Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang belum diketahui secara
pasti penyebabnya, ditandai dengan kerusakan rawan sendi dan tulang subkondral secara
bertingkat dan menyebabkan nyeri pada sendi.1,2 Osteoartritis merupakan masalah kesehatan
yang sering ditemui dalam praktik sehari-hari. Terdapat 2 kelompok OA, yaitu OA primer dan
OA sekunder. Osteoartritis primer disebabkan faktor genetik, yaitu adanya abnormalitas
kolagen. Sedangkan OA sekunder adalah OA yang berdasarkan adanya kelainan endokrin,
inflamasi, metabolik, dan imobilitas yang terlalu.3 Kelainan utama pada OA adalah kerusakan
rawan sendi, dapat diikuti dengan penebalan tulang subkondral, pertumbuhan osteofit,
kerusakan ligamen dan peradangan ringan sinovium.4
Di Indonesia, OA merupakan penyakit reumatik yang paling banyak ditemui
dibandingkan kasus penyakit reumatik lainnya. Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia
(WHO), penduduk yang mengalami gangguan OA di Indonesia tercatat mencapai 5% pada
usia <40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun. Untuk
osteoarthritis lutut prevalensinya cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita.5
Osteoartritis dapat menyebabkan disfungsi dan disabilitas yang dapat menghambat
atau menganggu aktifitas sehari-hari bahkan dapat menimbulkan kecacatan fisik bagi
penderitanya. Untuk itu diperlukan tindakan penanggulangan berupa tindakan rehabilitasi
terapi dari tim rehabilitasi medik. Rehabilitasi adalah pemulihan ke bentuk atau fungsi yang
normal setelah terjadi luka atau sakit, atau pemulihan pasien yang sakit atau cedera pada
tingkat fungsional optimal di rumah dan masyarakat, dalam hubungan dengan aktivitas fisik,
psikososial, kejuruan dan rekreasi. Tim rehabilitasi medik adalah suatu bentuk pelayanan
kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan,
memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang kehidupan dengan
menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak peralatan (fisik elektroterapeutis
dan mekanis).1 Sedangkan rehabilitasi medik adalah cabang ilmu kedokteran yang
menekankan pada pemulihan fungsional pasien agar aktivitas fisik, psikososial, kejuruan, dan
rekreasinya bisa kembali normal.2

1
Berikut akan disampaikan sebuah laporan kasus seorang penderita Osteoartritis genu
bilateral yang di rawat di bagian Rehabilitasi Medik RSU Prof. dr. R.D. Kandou Manado.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Osteoartritis berasal dari kata Yunani, yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang
berarti sendi dan itis berarti radang atau inflamasi. Osteoartritis (OA) adalah suatu
kelainan sendi kronis (jangka lama) dimana terjadi proses pelemahan dan disintegrasi dari
tulang rawan sendi yang disertai dengan pertumbuhan tulang dan tulang rawan baru pada
sendi sehingga fungsi sendi berkurang bahkan sampai hilang. Kelainan ini merupakan
suatu proses degeneratif pada sendi yang dapat mengenai satu atau lebih sendi. Setiap
sendi memiliki resiko untuk terserang OA. Daerah yang paling sering terserang OA adalah
lutut, panggul, vertebra dan pergelangan kaki.1,3

B. Anatomi
1. Tulang Pembentuk Sendi Lutut
Sendi lutut dibentuk oleh beberapa tulang yaitu :3
a. Tulang Femur
Tulang femur merupakan tulang pipa terpanjang. Kerangka pada bagian
pangkal yang berhubungan dengan asetabulum membentuk kepala sendi yang
disebut kaput femoris. Di sebelah atas dan bawah dari kolumna femoris terdapat
taju yang disebut trokhanter mayor dan trokantor minor, di bagian ujung
membentuk persendian lutut, terdapat dua tonjolan yang disebut kondilus
medianus dan kondilus lateralis. Diantara kedua kondilus ini terdapat lekukan
tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang disebut dengan fossa
kondilus.
b. Tulang Tibia
Tulang tibia merupakan tulang yang bentuknya lebih kecil, pada bagian
pangakal melekat pada tulang fibula, pada bagian ujung membentuk persendian

3
dengan tulang pangakan kaki dan terdapat taju yang disebut tulang malleolus
medianus.
c. Tulang Fibula
Tulang fibula merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang
membentuk persendian lutut dengan tulang femur pada bagian ujungnya terdapat
tonjolan yang disebut tulang malleolus lateralis atau mata kaki luar.
d. Tulang Patella
Pada gerakan fleksi dan ekstensi patella akan bergerak pada tulang femur.
Jarak patella dengan tibia saat terjadi gerakan adalah tetap dan yang berubah hanya
jarak patella dan femur. Fungsi patella di samping sebagai perekatan otot-otot atau
tendon adalah sebagai pengungkit sendi lutut. Pada kondisi 90 derajat kedudukan
patella diantara kedua kondilus femur dan saat ekstensi maka patella terletak pada
permukaan anterior femur.

