Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS MANAJEMEN FISIOTERAPI TERHADAP

GANGGUAN AKTIVITAS OLAHRAGA FUTSAL REGIO KNEE


JOINT SINISTRA BERUPA NYERI DAN ATROFI OTOT
E.C. POST OP MENISCAL REPAIR

OLEH:
Abdullah Arsyad, S.Ft ( R024172021 )
Anggun Primanta G., S.Ft ( R024172004 )
Syarifah Fatima Yasmin, S.Ft ( R024172003 )
Ida Ayu Sinta Paramita, S.Ft ( R024172057 )
Ryani Daeng Tammi H., S.Ft ( R024172030 )
Feronika Prabowo The, S.Ft ( R024172020 )
Hanggraeni Dwi Putri B., S.Ft ( R024172040 )

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018

1
DAFTAR ISI

SAMPUL
BAB I FISIOLOGI MENISKUS
BAB II CEDERA MENISKUS
H. Diagnosis Banding....................................................................................15
BAB III MANAJEMEN FISIOTERAPI
B. Diagnosis Fisioterapi
E. Evaluasi
F. Modifikasi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Studi Kasus Profesi Fisioterapi di Klinik Physio Center dengan judul Manajemen
Fisioterapi Gangguan Aktivitas Olahraga Futsal Regio Knee Joint Sinistra Berupa
Nyeri dan Atrofi Otot E.C Post OP Meniscal Repair pada tanggal 19 Oktober 2018.

Mengetahui,

Educator Klinis Fisioterapi, Instruktur Klinis Fisioterapi,

Immanuel Maulang, S.Ft, Physio, M.Kes, Sp.OR Wahyu Iriandy, S.Ft, Physio

2
BAB I
FISIOLOGI MENISKUS

A. Anatomi Meniskus
Meniskus merupakan struktur fibrokartilago yang berada di antara condyles
femur dan tibial plateau. Meniskus terbagi menjadi 2 yaitu meniskus medial dan
meniskus lateral. Meniskus medial berbentuk ‘U’ dengan diameter sekitar 35 mm
(anterior ke posterior) dan bagian posteriornya lebih lebar dibanding bagian anterior.
Meniskus medial menutupi sekitar 60% dari kompartemen medial.. Meniskus lateral
hampir berbentuk ‘C’ penuh dengan ukuran lebarnya hampir sama dari anterior ke
posterior dengan jarak yang lebih pendek antara anterior dan posterior horn yang
menutupi 80% dari kompartemen lateral. Jaringan meniscus terdiri dari air dan
serabut kolagen tipe I. Struktur makromolekular dari jaringan meniskus terutama
terdiri dari kolagen, yang berkontribusi sebesar 60-95% berat dari jaringan. Meniskus
memiliki struktur kolagen yang unik, berhubungan dengan fungsinya. Lapisan
superfsial terdiri lapisan tipis serabut halus. di bawah lapisan superfsial terdapat
kumpulan kolagen yang tersusun secara ireguler. Setelah itu, terdapat serat-serat yang
tersusun sirkumferensial dan berlekatan dengan serat-serat yang tersusun radial.
Ketika beban aksial menimpa sendi lutut, maka meniskus akan terkompresi dan
menjauhi pusat sendi, yang mengakibatkan tekanan menyebar pada serat kolagen
sirkumferensial. Meniscus juga akan membantu mengurangi tekanan femur atas tibia
dengan cara menyebarkan tekanan pada cartilago articularis dan menurunkan
distribusi tekanan antara kedua condylus, mengurangi friksi selama gerakan

3
berlangsung, membantu kapsul sendi dan ligamentum dalam mencegah hiperekstensi
lutut dan mencegah capsul sendi terdorong melipat masuk ke dalam sendi (Mordecai,
et al. 2014).

Gambar 1.1 Anatomi Meniskus


Sumber : MendMeShop, 2010
Struktur jaringan lunak di lutut termasuk 2 meniskus, meniskus medial
(terletak di bagian dalam lutut) dan meniskus lateral (terletak di bagian luar lutut).
Bantalan fibrocartilage berbentuk sabit ini terletak pada kondilus tibia (ujung bulat
tulang tibia) dan membentuk permukaan cekung untuk kondilus femoralis (ujung
bulat tulang femur) untuk beristirahat. Ini mencakup sekitar 2/3 dari permukaan tibia
dan lebih tebal di bagian luar dan lebih tipis di bagian dalam muncul segitiga dalam
penampang melintang. Mereka mengisi ruang antara tulang kaki dan bantal tulang
paha sehingga tidak meluncur atau bergesekan dengan tibia.
Meniskus medial jauh lebih sering terkena daripada lateral, sebagian karena
perlekatannya pada kapsul yang membuatnya tidak begitu mobile. Robeknya kedua
meniskus dapat terjadi besama-sama bila terjadi ruptur ligamen. Pada 75 % kasus,
robekan terjadi vertikal sepanjang meniskus. Kalau fragmen yang terpisah tetap
melekat di depan dan belakang, lesi itu disebut “bucket handle tear” . bagian yang
robek kadang-kadang berpindah ke pusat sendi dan ditekan antara femur dan tibia,
menyebabkan penghambatan ekstensi. Kalau robekan timbul pada tepi yang bebas
pada meniskus akan tertinggal suatu penghubung yang memiliki dasar di bagian
anterior. Kebanyakan meniskus bersifat avaskular dan perbaikannya cepat tidak
terjadi kecuali robekan itu berada pada sepertiga sebelah luar yang divaskularisasi

4
dari kapsul. Bagian yang tidak terkena sebagai suatu iitan mekanis, menimbulkan
efusi sendi yang berulang dan pada beberapa kasus OA sekunder.

Gambar 1.2 Lateral – Medial Meniskus


Sumber : MendMeShop, 2010
B. Fungsi Meniskus

Meniskus memainkan peran yang sangat penting dalam kerja lutut. Pada
dasarnya, meniskus berfungsi sebagai bantal untuk mengurangi stress yang
disebabkan oleh beban berat dan kekuatan berlebih pada lutut. Meniskus bekerja
seperti peredam benturan, mendukung beban dengan mengompresi dan menyebarkan
beban secara merata di dalam lutut. Saat seseorang berjalan, tekanan yang diberikan
pada sendi lutut bisa 2 - 4 kali berat badan, ketika seseorang berlari kekuatan ini
meningkat hingga 6 - 8 kali berat badan dan bahkan lebih tinggi saat seseorang
melakukan gerakan mendarat dari lompatan. Dengan meningkatkan area kontak di
dalam sendi hampir 3 kali, meniskus mengurangi beban secara signifikan (menyebar
antara 30% dan 55% dari beban).
Saat tekanan ditujukan pada meniskus, meniskus mengkompresi dan memaksa
untuk memperpanjang tekanan tersebut keluar dari antara tulang paha dan tibia.
Namun, desain melingkar dari meniskus memberikan tegangan lingkar (disebut
sebagai 'Hoop Stress') untuk menahan ekstensi ini dan memberikan stabilitas sebagai
beban kompres. Jika meniskus robek di tepi perifer, ketegangan lingkar terganggu dan
meniskus kehilangan kemampuannya untuk mentransfer beban dan sendi mulai ter
stress. Bahkan, jika bagian perifer dihapus atau robekan memanjang ke pinggiran,
beban pada sendi lutut dapat meningkat hingga 350% yang menyebabkan stress dan
rasa sakit. Namun, jika robekan tetap di bagian dalam tanpa mengganggu pinggiran

5
meniskus, meniskus masih mampu menyebarkan beban tanpa stress dan rasa sakit.
Meniskus juga membantu dengan gerakan yang tepat (artrokinematic) dari tulang
paha dan tibia selama fleksi dan ekstensi. Mereka membantu menstabilkan lutut
ketika bergerak, mengurangi gesekan di dalam sendi, dan melumasi dan melindungi
tulang rawan artikular di sekitar ujung tulang dari kerusakan akibat keausan.

Gambar 1.3 Meniskus normal dalam menerima beban


Sumber : MendMeShop, 2010

C. Biomekanik Meniskus
Pada sendi lutut terdapat 2 gerakan, yaitu fleksi dan ekstensi. Aksis gerak
fleksi dan ekstensi terletak di atas permukaan sendi, yaitu melewati condylus femoris.
Sedangkan gerakan rotasi aksisnya longitudinal pada daerah condylus medialis.
Secara biomekanik, beban yang diterima sendi lutut dalam keadaan normal akan
melalui medial sendi lutut dan akan diimbangi oleh otot-otot paha bagian lateral,
sehingga resultannya akan jatuh di bagian sentral sendi lutut.
1) Osteokinematika
Osteokinematika yang memungkinkan terjadi adalah gerakan fleksi dan ekstensi
pada bidang sagital dengan lingkup gerak sendi fleksi antara 120-130 derajat, bila
posisi hip fleksi penuh, dan dapat mencapai 140 derajat, bila hip ekstensi penuh,
untuk gerakan ekstensi, lingkup gerak sendi antara 0 – 10 derajat gerakan putaran
pada bidang rotasi dengan lingkup gerak sendi untuk endorotasi antara 30 – 35
derajat, sedangkan untuk eksorotasi antara 40-45 derajat dari posisi awal mid
posision. Gerakan rotasi ini terjadi pada posisi lutut fleksi 90 derajat (Kapandji,
2010), gerakan yang terjadi pada kedua permukaan tulang meliputi gerakan roling dan

6
sliding. Saat tulang femur yang bergerak maka, gerakan roling ke arah belakang dan
sliding ke arah depan (berlawanan arah). Saat fleksi, femur roling ke arah belakang
dan sliding ke belakang, untuk gerakan ekstensi, roling ke depan dan sliding ke
belakang. Saat tibia yang bergerak fleksi adapun ekstensi maka roling maupun sliding
bergerak searah, saat fleksi maka roling maupun 20 sliding bergerak searah, saat
fleksi roling dan sliding ke arah belakang, sedangkan saat ekstensi roling dan sliding
bergerak ke arah depan.
2) Artrokinematika
Artrokinematika pada sendi lutut di saat femur bergerak roling dan sliding
berlawanan arah, disaat terjadi gerak fleksi femur roling ke arah belakang dan sliding-
nya ke depan, saat gerakan ekstensi femur roling kearah depannya slidingnya ke
belakang. Jika tibia bergerak fleksi ataupun ekstensi maka roling maupun sliding
terjadi searah, saat fleksi menuju dorsal, sedangkan ekstensi menuju ventral (Kisner
and Colby 2007).

