Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

Osteoarthritismerupakan suatu penyakit degeneratif pada persendian yang

disebabkan oleh beberapa faktor. Penyakit ini mempunyai karateristik berupa terjadinya

kerusakan pada kartilago (tulang rawan sendi). Gejala osteoarthritis bersifat progresif,

dimana keluhan terjadi perlahan-lahan dan lama-kelamaan akan memburuk (Helmi,

2012).

Osteoarthritis merupakan penyakit degeneratif dan progresif yang mengenai dua

per tiga orang yang berumur lebih dari 65 tahun, dengan prevalensi 60,5% pada pria dan

70,5% pada wanita.Osteoarthritisknee dan hip menempati peringkat 11 sebagai

penyumbang kecacatan. Menurut penelitian di Belanda Institute for Public Health,

prevalensi osteoarthritis knee pada mereka yang berusia 75 tahun adalah 50%, dan pada

usia 45 tahun ke atas sebesar 19,2% (Litwic, 2013).

Pada tahap awal nyeri terjadi terutama saat aktifitas menumpu berat badan dalam

waktu yang lama seperti naik turun tangga, nyeri meningkat secara progresif dari hari ke

hari. Nyeri juga dirasakan saat istirahat dan dimalam hari. Pada tahap selanjutnya, nyeri

dan kekakuan terjadi setelah duduk lama seperti menonton film. Kekakuan biasanya

berhubungan saat memulai gerakan dan cenderung hilang setelah beberapa menit.

Gejala sendi terkunci dan tiba-tiba tertekuk (giving way) dapat juga terjadi saat adanya

kerusakan meniskus dan ligamen sebagai stabilitas sendi, sehingga dapat meningkatkan

resiko jatuh.

Dilihat dari aspek fisioterapi, OA dapat menimbulkan berbagai

tingkatangangguan yaitu impairment seperti menurunnya kekuatan otot, keterbatasan

1
luas gerak sendi, adanya nyeri, dan tingkat functional limitation seperti

gangguanberjalan, berlari, dan naik turun tangga. Usaha pengurangan nyeri atau

modulasi nyeri adalah kegiatan yang banyak dilakukan oleh fisioterapi klinis sekaligus

membawa mereka berhadapan dengan banyak masalah seperti impairment, functional

limitation dan disability dari setiap pasien yang berbeda-beda. fisioterapi sebagai salah

satu tenaga kesehatan yang bergerak dalam kapasitas fisik dan kemampuan fungsional

serta meningkatkan derajat kesehatan dengan mengurangi nyeri, meningkatkan ROM,

meningkatkan kekuatan otot dan stabilitas sendi pada kasus Osteoarthritis dengan

menggunakan modalitas terapi seperti Electrical stimulasi dan Terapi Manual.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang kasus

1. Anatomi dan Biomekanik Knee Joint

a) Anatomi Knee Joint

Sendi lutut terdiri atas tulang yang membentuk sendi lutut, otot-

otot dan ligamentum yang memberi kestabilan sendi lutut. Bersama-sama

dengan hip dan ankle, sendi lutut menopang tubuh ketika berdiri. Sendi

lutut merupakan unit fungsional primer dalam aktivitas

berjalan,memanjat dan duduk (Kisner dan Colby,2012).

Sendi lutut dibentuk oleh tulang femur, tulang tibia dan fibula

serta tulang patella, mempunyai beberapa sendi yang terbentuk dari

tulang yang berhubungan, yaitu antar tulang femur dan patella disebut

articulatio patellofemoral, antara tulang tibia dengan tulang femur

disebut articulatio tibio femoral dan antara tulang tibia dengan tulang

fibula proximal disebut articulatio tibio fibular proksimal (Kisner dan

Colby,2012).

3
Gambar 2.1

Anterior View of Knee

Sumber : Atlas Anatomy Netter, 2010.

Knee jointmerupakan sendi yang paling unik dibandingkan sendi-

sendi yang lain dalam tubuh manusia, karena tulang-tulang yang

membentuk sendi ini masing-masing tidak ada kesesuaian bentuk seperti

pada persendian yang lain. Sebagai kompensasi ketidaksesuaian bentuk

persendian ini terdapat meniscus, kapsul sendi, bursa dan diskus yang

memungkinkan gerakan sendi ini menjadi luas, sendi ini juga diperkuat

oleh otot-otot besar dan berbagai ligamentum sehingga sendi menjadi

kuat dan stabil (Tajuid, 2000).

Sendi knee merupakan suatu sendi yang disusun oleh beberapa

tulang, ligament beserta otot, sehingga dapat membentuk suatu kesatuan

yang disebut dengan sendi knee atau knee joint.

Anatomi sendi knee terdiri dari:

1) Tulang Pembentuk Sendi Lutut

(a) Os. Femur

4
Merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di dalam tulang

kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan

acetabulum membentuk kepala sendi yang disebut caput femoris.

Di sebelah atas dan bawah dari columna femoris terdapat taju

yang disebut trochantor mayor dan trochantor minor, di bagian

ujung membentuk persendian knee, terdapat dua buah tonjolan

yang disebut condylus medialis dan condylus lateralis, di antara

kedua condylus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang

tempurung knee (patella) yang disebut dengan fosa condylus

(Syaifuddin, 1997).

(b) Os. Tibia

Tulang tibia bentuknya lebih kecil, pada bagian pangkal

melekat pada os fibula, pada bagian ujung membentuk

persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang

disebut os maleolus medialis. (Syaifuddin, 1997).

(c) Os. Fibula

Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang

membentuk persendian knee dengan os femur pada bagian

ujungnya. Terdapat tonjolan yang disebut os maleolus lateralis

atau mata kaki luar. (Syaifuddin, 1997).

(d) Os. Patella

Pada gerakan fleksi dan ekstensi patella akan bergerak pada

tulang femur. Jarak patella dengan tibia saat terjadi gerakan

adalah tetap dan yang berubah hanya jarak patella dengan

5
femur. Fungsi patella di samping sebagai perekatan otot-otot

atau tendon adalah sebagai pengungkit sendi knee. Pada posisi

flexi knee 90 derajat, kedudukan patella di antara kedua

condylus femur dan saat extensi maka patella terletak pada

permukaan anterior femur (Syaifuddin, 1997).

2) Ligamen Pembentuk Sendi Lutut

Kemudian ligamen-ligamen yang memperkuat dan

membantu stabilitas sendi lutut seperti ligament collateral medial,

ligament collateral lateral, ligament popliteal oblique, ligament

cruciatum anterior, ligament ligament cruciatum posterior,

ligament tranversal, serta traktus iliotibialis (Neumann, 2009).

Ligamen berperan sebagai komponen penentu utama

stabilisasi pada knee joint. Ada beberapa ligament yang terdapat

pada sendi knee antara lain:

(a) Ligamentum crusiatum anterior, yang berjalan dari depan

eminentia intercondyloidea tibia, ke permukaan medial

condylus lateralis femur, fungsi menahan hiperekstensi dan

menahan bergesernya tibia kedepan.

(b) Ligamentum crusiatum posterior, berjalan dari facies lateralis

condylus medialis femoris, menuju fossa intercondyloidea

tibia, berfungsi menahan bergesernya tibia, ke arahbelakang.

(c) Ligamentum collateral lateralle yang berjalan dari epicondylus

lateralis kecapitulum fibulla, yang berfungsi menahan gerakan

varus atau sampingluar.

6
(d) Ligamentum collateral mediale tibia (epicondylus medialis

tibia), yang berfungsi menahan gerakan valgus atau samping

dalam dan eksorotasi, dan secara bersamaan ligament collateral

juga berfungsi menahan bergesernya ke depan pada posisi knee

fleksi 90derajat.

(e) Ligamentum popliteum abligum, berasal dari condylus lateralis

femoris menuju ke insertio musculus semi membranosus

melekat pada fascia musculuspopliteum.

