat dari
dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan
radang sendi, peregangan tendon atau ligamentum serta spasmus otot-otot
ekstraartikuler akibat kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan
oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari
medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena
intrameduler karena proses remodelling pada trabekula dan subkondral. Sinovium
mengalami peradangan dan akan memicu terjadinya efusi serta proses peradangan
kronik sendi yang terkena. Permukaan rawan sendi akan retak dan terjadi fibrilasi
serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak kehilangan rawan
sendi fokal. Selanjutnya akan tampak respon dari tulang subkhondral berupa

16
penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan kista. Pada ujung tulang dapat
dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan jaringan ikat sekitarnya. Oleh
sebab itu, pembesaran tepi tulang ini memberikan gambaran seolah persendian
yang terkena itu bengkak.11 Pembengkakan ini akan mempengaruhi kapsul sendi
yang menjadi sempit dan menimbulkan iritasi yang merangsang nosiseptor. Oleh
karena kapsul sendi yang menyempit, maka ligamentum penguat sendi menjadi
terulur dan mengakibatkan penurunan kemampuan untuk menjaga stabilisasi
sendi. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya hipermobilitas pada persendian
lutut. Akibat hipermobilitas sendi lutut, meniscus sendi menjadi semakin tipis.
Fungsi ligamentum akan diambil alih oleh otot karena terjadi penurunan
fungsi ligamentum. Kerja otot-otot stabilisator lutut akan meningkat sehingga
menimbulkan spasme pada otot tersebut. Keadaan spasme ini akan menghasilkan
iskemik pada jaringan. Iskemik jaringan akan menimbulkan viscous circle reflex,
yaitu dampak dari spasme yang terus menerus akan mengakibatkan penurunan
kemampuan otot untuk menjaga stabilisasi sendi lutut. Dengan kondisi sendi yang
menyempit maka akan menimbulkan peningkatkan viskositas cairan sinovium,
cairan sinovium adalah sumber makanan bagi tulang rawan. Dengan peningkatan
reaksi inflamasi pada cairan sinovium, maka nutrisi pada tulang rawan akan
berkurang. Kekurangan nutrisi pada tulang rawan maka akan menambah
kerusakan atau erosi pada tulang rawan. Pada proses selanjutnya, akan terjadi
kontraktur pada kapsul sendi yang menyebabkan peningkatan immobilisasi.
Kondisi immobilisasi ini akan menyebabkan inaktivitas dari lutut dan
menyebabkan kelemahan pada otot-otot sekitar lutut, khususnya otot-otot
stabilisasi sendi.
2.8 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari OA biasanya terjadi secara perlahan-lahan. Awalnya
persendian akan terasa nyeri, kemudian nyeri tersebut akan menjadi persisten atau
menetap, diikuti dengan kekakuan sendi terutama saat pagi hari atau pada posisi
tertentu pada waktu yang lama.
Tanda kardinal dari OA adalah kekakuan dari persendian setelah bangun
dari tidur atau duduk dalam waktu yang lama, swelling (bengkak) pada satu atau