Meniscus sangat kuat untuk menahan kekuatan berbeda seperti bergeser,


tegangan, dan kompresi. Ini juga memainkan peran penting dalam beban-beban,
transmisi beban, penyerapan shock, serta pelumas dan nutrisi dari articular cartiladge.
Fungsi-fungsi ganda dan kompleks ini membutuhkan bentuk khusus dari meniskus.
Karena jaringannya berbentuk baji, itu membuktikan meniscus sangat berperan untuk
menstabilkan kondilus femur yang melengkung selama artikulasi dengan tibial plateu.
Selama aktivitas sehari-hari, gaya dari tibiofemoral aksial menekan meniskus. Bentuk
irisan meniskus dan tanduknya menempel untuk mengubah gaya tekan vertikal
menjadi tekanan melingkar horizontal. Pada saat yang sama, gaya geser berkembang
di antara serabut kolagen dalam meniskus sementara meniskus mengalami deformasi
secara radial.

Gambar 1.4 Biomekanik Meniskus


Sumber : MendMeShop, 2010

7
Sifat biomekanik dari meniskus lutut secara tepat disesuaikan untuk menahan
gaya yang diberikan pada jaringan. Kekuatan kontak pada meniskus dalam sendi lutut
manusia telah dipetakan. Telah dihitung bahwa meniskus yang utuh menempati
sekitar 60% dari area kontak antara articular cartiladge dari kondilus femoralis dan
tibial plateu, sementara mereka mengirimkan >50% dari total beban aksial yang
diterapkan pada sendi. Namun, persentase ini sangat tergantung pada tingkat fleksi
lutut dan kesehatan jaringan. Untuk setiap 30° dari fleksi lutut, permukaan kontak
antara dua tulang lutut menurun hingga 4%. Ketika lutut dalam 90° fleksi beban
aksial yang diterapkan di sendi adalah 85% lebih besar daripada ketika di 0° dari
fleksi. Dalam fleksi lutut full, meniskus lateral mentransmisikan 100% dari beban di
kompartemen lutut lateral, sedangkan meniskus medial mengambil sekitar 50% dari
beban medial.
Sebaliknya, hal yang menonjol adalah perubahan dalam bidang kontak dan
kekuatan kontak setelah menisektomi parsial atau total. Paletta dkk. meneliti efek
biomekanik dari penghilangan total meniskus lateral pada 10 lutut kadaver dan
melaporkan penurunan 50% dalam total area kontak, menghasilkan peningkatan
beban kontak lokal puncak sebesar 235-335%. Sama halnya studi, Kurosawa dkk.
mencatat bahwa setelah menisektomi total area kontak tibiofemoral menurun sekitar
50%, sehingga mengarah ke peningkatan kontak secara keseluruhan NIH-PA Penulis
Naskah NIH-PA Penulis Naskah NIH-PA Penulis Manuskrip memaksa sebanyak 2-3
kali. Sejalan dengan itu, menisektomi parsial (16-34%) telah terbukti menyebabkan >
350% peningkatan kekuatan kontak pada kartilago artikular (Makris et al, 2012).

D. Vaskularisasi dan Healing Phase Meniskus

8
Gambar 1.5 Vaskularisasi pada Meniskus
Sumber : Elsevier, 2010

Gambar 1.6 Zona pada Meniskus


Sumber : Elsevier, 2010

Jaringan meniskus memiliki bagian avaskular lebih luas daripada jaringan


vaskularnya terutama pada tempat perlekatan perifernya. Suplai vaskular ke meniskus
medial dan lateral berasal dari pembuluh darah geniculate meniscus lateral dan medial
(dari superior dan inferior). Pembuluh darah ini bercabang menjadi pleksus kapiler
perimeniscal diantara jaringan synovial dan kapsul sendi, yang menyuplai tepi perifer
dari meniskus disepanjang perlekatannya ke kapsul sendi. pembuluh darah ini terpusat
terutama pada pola circumferensial, dengan cabang radialnya menuju tengah sendi.
Penelitian yang dilakukan oleh Arnoczky dan Warren menggunakan teknik
mikroinjeksi menunjukkan bahwa pada masa awal kelahiran jaringan meniscus
memiliki vaskularisasi yang penuh, namun pada usia 10 tahun penetrasi vaskularisasi
perifer hanya 10%-30% disepanjang meniskus medial dan 10%-25% disepanjang
meniskus lateral. Semakin bertambah usia seseorang maka penetrasi pada meniscus
akan semakin mengalami penurunan (Azar Frederick, 2016).

Setelah terjadinya cedera pada zona vaskular, akan terbentuk bekuan dari
benang benang fibrin yang membawa sel sel inflamatory. Pembuluh darah dari

9
pleksus kapiler perimeniskal akan dipenuhi oleh proliferasi sel mesenkim yang
terdiferensiasi. Area lesi akan ditumbuhi jaringan fibrosis yang menyatukan tepi area
tear, seiring perkembangan jaringan fibrosis ini akan berkembang menjadi jaringan
fibrokartilago seperti area meniscal disekitarnya. Lesi radial merupakan jenis lesi
yang memiliki peluang pemulihan sempurna dengan terbentuknya jaringan
fibrokartilago pada minggu ke 10, walaupun tetap membutuhkan beberapa bulan bagi
jaringan fibrokartilago hingga terjadi proses maturasi jaringan hingga normal pada
minggu ke 24. (Albernoz De, 2012)

Miller mengklasifikasikan jenis tear meniskus berdasarkan zona vaskularisasi


terjadinya cedera. Klasifikasi ini dapat digunakan untuk menentukan potensi
penyembuhan pasca meniscal repair. Klasifikasi zona tersebut terbagi menjadi 3,
yaitu:

a. Red-Red Zone : Cedera terjadi diarea yang mendapatkan vaskularisasi penuh.


Cedera yang terjadi diarea ini dapat mengalami prose healing secara natural.
b. Red-White zone : Cedera yang terjadi ditepi area yang mendapatkan vaskularisasi.
Cedera yang terjadi diarea ini membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
menyelesaikan fase healingnya.
c. White-White Zone : Cedera yang terjadi di area avaskular. Cedera yang terjadi
diarea ini tidak dapat mengalami fase healing dengan sendirinya dan
membutuhkan penangan meniscal repair atau meniscectomy. (Azar Frederick,
2016).

10
BAB II
CEDERA MENISKUS

A. Definisi

Gambar 2.1 Posisi Cedera Meniskus


Sumber : HealthClues, 2018

Cedera Meniskus adalah cedera yang dialami oleh bantalan sendi


lutut. Cedera pada meniskus sering terjadi pada olahraga yang melibatkan
gerakan berputar dan squat seperti pada bolabasket, sepak bola atau bulu tangkis
(Setiawan, A. 2011). Cedera meniskus lebih sering terjadi pada bagian medial
dibanding bagian lateral, karena meniskus medial menanggung beban 90% dari
masa tubuh. Pada pasien muda, biasanya terjadi gerakan berputar pada saat menumpu
berat badan dengan posisi fleksi knee. Pada lansia, tear umumnya terjadi karena faktor
degenerative dan cenderung mengakibatkan robekan horizontal. Pada atlet, cedera
meniscus paling sering disebabkan oleh trauma atau aktivitas berulang seperti lari
yang ,mengakibatkan stress pada knee joint (Thomas L. & Wickiewiz, 2016).
Sobekan kecil tidak menyebabkan gejala langsung tapi biasanya nyeri dan
pembengkakan meningkat dari waktu ke waktu (24 - 48 jam). Cedera meniscal yang
parah dapat menimbulkan rasa nyeri yang berat dan membatasi rentang gerak. Untuk
menyembuhkan atau menghilangkan meniscus yang telah sobek mungkin diperlukan
operasi arthroscopic. Operasi tersebut dilakukan dengan memasukkan sebuah kamera
dan instrumen-instrumen kedalam sendi lutut melalui irisan kecil pada kulit. Dengan

11
instrumen-instrumen tersebut, meniscus yang rusak dapat dilihat dan diobati
(Ningtwish, 2012).

B. Faktor Resiko dan Etiologi


Etiologi dari adanya tear meniskus adalah dari adanya trauma dan faktor
degeneratif:
a. Trauma : Sering pada usia muda, lutut tampak bengkak dan adanya nyeri akut.
b. Degeneratif: Terjadi pada usia tua, nyeri kronik dan akut

Siapa saja yang melakukan kegitan yang melibatkan memutar lutut secara
berlebihan berisiko untuk mengalami tear meniskus, risiko yang sangat tinggi terjadi
pada atlet, terutama atlet yang berpartisipasi dalam olahraga kontak seperti sepak bola
atau kegiatan yang melibatkan gerakan memutar, seperti tennis atau basket. Risiko
tear meniskus juga meningkat karena adanya proses degeneratif. Faktor risiko dari
cedera meniscus terbagi menjadi 3, yaitu cedera yang diakibatkan oleh factor
degenerative, tear meniscus akut dan tear meniscus yang disebabkan oleh knee laxity.
Tear meniscus akut dapat disebabkan oleh trauma dalam posisi menumpu berat badan
dan cedera olahraga. Tear meniscus yang disebabkan oleh joint laxity, waktu antara
cedera ACL dan operasi ACL (Snoer, 2013).