Gambar 1. Anatomi sendi lutut normal3

4
2. Ligamentum
Untuk fungsi stabilisasi pasif sendi lutut dilakukan oleh ligamen. Ligamen-
ligamen yang terdapat pada sendi lutut adalah ligamen krusiatum yang dibagi menjadi
dua yaitu ligamen krusiatum anterior dan ligamen krusiatum posterior. Ligamen
kolateral yang juga dibagi menjadi dua bagian yaitu ligamen kolateral medial dan
ligamen kolateral lateral.
Ligamen krusiatum merupakan ligamen terkuat pada sendi lutut. Dinamakan
ligament krusiatum karena saling menyilang antara satu dengan yang lain. Ligamen ini
berada pada bagian depan dan belakang sesuai dengan perlekatan pada tibia. Fungsi
ligamen ini adalah menjaga gerakan pada sendi lutut, membatasi gerakan ekstensi dan
mencegah gerakan rotasi pada posisi ekstensi, juga menjaga gerakan slide ke depan
dan ke belakang femur pada tibia dan sebagai stabilisasi bagian depan dan belakang
sendi lutut.

Gambar 2. Anatomi sendi lutut normal3

5
a. Ligamen krusiatum anterior
Ligamen krusiatum anterior membentang dari bagian anterior fossa
interkondiloid tibia melekat pada bagian lateral kondilus femur yang berfungsi
untuk mencegah gerakan slide tibia ke anterior terhadap femur, menahan
eksorotasi tibia pada saat fleksi lutut, mencegah hiperekstensi lutut dan membantu
saat rolling dan gliding sendi lutut.
b. Ligamen krusiatum posterior
Ligamen krusiatum posterior merupakan ligamen yang lebih pendek
disbanding dengan ligamen krusiatum anterior. Ligamen ini berbentuk kipas
membentang dari bagian posterior tibia ke bagian depan atas dari fossa
interkondiloid tibia dan melekat pada bagian luar depan kondilus medialis femur.
Ligamen ini berfungsi untuk mengontrol gerakan slide tibia ke belakang terhadap
femur, mencegah hiperekstensi lutut dan memelihara stabilitas sendi lutut.
c. Ligamen kolateral medial
Ligamen kolateral medial merupakan ligamen yang lebar, datar dan
membranosus bandnya terletak pada sisi tengah sendi lutut. Ligamen ini terletak
lebih posterior di permukaan medial sendi tibiofemoral yang melekat di atas
epikondilus medial femur di bawah tuberkulum adduktor dan ke bawah menuju
kondilus medial tibia serta pada medial meniskus. Ligamen ini sering mengalami
cidera dan fungsinya untuk menjaga gerakan ekstensi dan mencegah gerakan ke
arah luar.
d. Ligamen kolateral lateral
Ligamen kolateral lateral merupakan ligamen yang kuat dan melekat di atas
epikondilus femur dan di bawah permukaan luar kaput fibula. Fungsi ligamen ini
adalah untuk mengawasi gerakan ekstensi dan mencegah gerakan ke arah medial.
Dalam gerak fleksi lutut ligamen ini melindungi sisi lateral lutut.

3. Kapsul Sendi
Tulang-tulang pembentuk sendi dihubungkan satu dengan lainnya oleh
selubung yang disebut kapsula artikularis sebagai pembungkus yang mengelilingi

6
permukaan-permukaan sendi dan membungkus rapat ruang sendi yang terdapat
diantara tulang-tulang tersebut. Lapisan luar kapsila arikularis (lamina fibrosa)
merupakan salah satu struktur penting yang mengikat tulang-tulang pembentuk sendi.
Lamina fibrosa dapat menahan regangan yang kuat. Lapisan dalam kapsula artikularis
(lamina synovial) dibentuk oleh membran sinovial yang mensekresikan cairan sinovial
(synovia) ke dalam ruang sendi ujung artikular tulang masanya membesar dan
mempunyai lapisan luar tulang yang tipis tetapi padat (kompakta), disebelah dalamnya
terdapat anyaman tulang spongiosa. Kapsul sendi lutut ini termasuk jaringan fibrosus
yang avaskular sehingga jika cedera sulit proses penyembuhan.
a. Cartilago articularis/tulang rawan
Pada sebagian besar sendi orang dewasa berjenis kartilago hyaline dan
merupakan jaringan yang avaskular, alymphatic dan aneural yang menutupi
permukaan pesendian dari tulang panjang. Melekat pada tulang subkondral. Fungsi
dari tulang rawan adalah sebagai bantalan penutup tulang pada sendi sinovial, yang
memungkinkan:
- Menahan tekanan pada permukaan persendian.
- Mentransmisikan dan mendistribusikan beban yang meningkat.
- Mempertahankan kontak dengan tahanan gesek minimal.
b. Bursa
Bursa adalah kantong yang berisi cairan yang berfungsi menjaga agar tidak
terjadi gesekan secara langsung mungkin otot dengan otot, otot dengan tulang dan
otot dengan kulit. Ada beberapa bursa yang terdapat pada sendi lutut antara lain :
(1) bursa popliteus, (2) bursa suprapatellaris, (3) bursa infrapatellaris, (4) bursa
subkutan prapatelaris, (5) busra sub patellaris.6

4. Meniskus
Meniskus merupakan jaringan lunak, meniskus pada sendi lutut adalah
meniskus lateralis. Adapun fungsi meniskus adalah (1) penyebaran pembebanan
(2) peredam kejut (shock absorber) (3) mempermudah gerakan rotasi (4)

7
mengurangi gerakan dan stabilisator setiap penekanan akan diserap oleh meniskus
dan diteruskan ke sebuah sendi.