17
lebih persendian, terdengar bunyi atau gesekan (krepitasi) ketika persendian
digerakkan.
Pada kasus-kasus yang lanjut terdapat pengurangan massa otot. Terdapatnya
luka mencerminkan kelainan sebelumnya. Perlunakan sering ditemukan, dan
dalam cairan sendi superfisial, penebalan sinovial atau osteofit dapat teraba.12
Pergerakan selalu terbatas, tetapi sering dirasakan tidak sakit pada jarak
tertentu; hal ini mungkin disertai dengan krepitasi. Beberapa gerakan lebih
terbatas dari yang lainnya, pada ekstensi panggul, abduksi dan rotasi interna
biasanya merupakan gerakan yang paling terbatas. Pada stadium lanjut
ketidakstabilan sendi dapat muncul dikarenakan tiga alasan: berkurangnya
kartilago dan tulang, kontraktur kapsuler asimetris, dan kelemahan otot.12
Seperti pada penyakit reumatik, umumnya diagnosis tak dapat didasarkan
hanya pada satu jenis pemeriksaan saja. Biasanya dilakukan pemeriksaan
reumatologi ringkas berdasarkan prinsip GALS (Gait, arms, legs, spine) dengan
memperhatikan gejala-gejala dan tanda-tanda berikut:12
a. Hambatan Pergerakan Sendi
Hambatan pergerakan sendi ini bersifat progresif lambat, bertambah
berat secara perlahan sejalan dengan bertambahnya nyeri pada sendi
b. Nyeri Sendi
Merupakan keluhan utama yang sering kali membawa pasien datang
ke dokter. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang
dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu menimbulkan rasa sakit yang
berlebih dibanding gerakan lain. Nyeri juga dapat menjalar (radikulopati)
misalnya pada osteoarthritis servikal dan lumbal. Claudicatio intermitten
merupakan nyeri menjalar ke arah betis pada osteoartritis lumbal yang telah
mengalami stenosis spinal. Asal nyeri dapat dibedakan, yaitu:
 Peradangan
Nyeri yang berasal dari peradangan biasanya bertambah pada
pagi hari (morning stiffness) atau setelah istirahat beberapa saat dan
berkurang setelah bergerak. Hal ini karena sinovitis sekunder,
penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan dalam ruang sendi yang

18
menimbulkan pembengkakan dan peregangan simpai sendi. Semua ini
menimbulkan rasa nyeri.
 Mekanik
Nyeri akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas lama dan
akan berkurang pada waktu istirahat. Mungkin ada hubungannya
dengan keadaan penyakit yang telah lanjut dimana rawan sendi telah
rusak berat. Nyeri biasanya terlokalisasi hanya pada sendi yang
terkena, tetapi dapat juga menjalar.
c. Krepitasi
Rasa gemeretak (seringkali sampai terdengar) yang terjadi pada sendi
yang sakit.
d. Perubahan Bentuk Sendi
Sendi yang mengalami osteoarthritis biasanya mengalami perubahan
berupa perubahan bentuk dan penyempitan pada celah sendi.
e. Kaku Sendi
Merupakan keluhan pada hampir semua penyakit sendi dan
osteoartritis yang tidak berat. Pada beberapa pasien, nyeri dan kaku sendi
dapat timbul setelah istirahat beberapa saat misalnya sehabis duduk lama
atau bangun tidur. Berlawanan dengan penyakit inflamasi sendi seperti
artritis rheumatoid, dimana pada artritis rheumatoid kekakuan sendi pada
pagi hari berlangsung lebih dari 1 jam, maka pada osteoartritis kekakuan
sendi jarang melebihi 30 menit.
f. Pembengkakan Sendi
Merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan cairan dalam
ruang sendi. Biasanya teraba panas tanpa adanya kemerahan. Pada sendi
yang terkena akan terlihat deformitas yang disebabkan terbentuknya
osteofit. Tanda-tanda adanya reaksi peradangan pada sendi (nyeri tekan,
gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan) mungkin
dijumpai pada osteoartritis karena adanya sinovitis.
g. Perubahan Gaya Jalan