C. Epidemiologi
Sepeti dilansir dari Majeweski cedera meniskus adalah cedera paling umum
terjadi kedua pada lutut dengan kejadian 12 %- 14 % dan prevalensi 66 kasus /
100.000 orang (Frizziero dkk, 2012).
1) Frekuensi
Meskipun di USA insiden dan prevalensi kejadian tear meniskus tidak diketahui,
tetapi ini adalah cedera terkait olahraga yang cukup umum di kalangan orang
dewasa. Meskipun pada anak-anak kejadian cedera meniskus kurang umum
terjadi dibandingkan pada orang dewasa, tetapi cedera meniskus lutut memang
terjadi pada individu yang secara skeletal belum matang. Keadian cedera
meniskus jarang terjadi pada anak-anak yang usianya kurang dari 0 tahun dengan
bentuk morfologis meniskus normal.

2) Mortilitas dan Mobilitas


Cedera meniskus biasanya berhubungan dengan rasa sakit yang menyebabkan
gaya berjalan yang abnormal dan hilangnya waktu untuk pekerjaan dan olahraga.

12
Sebuah studi yang disampaikan oleh Yasuda dkk, menyarankan bahwa medial
meniskus tear menyebabkan osteonekrosis spontan pada lutut (SONK). Secara
khusus penelitian ini menemukan ekstrution meniskus medial dan sudut
femorotibial secara signifikan terkait dengan tingkat dan volume SONK di medial
femoral kondilus.

3) Seks
Cedera meniskus lebih sering terjadi pada laki-laki, dilihat dari banyaknya laki-
laki yang terlibat dalam kegiatan olahraga dan kegiatan sehari-hari yang
mempengaruhi cedera rotasi lutut.

4) Umur
Cedera meniskus sering terjadi pada laki-laki yang berusia masih muda dan
terlibat dalam kegiatan olahraga maupun sehari-hari. Tingkat insiden yang paling
sering terjadi pada orang tua dengan usia lebih dari 55 tahun, insiden ini bersifat
sekunder akibat meniskus yang mengalami degenerasi dan rentan terhadap cedera
dengan trauma kecil. Cedera meniskus jarang terjadi pada anak-anak yang lebih
muda dari 0 tahun dengan bentuk morfologis tubuh normal (Sarjoo, 2018)

D. Patomekanisme dan Tipe Cedera Meniskus


Cedera meniskus dapat terjadi baik trauma maupun non trauma. Cedera
meniskus oleh karena non trauma, biasanya terjadi pada orang usia dewasa
pertengahan dan usia tua. Hal ini disebabkan oleh suatu proses degeneratif seperti
osteoarthritis. Sedangkan cedera meniskus oleh karena trauma, umumnya terjadi pada
orang muda dan berhubungan dengan kegiatan olahraga (sepak bola, basket, ski, dan
baseball). Mekanisme injuri dari cedera meniskus karena trauma ini biasanya
berhubungan dengan gerakan lutut yang melakukan gaya twisting, cutting,
hiperekstensi, atau akibat adanya kekuatan yang begitu besar. Biasanya sekitar 80%
kasus cedera meniskus berhubungan dengan cedera ACL (Markis et al, 2014).

13
Gambar 2.2 Posisi Cedera Meniskus
Sumber : HealthClues, 2018

Klasifikasi cedera meniskus bergantung pada lokasi, ketebalan, stabilitasnya


dan bentuk robekannya. Berdasarkan lokasinya, robekan meniskus dapat terjadi pada
bagian perifer (red – red zone), bagian transisi (red – white zone) dan bagian dalam
(white – white zone). Sedangkan berdasarkan bentuk robekannya, dapat dibedakan
menjadi beberapa tipe, yaitu : longitudinal, vertikal – longitudinal (bucket handle),
flat/oblique, vertikal radial/transverse, dan horizontal/kompleks (degeneratif). Semua
kategori tersebut disertai dengan adanya pemeriksaan pasien melalui anamnesis yang
akurat, pemeriksaan fisik yang baik dan ditunjang dengan pemeriksaan penunjang
yang memadai (MRI) (Markis et al, 2014).
Cedera meniskus sering dikelompokkan sesuai dengan orientasi pergerakan
meniscus sendiri yaitu vertikal longitudinal, vertikal radial, horizontal, miring atau
kompleks. Cedera meniskus vertikal longitudinal terjadi antara serat kolagen
sirkumferensial. Oleh karena itu, biomekanik lutut tidak selalu terganggu dan cedera
ini bersifat asimtomatik. Cedera meniskus vertikal komplit kadang-kadang bisa
berputar dalam sendi yang dikenal sebagai cedera meniskus "bucket handle". Ini
adalah cedera meniskus yang tidak stabil yang menyebabkan gejala mekanis atau
benar-benar mengunci lutut. Cedera meniskus radial vertikal berefek menjadikan serat
kolagen melingkar dan mempengaruhi kemampuan meniskus untuk menyerap beban
tibiofemoral. Cedera ini biasanya tidak bisa diperbaiki. Menisektomi parsial tidak

14
mengembalikan fungsi secara normal dan mempercepat perubahan degeneratif yang
mungkin terjadi. Cedera meniskus horisontal membagi meniskus ke bagian atas dan
bawah dan tanpa ada gejala klinis. Frekuensi mereka meningkat seiring bertambahnya
usia dan sering disertai dengan kista meniscal. Robekan oblik menyebabkan flap yang
membuat mekanis pada meniscus tidak stabil. Pola robek ini membutuhkan reseksi
untuk mencegah penyebaran cedera saat flap tersangkut di dalam sendi selama
gerakan fleksi. Cedera meniscus kompleks atau degeneratif adalah dimana terdapat
dua atau lebih pola cedera pada meniskus. Cedera ini lebih banyak terjadi pada orang
tua dan dapat meyebabkan terjadinya osteoartritis pada lutut (Mordecai, 2014).

E. Penanganan Cedera Meniskus


Penanganan cedera meniskus secara umum dibagi menjadi dua bagian, yaitu
(Brindle et al., 2001) :
1) Non Operatif
Phase I – RICE
Terapkan protokol rest, ice, compression, elevation pada penanganan akut untuk
mengurangi nyeri dan swelling. Pemberian es dilakukan selama 20 menit setiap 2
jam sepanjang 24 - 72 jam pertama pada fase akut.
Phase II – ROM & Flexibility

Keterbatasan ROM dan penurunan fleksibiltas dapat terjadi akibat adanya proses
inflamasi berupa edema dan nyeri pada fase sebelumnya. Memelihara ROM dan
fleksibiltas jaringan disekitar lutut dengan mobilisasi sendi patellofemoral,
tibiofemoral, dan superior tibiofibular. Fleksibitas otot dapat dijaga dengan
melakukan pasif dan aktif stretching.
Phase III – Strengthening
Latihan penguatan diberikan kepada otot otot penunjang lutut terutama quadriceps
dan hamstring. Jenis latihan pada tahap ini dapat berupa quadriceps set, hamstring
curl, straight leg raising, heel raises.
Phase IV – Advance Strengthening and Stretching
Untuk mamaksilkan aktivasi otot otot penopang lutut maka diberikan peningkatan
latihan sesuai dengan respon healing pasien. Jenis latihan yang dapat diberikan
berupa weight bearing resistive exercise seperti sepeda statis, single leg press.

Protokol Rehabilitasi pada Meniscectomy Parsial

Minggu 1 Minggu 2-3 Minggu 4-8


Progress Memulai Full Weight - Strengtening Exc Return to sport
Fungsional Bearing tanpa crutch progresif
Kriteria - Full Ekstensi saat - Tidak timbul nyeri - Full AROM
berjalan - Tidak ada - Tidak ada efusi

15
- Tidak ada peningkatan peningkatan - Functional testing
edema / efusi efusi/edema >85%
- Tidak ada peningkatan - Kekuatang
nyeri quadriceps >85%
- Kontrol quadricceps
- Full aktif ROM
ekstensi lutut
Evaluasi - Nyeri - Nyeri - Functional testing
- Gait - Gait - Isokinetic testing
- Aktivasi quadricceps - Efusi/edema - Self report
- Mobilitas patella - Luka Insisi functional measure
- Luka insisi - Aktivasi quadriceps
- Efusi/edema - AROM
- Mobilitas patella
- Keseimbangan
berdiri
Intervensi - Manajemen nyeri - Penurunan - Strenghtening
- Kontrol efusi/edema Edema/efusi Exercise
- Aktivasi quadriceps - Strengthening - Endurance Exercise
- ROM Exercise exercise - Latihan spesifik
- Flexibility Exercise - Endurance Exercise
- Proprioception
Exercise
- Flexibility Exercise
Target - Maximum ROM - Full Weight Bearing Return to sport
- Normal mobilitas - Full ROM
patella - Strenghtening
- Straight leg raise tanpa Exercise tanpa nyeri
hambatan
- Full pasif ekstensi