Gambar 3. Anatomi sendi lutut normal dan OA6

C. Epidemiologi
Osteoarthritis merupakan penyebab utama disabilitas persendian dan tercatat dalam
sepuluh besar daftar penyakit dunia yang dikeluarkan oleh World Health
Organization (WHO). Faktor epidemiologis yang meningkatkan risiko OA
diantaranya cedera sendi, penggunaan sendi yang berlebihan, dan obesitas. Cedera
sendi yang terjadi pada usia diatas 35 tahun lebih berisiko untuk menimbulkan OA
dibandingkan cedera ada usia remaja.6
Aktivitas fisik dengan intensitas tinggi juga dapat meningkatkan risiko terjadinya
OA. Obesitas meningkatkan risiko timbulnya OA sekaligus mempercepat proses
degenerasi sendi pada OA. Pada umumnya sendi yang sering mengalami OA
adalah sendi lutut.1,6
Osteoartritis genu lebih banyak terjadi pada usia > 50 tahun.11,12 Prevalensi OA
meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan biasanya lebih sering mengenai
wanita dibandingkan dengan laki-laki. Banyak negara di Asia memiliki angka

8
penuaan yang tinggi. Diperkirakan bahwa persentasi penduduk di Asia yang
berusia > 50 tahun memiliki angka > 2x lipat dalam dua dekade mendatang, dari
6,8% pada tahun 2008 menjadi 16,2% di 2040 untuk menderita OA.12 Prevalensi
OA lutut berdasarkan radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15,5%
pada pria dan 12,7% pada wanita.7

D. Etiologi
Sampai saat belum diketahui dengan pasti penyebab dari osteoartritis, tetapi
ada beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan penyakit osteoartritis.6
a. Usia
Faktor resiko yang paling utama pada penyakit osteartritis adalah usia,
biasanya mengenai usia dewasa muda hingga lansia, tetapi sering pada usia
lebih dari 50 tahun. Prevalensi dan beratnya osteoartritis akan meningkat sesuai
dengan pertumbuhan umur, namun osteoartritis bukan terjadi akibat
pertumbuhan usia saja, melainkan juga dapat terjadi akibat perubahan pada
tulang rawan sendi.6
b. Jenis Kelamin
Prevalensi osteoartritis lebih meningkat pada jenis kelamin wanita
dibanding dengan pria, 3,2% : 3%. Diperkirakan hal ini terjadi akibat
perbedaan bentuk pinggul antara pria dan wanita.6
c. Faktor Herediter
Faktor herediter juga berpengaruh terhadap kejadian osteoartritis,
misalnya pada seorang ibu dengan osteoartritis pada sendi lutut, maka
kemungkinan anaknya berpeluang 3 kali lebih sering untuk terkena penyakit
yang sama.6
d. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko osteoartritis yang dapat dimodifikasi.
Selama berjalan, setengah berat badan bertumpu pada sendi lutut oleh karena
itu peningkatan berat badan akan melipat gandakan beban sendi lutut saat
berjalan.6

9
e. Trauma, Pekerjaan dan Olahraga
Cedera sendi pinggul akan menimbulkan perubahan retikular pada
sendi sehingga berdampak pada kejadian penyakit osteoartritis. Selain itu
pekerjaan yang berat akan menjadi penentu beratnya osteoartritis yang
dialami.6
f. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik yang berat / weight bearing seperti berdiri lama (2 jam
atau lebih setiap hari), berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari),
mengangkat benda berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap
minggu), mendorong objek yang berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih
setiap minggu), naik turun tangga setiap hari merupakan faktor risiko
terjadinya OA lutut.6

E. Tanda dan Gejala Klinis


Gejala yang biasa dikeluhkan oleh pasien, antara lain:
1. Nyeri sendi : keluhan ini merupakan keluhan utama yang seringkali membawa
pasien ke dokter. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan atau aktivitas
tertentu dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu
kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih hebat dibanding gerakan
yang lain.
2. Hambatan gerakan sendi: gangguan ini biasanya semakin bertambah berat
dengan perlahan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
3. Kaku pada pagi hari: pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul
setelah imobilitas, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup
lama atau bahkan setelah bangun tidur (selama < 30 menit).
4. Krepitasi: rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang
sakit.
5. Pembesaran sendi (deformitas): pasien mungkin menunjukkan bahwa salah
satu sendinya (seringkali terlihat di lutut atau tangan) secara pelan-pelan
membesar.