19
Salah satu gejala yang menyusahkan pada pasien osteoartritis adalah
adanya perubahan gaya berjalan. Hampir pada semua pasien osteoartritis,
pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggulnya berkembang menjadi
pincang. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain
merupakan ancaman besar untuk kemandirian pasien lanjut usia.
h. Gangguan Fungsi
Timbul karena ketidakserasian antara tulang pembentuk sendi.
Adanya kontraktur, kemungkinan adanya osteofit, nyeri dan bengkak
merupakan penyebab yang menimbulkan gangguan fungsi. Pada
osteoartritis tidak terdapat gejala-gejala sistemik seperti kelelahan,
penurunan berat badan atau demam.
2.9 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik OA lutut akan didapatkan: pada keadaan akut sendi
lutut akan terasa hangat, bengkak dan nyeri/sakit bila ditekan, sedangkan pada
keadaan kronik tanda-tandanya tidak begitu jelas, mungkin hanya keluhan nyeri
saja yang dirasakan oleh penderita. Pada saat sendi lutut digerakkan atau ditekuk,
biasanya akan terasa atau kadang terdengar suara krepitasi. Pada keadaan OA
yang lanjut dapat dilihat adanya pembesaran tulang (bony enlargement),
deformitas tulang bentuk X (valgus), dan bentuk O (varus), serta adanya
keterbatasan gerak sendi.12
2.10 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis OA adalah dengan X-Ray sendi
lutut, dimana akan didapatkan kelainan sebagai berikut:
a. Penyempitan celah sendi
b. Tampak osteofit (penonjolan tulang seperti taji) pada tepi sendi
c. Sklerosis subkondral (tulang tampak berwarna lebih opaq/putih)
d. Kista subkondral (bayangan bulat lebih transparan)

20
Gambar 10. Gambaran Radiologi X-Ray Sendi Lutut Normal dan OA
Berdasarkan gambaran radiografi di atas, maka secara radiologi OA lutut
diklasifikasikan menjadi 5 (berdasarakan kriteria Kellgren dan Lawrence), yaitu
seperti pada tabel berikut.
Tabel 1. Klasifikasi Osteoartritis Genu berdasarkan Kriteria Radiologi menurut
Kellgren-Lawrence13
Gambaran
Derajat Klasifikasi Keterangan
Radiologi
0 Normal Tidak terdapat gambaran OA.
1 Doubtful Sendi normal, terdapat sedikit
osteofit.

2 Mild Osteofit pada tempat dengan


sclerosis subkondral, celah
sendi normal, terdapat kista
subkondral.
3 Moderate Osteofit moderat, terdapat
deformitas pada garis tulang,
terdapat penyempitan celah
sendi.

21
4 Severe Terdapat banyak osteofit, tidak
ada celah sendi, terdapat kista
subkondral dan sclerosis.

Gambar 11. Gambaran radiologi x-ray derajat OA menurut Kellgren dan


Lawrence
Pemeriksaan radiografi sendi lain yang dapat dilakukan antara lain bone
scan, MRI, arthroskopi, dan arthrografi. MRI memiliki berbagai keunggulan, di
antaranya mempunyai kemampuan tomografik sehingga mampu memberikan
gambaran cross-sectional maupun tiga dimensi, dapat menunjukkan seluruh
komponen sendi secara langsung (termasuk tulang rawan, sinovium, ligamen
intraartikuler, meniskus, struktur kapsul sendi, kontur tulang maupun sumsum
tulang). Modalitas pencitraan ini memungkinkan evaluasi sendi secara
menyeluruh dan mampu mendeteksi kondisi patologis pada tahap dini, sebelum
terdeteksi oleh radiografi, karena MRI sensitif terhadap perubahan struktur
molekul dan komponen jaringan. Pada OA, ketika terjadi kerusakan tulang rawan,
terjadi pula perubahan pada jaringan di sekitar tulang rawan dan pada tulang
subkondral. Gambaran T2-weighted (T2W) MRI pada kasus-kasus yang telah

22
terdiagnosis OA pre-radiografik menunjukkan adanya area yang terlihat
hiperintens (terang) di tulang subkondral, yang disebut sebagai lesi sumsum
tulang/bone marrow lesion (BML).14

Gambar 12. Gambaran BML pada T2-weighted MRI, tampak gambaran


hiperintens pada tulang subkondral tibia.
Pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak bermanfaat.
Pemeriksaan darah rutin biasanya dalam batas normal, kecuali pada OA
generalisata. Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor rheumatoid, dan komplemen)
juga dalam batas normal. Pada OA yang disertai peradangan, mungkin didapatkan
penurunan viskositas, pleositosis ringan sampai sedang, peningkatan ringan sel
peradangan, dan peningkatan protein. Pemeriksaan hitung jenis darah lengkap,
elektrolit, glukosa, kreatinin, dan LFT dapat dilakukan sebelum pemberian terapi
farmakologis, khususnya pada pasien usia lanjut dengan komorbid.