Protokol Rehabilitasi pada Meniscus Repair

Minggu 1-3 Minggu 4-11 Minggu 12-15 Minggu 16-24


Progres Memulai parsial Memulai full weight Memulai tahapan Mulai latihan
Fungsional ataupun full weight bearing tanpa brace jogging aktivitas cutting
bearing posisi lutut dan jumping
full extensi dengan
brace
Kriteria - Tidak ada - Straight leg raise - Tidak ada efusi - Tidak ada
peningkatan efusi tanpa hambatan - Tidak ada nyeri peningkatan
- Nyeri post operasi ekstensor patellofemoral efusi saat lari
dapat ditoleransi - Penurunan efusi - Tidak ada - Tidak ada nyeri
- Full ekstensi saat gangguan gait - Isokinetik
gait testing >85%
- Functional
testing >85%
Evaluasi - Nyeri - Nyeri - Gait - Gait
- Efusi - Efusi - Isokinetik - Isokinetik
- Mobilitas patella - Mobilitas patella testing testing
- Aktivasi patella - Aktivasi - Functional - Functional
- AROM/PROM quadriceps testing testing
- Pasif Ekstensi - AROM/PROM - Efusi - Efusi

16
- Luka insisi - Keseimbangan - Self report Self report
berdiri functional functional status
status
Intervensi - Kontrol nyeri - AROM/PROM - Strenghtening - Strenghtening
- Kontrol Exercise exercise Exercise
edema/efusi - Aktivasi dan - Endurance - Endurance
- Mobilitas patella Strenghtening Exercise Exercise
- AROM Exercise Quadriceps - Proprioception - Sport spesifik
- Aktivasi - General Exercise drills
quadriceps Strenghtening
dengan electrical - Advance Closed
stimulan Chain Exercise
- Pasif extensi (Flexi knee <600)
- Full Weight - Endurance exercise
bearing dengan - Proprioception
brace full locking Exercise
knee 00
Target - AROM 00-900 - Full AROM - Tidak ada efusi Return to sport
- Full pasif ekstensi - Tidak ada - Tidak ada
- Full Weight gangguan gait nyeri
bearing
menggunakan
brace
- Straight leg raise
tanpa hambatan
ekstensor
Sumber : Andrews, J.R., et al (2012)

2) Operatif
Penanganan cedera meniskus dengan tindakan operasi direkomendasikan untuk
pasien yang memiliki keluhan nyeri secara menetap, usia muda dengan aktivitas
yang aktif (atlet), ada keluhan locking knee, dan pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya tanda – tanda dari robekan meniskus. Tindakan operatif
tersebut, meliputi :
a. Menisektomi total : Prosedur ini dilakukan dengan membuang semua
meniskus dan diindikasikan pada kasus – kasus meniskus yang mengalami
proses degeneratif. Hal tersebut tentu saja akan menyebabkan terjadinya
peningkatan kerusakan tulang rawan, penyempitan celah sendi, perubahan
geometri tulang, dan pembentukan osteofit.
b. Menisektomi parsial (sebagian) : Prosedur ini dilakukan dengan membuang
sebagian meniskus yang cedera, khususnya yang mengalami puntiran atau
bagian yang tidak stabil (flaps, complex tear, degenerative dan central/radial
tear) dengan menyisakan kontur atau bentuk dari sebagian meniscus sehat
yang tersisa.

17
c. Repair (penjahitan) meniskus : Prosedur ini dilakukan dengan
mempertahankan meniscus dan dilakukan perbaikan seperti penjahitan
(dengan menggunakan benang polydioxanone dan nonabsorbable) terhadap
meniscus yang mengalami robekan.
d. Transplantasi meniskus : Prosedur ini merupakan perkembangan termuktahir
dalam penanganan cedera meniskus. Dengan cara ini mampu mencegah
terjadinya perubahan proses degeneratif pada pasien – pasien paska dilakukan
tindakan menisektomi total atau parsial. Indikasi prosedur ini adalah usia
pasien kurang dari 45 tahun, rasa nyeri maupun tidak nyaman yang
berkepanjangan, osteoartritis stadium kurang dari 4 tanpa disertai dengan
cedera ACL dan tidak adanya malalignment yang signifikan. Sedangkan
kontraindikasinya adalah umur pasien lebih dari 60 tahun dengan adanya
perubahan arsitektur tulang, beresiko infeksi, malalignment yang signifikan,
dan instability.

F. Manifestasi Klinis
1) Sensasi popping (sendi terasa bergerak-gerak sendiri)
2) Pembengkakan atau kekakuan
3) Nyeri, teruama ketika memutar lutut, berjalan jauh atau berlari
4) Sulit meluruskan lutut secara sepenuhnya, sulit digerakkan atau tidak dapat dilipat
5) Lutut terasa seolah terkunci/block saat menggerakkan lutut atau akan terkunci
pada posisi tertekuk 15 & 30 derajat dan tidak bisa kembali meluruskannya
6) Setiap gejala diberi peringkat pada skala ordinal yang menilai frekuensi gejala
dalam seminggu terakhir; 1) tidak ada gejala dalam seminggu terakhir; 2) satu kali
dalam seminggu terakhir; 3) 2–6 kali dalam seminggu terakhir; 4) 1–2 kali per
hari; 5) beberapa kali per hari.

G. Komplikasi – Prognosis
1) Komplikasi Cedera Meniskus
a. Cedera meniscus yang tidak tertangani dengan baik akan mengakibatkan
kerusakan kartilago di tulang tibia, tulang femur
b. Pada patella mengalami kerusakan akibat gesekan dan beban yang berlebih
yang akan mengakibatkan risiko terjadinya osteoarthritis

18
2) Prognosis :
Prognosis pasien meniscus tergantung umur dan mekanisme cedera karena
mempengaruhi proses penyembuhannya
a. Pada cedera meniscus ringan dengan rehabilitasi tanpa operasi memerlukan
aktu penyembuhan sekitar 3-4 minggu
b. Dalam operasi pembersihan meniscus yang robek, memerlukan waktu
penyembuhan sekitar 6-8 minggu
c. Apabila terjadi cedera berat pada meniscus dan diperlukan operasi maka
waktu penyembuhan sekitar 3-4 bulan

H. Diagnosis Banding
1) Osteoarthritis lutut : Osteoarthritis adalah penyakit degeneratif persendian dengan
berbagai faktor penyebab dan memiliki karakteristik berupa kerusakan kartilago
2) Fraktur patella : Tulang patella dapat mengalami fraktur baik secara sendiri
ataupun gabungan antara tulang-tulang pada ekstremitas inferior. Fraktur patella
biasanya jenis transversal sederhana, dapat dikoreksi/ perbaiki. Tetapi bila fraktur
patella kompleks dan disertai dengan dislokasi diperlukan tindakan bedah yang
berupa pengangkatan patella (patellectomy), agar dapat mengembalikan fungsi
sendi lutut dengan lebih baik.
3) Cedera Posterior Cruciate Ligament (PCL) : Posterior Cruciate Ligament (PCL)
merupakan ligamen yang saling bersilangan dengan Anterior Cruciate
Ligament (ACL) yang menghubungkan dan memberikan ikatan juga
memungkinkan mengalami cedera.
5) Cedera Anterior Cruciate Ligament (ACL) : Anterior Cruciate Ligament (ACL)
adalah ligamen yang terdapat pada sendi lutut. Ligamen ini berfungsi sebagai
stabilisator yang mencegah pergeseran ke depan yang berlebih dari tulang tibia
terhadap tulang femur yang stabil, atau mencegah pergeseran ke belakang yang
berlebih tulang femur terhadap tulang tibia yang stabil.
6) Dislokasi Patella : Dislokasi pada sendi lutut biasanya terjadi pada trauma yang
berat, yang langsung mengenai sendi lutut. Mekanisme terjadinya dislokasi pada
sendi lutut biasanya melalui hiperextensi dan torsi pada sendi lutut. Dislokasi akut
pada sendi lutut sering disertai dengan kerusakan pada pembuluh darah ataupun
persarafan pada popliteal space.

19
6) Chondromalacia Patella : penyakit di mana tulang rawan patella melunak secara
genetik dan mudah hilang, ini adalah penyebab rasa sakit di bagian depan lutut
(nyeri lutut anterior).
8) Patellofemoral Pain Syndrome : Sindrom nyeri patellofemoral didefinisikan
sebagai nyeri di sekitar tempurung lutut.
9) Osteochondritis : Sering terjadi pada cartilago pada permukan dorsal dari patella
dan mengganggu pergerakan dari sendi lutut dan sering menimbulkan nyeri pada
daerah patella bila sendi di gerakkan. Hal ini dapat menimbulkan nyeri pada sendi
lutut dan mengunci sendi. Penguncian ini menunjukkan ketidakmampuan fungsi
dari sendi. Walaupun sendi ini terkunci tetapi masih dapat di flexikan lebih dari 90
derajat.

I. Peran Fisioterapi Sport dalam Cedera Meniskus


1) FMS
Functional Movement Screening (FMS) alat yang dikembangkan oleh
Cook pada tahun 1997. FMS merupakan penilaian fungsional tubuh berdasarkan
mobilitas, dan stabilitas dan faktor mekanik yang berkontribusi untuk
mengembangkan program pencegahan terjadinya cedera. FMS digunakan untuk
mengidentifikasi asimetri gerakan yang menghasilkan defisiensi gerakan
fungsional. The FMS bertujuan untuk mengidentifikasi ketidakseimbangan dalam
mobilitas dan stabilitas selama tujuh pola gerakan fundamental. Pola gerakan ini
dirancang untuk memberikan kinerja yang dapat diamati dari gerakan lokomotor
dasar, manipulatif dan stabilisasi dengan memposisikan seseorang dalam posisi
ekstrim di mana kelemahan dan ketidakseimbangan menjadi tampak jika mobilitas
yang sesuai dan kontrol motor tidak digunakan. Setelah kekurangan ini telah
diidentifikasi melalui FMS, program latihan korektif kemudian dikembangkan
dengan tujuan mencegah cedera muskuloskeletal (Beardsley C., et al, 2014)

FMS terdiri dari tujuh pola pergerakan yang membutuhkan mobilitas dan
stabilitas. Ketujuh pola pergerakan berikut ini diberi skor dari 0-3 poin, dengan
jumlah menciptakan skor mulai dari 0-21 poin.