10
6. Perubahan gaya berjalan: hampir semua pasien OA pergelangan kaki, tumit,
lutut atau panggul berkembang menjadi pincang dan merupakan gejala yang
menyusahkan pasien.
7. Nyeri otot lain dari sistem muskuloskeletal.
8. Fatigue.1,8

F. Patofisiologi
Berdasarkan penyebabnya osteoartritis diklasifikasikan menjadi dua kelompok,
yaitu osteoartritis primer dan osteoartritis sekunder. Osteoartritis primer disebut
idiopatik karena disebabkan oleh faktor genetik yaitu dengan adanya abnormalitas
kolagen sehingga mudah rusak. Sedangkan osteoartritis sekunder adalah penyakit yang
didasari kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, imobilitas yang lama.2,6
Osteoartritis merupakan gangguan keseimbangan dari metabolisme kartilago
dengan kerusakan struktur yang penyebabnya masih belum diketahui. Kondrosit
adalah sel yang tugasnya membentuk proteglikan dan kolagen pada rawan sendi.
Osteoartritis terjadi akibat kondrosit gagal mensintesis matriks yang berkualitas dan
tidak mampu memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks
ekstraseluler termasuk produksi kolagen tipe I, III, VI dan X yang berlebihan dan
sintesis proteoglikan yang pendek. Hal tersebut menyebabkan terjadinya perubahan
pada diameter dan orientasi dari serat kolagen yang mengubah biomekanik dari tulang
rawan, sehingga tulang rawan sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya.6
Selain kondrosit, sinoviosit juga berperan pada patogenesis osteoartritis,
terutama setelah terjadi sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan perasaan tidak nyaman.
Sinoviosit yang mengalami peradangan akan menghasilkan Matrix Metalloproteinases
(MMPs) dan berbagai sitokin yang akan dilepaskan ke dalam rongga sendi dan
merusak matriks rawan sendi serta mengaktifkan kondrosit. Pada akhirnya tulang
subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan terangsang dan
menghasilkan enzim proteolitik rawan sendi. Peningkatan enzim-enzim yang merusak
matriks tulang rawan sendi mengakibatkan terjadi kerusakan fokal tulang rawan sendi
secara progresif dan pembentukan tulang baru pada dasar lesi tulang rawan sendi.6

11
Osteoartritis disebut sebagai penyakit degeneratif karena dengan bertambahnya
usia terjadi perubahan rawan sendi glikosiaminoglikan menjadi memendek sehingga
kemampuan proteoglikan untuk menahan air menjadi berkurang. Hal ini akan
mengakibatkan fungsi rawan sendi sebagai bantalan terhadap beban sendi akan
berkurang. Selain itu jaringan kolagen juga menjadi patah-patah yang mengakibatkan
timbulnya fisur pada rawan sendi.6
Perkembangan osteoarthritis terbagi atas 3 fase yaitu fase (1) terjadi penguraian
proteolitik pada matriks kartilago. Kondisi ini memberikan manifestasi pada penipisan
kartilago, fase (2) terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago disertai adanya
pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan sinovial, fase (3) proses
penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respon inflamasi pada sinovial.6
Pada keadaan normal, kartilago persendian berfungsi untuk menyerap tekanan
pada persendian dan memberikan bantalan sehingga terjadi gerakan yang bebas
gesekan antar tulang ada persendian. Dalam keadaan osteoarthritis kartilago
persendian tidak mampu lagi untuk menahan tekanan dan memberikan bantalan pada
persendian sehingga terjadi gesekan antar tulang dan menimbulkan rasa nyeri.2,6

G. Diagnosis
Diagnosis pada osteoarthritis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik
pada sendi yang terserang, memeriksa adanya pembengkakan serta mengukur batas
gerakan sendi tersebut. Foto rontgen, MRI, tes darah, serta analisis cairan sendi
dianjurkan sebagai pemeriksaan tambahan untuk mendapatkan gambaran yang lebih
mendetail.9
1. Tes-tes provokasi yang dapat dilakukan untuk memeriksa sendi lutut:
a. Tes McMurray
Tes ini merupakan tindakan pemeriksaan untuk mengungkapkan lesi
meniskus. Pada tes ini penderita berbaring terlentang. Dengan satu tangan
pemeriksa memegang tumit penderita dan tangan lainnya memegang lutut.
Tungkai kemudian ditekuk pada sendi lutut. Tungkai bawah eksorotasi/
endorotasi dan secara perlahan-lahan diekstensikan. Kalau terdengar bunyi

12
“klek‟ atau teraba sewaktu lutut diluruskan, maka meniskus medial atau bagian
posteriornya yang mungkin terobek.10

Gambar 4. Pemeriksaan McMurray

b. Anterior Drawer Test


Merupakan suatu tes untuk mendeteksi ruptur pada ligamen krusiatum
anterior lutut. Penderita harus dalam posisi terlentang dengan panggul fleksi
45˚, lutut fleksi 90˚ dan kedua kaki sejajar. Caranya dengan menggerakan
tulang tibia ke atas maka akan terjadi gerakan hiperekstresi sendi lutut dan
sendi lutut akan terasa kendor. Posisi pemeriksa di depan kaki penderita. Jika
terdorong lebih dari normal (> 5 mm) , artinya tes drawer positif.10