(f) Ligamentum transversum knee, membentang pada permukaan

anterior meniscus medialis dan lateralis. Semua ligament

tersebut berfungsi sebagai fiksator dan stabilisator sendi knee.

Tranversum knee di samping ligament ada juga bursa pada

sendi knee. Bursa merupakan kantong yang berisi cairan yang

memudahkan terjadinya gesekan dan gerakan, berdinding tipis

dan dibatasi oleh membran synovial. Ada beberapa bursa yang

terdapat pada sendi knee antara lain : (a) bursa popliteus, (b)

bursa supra patellaris, (c) bursa infra patellaris, (d) bursa

subcutan prapatellaris, (e) bursa sub patellaris, (f)

bursaprapatellaris.

3) Meniskus Pembentuk Sendi Lutut

Meniscus merupakan jaringan lunak, adapun fungsi

meniscus adalah penyebaran pembebanan, peredam kejut (shock

absorber), mempermudah gerakan rotasi, mengurangi gerakan dan

stabilisator. Bursa merupakan kantong yang berisi cairan yang

7
memudahkan terjadinya gesekan dan gerakan, berdinding tipis dan

dibatasi oleh membran synovial. Ada beberapa bursa yang terdapat

pada sendi lutut antara lain bursa popliteu, bursa supra pateliaris,

bursa infra paterallis, bursa sulcutan prapateliaris, bursa sub

patelliaris (Eveyln, 2002).

Diantara dua tonjolan tulang dari femur dan tibia terdapat

dua lempeng fibrocartilagenous yang disebut meniskus medial

dan meniscus lateral. Lempeng-lempeng ini membantu

memper dalam permukaan antara dua tulang sehingga dapat

meningkatkan stabilitas dan berfungsi sebagai penyerap tekanan

selama aktivitas penumpuan beban. Meniskus adalah bangunan

tulang rawanyang berfungsi sebagai lubrikan dan membantu

mengurangi goncangan.

Gambar 2.2

Meniskus Pembentuk Sendi Lutut

Sumber : Atlas Anatomy Netter, 2010.

4) Kapsul Sendi (Membran Synovial dan Cairan Synovial)

Sendi dikelilingi oleh membran synovial yang menghasilkan

8
sedikit cairan pelumas (cairan synovial). Cairan ini membantu

memberi nutrisi kartilago dan menjaga tetap licin. Synovial juga

mempunyai lapisan yang kuat yang di namakan kapsul,yang

membantu memegang sendi di dalam tempatnya. Penutup

dariknee(patella) adalah bagian lain dari sendi yang penting.

Dibawah lapisan patella juga ditutupi dengan kartilago. Patella di

ikat dengan otot yang tebal dengan tendon yang besar.

5) Otot Penggerak Sendi Lutut

Sendi lutut diperkuat oleh grup otot besar yang berfungsi

sebagai penggerak utama dan juga berfungsi untuk stabilitas aktif

sendi lutut. Beberapa grup otot tersebut adalah otot quadriceps

femoris dan otot hamstring. Otot quadriceps terdiri dari musculus

rectus femoris, musculus vastus lateralis, musculus vastus

medialis, dan musculus vastus intermedius yang berperan penting

dalam meneruskan beban melintasi sendi lutut. Sedangakan grup

otot hamstring terdiri dari musculus biceps femoris, musculus

semimembranosus, danmusculus semitendinosus. Otot quadriceps

berfungsi sebagai ekstensor sendi lutut dengan arah tarikan yang

berbeda-beda setiap bagian otot, sedangkan otot hamsting

berfungsi utama untuk fleksor sendi lutut, di bagian medial adalah

otot pes anserinus yang terdiri musculus sartorius, gracilis dan

semi tendinosus, dan bagian lateral adalah musculus

tensorfacialatae (Putz and Pabst, 2000).

Knee digerakkan dan distabilkan oleh banyak otot yang

9
secara fungsional dikenal sebagai kelompok extensor, flexor,

adductor medial dan abductor lateral. Mekanisme fungsi ekstensor

dijalankan oleh kelompok otot Quadriceps, yang terdiri dari m.

Rectus femoris, m. vastus lateralis, m. vastus medialis, m. vastus

intermedius dan tendon quadriceps serta patella. Fungsinya

disamping sebagai ekstensor sendi knee juga fleksor sendi panggul

dan gerakan ini dapat dilakukan bersamaan. M. Rectus femoris

bermula sebagai satu tendon dari spina iliaca anterior inferior

pelvis yang melewati sendi knee, sedangkan ketiga vastus bermula

dari permukaan anterior tulang femur. Kelompok ekstensor ini

bersatu pada ligament yang melekat pada tuberositas tulang tibia

dan terminasinya menyatu ke dalam tendonnya tulang sesamoid

yaitu patella.

Otot hamstring (terdiridari m . semimembranosus,

m.semitendinosus dan m . bicepsfemoris),berperan sebagai

antagonis kelompok otot quadriceps.Tarikan knee kelateral

dilakukan oleh otot traktus iliotibial,retinakulum lateral dan

ligamentum patello femoral,sedangkan tarikan kemedial

dilakukan oleh vastus obligus medialis,retinakulum medialis dan

ligamen tumpatello femoral medial.

b) Biomekanik Knee Joint

1) Osteokinematika

(a) Tibiofemoral Joint

10
Tibiofemoral joint termasuk kedalam sendi biaxial

bicondyloid dengan 2 pasang gerakan (2 DKG) yaitu fleksi –

extensi dan exorotasi – endorotasi, sedangkan gerak pasif yang

terjadi adalah valgus – varus knee.

ROM fleksi knee adalah 0o – 120o (gerak aktif) dan 0o –

140o (gerak pasif), sedangkan ROM extensi/hiperextensi knee

adalah 0o – 5o/10o. Pada akhir ekstensi, ligamen collateral lateral

dan medial serta ligamen cruciatum menjadi tegang/terulur.

Sedangkan pada hiperekstensi, ligamen popliteal oblique menjadi

tegang/terulur untuk memproteksi knee joint. Pada akhir fleksi,

ligament patellaris terulur (tegang) yang disertai dengan tendon

quadri-ceps femoris.

Otot yang bekerja pada gerakan fleksi knee adalah group

otot hamstring yang dibantu oleh caput medial dan lateral

gastrocnemius, sedangkan otot yang bekerja pada gerakan extensi

knee adalah group otot quadriceps femoris.

Otot hamstring dapat mempengaruhi rotasi tibia terhadap

femur. Dalam aktivitas closed kinematik chain, otot hamstring

dapat bekerja mengekstensikan knee dengan menarik tibia. Otot

gastrocnemius juga berfungsi sebagai fleksor knee, tetapi fungsi

utamanya adalah saat knee menumpuh berat badan maka otot

gastrocnemius menopang kapsul bagian posterior melawan gaya

hiperekstensi. Begitu pula otot popliteus yang menopang kapsul

sendi bagian posterior dan bekerja untuk melepaskan penguncian

11
pada knee. Group otot pes anserinus (sartorius, gracilis,

semitendinosus) memberikan stabilitas medial knee joint dan

mempengaruhi rotasi tibia dalam closed kinematik chain.

Patella dapat memperbaiki lever/pengungkit dari gaya otot

quadriceps melalui peningkatan jarak tendon quadriceps dari axis

knee joint. Efek lever yang paling besar adalah dari 60o ke 30o

ekstensi dan cepat menurun dari 15o ke 0o full ekstensi. Puncak

gaya/kekuatan otot quadriceps terjadi antara 70o dan 50o. Selama

latihan open kinematik chain, dianjurkan memberikan tahanan

maksimum sampai akhir ekstensi penuh agar gaya kontraksi otot

quadriceps relatif kuat sampai akhir ekstensi penuh. Dalam

closed kinematik chain, otot quadriceps femoris dibantu oleh

kerja otot hamstring dan solues untuk menarik tibia ke posterior.

Selama fase menumpuh berjalan (stance phase), otot quadriceps

akan mengontrol besarnya fleksi knee dan menyebabkan ekstensi

knee.