2.11 Diagnosis
Kriteria diagnosis untuk osteoarthritis lutut menurut American College of
Rheumatology, yaitu:15

23
a. Berdasarkan kriteria klinis
Nyeri sendi lutut dan paling sedikit 3 dari 6 kriteria di bawah ini:
1) krepitus saat gerakan aktif
2) kaku sendi < 30 menit
3) umur > 50 tahun
4) pembesaran tulang sendi lutut
5) nyeri tekan tepi tulang
6) tidak teraba hangat pada sinovium sendi lutut.
Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.
b. Berdasarkan kriteria klinis dan radiologis
Terdapat adanya gambaran osteofit dan disertai paling sedikit diikuti
dengan 1 dari 3 kriteria di bawah ini:
1) kaku sendi <30 menit
2) umur > 50 tahun
3) krepitus pada gerakan sendi aktif
Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.
c. Berdasarkan kriteria klinis dan laboratoris
Nyeri sendi lutut dan paling sedikit diikuti dengan 5 dari 9 kriteria
berikut ini:
1) Usia >50 tahun
2) Kaku sendi <30 menit
3) Krepitus pada gerakan aktif
4) Nyeri tekan tepi tulang
5) Pembesaran tulang
6) Tidak teraba hangat pada sinovium sendi terkena
7) LED < 40 mm/jam
8) RF < 1:40
9) Analisis cairan sinovium sesuai OA
Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.

24
Tanda radiologis, gejala utama berupa nyeri sendi lutut dengan
minimal 1 dari kriteria berikut, yaitu:
1) Penyempitan celah sendi yang sering kali asimetris atau perubahan
struktur anatomi sendi (lebih berat pada bagian yang menanggung
beban).
2) Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral yang membentuk
kista subkondral.
3) Osteofit pada pinggir sendi.
4) Perubahan struktur anatomi sendi.
2.12 Diagnosis Banding
Pada pemeriksaan fisik pasien OA, terdapat beberapa kondisi yang
mempunyai gejala-gejala hampir sama dengan penyakit sendi lain sehingga akan
merancukan dalam penegakan diagnosa. Kelainan arthritis lutut di luar OA yang
umumnya banyak dijadikan diagnosis banding antara lain:15
1. Rheumatoid Arthritis
Pada RA, terjadi pembengkakan jaringan lunak dan gejala inflamasi
setempat yang jelas. Prediksi sendi yang terkena adalah sendi-sendi kecil,
bersifat poliartikuler, simetris dan disertai gejala sistematik.
2. Gout Arthritis
Merupakan sindrom klinis yang mempunyai gambaran khas berupa
Arthritis akut. Gejala arthritis akut disebabkan oleh inflamasi jaringan
terhadap pembentukan kristal monosodium urat monohidrat akibat
gangguan metabolisme purin dalam tubuh. Sering menyerang sendi
metatarsophalangeal dan sendi lutut. Pada pemeriksaan laboratorium,
didapatkan kadar asam urat yang tinggi dalam darah, serta diketahui adanya
peningkatan jumlah leukosit dan laju endap darah.