Gambar 5. Pemeriksaan Anterior Drawer Test

c. Posterior Drawer Test


Posterior Drawer Test sama halnya dengan Anterior Drawer Test,
hanya saja menggenggam tibia kemudian didorong kearah belakang.10

13
Gambar 6. Pemeriksaan Posterior Drawer Test

d. Lachman Test
Lachman Test dilakukan dengan meletakkan lutut pada posisi fleksi
kira-kira dalam sudut 300, dengan tungkai diputar secara eksternal. Satu tangan
dari pemeriksaan menstabilkan tungkai bawah dengan memegang bagian akhir
atau ujung distal dari tungkai atas, dan tangan yang lain memegang bagian
proksimal dari tulang tibia, kemudian usahakan untuk digerakkan ke arah
anterior.10

Gambar 7. Pemeriksaan Lachman

e. Apley Compresion Test


Tes ini dilakukan untuk menentukan nyeri lutut yang disebabkan oleh
robeknya meniskus. Penderita dalam posisi berbaring tengkurap lalu tungkai
bawah ditekukan pada sendi lutut kemudian dilakukan penekanan pada tumit
pasien. Penekanan dilanjutkan sambil memutar tungkai ke arah dalam
(endorotasi) dan luar (eksorotasi). Apabila pasien merasakan nyeri di samping
medial atau lateral garis persendian lutut maka lesi pada meniskus medial dan

14
lateral sangat mungkin ada.10

Gambar 8. Pemeriksaan Apley Compresion Test

f. Apley Distraction Test


Tes ini dilakukan untuk membedakan lesi meniskal atau ligamental
pada persendian lutut. Tindakan pemeriksaan ini merupakan kelanjutan dari
Appley Comppresion Test. Lakukan distraksi pada sendi lutut sambil memutar
tungkai bawah keluar dan kedalam dan lakukan fiksasi. Apabila pada distraksi
eksorotasi dan endorotasi itu terdapat nyeri maka hal tersebut disebabkan oleh
lesi di ligamen.10

Gambar 9. Pemeriksaan Apley Distraction Test

15
g. Test for Medial Stability
Tes ini untuk menilai instabilitas ligamen kolateral medial. Penderita
tidur telentang dengan lutut ekstensi penuh. Pegang tungkai bawah dengan satu
tangan diletakkan pada lutut bagian posterior lateral dan memaksakan bagian
distal tungkai bawah ke lateral. Buatlah daya valgus pada lutut dan tekanan
pada ligamentum kolateral medial. Manuver dilakukan pada 0° dan fleksi lutut
30°. Tes positif jika nyeri dan atau peningkatan pemisahan pada garis sendi
medial.10

Gambar 10. Test for Medial Stability

h. Test for lateral stability


Tes ini untuk menilai instabilitas ligamen kolateral lateral. Penderita
dalam posisi berbaring telentang dengan lutut ekstensi penuh. Pegang tungkai
bawah dengan satu tangan diletakkan pada lutut bagian posterior medial saat
memaksakan bagian distal tungkai bawah ke medial. Buatlah daya varus pada
lutut dan tekanan pada ligamentum kolateral lateral. Manuver dilakukan pada
0° dan fleksi lutut 30°. Tes positif jika nyeri dan atau peningkatan celah pada
garis sendi lateral.10

16
Gambar 11. Test for lateral stability

2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan penujang sederhana yang sering dilakukanan pada kasus
OA adalah pemeriksaan radiologis rontgen genu AP/lateral dalam posisi
berdiri. Gambaran khas pada OA lutut adalah adanya osteofit & penyempitan
sela sendi.1, 10
Derajat kerusakan sendi berdasarkan gambaran radiologis
kriteria Kellgren & Lawrence

(A) (B)

(C) (D)
Gambar 12. Kriteria Kellgren and Lawrence

17
1. Derajat 0: Radiologi normal.
2. Derajat 1: Osteofit minim, gambaran sendi normal
3. Derajat 2: Osteofit pada 2 tempat, tidak ada sklerosis, celah sendi baik
4. Derajat 3: Osteofit sedang dan multipel, penyempitan celah sendi,
sklerosis sedang dan kemungkinan deformitas kontur tulang.
5. Derajat 4: Osteofit yang besar, penyempitan celah sendi yang nyata,
sklerosis yang berat dan deformitas kontur tulang yang nyata.