ROM exorotasi knee adalah 0o – 40o, sedangkan ROM

endorotasi knee adalah 0o – 30o. Exorotasi dan endorotasi hanya

terjadi pada posisi knee fleksi karena pada posisi fleksi knee

ligamen cruciatum dan collateral menjadi kendur sedangkan pada

posisi ekstensi knee ligamen collateral dan cruciatum menjadi

tegang serta terjadi penguncian. Pada akhir endorotasi, ligamen

collateral lateral menjadi tegang/terulur dan ligamen cruciatum

saling terpisah. Endorotasi yang berlebihan menyebabkan

12
meniskus lateral robek. Pada akhir external rotasi, ligamen

collateral medial menjadi tegang dan ligamen cruciatum saling

bersilangan. External rotasi yang berlebihan menyebabkan

meniskus medial robek.

Group otot pes anserinus sangat berperan pada gerakan

endorotasi knee, sedangkan tensor fascia latae beserta traktus

iliotibialis berperan pada gerakan exorotasi knee yang dibantu

oleh otot biceps femoris.

Pada tibiofemoral joint dapat terjadi gerak valgus dan

varus knee secara pasif. Valgus knee dapat menyebabkan ligamen

collateral medial teregang/terulur. Varus knee dapat

menyebabkan ligamen collateral lateral teregang/terulur. Jika

valgus knee disertai dengan exorotasi knee dapat menyebabkan

ligamen collateral medial dan meniskus medial teregang

(overstretch). Jika varus knee disertai dengan endorotasi knee

dapat menyebabkan ligamen collateral lateral dan meniskus

lateral teregang (overstretch).

Rotasi dapat terjadi antara condylus femur dan dataran

tibia selama derajat akhir ekstensi knee. Mekanisme ini dikenal

sebagai locking atau screw-home mechanism (mekanisme

penguncian) yaitu :

(1) Ketika tibia bebas (open kinematik chain), akhir gerakan

ekstensi akan menghasilkan rotasi tibia kearah external

terhadap femur sehingga terjadi locking/screw-home

13
(penguncian). Untuk melepaskan penguncian maka tibia

dirotasikan kearah internal.

(2) Ketika tibia terfiksir (closed kinematik chain), akhir ekstensi

akan menghasilkan rotasi femur kearah internal (condylus

medial slide lebih jauh kearah dorsal daripada condylus

lateral) sehingga terjadi locking/screw-home (penguncian).

(3) Pada closed kinematik chain, secara bersamaan hip menjadi

ekstensi. Jika seseorang mengalami gangguan pada ekstensi

hip maka locking knee tidak dapat terjadi.

(4) Dalam closed kinematik chain, pada saat knee tidak terkunci

maka femur berotasi kearah lateral/eksternal. Tidak

terkuncinya knee secara tidak langsung terjadi ketika fleksi

hip dan secara langsung dipengaruhi oleh aksi otot popliteus.

(b) Patellofemoral Joint

Patellofemoral joint merupakan sendi plane nonaxial yang

hanya menghasilkan gerak slide. Patella hanya terjadi slide

disepanjang sulcus intercondylaris selama gerakan fleksi –

extensi knee. Pada saat fleksi patella akan slide kearah caudal,

dan pada saat extensi maka patella akan slide ke cranial atau

kembali ke posisi awal. Jika gerakan patella terganggu/terbatas,

maka dapat mempengaruhi ROM fleksi knee dan memberikan

kontribusi terhadap laju ekstensor pada aktif ekstensi knee.

Alignment patella memiliki sudut yang dikenal dengan “Q

angle” (sudut Q). Q angle adalah sudut yang dibentuk oleh 2

14
garis yang saling memotong; garis pertama dari SIAS ke mid-

patella, dan garis kedua dari tuberculum tibia ke mid-patella

(normalnya 15o). Q angle menggambarkan jalur lateral atau efek

haluan busur (bowstring) terhadap otot quadriceps dan tendon

patellaris. Terdapat 3 gaya yang mempertahankan sudut Q atau

alignment patella yaitu :

(1) Lateral fiksasi patella dihasilkan oleh iliotibial band dan

retinaculum lateral.

(2) Pada sisi medial patella diperkuat oleh tarikan aktif dari otot

vastus medialis yang oblique.

(3) Ligament patellaris memfiksasi patella kearah inferior

melawan tarikan aktif otot quadriceps kearah superior.

Gambar 2.3

Q-angle (Sudut Q) dan Abnormalitas Q-angle.

15
Sudut Q dapat mengalami kelainan atau terjadi mal-

alignment patella dimana terjadi problem jalur patella yang

disebabkan oleh :

(1) Peningkatan sudut Q ; akibat genu valgus, pronasi kaki, pelvis

yang lebar, peningkatan anteversi femur, atau external torsion

tibia.

(2) Ketegangan otot dan fascial, yaitu :Ketegangan iliotibial band

dan retinaculum lateral dapat mencegah medial slide dari

patella.

- Ketegangan plantarfleksor ankle akan menghasilkan

pronasi kaki ketika dorsifleksi ankle, sehingga

menyebabkan medial torsion dari tibia dan pergeseran ke

lateral secara fungsional dari tuberositas tibia

hubungannya dengan patella.

- Ketegangan otot rectus femoris dan hamstring dapat

mempengaruhi mekanikal knee, sehingga menyebabkan

kompensasi.

(3) Lemahnya kapsular retinaculum medial atau otot vastus

medialis yang oblique :

- Otot vastus medialis mengalami kelemahan akibat disuse

atau terinhibisi karena bengkak/nyeri sendi sehingga

stabilitas medial jelek.

- Adanya muscle imbalance dari kontraksi otot antara vastus

medialis dan vastus lateralis

16
- Kelemahan otot vastus medialis akan meningkatkan

pergeseran ke lateral dari patella.

Patella akan mengalami kompresi pada saat closed

kinematik chain dengan berbagai aktivitas. Kompresi pada bagian

posterior patella melawan femur dapat meningkat dengan tajam

pada sudut 30o fleksi knee. Mendekati 30o fleksi knee, kompressi

pada patella sekitar besarnya berat tubuh. Jika derajatnya

meningkat (> 30o) seperti pada aktivitas naik turun tangga maka

kompresi pada patella terjadi sekitar 3 x berat tubuh. Kompresi

pada patella menjadi 8 x berat tubuh selama aktivitas squat dan

deep knee bending.

Gambar 2.4

Gerakan Patellofemoral Joint

2) Arthrokinematika

(a) Tibiofemoral joint

(1) Tulang femur berbentuk konveks dengan dua condylus yang

tidak simetris pada ujung distal femur, dimana condylus

17
medial lebih panjang daripada lateralis sehingga dapat

menghasilkan mekanisme penguncian lutut.

(2) Tulang tibia berbentuk konkaf dengan dua dataran tibia pada

ujung proksimal tibia beserta meniscus fibrokartilago.

Dataran medial lebih besar daripada dataran lateral.

(3) Pada open kinematik chain (kinematika terbuka), dataran tibia

bergerak dengan slide dalam arah yang sama dengan gerak

angularnya.

(4) Pada closed kinematik chain (kinematika tertutup), condylus

femur bergerak slide dalam arah yang berlawanan dengan

gerak angularnya.

Tabel 2.1 Hubungan gerak angular dengan arthrokinematikanya.

Arthrokinematika dataran
Gerakan angular tibia
tibia terhadap condylus femur
1. Fleksi Posterior
2. Ekstensi Anterior

Tabel 2.2.Hubungan gerak angular dengan arthrokinematikanya

Arthrokinematika condylus
Gerakan angular femur
femur terhadap dataran tibia
1. Fleksi Anterior
2. Ekstensi Posterior

Gambar 2.5

Arthrokinematikan condylus femur terhadap dataran tibia

18
(b) Patellofemoral Joint

Telah dijelaskan diatas bahwa patellofemoral joint hanya

menghasilkan gerak slide saat terjadi fleksi – ekstensi knee.