25
Tabel 2. Diagnosis banding osteoarthritis15

Reumatoid
Osteoarthritis Gout Arthritis
Arthritis
Usia >40 tahun 30-50 tahun -
Predileksi Sendi penyangga Sendi-sendi kecil, Metatarsopalangeal
tubuh (genu, coxae, seperti pergelangan I
vertebrae) tangan
Onset Asimetris Simetris Asimetris
Kaku Sendi <30 menit >30 menit Tidak terbukti
Deformitas Nodus Swan Tofus Kristal
Herberden/Bouchard neck/Boutenniere
Lab Darah LED normal LED meningkat Peningkatan LED,
leukosit, kadar asam
urat
Radiologi Osteofit, sclerosis Erosi/destruksi, Kista subkortikal
subkondral, penyempitan celah tanpa erosi
penyempitan celah sendi
sendi
Gejala - Demam subfebris -
Sistemik

Tabel 3. Diagnosis banding osteoarthritis berdasarkan gambaran radiologi15

26
Gambar 13. Perbedaan sendi lutut normal, OA, dan RA

27
Gambar 14. Gambaran radiologi X-Ray Rheumatoid Arthritis. Tampak adanya
multiple erosis dan adanya defect di garis medial dan lateral.

Gambar 15. Gambaran radiologi X-Ray Gout. Sklerosis dan penyempitan ruang
sendi terlihat pada sendi metatarsophalangeal pertama, serta pada sendi
interphalangeal keempat.

28
2.13 Tatalaksana OA
Osteoartritis merupakan penyakit artritis kronis paling banyak ditemui
dengan berbagai faktor risiko. Karena itu rekomendasi penatalaksanaan OA
sangat diperlukan untuk memudahkan koordinasi yang meliputi multidisiplin,
monitoring, dengan patient centre care yang bersifat kontinyu/terus menerus,
komprehensif dan konsisten, sehingga penatalaksanaan nyeri OA kronik dapat
dilakukan secara efektif dan efisien. Tujuan penatalaksanaan OA adalah:
1. Mengurangi/mengendalikan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi gerak sendi
3. Mengurangi keterbatasan aktivitas fisik sehari hari (ketergantungan kepada
orang lain) dan meningkatkan kualitas hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi
Tatalaksana OA berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat ringannya
OA yang diderita. Penatalaksanaan OA terbagi 3, yaitu:
1. Terapi Non-Farmakologi
1. Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar
pasien dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit yang
dideritanya, bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin
parah, dan agar persendiannya tetap terpakai. Pada edukasi, yang
penting adalah meyakinkan pasien untuk dapat mandiri, tidak selalu
tergantung pada orang lain. Walaupun OA tidak dapat disembuhkan,
tetapi kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan.9
Edukasi yang dapat diberikan pada penderita OA di antaranya
adalah:
 Memberikan pengertian bahwa OA adalah penyakit kronik
sehingga perlu dipahami bahwa mungkin dalam derajat tertentu
akan tetap ada rasa nyeri, kaku, serta keterbatasan gerak dan
fungsi sendi.

29
 Menyarankan pada pasien agar rasa nyeri dapat berkurang maka
sebaiknya mengurangi aktivitas/pekerjaan dan lebih
memperbanyak istirahat untuk mengurangi beban sendi.
 Menyarankan penderita untuk kontrol kembali sehingga dapat
diketahui apakah penyakitnya sudah membaik atau ada efek
samping akibat obat yang diberikan.
2. Rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit.
Terapi ini dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap
dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.
Terapi ini terdiri dari pendinginan, pemanasan dan latihan penggunaan
alat bantu. Dalam terapi fisik dan terapi kerja dianjurkan latihan yang
bersifat penguatan otot, memperluas lingkup gerak sendi dan latihan
aerobic. Latihan tidak hanya dilakukan pada pasien yang tidak
menjalani tindakan bedah, tetapi juga dilakukan pada pasien yang
akan dan sudah menjalani tindakan bedah sehingga pasien dapat
segera mandiri setelah pembedahan dan mengurangi komplikasi
akibat pembedahan.9
3. Penurunan Berat Badan
Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat
OA. Penurunan berat badan merupakan tindakan yang penting
terutama pada pasien-pasien obesitas, untuk mengurangi beban pada
sendi yang terserang OA dan meningkatkan kelincahan pasien saat
bergerak.9
2. Terapi Farmakologi
Obat yang sering digunakan sebagai anti nyeri dan anti inflamasi
antara lain yaitu, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), inhibitor
siklooksigenase-2 (COX-2), dan Paracetamol. Untuk mengobati rasa nyeri
yang timbul pada OA lutut, penggunaan obat AINS dan Inhibitor COX-2
dinilai lebih efektif daripada penggunaan Paracetamol. Namun, karena
risiko toksisitas obat OAINS lebih tinggi daripada Paracetamol, Paracetamol