The American College of Rheumatology menyusun kriteria diagnosis OA lutut idiopatik


berdasarkan pemeriksaan klinis dan radiologi sebagai berikut:
Tabel 1. Kriteria diagnosis OA1
Klinis dan
Klinis dan radiologi Klinis
Laboratorium
Nyeri lutut + minimal Nyeri lutut + minimal Nyeri lutut +
5 dari 9 berikut : 1 dari 3 berikut: minimal 3 dari 6
 Umur >50 tahun  Umur >50 tahun berikut:
 Stiffness <30 menit  Stiffness <30 menit  Umur >50 tahun
 Krepitasi  Krepitasi + osteofit  Stiffness <30
 Nyeri tekan pada menit
tulang  Krepitasi
 Pelebaran tulang  Nyeri tekan pada
 Tidak hangat pada tulang
perabaan  Pelebaran tulang
 LED <40mm/jam  Tidak hangat
 Rheumatoid facto pada perabaan
r <1:40
 Cairan sinovial:
jernih, viscous,

18
leukosit
<2000/mm3

H. TATALAKSANA
Osteoarthritis termasuk kondisi yang tidak bisa disembuhkan. Penanganan
yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi gejala agar penderitanya bisa tetap
beraktivitas dan menjalani kehidupan secara normal. Gejala dari kondisi ini
terkadang bisa berkurang secara perlahan seiring waktu.9,10
Tatalaksana pada penderita osteoarthritis berupa terapi farmakologis dan non
farmakologis, terapi pembedahan, dan rehabilitasi medik, yaitu:1,4
a. Terapi non farmakologis
- Edukasi dan penerangan
- Terapi fisik dan rehabilitasi
- Penurunan berat badan
b. Terapi farmakologis
- Obat anti inflamasi non steroid (OAINS)
- Steroid intra-artikuler
c. Terapi bedah
- Malaligment, deformitas lutut valgus – varus
- Osteotomi
- Artroplasti sendi total
d. Rehabilitasi medik pada osteoarthritis8,11
Tujuan rehabilitasi medik secara umum:
- Mengurangi nyeri
- Memperbaiki lingkup gerak sendi
- Memperbaiki fungsi
- Meningkatkan kualitas hidup
Penatalaksanaan rehabilitasi medik pada penderita osteoarthtritis antara lain:10,11
1. Dokter spesialis KFR

19
Bertugas melakukan pemeriksaan, menegakkan diagnosis dan
menentukkan program rehabilitasi.
2. Fisioterapi
a. Terapi Dingin
Terapi dingin digunakan untuk melancarkan sirkulasi darah,
mengurangi peradangan, mengurangi spasme otot dan kekakuan
sendi sehingga dapat mengurangi nyeri. Dapat juga menggunakan
es yang dikompreskan pada sendi yang nyeri. Terapi dingin dapat
berupa cryotherapy, kompres es dan masase es.
b. Terapi Panas
Terapi panas superfisial yaitu panas hanya mengenai kutis atau
jaringan sub kutis saja (Hot pack, infra merah, kompres air hangat,
paraffin bath). Sedangkan terapi panas dalam, panas dapat
menembus sampai ke jaringan yang lebih dalam sampai ke otot,
tulang dan sendi seperti micro wave diathermi (MWD), short wave
diathermi (SWD), ultra sound diathermi (USD). Pada kasus OA
digunakan USD (ultra sound diathermi).
c. Terapi Listrik
TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) merupakan modalitas
yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri melalui
peningkatan ambang rangsang nyeri.
d. Hidroterapi
Hidroterapi bermanfaat untuk memberi latihan. Daya apung air akan
membuat ringan bagian atau ekstermitas yang direndam sehingga sendi
lebih mudah digerakan. Suhu air yang hangat akan membantu mengurangi
nyeri, relaksasi otot dan memberi rasa nyaman.
e. Latihan Penguatan Otot
Latihan diketahui dapat meningkatkan dan mempertahankan pergerakan
sendi, menguatkan otot, meningkatkan ketahanan statik dan dinamik dan
meningkatkan fungsi yang menyeluruh. Latihan terdiri dari latihan pasif,

20
aktif, ketahanan, peregangan dan rekreasi.
3. Terapi Okupasi
Terapi okupasi meliputi latihan koordinasi aktivitas kehidupan sehari-hari
(AKS) untuk memberikan latihan pengembalian fungsi sehingga penderita bisa
melakukan kembali kegiatan atau pekerjaan normalnya.
4. Ortotik Prostetik
Ortotik prostetik digunakan untuk mengembalikan fungsi, mencegah dan
mengoreksi kecacatan, menyangga berat badan dan menunjang anggota tubuh
yang sakit. Pada penderita OA biasa dilakukan rencana penggunaan knee brace
atau knee support.
5. Sosial Medis
Tujuannya adalah menyelesaikan dan memecahkan masalah sosial yang
berkaitan dengan penyakit penderita, seperti masalah penderita dalam keluarga
maupun lingkungan masyarakat.
6. Psikologi
Sebuah kegiatan yang bertujuan untuk membantu penderita yang memiliki
masalah dalam hidup atau masalah dengan tingkah laku dan proses mental.