Selain itu, dapat dilakukan gerak slide secara pasif pada patella

yaitu medial slide dan lateral slide untuk melihat keutuhan

cartilago sendi dan mobilitas patella.

2. Definisi Osteoarthritis (OA)

Osteoarthritis (OA) berasal dari bahasa Yunani; osteo yang berarti

tulang, arthro yang berarti sendi dan itis yang berarti inflamasi, meskipun

sebenarnya penderita osteoarthritis tidak mengalami inflamasi atau hanya

mengalami inflamasi ringan. Osteoarthritis adalah penyakit degeneratif

persendian dengan berbagai faktor penyebab dan memiliki karakteristik

berupa kerusakan kartilago (Helmi, 2012).

Osteoarthritis(OA) adalah suatu kelainan sendi degeneratif yang

terutama menyerang penderita lanjut usia (lansia) dan ditandai oleh adanya

proses degenerasi tulang rawan sendi, hipertropi tepi permukaan sendi

disertai kekakuan sesudah istirahat pasca kegiatan yang lama (Reksoprodjo

dalam Junaidi, 2013).

Osteoarthritis merupakan gangguan pada satu sendi atau lebih, bersifat

lokal, progresif dan degeneratifyang ditandai dengan perubahan patologis

pada struktur sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang rawan/kartilago

19
hialin. Hal tersebut disertai dengan peningkatan ketebalan dan sklerosis dari

subchondral yang bisa disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada tepian

sendi, peregangan kapsul artikular,synovitis ringan pada persendian,dan

lemahnya otot-otot yang menghubungkan persendian.

3. Etiologi

Sarnpai saat ini etiologi yang pasti dari osteoartritis ini belum

diketahui dengan jelas, ternyata tidak ada satu faktor pun yang jelas sebagai

proses destruksi rawan sendi, akan tetapi beberapa faktor predoposisi

terjadinya OA telah diketahui. Faktor risiko osteoarthritis antara lain (Irga,

2008).

a. Umur

Dari semua faktor risiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor

ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya osteoartritis

semakin meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan

karena adanya hubungan antara umur dengan penurunan kekuatan

kolagen dan proteoglikan pada kartilago sendi. Rata-rata laki-laki

mendapat osteoarthritis sendi lutut pada umur 59 tahun dengan

puncaknya pada usia 55-64 tahun, sedang wanita 65 tahun dengan

puncaknya pada usia 65-74 tahun.

b. Jenis kelamin

Pada orang tua yang berumur lebih dari 55 tahun, prevalensi

terkenanya osteoartritis pada wanita lebih tinggi dari pria. Pada usia 55

tahun keatas wanita lebih berisiko karena berhubungan dengan

menopause, pada menopause wanita mengalami penurunan hormon

20
terutama estrogen, sedangkan fungsi hormon estrogen salah satunya

adalah membantu sintesa kondrosit dalam matriks tulang, dan jika

estrogen menurun maka sintesa kondrosit menurun sehingga sintesa

proteoglikan dan kolagen juga menurun dan aktifitas lisosom meningkat,

hal ini lah yang menyebabkan OA banyak terjadi pada wanita (Suriani,

2013).

c. Suku bangsa (Ras)

Osteoartritis primer dapat menyerang semua ras meskipun

terdapat perbedaan prevalensi pola terkenanya sendi pada osteoartritis.

Orang kulit putih cenderung lebih sering terkena osteoartritis

dibandingkan dengan orang kulit hitam (Soenarto, 2003). Hal ini

mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan

frekuensi pada kelainan kongenital dan pertumbuhan.

d. Genetik

Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoarthritis.

Adanya mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk

unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan

dalam timbulnya kecenderungan familial pada osteoarthritis.

e. Kegemukan dan penyakit metabolic

Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan

mekanik pada sendi penahan beban tubuh, dan lebih sering

menyebabkan osteoartritis lutut. Kegemukan ternyata tidak hanya

berkaitan dengan osteoarthritis pada sendi yang menanggung beban,

tetapi juga dengan osteoartritis sendi lain, diduga terdapat faktor lain

21
(metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut antara lain

penyakit jantung koroner, diabetes melitus dan hipertensi.

f. Cedera sendi (trauma)

Cedera sendi, terutama pada sendi-sendi penumpu berat tubuh

seperti sendi pada lutut berkaitan dengan risiko osteoarthritis yang lebih

tinggi. Trauma lutut yang akut termasuk robekan terhadap ligamentum

krusiatum dan meniskus merupakan faktor timbulnya Osteoarthritis

lutut (Bambang, 2003).

g. Pekerjaan

Pekerja yang banyak membebani sendi lutut akan mempunyai

risiko terserang osteoarthritis lebih besar dibanding yang tidak banyak

membebani lutut.

h. Olahraga Berat

Osteoarthritis juga behubungan dengan berbagai olah raga yang

membebani lutut dan atau panggul, seperti lari maraton, sepak bola dan

sebagainya (Bambang, 2003).

22
4. Klasifikasi OA Knee

Gambar.2.6. Klasifikasi OA Knee menurut Kellgren-Lawrence,1963.

Menurut Kellgren dan Lawrence, secara radiologis Osteoartritis di

klafikasikan menjadi :

a) Grade 0 : Normal

b) Grade 1 : Meragukan, dengan gambaran sendi normal, terdapat

osteofit minim.

c) Grade 2 : Minimal, osteofit sedikit pada tibia dan patella dan

permukaan sendi menyempit asimetris.

d) Grade 3 : Moderate, adanya osteofit moderate pada beberapa

tempat, permukaan sendi menyepit, dan tampak sklerosis subkondral.

e) Grade 4 : Berat, adanya osteofit yang besar, permukaan sendi

menyempit secara komplit, sklerosis subkondral berat, dan kerusakan

permukaan sendi.

5. Tanda dan Gejala

Menurut Australian Physiotherapy Association (APA) (2003) dalam

Nur (2009) penyakit osteoarthritis mempunyai gejala-gejala yang biasanya

23
menyulitkan bagi kehidupan penderitanya. Adapun gejala tersebut antara

lain:

a) Nyeri sendi (recurring pain or tenderness in joint)

Keluhan nyeri merupakan keluhan utama yang sering-kali

membawa penderita ke dokter, walaupun mungkin sebelumnyasendi

sudah kaku dan berubah bentuknya. Biasanya nyeri sendi bertambah

dikarenakan gerakan dan sedikit berkurang bila istirahat. Pada gerakan

tertentu (misal lutut digerakkan ke tengah) menimbulkan rasa nyeri.

Nyeri pada osteoarthritis dapat menjalar kebagian lain, misal

osteoarthritis pinggang menimbulkan nyeri betis yang disebut sebagai

“claudicatio intermitten”. Korelasi antara nyeri dan tingkat perubahan

struktur pada osteoarthritis sering ditemukan pada panggul, lutut dan

jarang pada tangan dan sendi apofise spinalis.

b) Kekakuan (stiffness)

Pada beberapa penderita, kaku sendi dapat timbul setelah duduk

lama di kursi, di mobil, bahkan setelah bangun tidur. Kebanyakan

penderita mengeluh kaku setelah berdiam pada posisi tertentu. Kaku

biasanya kurang dari 30 menit.

c) Hambatan gerakan sendi (inability to move a joint)

Kelainan ini biasanya ditemukan pada osteoarthritis sedang

sampai berat. Hambatan gerak ini disebabkan oleh nyeri, inflamasi, sendi

membengkok, perubahan bentuk. Hambatan gerak sendi biasanya

dirasakan pada saat berdiri dari kursi, bangun dari tempat berbaring,

24
menulis atau berjalan. Semua gangguan aktivitas tergantung pada lokasi

dan beratnya kelainan sendi yang terkena.

d) Bunyi gemeretak (krepitasi)

Sendinya terdengar berbunyi saat bergerak. Suaranya lebih kasar

dibandingkan dengan artritis reumatoid dimana gemeretaknya lebih

halus. Gemeretak yang jelas terdengar dan kasar merupakan tanda yang

signifikan.

e) Pembengkakan sendi (swelling in a joint)

Sendi membengkak / membesar bisa disebabkan oleh radang

sendi dan bertambahnya cairan sendi atau keduanya.

f) Perubahan cara berjalan atau hambatan gerak

Hambatan gerak atau perubahan cara berjalan akan berkembang

sesuai dengan beratnya penyakit. Perubahan yang terjadi dapat

konsentris atau seluruh arah gerakan maupun eksentris atau salah satu

gerakan saja (Sudoyono, 2009).

g) Kemerahan pada daerah sendi (obvious redness or heat in a joint)

Kemerahan pada sendi merupakan salah satu tanda peradangan

sendi. Hal ini mungkin dijumpai pada osteoarthritis karena adanya

sinovitis, dan biasanya tanda kemerahan ini tidak menonjol dan timbul

belakangan (Sudoyono, 2009).