20
a. Deep Squat
b. Hurdle Step
c. In-line Lunge
d. Active Straight-leg Raise
e. Trunk Stability Push-up
f. Rotary Stability
g. Shoulder Mobility

Setiap tes komponen diberi skor pada skala ordinal (0 hingga 3 poin),
berdasarkan kualitas gerakan, dengan 3 menjadi skor maksimum. Skor 2
menunjukkan bahwa peserta membutuhkan beberapa jenis kompensasi atau tidak
dapat menyelesaikan keseluruhan perrgerakan. Skor 1 diberikan jika individu
tidak dapat tetap dalam posisi pergerakan diseluruh gerakan, kehilangan
keseimbangan selama tes, atau tidak memenuhi kriteria minimum untuk sko 2.
Nyeri selama salah satu tes komponen FMS menunjukkan skor 0. Semua peserta
di izinkan untuk melakukan tes masing-masing komponen hingga 3 kali, dan skor
maksimal yang dicapai di catat. Skor dari tes komponen dijumlahkan,
menghasilkan skor gabungan dari 0-21 poin. (Beardsley C., et al, 2014).

Penelitian menegaskan bahwa mendapatkan hasil di bawah 14 poin


meningkatkan risiko cedera dari 15 hingga 51%. Namun, terjadinya pola asimetris
selama tes FMS merupakan faktor risiko yang lebih kuat untuk cedera daripada
rendah - kurang dari 14 poin hasil tes. Seorang pemain, yang menerima skor FMS
yang lebih tinggi, tetapi juga memiliki perbedaan yang jelas antara sisi kanan dan
kiri tubuh lebih rentan terhadap cedera daripada orang dengan skor FMS yang
lebih rendah dan kurangnya asimetri dalam pola. (Sulowska, Iwona., Rembias,
Konrad. 2015).

Gerakan tes FMS diciptakan untuk digunakan dalam menyaring gerakan


dasar, berdasarkan prinsip-prinsip kesadaran proprioseptif dan kinestetik. Setiap
tes adalah gerakan khusus, yang membutuhkan fungsi yang sesuai dari sistem
penghubungan kinetik tubuh. Model hubungan kinetik, yang digunakan untuk
menganalisis gerakan, menggambarkan tubuh sebagai suatu sistem yang saling
terkait antar segme. Segmen tubuh sering bekerja dalam urutan proksimal ke

21
distal, untuk menanamkan aksi yang diinginkan di segmen distal. Aspek penting
dari sistem ini adalah kemampuan proprioceptive tubuh (Cook, et al. 2014.).

2) Plyometric
Plyometrik adalah latihan yang memungkinkan otot mencapai kekuatan
maksimum dalam waktu sesingkat mungkin. Pelatihan plyometric memanfaatkan
siklus peregangan-pendek (SSC) dengan menggunakan gerakan pemanjangan
(eksentrik) yang cepat diikuti oleh gerakan pemendekan (konsentris) . Fase pra-
stretch eksentrik dari aktivitas plyometric membentang spindel otot dari unit
tendon otot dan jaringan non-kontraktil di dalam otot. Stimulasi komponen otot ini
sering disebut sebagai respon neurofisiologis-biomekanik. Memanipulasi dari
proses ini akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jumlah energi yang
tersimpan selama gerakan pra-peregangan eksentrik.
Fase konsentris juga dapat disebut sebagai fase kinerja produksi yang
dihasilkan. Fase ini juga telah digambarkan. Fase ini juga telah digambarkan
sebagai fase fasilitasi atau peningkatan plyometrics. Istilah-istilah ini sebenarnya
menggambarkan apa yang terjadi selama aktivitas plyometric. Fase akhir gerakan
plyometric ini dihasilkan dari banyak interaksi termasuk respons biomekanik yang
memanfaatkan sifat elastis dari otot yang direntangkan sebelumnya. Tujuan
latihan plyometrik adalah untuk meningkatkan kekuatan yang akan digunakan
untuk melakukan gerakan selanjutnya dengan menggunakan komponen alami dan
elastis dari otot, dan tendon dan refleks peregangan (Davies et al, 2015). Beberapa
variabel yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam latihan plyometric :
a. Beban dan jarak yang diaplikasikan
Dengan latihan plyometric, overload neuromuskular biasanya mengambil
bentuk perubahan cepat arah anggota tubuh atau seluruh tubuh tanpa beban
eksternal. Jumlah pekerjaan total dalam pengulangan, set, dll, dan / atau
rentang gerak (ROM) atlet bergerak melalui keduanya berkontribusi terhadap
jumlah total overload.
b. ROM
Pergerakan dapat memiliki efek dari kelebihan dari sudut pandang ROM.
ROM dapat dilakukan di seluruh rentang yang lebih besar melalui pola
gerakan yang dilebih-lebihkan. Konsepnya adalah menggunakan aktivasi otot

22
dan meregangkan refleks dalam ROM tertentu, dimana mekanisme refleks
membantu memfasilitasi pola gerakan untuk meningkatkan produksi kekuatan.
c. Overload Temporal: Waktu
Overload temporal dapat dicapai dengan berkonsentrasi pada mengeksekusi
gerakan secepat dan semaksimal mungkin. Overload temporal, atau menjaga
waktu untuk rebound (fase amortisasi) sesingkat mungkin, adalah salah satu
kunci untuk melakukan latihan plyometric untuk peningkatan produksi daya.
Waktu yang lebih singkat untuk memantul dan penundaan elektro-mekanis
memungkinkan untuk transmisi gaya efektif dari pra-peregangan eksentrik ke
fase kinerja konsentris dari gerakan plyometric.
d. Intensitas
Intensitas adalah persentase aktual dari upaya yang dibutuhkan oleh atlet
untuk melakukan aktivitas. Dalam plyometrics, jenis latihan yang dilakukan
mengontrol intensitas. Latihan plyometric bisa datang dalam berbagai bentuk
dan intensitas. Beberapa kegiatan seperti lompat bilateral ke kotak adalah
plyometrics tingkat yang lebih rendah sementara yang lain seperti lompatan
lompat tunggal dari kotak yang intens. Variabel-variabel ini harus
dipertimbangkan ketika merancang pengkondisian atau program rehabilitasi.

e. Volume
Volume adalah total pekerjaan yang dilakukan dalam satu sesi atau siklus
kerja (periodisasi). Dalam kasus pelatihan plyometric, volume sering diukur
dengan menghitung beban, menghitung jumlah pengulangan, set, dll dari
aktivitas tertentu (jumlah lemparan, lompatan, dll.) Lima puluh kaki kontak
selama sesi pelatihan akan dipertimbangkan. volume rendah, sementara 200+
dianggap volume tinggi. Volume harus ditingkatkan secara progresif untuk
mengurangi risiko cedera atau overtraining.
f. Frekuensi
Frekuensi adalah jumlah sesi latihan yang berlangsung selama pelatihan atau
siklus rehabilitasi.
g. Recovery
Pemulihan penting untuk mencegah cedera, overtraining dan untuk
menentukan penekanan utama dari program plyometric. Karena tuntutan yang

23
kuat pada tubuh dengan pelatihan plyometric, periode pemulihan yang lebih
lama antar set mungkin tepat. Ada penelitian terbatas tentang waktu
pemulihan optimal, tetapi pemulihan antara sesi pelatihan biasanya 48 hingga
72 jam antara latihan dengan plyometrics direkomendasikan.
h. Spesifik
Spesifisitas dalam program plyometric harus dirancang tergantung pada atlet
olahraga dan posisi kapan pun memungkinkan untuk meningkatkan tujuan
spesifik dari program dan untuk mereplikasi atlet yang diberikan kegiatan
olahraga tertentu. Spesifisitas dalam pelatihan plyometric dapat mencakup
gerakan, kecepatan sudut, beban, kebutuhan metabolik, dll.

3) Persiapan Return to Sport


Perubahan komponen dan kemampuan fungsional terjadi pada jaringan
otot saraf dan sendi pasca terjadinya cedera. Perubahan usia dan terjadinya
cedera terbukti memberikan pengaruh terhadap penurunan kemampuan
proprioceptif dan kontrol motorik. Sebelum menentukan apakah seorang atlit
dapat kembali ke aktifitas olahraganya (return to sport) perlu dipastikan bahwa
komponen proprioceptif dan kontrol motorik terkait bidang olahraganya telah
tercapai.
Proprioceptif didefinisikan sebagai informasi terkait postur, posisi, dan
kinetika tubuh yang dibawa oleh komponen sensorik yang berada di otot,
tendon, sendi, dan kulit yang akan dibawa ke sistem saraf pusat. Proprioceptid
ini akan memberikan informasi kepada tubuh agar menyadari posisi sehingga
dapat mengantisipasi terjadinya cedera dan meningkatkan performa atlet.
Kondisi penurunan kemampuan proprioceptif akan memberikan dampak
berkurang atau melambatnya respon otot atas kondisi atau posisi yang sedang
dialami. Sehingga perlu untuk memastikan kesiapan atlet terkait komponen
proprioceptif dan kontrol motoriknya sebelum dilanjutkan ke tahapan return to
sport dengan memberikan program proprioceptif training (Andrews, J.R., et al,
2012).
Proprioceptif training ini bertujuan untuk mengembalikan dan
meningkatkan stabilitas dan kontrol neuromuskular dinamis dan menekankan
aktifitas fungsional dan aktivitas return to sport. Berikut beberapa contoh

24
proprioceptif training yang dapat diberikan pada kondisi post op meniscus
repair :

Pada tahap selanjutnya, latihan harus difokuskan pada pengembalian


dan optimalisasi respon adaptif neuromuskular terhadapap situasi yang
dihadapi dengan memberikan latihan kontrol motorik seperti pliometrik yang
disesuaikan dengan gerakan spesifik sesuai dengan bidang olahraga atlet.
(Andrews, J.R., et al, 2012).