30
tetap menjadi obat pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada OA.
Cara lain untuk mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS adalah
mengombinasikannnya dengan inhibitor COX-2.15
Chondroprotective Agent adalah obat-obatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat-obatan yang
termasuk dalam kelompok obat ini adalah asam hialuronat, kondroitin
sulfat, glikosaminoglikan, dan vitamin C.9
3. Terapi Lokal
Terapi lokal meliputi pemberian injeksi intraartikular steroid atau
hialuronan (merupakan molekul glikosaminoglikan besar dan berfungsi
sebagai viskosuplemen) dan pemberian terapi topical, seperti krim NSAID
dan krim salisilat. Injeksi steroid intraartikular diberikan bila didapatkan
infeksi lokal atau efusi sendi.
4. Operasi
Pertimbangan dilakukan tindakan operatif apabila adanya deformitas
yang menimbulkan gangguan mobilisasi dan nyeri yang tidak dapat teratasi
dengan penganan medikamentosa dan rehabilitasi. Bagi penderita dengan
OA yang sudah parah, maka operasi merupakan tindakan yang efektif.
Operasi yang dapat dilakukan antara lain arthroscopic debridement, joint
debridement, dekompresi tulang, osteotomy dan artroplasti. Walaupun
tindakan operatif dapat menghilangkan nyeri pada sendi OA, tetapi kadang-
kadang fungsi sendi tersebut tidak dapat diperbaiki secara adekuat, sehingga
terapi fisik pre dan pasca operatif harus dipersiapkan dengan baik.

31
Gambar 16. Algoritma tatalaksana OA
2.14 Komplikasi
Komplikasi yang banyak muncul dari penyakit osteoarthritis adalah atropi
dari otot quadriceps karena jarang digunakan akibat keluhan nyeri. Bisa juga
terjadi deposisi kristal kalsium pada tulang rawan sendi dan pembentukan kista di
belakang lutut. Peningkatan inflamasi juga meluas ke jaringan periartikular sekitar
seperti bursitis dan laksitis yang nantinya bisa menjadi faktor penyulit dan
menambah derajat keparahan dari osteoarthritis.

32
2.15 Prognosis
Mengingat bahwa osteoartritis adalah penyakit degenerative, maka dapat
dimengerti bahwa penyakit ini progresif sesuai dengan usia, namun apabila
diketahui secara dini dan belum menimbulkan deformitas (valgus atau varus),
maka progresivitas penyakit dapat dihambat dengan cara membuat atau berusaha
untuk memperbaiki stabilitas sendi.
a. Quo ad vitam bonam, karena mengingat kondisi penyakitnya secara
langsung tidak membahayakan jiwa.
b. Quo ad sanam dubia, karena interverensi fisioterapi tidak dapat
menyembuhkan osteoarthritis sendi lutut. Sifatnya hanya simptomatik, yaitu
mengurangi gejala-gejala yang timbul.
c. Quo ad fungsionam dubia, karena tergantung pada derajat nyerinya.