6. Patofisiologi

Riwayat trauma diketahui sebagai pemicu terbesar perubahan awal

sendi knee yang berhubungan dengan osteoarthritis knee.Perubahan pada

sendi (kerusakan cartilago) biasanya dimulai dari bagian sendi sisi medial

25
atau lateral yang menyertai kerobekan meniskus. Bagian sendi yang terkena

biasanya berhubungan dengan deformitas knee. Jika bagian medial sendi

yang rusak maka berhubungan dengan deformitas genu varus, jika bagian

lateral sendi yang rusak maka berhubungan dengan deformitas genu valgus.

Jika perubahan degeneratif terjadi maka dapat memperburuk deformitas.

Gambar 2.7

Perubahan Degeneratif pada Medial Knee

Adanya fleksi knee gait pada osteoarthritis knee seringkali

menghasilkan perbedaan tungkai yang lebih panjang daripada tungkai yang

sehat. Hal ini bisa meningkatkan gaya pada patellofemoral joint sehingga

lama kelamaan permukaan patellofemoral akan mengalami wear and tear

yang berlebihan, dan akhirnya terjadi perubahan degeneratif pada

patellofemoral joint.

Perubahan alignment yang paling sering terjadi pada osteoarthritis

knee adalah deformitas varus, menyebabkan gaya yang besar pada bagian

medial knee, yang menciptakan degeneratif pada meniskus medial dan

akhirnya perubahan degeneratif pada bagian medial knee.

26
Dalam proses degenerasi sendi, meniskus biasanya terlibat dalam

proses degenerasi. Adanya penyempitan ruang sendi dapat meningkatkan

tekanan pada permukaan weight bearing dari meniskus, disertai dengan

laxity ligament, hal ini dapat meningkatkan berkembangnya kerusakan pada

meniskus.

Perubahan tingkat seluler :

a) Perubahan awal yang terjadi pada cartilago adalah meningkatnya

kandungan air melewati batas normal sehingga molekul proteoglycan

menjadi bengkak, menyebabkan kerusakan komponen matrix

extraceluler lainnya, menurunnya kekakuan matrix dan menyebabkan

kerusakan mekanikal yang lebih berat.

b) Pada tahap selanjutnya, proteoglycan menjadi hilang sehingga

menurunkan kandungan air di cartilago dan hilangnya sifat kekakuan

kompresi dan elatisitas dari cartilago, dan sebaliknya terjadi transmisi

gaya kompresi tulang subchondral di bawah cartilago.

c) Pada saat cartilago sendi mengalami kerusakan maka ruang/space sendi

menjadi sempit, dan perubahan yang menyertai adalah perubahan pada

tulang subchondral yaitu terjadi sclerosis subchondral dan membentuk

formasi osteofit pada tepi sendi sebagai reaksi remodelling pada tulang

subchondral.

27
B. Tinjauan tentang asesmen dan pengukuran fisioterapi

a. Pemeriksaan fisioterapi

Nama Pasien : Ibu RT Umur : 63 tahun Jenis Kelamin : perempuan

28
Kondisi/Penyakit :
History Taking :
Nyeri pada kedua lutut sejak ± 5 tahun yang lalu, dan memberat sejak 5 bulan terakhir.

Inspeksi :
a) Ada swelling.
b) Kedua kaki tampak semi fleksi saat berjalan

Pemeriksaan Fungsi Dasar :


1. Gerak Aktif (Kanan : Kiri)
Fleksi = Nyeri dan Terbatas : Nyeri dan Terbatas
Ekstensi dan Endorotasi = Nyeri : Nyeri
2. Gerak Pasif (Kanan : Kiri)
Fleksi = Nyeri, Firm endfeel : Nyeri, Firm endfeel
Ekstensi dan Endorotasi = Nyeri, Firm endfeel : Nyeri, Firm endfeel
3. TIMT
Semua gerakan mampu melawan tahanan sedang

Pemeriksaan Spesifik

Palpasi Tes Stabilitas Sendi dan Tes JPM


Swelling
1. Ada oedema 1. Traksi Test :
2. Nyeri tekan 1. Anterior/Posterior Drawer Tidak nyeri
sisi medial Test : (-) / (-) 2. Compressi Test :
2. Valgus/Varus Test : (+) / (-) Tidak Nyeri

MMT (Kanan : Kiri) = 4/4 dan 3/3 Menentukan Grade OA:


X-ray

Ballotement Test : (+)

Diagnosa :
Knee Pain with Hypomobile et Cause Osteoarthritis Genu Bilateral

29
b. Pengukuran fisioterapi

1. Pengukuran Nyeri (VAS)

VAS adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur kuantitas

dan kualitas nyeri yang pasien rasakan dengan menampilkan suatu

kategorisasi nyeri mulai dari “tidak nyeri, nyeri ringan, sedang, atau

berat.”

2. ROM (Range Of Motion)

Range Of Motion adalah lengkuan yang terbentuk melalui gerakan

aktif dan pasif pada sendi atau serangkaian sendi dengan menghasilkan

sudut gerak.

Fisioterapis menggunakan tes dan pengukuran Joint ROM untuk

menilai biomekanik dan arthrokinematik dari suatu persendian termasuk

fleksibilitas dan karakteristik gerakan. Kehilangan Joint-ROM dikaitkan

dengan gangguan fungsi dalam banyak kasus. Respon dimonitoring pada

saat istirahat, selama kegiatan, dan setelah aktivitas yang dapat

menindikasikan kehadiran atau beratnya impairment, activity limitation,

dan participation restriction. Test dan pengukuran ROM dilakukan

dengan menggunakan alat yang disebut Goniometer.

3. Pitting Oedema

Pitting edema dapat ditunjukan dengan menggunakan tekanan

pada area yang membengkak dengan menekan kulit dengan jari tangan.

Jika tekanan menyebabkan lekukan yang bertahan untuk beberapa waktu

setelah pelepasan dari tekanan, edema dirujuk sebagai pitting edema.

30
Interpretasi :

a) Derajat I : Kedalamannya 1-2 mm dengan waktu kembali 1 detik.

b) Derajat II : Kedalamannya 3-4 mm dengan waktu kembali 2 detik.

c) Derajat III : Kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 3 detik.

d) Derajat IV : Kedalamannya 7-8 mm dengan waktu kembali 4 detik.

4. Indeks WOMAC (The Western Ontario and McMaster Universities

Osteoarthritis Index)

a) Definisi : Indeks WOMAC merupakan indeks yang digunakan untuk

mengukur gangguan fungsional pasien yang diindikasikan

osteoarthritis knee.

b) Manfaat : Mempermudah penilaian dan pengukuran gangguan

fungsional pasien akibat osteoarthritis knee.

c) Teknik pelaksanaan : Siapkan instrumen Indeks WOMAC kemudian

instruksikan kepada pasien.