Plyometrik adalah latihan yang memungkinkan otot mencapai


kekuatan maksimum dalam waktu sesingkat mungkin. Pelatihan plyometric
memanfaatkan siklus peregangan-pendek (SSC) dengan menggunakan
gerakan pemanjangan (eksentrik) yang cepat diikuti oleh gerakan pemendekan
(konsentris) . Fase pra-stretch eksentrik dari aktivitas plyometric membentang
spindel otot dari unit tendon otot dan jaringan non-kontraktil di dalam otot.
Stimulasi komponen otot ini sering disebut sebagai respon neurofisiologis-
biomekanik. Memanipulasi dari proses ini akan memiliki pengaruh yang

25
signifikan terhadap jumlah energi yang tersimpan selama gerakan pra-
peregangan eksentrik. Tujuan latihan plyometrik adalah untuk meningkatkan
kekuatan yang akan digunakan untuk melakukan gerakan selanjutnya dengan
menggunakan komponen alami dan elastis dari otot, dan tendon dan refleks
peregangan (Davies et al, 2015). Beberapa variabel yang digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam latihan plyometric :

a. Beban dan jarak yang diaplikasikan dengan latihan plyometric, overload


neuromuskular biasanya mengambil bentuk perubahan cepat arah anggota
tubuh atau seluruh tubuh tanpa beban eksternal. Jumlah pekerjaan total
dalam pengulangan, set, dll, dan / atau rentang gerak (ROM) atlet bergerak
melalui keduanya berkontribusi terhadap jumlah total overload.
b. ROM. Pergerakan dapat memiliki efek dari kelebihan dari sudut pandang
ROM. ROM dapat dilakukan di seluruh rentang yang lebih besar melalui
pola gerakan yang dilebih-lebihkan. Konsepnya adalah menggunakan
aktivasi otot dan meregangkan refleks dalam ROM tertentu, dimana
mekanisme refleks membantu memfasilitasi pola gerakan untuk
meningkatkan produksi kekuatan.

c. Overload Temporal: Waktu Overload temporal dapat dicapai dengan


berkonsentrasi pada mengeksekusi gerakan secepat dan semaksimal
mungkin. Overload temporal, atau menjaga waktu untuk rebound (fase
amortisasi) sesingkat mungkin, adalah salah satu kunci untuk melakukan
latihan plyometric untuk peningkatan produksi daya. Waktu yang lebih
singkat untuk memantul dan penundaan elektro-mekanis memungkinkan
untuk transmisi gaya efektif dari pra-peregangan eksentrik ke fase kinerja
konsentris dari gerakan plyometric.
d. Intensitas adalah persentase aktual dari upaya yang dibutuhkan oleh atlet
untuk melakukan aktivitas. Dalam plyometrics, jenis latihan yang
dilakukan mengontrol intensitas. Latihan plyometric bisa datang dalam
berbagai bentuk dan intensitas. Beberapa kegiatan seperti lompat bilateral
ke kotak adalah plyometrics tingkat yang lebih rendah sementara yang lain
seperti lompatan lompat tunggal dari kotak yang intens. Variabel-variabel

26
ini harus dipertimbangkan ketika merancang pengkondisian atau program
rehabilitasi.
e. Volume adalah total pekerjaan yang dilakukan dalam satu sesi atau siklus
kerja (periodisasi). Dalam kasus pelatihan plyometric, volume sering
diukur dengan menghitung beban, menghitung jumlah pengulangan, set,
dll dari aktivitas tertentu (jumlah lemparan, lompatan, dll.) Lima puluh
kaki kontak selama sesi pelatihan akan dipertimbangkan. volume rendah,
sementara 200+ dianggap volume tinggi. Volume harus ditingkatkan
secara progresif untuk mengurangi risiko cedera atau overtraining.
f. Frekuensi adalah jumlah sesi latihan yang berlangsung selama pelatihan
atau siklus rehabilitasi.
g. Recovery penting untuk mencegah cedera, overtraining dan untuk
menentukan penekanan utama dari program plyometric. Karena tuntutan
yang kuat pada tubuh dengan pelatihan plyometric, periode pemulihan
yang lebih lama antar set mungkin tepat. Ada penelitian terbatas tentang
waktu pemulihan optimal, tetapi pemulihan antara sesi pelatihan biasanya
48 hingga 72 jam antara latihan dengan plyometrics direkomendasikan.
h. Spesifik Spesifisitas dalam program plyometric harus dirancang
tergantung pada atlet olahraga dan posisi kapan pun memungkinkan untuk
meningkatkan tujuan spesifik dari program dan untuk mereplikasi atlet
yang diberikan kegiatan olahraga tertentu. Spesifisitas dalam pelatihan
plyometric dapat mencakup gerakan, kecepatan sudut, beban, kebutuhan
metabolik, dll.

4) Pengukuran return to Sport


Setelah diberikan latihan proprioceptif dan pliometrik yang adekuat,
maka untuk memastikan apakah atlet dapat kembali ke aktivitas olahrga
dengan kondisi optimal dan meminimalisir kemungkinan resiko cedera yang
akan dialami, maka perlu dilakukan screening terlebih dahulu menggunakan
metode FMS.
Functional Movement Screening (FMS) alat yang dikembangkan oleh
Cook pada tahun 1997. FMS merupakan penilaian fungsional tubuh
berdasarkan mobilitas, dan stabilitas dan faktor mekanik yang berkontribusi

27
untuk mengembangkan program pencegahan terjadinya cedera. FMS
digunakan untuk mengidentifikasi asimetri gerakan yang menghasilkan
defisiensi gerakan fungsional. The FMS bertujuan untuk mengidentifikasi
ketidakseimbangan dalam mobilitas dan stabilitas selama tujuh pola gerakan
fundamental. Pola gerakan ini dirancang untuk memberikan kinerja yang dapat
diamati dari gerakan lokomotor dasar, manipulatif dan stabilisasi dengan
memposisikan seseorang dalam posisi ekstrim di mana kelemahan dan
ketidakseimbangan menjadi tampak jika mobilitas yang sesuai dan kontrol
motor tidak digunakan. Setelah kekurangan ini telah diidentifikasi melalui
FMS, program latihan korektif kemudian dikembangkan dengan tujuan
mencegah cedera muskuloskeletal (Beardsley C., et al, 2014)
FMS terdiri dari tujuh pola pergerakan yang membutuhkan mobilitas
dan stabilitas. Ketujuh pola pergerakan berikut ini diberi skor dari 0-3 poin,
dengan jumlah menciptakan skor mulai dari 0-21 poin. Deep Squat, Hurdle
Step, In-line Lunge, Active Straight-leg Raise, Trunk Stability Push-up,
Rotary Stability, Shoulder Mobility
Setiap tes komponen diberi skor pada skala ordinal (0 hingga 3 poin),
berdasarkan kualitas gerakan, dengan 3 menjadi skor maksimum. Skor 2
menunjukkan bahwa peserta membutuhkan beberapa jenis kompensasi atau
tidak dapat menyelesaikan keseluruhan perrgerakan. Skor 1 diberikan jika
individu tidak dapat tetap dalam posisi pergerakan diseluruh gerakan,
kehilangan keseimbangan selama tes, atau tidak memenuhi kriteria minimum
untuk sko 2. Nyeri selama salah satu tes komponen FMS menunjukkan skor 0.
Semua peserta di izinkan untuk melakukan tes masing-masing komponen
hingga 3 kali, dan skor maksimal yang dicapai di catat. Skor dari tes
komponen dijumlahkan, menghasilkan skor gabungan dari 0-21 poin.
(Beardsley C., et al, 2014).
Penelitian menegaskan bahwa mendapatkan hasil di bawah 14 poin
meningkatkan risiko cedera dari 15 hingga 51%. Namun, terjadinya pola
asimetris selama tes FMS merupakan faktor risiko yang lebih kuat untuk
cedera daripada rendah - kurang dari 14 poin hasil tes. Seorang pemain, yang
menerima skor FMS yang lebih tinggi, tetapi juga memiliki perbedaan yang
jelas antara sisi kanan dan kiri tubuh lebih rentan terhadap cedera daripada

28
orang dengan skor FMS yang lebih rendah dan kurangnya asimetri dalam pola.
(Sulowska, Iwona., Rembias, Konrad. 2015).
Gerakan tes FMS diciptakan untuk digunakan dalam menyaring
gerakan dasar, berdasarkan prinsip-prinsip kesadaran proprioseptif dan
kinestetik. Setiap tes adalah gerakan khusus, yang membutuhkan fungsi yang
sesuai dari sistem penghubungan kinetik tubuh. Model hubungan kinetik, yang
digunakan untuk menganalisis gerakan, menggambarkan tubuh sebagai suatu
sistem yang saling terkait antar segme. Segmen tubuh sering bekerja dalam
urutan proksimal ke distal, untuk menanamkan aksi yang diinginkan di
segmen distal. Aspek penting dari sistem ini adalah kemampuan
proprioceptive tubuh (Cook, et al. 2014.).