21
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. LL
Nomor Rekam Medik : 42.91.30
Umur : 54 tahun
Tanggal lahir : 23 Desember 1964
Alamat : Paniki Baru
Agama : Kristen Katolik
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Minahasa
Tanggal Periksa : 05 Maret 2018

B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri di lutut kanan dan kiri

Riwayat Penyakit Sekarang:


Nyeri di rasakan pasien sejak kurang lebih 6 tahun yang lalu pada lutut kanan.
Keluhan membaik setelah melakukan terapi. Keluhan mulai terasa kembali sejak 6 bulan yang
lalu. Kemudian sejak 1 bulan yang lalu pasien mengeluhkan nyeri pada lutut kiri. Nyeri
dirasakan hilang timbul. Nyeri timbul saat perubahan posisi dari duduk lama ke berdiri,
menaiki tangga, berjalan jauh dan apabila pasien jongkok. Nyeri dirasakan membaik saat
penderita istirahat. Nyeri tidak menjalar dan dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Penderita juga
mengeluh terdengar bunyi ’krek’ pada lutut saat berjalan. Pasien juga mengeluhkan kaku di
pagi hari sekitar 5 menit. Riwayat trauma di sangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Hipertensi terkontrol

22
Riwayat Keluarga :
Ibu penderita mengalami keluhan sepeti ini.

Riwayat Kebiasaan dan Aktivitas :


Merupakan seorang ibu rumah tangga yang melakukan aktivitas rumah seperti
menyapu halaman, mengepel ruangan di dalam rumah, mencuci piring. Pasien tinggal di
rumah yang bertingkat sehingga sering naik dan turun tangga saat beraktivitas. Pasien juga
memiliki hobi menanam dan memelihara bunga sehingga sering duduk jongkok. Saat
melakukan aktivitas fisik pasien mulai merakan nyeri pada daerah lutut.

Riwayat Sosial Ekonomi :


Penderita tinggal bersama suami, anak yang sudah berkeluarga serta 2 orang cucu.
Pekerjaan suami swasta. Rumah terdiri dari 2 lantai dan 4 buah kamar. Rumah berdinding
beton, beratap seng, dan berlantai tegel. Rumah tersebut memiliki WC duduk. Sumber air
minum dari air isi ulang dan aqua. Sumber listrik dari PLN. Biaya berobat pasien ditanggung
oleh BPJS.

Psikologis :
Pasien tidak merasa cemas dengan penyakit yang di deritanya

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 111/79 mmHg
Nadi : 87 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 37°C
Berat badan : 68 kg
Tinggi badan : 154 cm
IMT : 28.6 (Normal)

23
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm, refleks cahaya kiri dan
kanan ada
Leher : Trakea letak tengah, pembesaran KGB (-)
Thoraks :
Inspeksi : Simetris kiri = kanan
Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara pernapasan vesikuler, BJ I-II reguler, bising (-)
Abdomen : Datar, lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,
bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), capillary refill time (CRT) <2”

Status Lokalis :
Regio genu dextra Regio genu sinistra
Edema (-), Kemerahan (-), Edema (-), Kemerahan (-),
Look
Deformitas (-) Deformitas (-)
Hangat (-), Nyeri tekan Hangat (-), Nyeri tekan
Feel
patella (+), Krepitasi (+) patella (+), Krepitasi (+)
Movement ROM knee terbatas ROM knee terbatas

Visual Analog Scale Genu Dextra


VAS : 5

no pain 5 severe pain

Visual Analog Scale Genu Sinistra


VAS : 5

24
no pain 5 severe pain

Pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi (LGS) regio genu dekstra dan sinistra:
Dextra Sinistra Normal
Fleksi 0-120o 0-125° 0-135°
Ekstensi 0o 0° 0°

Pemeriksaan Manual Muscle Test (MMT)


MMT
Kiri 5/5/5/5
Kanan 5/5/5/5

Pemeriksaan Q Angle

Dextra Sinistra
14° 10°

Status Antropometri
Dextra Sinistra
Ukuran lingkar paha
48 48
(10 cm di atas medial tibia plateau)
Ukuran lingkar lutut 38 38
Ukuran lingkar betis
39 39
(10 cm di bawah medial tibia plateau)

Pemeriksaan ALL dan TLL


Dextra Sinistra
ALL (Appearance Leg
89 cm 89 cm
Length)

25
TLL (True Leg Length) 82 cm 82 cm

Tes Provokasi :
Dextra Sinistra
McMurray test (-) (-)
Anterior drawer test (-) (-)
Posterior drawer test (-) (-)
Lachman test (-) (-)
Apley compression test (-) (-)
Apley distraction test (-) (-)
Test for medial stability (-) (-)
Test for lateral stability (-) (-)

D. RESUME
Perempuan, 54 tahun dengan BB: 68 kg, TB: 154 cm, datang ke poli rehabilitasi
medik dengan keluhan nyeri di lutut kanan dan kiri. Nyeri di rasakan pasien sejak kurang
lebih 6 tahun yang lalu pada lutut kanan. Keluhan membaik setelah melakukan terapi.
Keluhan mulai terasa kembali sejak 6 bulan yang lalu. Kemudian sejak 1 bulan yang lalu
pasien mengeluhkan nyeri pada lutut kiri. Nyeri dirasakan hilang timbul. Nyeri timbul saat
perubahan posisi dari duduk lama ke berdiri, menaiki tangga, berjalan jauh dan apabila pasien
jongkok. Nyeri dirasakan membaik saat penderita istirahat. Nyeri tidak menjalar dan dirasakan
seperti ditusuk-tusuk. Penderita juga mengeluh terdengar bunyi ’krek’ pada lutut saat berjalan.
Pasien juga mengeluhkan kaku di pagi hari sekitar 5 menit.
Pemeriksaan fisik tanda-tanda vital dalam batas normal. Pada status lokalis regio genu
dextra dan sinistra didapatkan nyeri tekan patella +/+, krepitasi +/+ dan ROM knee terbatas
+/+. VAS 5 genu dextra dan VAS 5 genu sinistra.