Silahkan pilih setiap kategori sesuai dengan skala kesulitan yang

dirasakan dalam akivitas : 0 = None, 1 = Slight/ringan, 2 =

Moderate/sedang, 3 = Very/berat, 4 = Extremely/sangat berat.

31
C. Tinjauan tentang Intervensi Fisioterapi

1. Microwave Diathermy (MWD)

a. Pengertian

Micro Wave Diathermy (MWD) merupakan suatu alat sebagai

pengobatan yang menggunakan stessor fisis berupa energi

elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak-balik ber-frekuensi 2450

MHz dengan panjang gelombang 12,25 cm.

b. Tujuan

Menurunkan nyeri, normalisasi tonus otot melalui efek sedatif,

serta perbaikan metabolisme. Apabila elastisitas dan treshold jaringan

saraf semakin membaik, maka konduktivitas jaringan. Ini dimaksudkan

sebagai persiapan sebelum pemberiam latihan. Meningkatkan perbaikan

jaringan secara fisiologis. Dengan peningkatan elastisitas jaringan lemak,

maka dapat mengurangi proses kontraktur jaringan. Ini dimaksudkan

sebagian persiapan sebelum pemberian latihan.

c. Prinsip kerja MWD

Gelombang radio dilemahkan saat melewati jaringan, tetapi

sesungguhnya dapat menembus jaringan sampai dalam tergantung dari

jaringan yang dilewati, frekuensi dan karakteristik dari aplikator.

Aplikator induktif meningkatkan pusaran medan magnet di jaringan, dan

sebagai pengatur dan penghasil temperature tinggi di jaringan yang kaya

akan cairan, menginduksi dengan tinggi jaringan seperti otot. Kapasitator

melengkapi aplikator yang meningkatkan panas dari medan listrik.

Temperatur maksimal cenderung muncul pada jaringan yang kurang

32
kandungan cairan seperti lemak, dan dapat memungkinkan untuk

membakarnyaIndikasi

1. Sprain dan strain

2. Hernia diskus

3. Spasme otot

4. Arthritis

5. Tenosyvitis (radang selaput tendon)

6. Ostheoarthritis knee

d. Kontra Indikasi

1. Gangguan Sensasi

2. Luka terbuka

3. Wanita hamil

4. Diabetes mellitus

5. Adanya logam atau metal dalam tubuh

6. Adanya penyakit keganasan (tunor dan kanker)

7. Akut traumatic muskuloskletal injury

8. Area dengan iskemik

9. Akut inflamasi

2. TENS

a) Definisi

Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) merupakan

suatu cara penggunaan energi listrik yang digunakan untuk merangsang

sistem saraf dan peripheral motor yang berhubungan dengan perasaan

melalui permukaan kulit dengan penggunaan energi listrik dan terbukti

33
efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri. TENS mampu

mengaktivasi baik syaraf berdiameter besar maupun kecil yang akan

menyampaikan berbagai informasi sensoris ke saraf pusat.

Efektifitas TENS dapat diterangkan lewat teori gerbang control.

b) Tipe Arus TENS

1) High Frequency TENS

2) Low Frequency TENS

3) Burst TENS

4) Brief Intense TENS

c) Indikasi dan Kontraindikasi TENS

1) Indikasi TENS

(a) Pada kondisi akut

(1) Nyeri pasca operasi

(2) Nyeri sewaktu melahirkan

(3) Dismenorrhea

(4) Nyeri musculoskeletal

(5) Nyeri akibat patah tulang

(b) Pada kodisi kronik

(1) Nyeri bawah punggung

(2) Arthritis

(3) Nyeri punting dan nyeri phantom

(4) Neuralgia pasca herpetic

(5) Neuralgia trigeminal

(6) Injury saraf tepi

34
(7) Angina pectoris

(8) Nyeri fasial.

2) Kontraindikasi TENS

(a) Penyakit vaskuler (arteri maupun vena).

(b) Adanya kecenderungan pendarahan (pada area yang diterapi).

(c) Keganasan (pada daerah/ area yang diterapi).

(d) Pasien beralat pacu jantung (meski penelitian terbatas

menunjukkan bahwa stimulasi listrik tidak mempengaruhi alat

pacu jantung).

(e) Kehamilan (bila terapi diberikan pada daerah abdomen atau

panggul).

(f) Luka terbuka yang sangat lebar.

(g) Kondisi infeksi.

(h) Kondisi dermatologi (pada area yang diterapi).

(i) Hilangnya sensasi sentuh dan tusuk (pada area yang diterapi).

d) Tujuan Pemberian TENS

1) Mengurangi nyeri akut dan kronik.

2) Mengatasi resorbsi oedema.

3. Quadriceps Sets Exercise

a) Definisi

Quadriceps Sets Exercisemerupakan latihan dengan pembebanan

minimal yang digunakan untuk mengurangi nyeri, meningkatkan

relaksasi dan sirkulasi setelah cedera pada jaringan lunak selama fase

akut penyembuhan. Beberapa otot yang dapat dilatih dengan cara ini

35
adalah otot quadriceps dan gluteal. Walaupun latihan ini menggunakan

tahanan, namun tidak akan meningkatkan kekuatan otot kecuali pada otot

yang lemah.

b) Manfaat

1) Melancarkan sirkulasi darah.

2) Meningkatkan kekuatan otot.

3) Merileksasi otot.

4) Reedukasi otot.

c) Indikasi dan Kontraindikasi

1) Indikasi

(a) Nyeri gerak.

(b) Fraktur dengan penggunaan bidai atau gips.

(c) Meningkatkan kekuatan otot ketika latihan dinamis

dikhawatirkan dapat mengakibatkan cedera sendi.

(d) Mencegah Atropi.

2) Kontraindikasi

(a) Gangguan kardiovaskuler

4. Hold Relax

a) Definisi

Hold Relax adalah teknik kontraksi isometrik resisted yang

difasilitasi oleh gaya yang sesuai, diikuti oleh relaksasi dan selanjutnya

gerakan kedalam ROM yang baru.

b) Manfaat

1) Rileksasi/Stretching otot

36
2) Menambah ROM

3) Mengurangi nyeri

5. Manual Therapy

Manual therapy berasal dari kata manus (tangan) dan therapy

(pengobatan) sehingga secara umum dapat di definisikan sebagai terapi yang

terutama mempergunakan tangan. Manual therapy berfokus pada struktur

dan sistem dalam tubuh seperti tulang,persendian,jaringan lunak,peredaran

darah, limfe dan saraf. Tujuan utama dari manual therapy adalah untuk

memfasilitasi proses penyembuhan alami tubuh.

Efek fisiologis manual therapy antara lain memperlancar peredaran

darah, mencetuskan hormon endhorphin dan merilekskan otot. Secara

keseluruhan proses tersebut kemudian dapat :

a) Membantu mengurangi pembengkakan pada fase kronis.

b) Mengurangi persepsi nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang

nyeri (gate control).

c) Meningkatkan relaksasi otot sehingga mengurangi nyeri.

d) Meningkatkan jangkauan gerak, kekuatan, koordinasi, keseimbangan dan

fungsi otot.

e) Mengurangi atau menghilangkan ketegangan saraf dan mengurangi rasa

sakit.

6. Kinesiology Taping

a) Definisi

Kinesiology taping adalah sebuah modalitas terapi yang

berdasarkan pada pendekatan penyembuhan secara alami dengan bantuan

37
pemberian plester elastis. Kinesio taping dirancang untuk memfasilitasi

proses penyembuhan alami tubuh dengan menyangga dan menstabilkan

otot dan sendi tanpa membatasi gerak sendi.

b) Manfaat

1) Normalisasi fungsi otot (muscle support).

2) Mengurangi penyumbatan dari aliran cairan tubuh.

3) Mengaktifkan sistem analgesik endogen sehingga memungkinkan


terjadinya aktivitas spinal inhibitory system dan descending

inhibitory system.

4) Memperbaiki problem sendi.

c) Indikasi dan Kontraindikasi

1) Indikasi

(a) Stimulasi otot yang hipotonus.