BAB III
MANAJEMEN FISIOTERAPI
A. Proses Pengukuran dan Pemeriksaan Fisioterapi

Anamnesis Umum
Nama : Tn. I
Jenis kelamin : Laki-laki.
Usia : 27 tahun.
Alamat : Borong
Pekerjaan : Atlet Futsal
Posisi dalam tim : Flank

C: Chief of complaint
Nyeri dan perasaan tidak nyaman pada lutut kiri saat melakukan aktifitas
tertentu
H: History taking

29
1) Pasien sudah melakukan tindakan op meniscus 3 bulan yang lalu (2 Juli
2018).
2) Pasien ada riwayat post op pcl pada bulan Mei 2017, sudah menjalani
fisioterapi dan hasil MRI PCL pasca fisioterapi menunjukkan normal.
3) Pasien menjalani operasi PCL setelah 1 tahun pasca terjadiya cedera.
Selama kurun waktu sebelum melakukan operasi pcl, pasien tetap
melakukan aktifitas seperti biasanya, tetapi pasien mengeluhkan lutut
kirinya tidak stabil saat digunakan dan kadang terasa nyeri saat dipakai
beraktivitas sehari-hari.
4) Saat ini pasien sedang melakukan fisioterapi selama kurang lebih 11
minggu pasca operasi meniscus.
5) Saat ini pasien mengeluhkan nyeri dan perasaan tidak nyaman dilutut kiri
bagian dalam saat melakukan sholat, jongkok, dan merasa ukuran pahanya
tidak sama.
6) Tidak ada nyeri saat melakukan aktifitas sehari-hari seperti berjalan, & naik
turun tangga.
7) Pasien sudah tidak mengkonsumsi obat sejak 2,5 bulan yang lalu
8) Belum aktif bermain futsal kembali
9) Pasien rutin melakukan control ke dokter spesialis orthopedi. Kunjungan
terakhir pada bulan Agustus 2018.
10) Sudah melakukan foto MRI terakhir pada bulan Agustus 2018.
11) Tidak ada keluhan lain
A: Asymmetry
1. Inspeksi statis
 Ada tanda bekas operasi pada knee sinistra
 Saat berdiri posisi knee tampak simetris
 Secara visual ukuran otot paha sinistra lebih kecil dibanding otot paha
dextra
2. Inspeksi dinamis
 Saat berjalan kedua tungkai tampak normal
 Gait analysis normal
3. Palpasi
 Suhu : Normal
 Tenderness : tidak ada

30
 Oedem : tidak ada
4. Orientasi tes :
 Berdiri-Jongkok : mampu, nyeri diakhir gerakan
 Jongkok-Berdiri : mampu, nyeri diawal gerakan
 Skip : tidak ada keluhan
5. PFGD
Gerakan Aktif Pasif TIMT
- Sinistra
Fleksi Full ROM Full ROM, Nyeri DBN
Ekstensi DBN DBN DBN
Internal
- DBN -
Rotasi
External
- DBN -
Rotasi
- Dextra
Fleksi DBN DBN DBN
Ekstensi DBN DBN DBN
Internal
- DBN -
Rotasi
External
- DBN -
Rotasi

R: Restrictive
1) Limitasi ROM : DBN
2) Limitasi ADL : Praying (gerakan duduk diantara dua sujud) dan Toiletting
3) Limitasi pekerjaan : belum dapat kembali ke aktivitas sport sebagai atlet
futsal
4) Limitasi rekreasi : tidak dapat bermain futsal

T: Tissue impairment and psychological prediction


1) Musculotendinogen : m.quadriceps sinistra, m.hamstring sinistra, (Atrophy)
2) Osteoarthrogen : Meniscus Tear
3) Neurogen : -

31
4) Psikogenik : Cemas terhadap kondisi yang dialami saat ini.

S: Specific test
1) Vital sign
TD = 120/80 mmHg
Interpretasi : Normal
2) Pain Scale Assesment
Sinistra : Nyeri diam = 0; Nyeri gerak = 1; Nyeri tekan = 0
Dextra : Nyeri diam = 0; Nyeri gerak = 0; Nyeri tekan = 0
3) Circumferentia Hip : Selisih 2,5 cm
Dextra : 52cm
Sinistra : 49,5cm
Interpretasi : atrofi otot
4) MMT :
Group Flexor Knee : 5 (Kekuatan otot maksimal)
Group Extensor Knee : 5 (Kekuatan otot maksimal)
Group Adductor Hip : 5 (Kekuatan otot maksimal)
Group Abductor Hip : 5 (Kekuatan otot maksimal)
5) Mobilisasi Patella test (-)
Interpretasi : Tidak mengindikasikan patologi pada patellofemoral (Normal)
6) Star Excursion Balance Test : Nilai : 50 cm
Interperasi : Sedang
7) HRS-A : Nilai 10
Interpretasi : depresi ringan (Lampiran 1)
8) Cincinnati Rating System Questionare. Hasil : 85 (excellent)
(Lampiran 2)
9) Radiologi MRI 10 Agustus 2018 (kondisi Post OP):
Kesan : Meniscus tear anterior horn, meniscus lateral serta posterior horn
meniscus medial sinistra grade I
10) Posterior Drawer Test ( Tidak dilakukan)
Interpretasi : Jika ditemukan hilangnya resistensi normal pada PCL dan
hilangnya endfeel maka indikasi tear PCL
11) Anterior Drawer Test (Tidak dilakukan)

32
Interpretasi : Jika ditemukan hilangnya resistensi normal pada ACL dan
translasi lebih dari 6 mm maka indikasi tear ACL
12) Lachman Test (Tidak dilakukan)
Interpretasi : Displacement yang abnormal pada anterior tibia terhadap
femur mengindikaikan tear ACL
13) Mc. Murray Test (Tidak dilakukan)
Interpretasi : Nyeri serta clicking selama gerakan indikasi tear meniskus
14) Apley’s Test (Tidak dilakukan)
Interpretasi : Nyeri yang terasa di dalam sendi indikasi tear meniskus
15) Varus and Valgus stress test (Tidak dilakukan)
Interpretasi : Nyeri pada bagian lateral knee dan peningkatan moment varus
mengindikasikan tear pada MCL. Nyeri pada bagian medial knee dan
peningkatan moment valgus mengindikasikan tear pada LCL.

B. Diagnosis Fisioterapi
“Gangguan aktifitas olahraga futsal regio knee joint sinitra berupa nyeri dan atrofi
otot e.c post op Meniscal Repair 3 bulan yang lalu”

C. Problem, Planning dan Program Fisioterapi

Adapun problem dan planning fisioterapi yang dapat diuraikan berdasarkan hasil
proses pengukuran dan pemeriksaan tersebut, yaitu:
1) Problem:
a. Primer : Nyeri
b. Sekunder : kecemasan, atrofi otot, gangguan keseimbangan
c. Kompleks : ADL (toiletting & praying) & Pekerjaan (Atlet Futsal)
2) Planning:
a. Tujuan jangka panjang : Mengembalikan aktivitas fungsional ADL dan
olahraga (return to sport)
b. Tujuan jangka pendek : Mengurangi kecemasan, Mengurangi Nyeri,
Mengatasi Atrofi otot, Meningkatkan keseimbangan dan stabilisasi

D. Intervensi Fisioterapi

No. PROBLEM FISIOTERAPI MODALITAS FISIOTERAPI DOSIS


1 Gangguan psikis dan Komunikasi terapeutik F : 1x/hari

33
kecemasan. I : selama pasien fokus
T : Personal Approach
T : selama terapi
2. Nyeri Interferensi F : 1xsehari
I : 30mA
T : contraplanar
T : 15 menit
3. Pre-eliminary Exercise Therapy F : 1x/hari
I : 15 menit
T : Static Bicycle
T : 15 menit
Exercise Therapy F : 1 x sehari
I : 8 hitungan, 3 repetisi
T : Dynamic Stretching
T : 1 menit
4. Mengatasi Atrofi Otot Exercise Therapy F : 1 x sehari
I : 8hitungan 5 repetisi
T : SLR exercise, wall squats,
crabs, lunges, monster
exercise, Nordic hamstring
T : 10 menit
5. Meningkatkan Keseimbangan Exercise Therapy F : 1 x sehari
dan Stabilisasi I : 8 hitungan, 5 repetisi
T : single leg balance
T : 5 menit
6. Return To Sport Exercise Therapy F :1 x sehari
I : 8hit, 5 repetisi
T : plyometric exercise,
specific skill, proprioseptif exc
T : 10 menit
7. Cooling Down Cold Therapy F : 1 x sehari
I : direct
T : ice compress, local
T : 10-15 menit

E. Evaluasi

Intervensi Pertama
No. Problematik Fisioterapi Parameter Ket.
Sebelum Sesudah
1. Nyeri VAS Nyeri Diam : 0 Nyeri Diam : 0 Belum ada
Nyeri Gerak : 1 Nyeri Gerak : 1 perubahan
Nyeri Tekan : 0 Nyeri Tekan : 0
2. Lingkar Otot Circuferentia Dextra : 52 cm Dextra : 52 cm Belum ada
Sinistra : 49,5 Sinistra : 49,5 perubahan
cm cm

F. Modifikasi

34
Modifikasi Program disesuaikan dengan hasil evaluasi yang didapatkan dari
perkembangan hasil terapi yang dicapai oleh pasien. Modifikasi dapat berupa
peningkatan dosis atau modifikasi jenis latihan.

G. Home Program
Pasien disarankan untuk secara rutin mengompress lutut dengan air hangat,
terutama saat bangun tidur dan sebelum tidur. Pasien juga disarankan untuk
melakukan latihan Bridging dirumahnya dan sering untung menggantungkan kakinya
ditepi bed atau kursi.

DAFTAR PUSTAKA

Albornoz, De. The Meniscal Healing Process. 2012: Musle Ligament and Tendon Journal.

Andrews R. J., Herrelson G. L., Wilk K. E. 2012. Physical Rehabilitation of the Injured
Athlete 4th Edition : Elsevier Saunders.