33
BAB III
KESIMPULAN

Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang


mengakibatkan keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis.
Ditandai dengan kerusakan tulang rawan (kartilago) hyaline sendi, meningkatnya
ketebalan serta sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian
sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan melemahnya otot-
otot yang menghubungkan sendi. Osteoarthritis dibagi osteoarthritis primer yang
tidak diketahui penyebabnya dan osteoarthritis sekunder yang disebabkan oleh
penyakit yang menyebabkan kerusakan pada sinovial sehingga menimbulkan
osteoartritis sekunder. Faktor risiko bertambahnya usia, obesistas, riwayat cedera
sendi, faktor genetik. Gejala klinisnya terdiri dari, nyeri sendi (pain or tenderness
in joint), kekakuan, hambatan gerakan sendi, krepitasi, pembengkakan sendi,
kemerahan pada daerah sendi.
Pemeriksaan penunjang yang umumnya dilakukan pada kasus OA adalah
pemeriksaan laboratorium, radiografi sebagai pencitraan awal dipergunakan
secara luas dalam diagnosis definitif OA lutut. Radiografi lutut masih merupakan
modalitas pencitraan pertama dan paling penting. Pemeriksaan sederhana dan
murah, tetapi memiliki keterbatasan dalam menunjukkan tahap awal OA maupun
kelainan pada jaringan lunak sendi lutut seperti inflamasi sinovium maupun
kelainan pada meniskus. Pendiagnosisan secara dini dan tepat akan
mempermudah dalam penatalaksanaan osteoartritis. Penatalaksanaannya harus
secara komprehensif meliputi edukasi, terapi fisik atau rehabilitasi, terapi
farmakologi berupa anti nyeri, terapi operatif. Pendiagnosisan dan
penatalaksanaan yang efektif dan tepat akan memberikan prognosis yang lebih
baik.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Reginster JY. The prevalence and burden of osteoarthritis rheumatology.


Rheumatology. 2002; 41 (1): 3–6.
2. Pratiwi E. Faktor-faktor risiko osteoartritis lutut. Semarang: Universitas
Diponegoro, 2002.
3. Murray CJL, Lopez AD. The global burden of disease. Geneva: World
Health Organization, 1996; 1–3.
4. Price S, Wilson L. Patofisiologi: konsep klinis prosesproses penyakit.
Jakarta: EGC, 2005; 6 (2): 1380-4.
5. Soeroso S, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis.
Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor.
Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Jakarta: FK UI, 2006 (4): 1195-201.
6. Thompson Jon C. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy. Elsevier Inc,
2010 (2).
7. Flandry. F, Hommel. G. Normal Anatomy and Biomechanicsof the Knee.
Sports Med Arthrosc Rev. 2011; 19 (2): 82-92.
8. Makris, Eleftherios A, Hadidi, Pasha, Athanasiou, Kyriacos A. The Knee
Meniscus: Structure-Function, Pathophysiology, Current Repair
Techniques, and Prospects for Regeneration. Journal Biomaterials. 2011; 32
(30): 7411-31.
9. Felson DT, Sharma L, Song J, Cahue S, Shamiyeh MS, Dunlop DD. The
role of Knee Alignment in Disease Progression and Functional Decline in
Knee Osteoarthritis. JAMA. 2008; 286: 188-195.
10. Handayani RD. Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya OA pada
lansia di instalasi rehabilitasi medic RSU haji Surabaya tahun 2008. ADLN
Digital Collections, 2009.
11. Tjokroprawiro, Askandar. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:
Airlangga University Press, 2007.

35
12. Subagjo, Harry. Struktur rawan sendi dan perunbahannya. Sub bagian
Reumatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta, 2010 (129).

13. Frank, Eugene D, Long, Bruce W, Smith, Barbara J. Merril’s Atlas of


Radiographic Positioning and Procedures. St. Louis: Mosby Elsevier, 2007;
11 (1).
14. Blumenkrantz G, Majumdar S. Quantitative Magnetic Resonance Imaging
of Articular Cartilage in Osteoarthritis. Eur Cell Mater. 2007; 13:76-86.
15. Abramson SB, Attur M. Developments in the Scientific Understanding of
Osteoarthritis Research and Therapy. 2009; 11(3).

36

Anda mungkin juga menyukai