(b) Inhibisi otot yang hipertonus.

(c) Melindungi otot agar tidak terjadi cedera.

(d) Melindungi sendi.

(e) Mengurangi inflamasi dan oedema.

(f) Mempengaruhi peningkatan range of motion.

(g) Meningkatkan sensoris proprioseptif.

(h) Koreksi postur.

2) Kontraindikasi

(a) Trauma akut dengan tanpa disertai diagnosa yang jelas.

(b) Demam.

(c) Luka terbuka.

38
(d) Alergi terhadap penggunaan taping.

(e) Thrombosis.

7. HCP (Home Care Program)

Home Care Program adalah pelayanan kesehatan yang

berkesinambungan dan komprehensif yang diberikan kepada individu dan

keluarga pasien di tempat tinggal mereka yang bertujuan untuk

meningkatkan, mempertahankan atau memulihkan kesehatan atau

memaksimalkan tingkat kemandirian dan meminimalkan akibat dari

penyakit (Depkes, 2002).

39
BAB III

PROSES FISIOTERAPI

A. Identitas Umum Pasien

1. Nama : Ibu RT

2. Umur : 63 tahun

3. Jenis kelamin : Perempuan

4. Pekerjaan : ibu rumah tangga

5. Alamat : jln. Pare- pare

B. Anamnesis Khusus

1. Keluhan utama : Nyeri pada kedua lutut

2. Riwayat penyakit sekarang : Nyeri pada kedua lutut sejak ± 5 tahun yang

lalu, dan memberat sejak 5 bulan terakhir.

3. Lokasi nyeri : Pada kedua lutut

4. Gambaran nyeri : Terlokalisir

5. Skala nyeri : 7 (Metode : VAS)

6. Riwayat penyakit penyerta/keluarga : Asam urat dan Hipertensi

7. Riwayat jatuh : -

8. Konsumsi obat-obatan : Ya

9. Diagnosa medis : Gangguan Fungsional Knee Bilateral karena Nyeri et

Cause Osteoarthritis Genu

40
C. Inspeksi/Observasi

1. Statis :

a) Ada swelling.

b) Pasien berjalan dengan menggunakan tongkat (kruk)

c) Kedua kaki tampak semi fleksi saat berjalan

2. Dinamis :

a) Berjalan lambat dan terkesan hati hati


b) Sulit memutar badan (ambulasi) saat di tempat tidur.
D. Tes Orientasi

1. Gerakan duduk ke berdiri. Hasil : Nyeri pada kedua lutut

2. Gerakan Jongkok ke berdiri. Hasil : Nyeri pada kedua lutut

E. Pemeriksaan Fungsi Dasar

1. Tes Gerak Aktif

Hasil
Gerakan
Kanan Kiri
Fleksi Knee Nyeri dan terbatas Nyeri dan terbatas
Ekstensi Knee Nyeri Nyeri
Endorotasi Knee Nyeri Nyeri
Exorotasi Knee Tidak nyeri Tidak nyeri

2. Tes Gerak Pasif

Hasil
Gerakan
Kanan Kiri
Fleksi Knee Nyeri, Firm endfeel Nyeri, Firm endfeel
Ekstensi Knee Nyeri, Firm endfeel Nyeri, Firm endfeel
Endorotasi Knee Nyeri, Firm endfeel Nyeri, Firm endfeel
Exorotasi Knee Tidak nyeri Tidak nyeri

41
3. TIMT

Hasil
Gerakan
Kanan Kiri
Fleksi Knee
Ekstensi Knee Mampu melawan Mampu melawan
Endorotasi Knee tahanan sedang tahanan sedang
Exorotasi Knee

F. Pemeriksaan Spesifik

1. Palpasi

a) Nyeri tekan sisi medial

b) Kelemahan otot qudricep

2. Tes Stabilitas Sendi

a) Anterior Drawer Test : (-)

b) Posterior Drawer Test : (-)

c) Valgus Test : (+)

d) Varus Test : (-)

3. Tes Swelling

a) Ballotement Test : (+)

4. Tes JPM

a) Traksi Patella Test : Tidak Nyeri

b) Compressi Patella Test : Tidak Nyeri

42
G. Pengukuran Fisioterapi

1. Pengukuran Nyeri (Menggunakan VAS)

Hasil : Nilai 7 (Nyeri berat terkontrol)

2. ROM

Gerakan Kanan Kiri


Ekstensi knee / Fleksi knee 5º - 0º - 117º 5º - 0º - 88º

3. MMT

Otot Kanan Kiri


Group Otot Quadriceps 4 4
Otot Hamstring 4 4

4. Pitting Oedema

Interpretasi :

e) Derajat I : Kedalamannya 1-2 mm dengan waktu kembali 1 detik.

f) Derajat II : Kedalamannya 3-4 mm dengan waktu kembali 2 detik.

g) Derajat III : Kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 3 detik.

h) Derajat IV : Kedalamannya 7-8 mm dengan waktu kembali 4 detik.

43
Hasil :

Derajat II : Kedalamannya 3-4 mm dengan waktu kembali 2 detik.

5. Indeks WOMAC

Nyeri 1. Berjalan 0 1 2 3 4
2. Menaiki tangga 0 1 2 3 4
3. Pada malam hari 0 1 2 3 4
4. Saat istirahat 0 1 2 3 4
5. Membawa beban 0 1 2 3 4
Kekakuan 1. Kekakuan dipagi hari 0 1 2 3 4
2. Kekakuan yang terjadi dikemudian hari 0 1 2 3 4
Fungsi Fisik 1. Menuruni tangga 0 1 2 3 4
2. Menaiki tangga 0 1 2 3 4
3. Berdiri dari duduk 0 1 2 3 4
4. Berdiri 0 1 2 3 4
5. Berbelok ke lantai 0 1 2 3 4
6. Berjalan diatas permukaan yang datar 0 1 2 3 4
7. Masuk atau keluar mobil 0 1 2 3 4
8. Pergi berbelanja 0 1 2 3 4
9. Menaruh kaos kaki 0 1 2 3 4
10. Berbaring di tempat tidur 0 1 2 3 4
11. Membuka atau mengambil kaos kaki 0 1 2 3 4
12. Bangkit dari tempat tidur 0 1 2 3 4
13. Masuk atau keluar bak tempat mandi 0 1 2 3 4
14. Duduk 0 1 2 3 4
15. Keluar masuk toilet 0 1 2 3 4
16. Melakukan tugas rumah tangga ringan 0 1 2 3 4
17. Melakukan tugas rumah tangga berat 0 1 2 3 4

0 = Tidak ada, 1 = Ringan, 2 = Sedang, 3 = Berat, 4 = Sangat berat

Nyeri = 12 , Kekakuan = 4 , Fungsi fisik = 36

Hasil : 52 (Berat)

Interpretasi Total Skor WOMAC

44
Total Skor WOMAC Interpretasi
0 – 24 Ringan
24 – 48 Sedang
48 – 72 Berat
72 – 96 Sangat berat

H. Diagnosa dan Problematik Fisioterapi (sesuai konsep ICF)

1. Diagnosa Fisioterapi : Knee Pain With Hypomobile Et Cause Osteoarthritis

Genu Bilateral.

2. Problematik Fisioterapi

a) Impairment

1) Nyeri pada kedua lutut.

2) Keterbatasan gerak knee joint.

3) Kelemahan otot group quadriceps

4) Instabilitas sendi knee joint.

b) Activity Limitation

1) Kesulitan dalam naik turun tangga.

2) Kesulitan dalam berjongkok.

3) Kesulitan dalam duduk ke berdiri.

4) Tidak mampu berjalan jauh.

c) Participation Restriction

Terhambat dalam melakukan aktivitas harian / ADL seperti berjalan,

serta terhambat dalam aktivitas di luar rumah dan beribadah.