Anwar. 2012. Efek Penambahan Roll-Slide Fleksi Ektensi terhadap Penurunan Nyeri Pada
Osteoarthritis Sendi Lutut. Journal Fisioterapi Volume 12 Nomer 1.
Aras D. Buku Ajar Proses dan Pengukuran Fisioterapi. Makassar : Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin. 2013. P.134-142.
Beardsley C, & Contreras B, The functional movement screen: A review. Strength and
Conditioning Journal. 2014; 36(5): 72-80.

35
Cook, Gray., Lee, Burton., Hoogenboom, Barbara J., Voight, Michael. 2014. Functional
Movement Screening: The Use of Fundamental Movements as an Assesment of Function-
Part 1. The International Journal of Sports Physical Therapy. 9:3.

Darlene H & Randolph M. K. 2006. “Management of Common Musculoskeletal Disorder,


Physical Therapy Principles and Methods”. 4th edition. Philadelphia: Lipincott and
Wilkins.

Davies, George., Riemann, Bryan L., Manske, Robert. 2015. Current Concepts of Plyometric
Exercise. The International Journal of Sports Physical Therapy. 10: 6

Frederick, Azar. Arthroscopic Meniscectomy. 2016. Muskuloskeletal Key.

Kapandji. 2010. The Physiology of The Joint. sixth edition. Churchil Living Stone. New
York, hal. 76-80.
Kisner, Carolin and Lynn Allen Colby. 2007. Therapeutic Exercise 5th Edition.
Philadelphia : F.A. Davis Company.
Mordecai, et al. 2014. Treatment of meniscal tears: An evidence based approach. World
Journal of Orthopedics. Vol 5(3): 233-241

Mordecai. S. C., Hadity, N. A., Ware, H. E., Gupte, C. M,. 2014. Treatment of meniscal
tears: An evidence based approach. World Journal of Orthopedics. Vol 5(3); 233-241.

Nigtwish, N. 2012. Cidera Yang Sering Terjadi Dalam Olahraga Basket.

Putz, R dan Pabst, R. 2003. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 1 edisi 21. Jakarta: EGC
Setiawan, A. 2011. Faktor Timbulnya Cedera Olahraga. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan
Indonesia. Vol.1 Ed 1: hlm 94-98.

Sulowska, Iwona., Rembias, Konrad. 2015. Functional movement screen as a tool fr


functional evaluation and prediction of the risk of injury among floorball athletes. Journal
of Kinesiology and Exercise Sciences. 72:35-42.

Suriani, S & Lesmana, S.I. 2013. Latihan Theraband lebih baik menurunkan nyeri daripada
latihan Quadriceps bench pada osteoarthritis genu. Vol. 13. Nomor 1. April 2013.
Syaifuddin, H. 2013. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk
Keperawatan & Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: EGC
Tajuid, Ucat, 2000. Pemeriksaan Fisioterapi pada Instabilitas Sendi Lutut. TITAFI. XV,
Semarang.

36
Thomas L., Wickiewiz. 2016. Meniscal Tears in Athletes. The American Orthopaedic Society
for Sports Medicine.

LAMPIRAN

1. Hamilton Rating Scale

NO KRITERIA TINGKATAN SKOR


1 Keadaan perasaan sedih
0 = tidak ada 2
(sedih,putus asa,tak
1 = Perasaan ini ada hanya bila
berdaya,tak berguna)ditanya;
2 = perasaan ini dinyatakan secara
verbal spontan;
3 = perasaan yang nyata tanpa
komunikasi verbal, misalnya ekspresi
muka, bentuk, suara, dan
kecenderungan menangis;
4 = pasien menyatakan perasaan yang
sesungguhnya ini dalam komunikasi
baik verbal maupun nonverbal secara
spontan.
2 Perasaan bersalah 0 = tidak ada 1
1 = Menyalahkan diri sendiri dan
merasa sebagai penyebab penderitaan
orang lain;
2 = ada ide-ide bersalah atau renungan
tentang kesalahan-kesalahan masa
lalu;
3 = sakit ini sebagai hukuman, waham
bersalah dan berdosa;
4 = ada suara-suara kejaran atau
tuduhan dan halusinasi penglihatan
tentang hal-hal yang mengancamnya
3 Bunuh diri 0 = tidak ada 0
1 = merasa hidup tak ada gunanya,
2 = mengharapkan kematian atau
pikiran-pikiran lain kearah itu,
3 = ada ide-ide bunuh diri atau
langkah-langkah ke arah itu.
4 Gangguan pola tidur 0 = tidak ada 1
(initial insomnia) 1 = Ada keluhan kadang-kadang sukar
tidur misalnya, lebih dari setengah
jam baru tidur;
2 = ada keluhan tiap malam sukar
tidur
5 Gangguan pola tidur 0 = tidak ada 0
(middle insomnia) 1 = pasien mengeluh gelisah dan

37
terganggu sepanjang malam,
2 = terjadi sepanjang malam (bangun
dari tempat tidur kecuali buang air
kecil)
6 Gangguan pola tidur 0 = tidak ada 0
(late insomnia) 1 = bangun saat dini hari tetapi dapat
tidur lagi,
2 = bangun saat dini hari tetapi tidak
dapat tidur lagi
7 Kerja dan kegiatan- 0 = tidak ada 2
kegiatannya 1=berpikir tidak mampu,
keletihan/kelemahan yang
berhubungan dengan kegiatan kerja
atau hobi;
2= hilangnya minat terhadap
pekerjaan/hobi
3 = berkurangnya waktu untuk
aktivitas sehari-hari atau produktivitas
menurun.
4 = tidak bekerja karena sakitnya
8 Kelambanan (lambat 0 = normal 1
dalam berpikir , 1= sedikit lamban dalam wawancara;
berbicara gagal 2 = jelas lamban dalam wawancara;
berkonsentrasi, dan 3 = sukar diwawancarai; stupor (diam
aktivitas motorik sama sekali)
menurun )
9 Kegelisahan 0= tidak ada 1
1 = kegelisahan ringan;
2 = memainkan tangan jari-jari,
rambut, dan lain-lain;
3 = bergerak terus tidak dapat duduk
dengan tenang;
4 = meremas-remas tangan,
menggigit-gigit kuku, menarik-narik
rambut, menggigit-gigit bibir
10 Kecemasan (ansietas sakit nyeri di otot-otot, kaku, dan 0
somatik) keduten otot; gigi gemerutuk; suara
tidak stabil; tinitus (telinga
berdenging); penglihatan kabur; muka
merah atau pucat, lemas; perasaan
ditusuk-tusuk.
0 = tidak ada
1 = ringan
2 = sedang
3 = berat
4 = ketidakmampuan
11 Kecemasan (ansietas 0 = tidak ada 0
psikis) 1 = ketegangan subjektif dan mudah
tersinggung;
2 = mengkhawatirkan hal-hal kecil;

38
3 = sikap kekhawatiaran yang
tercermin di wajah atau
pembicaraannya;
4 = ketakutan yang diutarakan tanpa
ditanya
12 Gejala somatik 0= tidak ada 0
(pencernaan) 1 = nafsu makan berkurang tetapi
dapat makan tanpa dorongan teman,
merasa perutnya penuh;
2 = sukar makan tanpa dorongan
teman, membutuhkan pencahar untuk
buang air besar atau obat-obatan
untuk saluran pencernaan
13 Gejala somatik (umum) 0 = tidak ada 0
1 = anggota gerak, punggung atau
kepala terasa berat;
2 = sakit punggung, kepala dan otot-
otot, hilangnya kekuatan dan
kemampuan
14 Kotamil (genital) sering buang air kecil terutama malam 0
hari dikala tidur; tidak haid, darah
haid sedikit sekali; tidak ada gairah
seksual dingin (firgid); ereksi hilang;
impotensi
0 = tidak ada
1 = ringan
2 = berat
15 Hipokondriasis 0 = tidak ada 0
(keluahan somatik, fisik 1 = dihayati sendiri,
yang berpindah-pindah) 2 = preokupasi (keterpakuan)
mengenai kesehatan sendiri,
3 = sering mengeluh membutuhkan
pertolongan orang lain,
4 = delusi hipokondriasi
16 Kehilangan berat badan 0 = tidak ada 1
(wawancara) 1 = berat badan berkurang
berhubungan dengan penyakitnya
sekarang
2 = jelas penurunan berat badan,
3 = tak terjelaskan lagi penurunan
berat badan
17 Insight (pemahaman 0 = mengetahui dirinya sakit dan 1
diri) cemas
1 = mengetahui sakit tetapi
berhubungan dengan penyebab-
penyebab iklim, makanan, kerja
berlebihan, virus, perlu istirahat, dan
lain-lain
2 = menyangkal bahwa ia sakit
18 Variasi harian adakah perubahan atau keadaan yang 0

39
memburuk pada waktu malam atau
pagi
0 = tidak ada
1 = buruk saat pagi
2 = buruk saat malam
19 Depersonalisasi 0 = tidak ada 0
(perasaan diri berubah) 1 = ringan
dan derealisasi 2 = sedang
(perasaan tidak nyata 3 = berat
tidak realistis) 4 = ketidakmampuan
20 Gejala paranoid 0 = tidak ada 0
1 = Kecurigaan;
2 = pikiran dirinya menjadi pusat
perhatian, atau peristiwa kejadian di
luar tertuju pada dirinya (ideas
refence);
3 = waham (delusi) di kejar/diburu
21 Gejala-gejala obsesi dan 0 = tidak ada 0
kompulsi 1 = ringan
2 = berat
Total skor 10
HRS-A Scoring Instructions:
Sum the scores from the first 17 items.
0-7 = Normal
8-13 = Mild Depression
14-18 = Moderate Depression
19-22 = Severe Depression
≥ 23 = Very Severe Depression

40

Anda mungkin juga menyukai