Diagnosis klinis : Osteoarthritis genu bilateral


Diagnosis etiologi : Degeneratif

26
Diagnosis topis : Genu joint bilateral
Diagnosis fungsional :
- Body function : Nyeri lutut dextra sinistra
- Body structure : Genu joint dextra sinistra
- Activity : Gangguan AKS seperti berdiri lama, menaiki tangga, berdiri dari posisi
duduk
- Participation : Gangguan aktivitas rumah tangga
- Enviroment :
- Personal factor:

Problem :
1. Nyeri lutut kanan (VAS 5) dan kiri (VAS 5)
2. Gangguan AKS seperti berjalan jauh, berdiri dari posisi duduk dan jongkok
3. Keterbatasan Lingkup gerak sendi

E. PENATALAKSANAAN
 Medikamentosa:
- Meloxicam 1 x 7,5 mg
 Non medikamentosa:
Rehabilitasi medik
- Fisioterapi
o Evaluasi:
 Nyeri lutut kanan (VAS 5) dan kiri (VAS 5)
 Keterbatasan lingkup gerak sendi
 Gangguan AKS
o Program:
 TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) regio genu
bilateral
 Latihan penguatan (strengthening) m. Quadriceps femoris

27
 Stretching hamstring
- Okupasi terapi
o Evaluasi:
Gangguan AKS seperti berdiri lama, gangguan ambulasi seperti
berjalan jauh, menanjak, berdiri dari posisi duduk
o Program:
Latihan atau edukasi melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari
dengan prinsip mengurangi beban pada sendi lutut (joint protection).
- Ortotik Prostetik
o Evaluasi:
 Nyeri lutut kanan (VAS 5) dan kiri (VAS 5)
 Gangguan AKS (berdiri lama, gangguan ambulasi seperti berjalan
jauh, menanjak, berdiri dari posisi duduk)
- Sosial medik
o Evaluasi: biaya hidup sehari-hari cukup, biaya pengobatan ditanggung
oleh BPJS kesehatan
o Program: melakukan home visite/ kunjungan rumah untuk evaluasi
lingkungan tempat tinggal pasien dan sekitarnya.
Selain itu, memberikan dukungan agar penderita rajin melakukan
terapi dan home program.
- Home program
o Latihan isometrik m. quadriceps femoris dan peregangan m. hamstring
dirumah.
- Edukasi
o Menghindari aktivitas yang banyak membebankan sendi lutut seperti
naik turun tangga, jongkok dan berjalan jauh.
o Mempertahankan berat badan dengan mengatur pola makan.
F. PROGNOSIS
Quo ad vitam :
Quo ad functionam :

28
Qua ad sanationam :

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoarthritis. In: Sudoyo AW,


Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006. p. 1195-1201.
2. Vogelgesang S. Osteoartritis. In: West SG, editor. Rheumatology secrets,2nd edition.
Philadelphia: Hanley & Belfus Inc, 2002;365-74.
3. Firestein Gary S, Ralph C.Budd, Edward D. Harris, Iain B.McInnes, Shaun Ruddy, John
S.Sergent. Kelley’s textbook of rheumatology 8th edition volume II. Canada: Saunders
Elsevier; 2009.
4. Hochberg MC, et al. American College of Rheumatology 2012: Recommendations for the
Use of Nonpharmacologic and Pharmacologic Therapies in Osteoarthritis of the Hand,
Hip, and Knee. American College of Rheumatology; 2012: 465-74.
5. Sunarti S, Ridwan M, Firdaus M M. Komorbiditas Pasien Geriatri Dengan Osteoartritis
Genu Di Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang. Malang : Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya; 2011
6. Braunwald E, Fauci AS, et al. Degenerative joint disease. In: Harrison smanual of
medicine‟ 15 thed. Boston: McGraw-Hill: 2002;748-49.
7. David T. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of Medicine; 2007.
8. PERDOSRI. Panduan pelayanan klinis kedokteran fisik dan rehabilitasi. Jakarta: PT.
Adhitama Multi Kreasindo; 2012.
9. Fauci, Anthony S., Dennis L. Kasper, Dan L. Longo, Eugene Braunwald, Stephen L.
Hauser, J. Larry Jameson et al. Harrison’s principles of general medicine 17th edition.
2008. p. 2159-2161.
10. Santiago DT, Kathleen T, Elizabeth F. Rheumatic disease. Dalam: Randall L, editor.
Physical medicine & rehabilitation. 4th ed. 2007: 770.
11. Tulaar ABM. Peran kedokteran fisik dan rehabilitasi medik pada tatalaksana osteoarthritis.
Semijurnal Farmasi dan Kedokteran Ethical Digest; 2006: 46.

30

Anda mungkin juga menyukai