I. Tujuan Intervensi Fisioterapi

1. Tujuan jangka pendek :

a) Menurunkan nyeri

45
b) Meningkatkan ROM

c) Meningkatkan kekuatan otot

d) Memperbaiki stabilitas sendi

2. Tujuan jangka panjang:

Mengembalikan kemampuan fungsional berjalan tanpa nyeri.

J. Program Intervensi Fisioterapi

1. IRR

c. Posisi pasien : terlentang di atas bed

d. Persiapan alat

1. Pastikan alat terhubung dengan arus listrik

2. Kemudian tekan tombol ON

e. Teknik pelaksanaan

1. Pastikan daerah yang akan diterapi bebas dari pakaian

2. Letakkan alat di atas lutut dengan karak 10-15 cm

3. Tunggu selama 10 menit menandakan terapi selesai

4. Kemudian bereskan alat

2. TENS

Tujuan : Untuk menurunkan nyeri

Prosedur pelaksanaan :

a) Posisi pasien : Supine lying

b) Posisi fisioterapis : Berada di samping lutut pasien

c) Teknik Pelaksanaan: Pasang 4 pad yang sudah di basahi atau dalam

keadaan lembab, kemudian letakkan pada kedua lutut pasien. Anoda

pada sisi medial knee dan katoda pada sisi lateral knee.

46
d) Dosis yang diberikan :

Cycle Time : Continuous

Frekuensi : 4000Hz

AMF: 55,0 Hz

Intensitas : Kanan 43,0 mA dan kiri 29,0 mA

Time : 10 menit

3. Exercise Therapy

a) Quadriceps Sets Exercise

Tujuan : Untuk menjaga tonus otot dan kekuatan otot.

Prosedur Pelaksanaan :

1) Posisi Pasien : Supine lying, dengan kedua tangan di sisi tubuh.

2) Posisi fisioterapi : Berada di samping lutut sisi yang diterapi

3) Teknik Pelaksanaan :

(a) Fisioterapi meletakkan salah satu tangannya yang terkepal di

bawah lutut pasien.

(b) Minta pasien untuk menekankan lututnya ke bawah/bed sambil

dorsofleksikan kakinya kemudian tahan dalam hitungan 8 detik

lalu rileks.

4) Dosis : Lakukan sebanyak 10-15 kali repetisi.

b) Hold Relax

Tujuan : Untuk relaksasi/stretching otot dan menambah ROM

Prosedur pelaksanaan :

1) Posisi pasien : Supine lying dengan kedua tungkai ditekuk.

2) Posisi fisioterapi : Berada di samping tungkai pasien yang diterapi.

47
3) Posisi tangan fisioterapi : Tangan kiri berada di atas lutut kiri pasien

(penyangga tungkai kanan), dan tangan kanan berada di pergelangan

kaki kanan pasien. (begitupun sebaliknya)

4) Teknik pelaksanaan :

(a) Gerakkan knee pasien hingga batas nyeri mulai timbul.

(b) Fisioterapi memberikan tahanan meningkat secara perlahan pada

kelompok antagonisnya, dan pasien melawan tahanan tersebut

tanpa disertai adanya gerakan. Dengan intstruksi “pertahankan

disini’

(c) Minta pasien menahannya sampai 8 detik, kemudian rileksasi dari

pola antagonis tersebut, tunggu hingga benar-benar rileks.

(d) Lakukan pada tungkai yang lainnya.

5) Dosis : Latihan dilakukan sebanyak 5-8 kali repetisi.

4. Manual Therapy

a) Patellar Mobilization Exercise

Tujuan : Untuk mencegah dan mengatasi stiffnes joint.

Prosedur Pelaksanaan :

1) Posisi pasien : Supine lying

2) Posisi fisioterapis : Berada di samping lutut sisi yang diterapi

3) Posisi tangan fisioterapi : Kedua ibu jari berada di sisi lateral patella,

kedua jari telunjuk berada di sisi proksimal dan distal patella,

sedangkan kedua jari tengah berada di sisi medial patella.

4) Teknik pelaksanaan : Fisioterapi menggerakkan patella ke arah

medial-lateral dan proksimal-distal secara bergantian.

48
5. Tapping

Tujuan : Untuk rileksasi

Prosedur Pelaksanaan :

a) Posisi pasien : Supine lying dengan tungkai fleksi 90º

b) Teknik pelaksanaan :

1) Gunting tapping dengan ukuran kurang lebih 8-10 cm sebanyak 2

potong, dan 5 cm sebanyak 2 potong.

2) Kemudian tapping pertama dibentuk menjadi strip Y dan tapping

kedua dibentuk menjadi strip I.

3) Pasangkan tapping Y pada area sisi patella, dan I pada tubberositas

tibia.

6. HCP (Home Care Program)

Dalam hal home care program pasien diminta untuk mengkompres air

dingin pembengkakan pada kedua lututnya, melakukan latihan quadriceps

sets exercise, static bicycle dan ankle pumping exercise.

K. Evaluasi Fisioterapi

Setelah beberapa kali diterapi, nyeri yang dirasakan sudah sedikit

berkurang, dari nilai VAS 7 menjadi nilai 5 (nyeri sedang), oedema berkurang,

dan kekuatan otot bertambah dari nilai 4 menjadi 5.

49
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Osteoarthritis merupakan gangguan pada satu sendi atau lebih, bersifat

lokal, progresif dan degeneratifyang ditandai dengan perubahan patologis pada

struktur sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang rawan/kartilago hialin.

Hal tersebut disertai dengan peningkatan ketebalan dan sklerosis dari

subchondral yang bisa disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada tepian sendi,

peregangan kapsul artikular,synvitis ringan pada persendian,dan lemahnya otot-

otot yang menghubungkan persendian.

B. Saran

Mahasiswa diharapkan dapat memahami anatomi, fisiologi, patologi

tentang knee joint. Selain itu mahasiswa dapat melakukan tehnik assessment dan

pemeriksaan yang sesuai untuk menegakkan diagnosis yang tepat. Kemampuan

keterampilan dan skill dalam melakukan proses intervensi fisioterapi perlu

dicapai dalam pembelajaran melalui pembimbing lahan dan berbagai referensi

yang diperoleh agar yang dilakukan dapat memberikan manfaat bagi pasien.

50
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Hasnia dan Andi Halimah. 2011. Pemeriksaan Fisioterapi Pada Ekstremitas.

Politeknik Kesehatan Kemenkes : Makassar.

Anshar dan Sudaryanto. 2011. Biomekanik (Osteokinematika & Arthrokinematika).

Politeknik Kesehatan Kemenkes : Makassar.

Aras, Djohan. dkk. 2014. Tes Spesifik Muskuloskeletal Disorder. PhysioCare Publishing

: Makassar.

Aretnasih. 2013. Anatomi Fisiologi Knee Joint. Semarang.

http://aretnasih.blogspot.com/2013/11/anatomi-fisiologi-knee-joint.html. Diakses

29 Oktober 2018

Arovah, Novita Intan. 2012. Terapi Dingin (Cold Therapy) Dalam Penanganan Cedera

Olahraga. Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri : Yogyakarta.

Junaidi, Adi Saputra. 2013. Pengaruh Pemberian Traksi Osilasi Terhadap Peningkatan

Aktivitas Fungsional Pada Pasien Osteoarthritis Lutut. Universitas

Muhammadiyah : Surakarta.

Mouludina, Yosika Septi. 2016. Manajemen Fisioterapi Musculoskeletal Meniscus

Lesion. Universitas Muhammadiyah : Malang.

Purwanto, Firmansyah. R. 2016. Apa itu Kinesiology Taping?.

https://www.kompasiana.com/firmanpt/57564ca5539773a904dffb0d/fisioterapi-

apa-itu-kinesiology-taping. Diakses 3 November 2018.

Sidiq, Mochammad Fajar. 2014. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Osteoarthritis

Knee Sinistra. Universitas Muhammadiyah : Surakarta.

http://digilib.unila.ac.id/7309/15/BAB%20II.pdf. Diakses 29 Oktober 2018

51

Anda mungkin juga menyukai