Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH FT MUSKULOSKELETAL BEDAH UMUM

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA POST REKONSTRUKSI PCL

DISUSUN OLEH :

Kelompok 9

D-IV B Fisioterapi Semester 6

Armitha Akhadiany P27226018156

Aulia Sekar Arum P27226018159

Maharani Tirtaningsih P27226018176

Naufal Rais Sahasika P27226018179

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV FISIOTERAPI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURAKARTA

KARANGANYAR

2020
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang


Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya makalah ini dapat dibuat dan diselesaikan
tepat pada waktunya. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah
SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Fisioterapi Muskuloskeletal (Bedah Umum). Selain
itu, makalah ini dibuat untuk menambah sedikit wawasan tentang “Fisioterapi
pada Post Rekonstruksi PCL” baik bagi para pembaca ataupun bagi penulis
sendiri.

Namun kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan. Oleh karena itu, kami memohon maaf jika ada hal-hal yang kurang
berkenan dan kami sangat mengharapkan kritik ataupun saran yang membangun
untuk menjadikan makalah ini lebih sempurna. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Karanganyar, 13 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penulisan

D. Manfaat Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Posterior Cruciate Ligament (PCL)

B. Rekonstruksi Posterior Cruciate Ligament (PCL)

C. Fisioterapi Post Rekonstruksi PCL

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cedera merupakan suatu kerusakan pada struktur atau fungsi tubuh


karena suatu paksaan atau tekanan fisik maupun kimiawi yang terjadi
dengan sebab atu akibat dari perbuatan sendiri (Syamsuri, 2011). Salah
satu cedera yang sering terjadi dalam melakukan aktivitas yaitu cedera
pada ligament lutut. Lutut tersusun atas tulang dan struktur jaringan lunak
yang kompleks dan saling bekerjasama. Ligamen pada lutut merupakan
stabilisator statis yang berperan dalam menstabilkan lutut selama bergerak.
Posterior Cruciate Ligament (PCL) adalah salah satu dari dua ligamen
cruciatum yang ada di lutut. PCL berperan dalam menahan tibia translasi
ke posterior. Selain itu, PCL juga berperan dalam menahan varus, valgus
dan eksorotasi dari lutut (Logterman et al., 2018).

Dari data yang dilaporkan, insidensi cedera PCL menyumbangkan


1-44% dari semua kasus cedera akut pada lutut. Penyebab cedera PCL
sangat bervariasi, akan tetapi kecelakaan lalu lintas merupakan
penyumbang terbesar dalam kasus ini. Schulz menemukan bahwa 45%
cedera PCL disebabkan oleh kecelakaan kendaraan, dan sekitar 40%
terkait dengan olahraga (Owesen et al., 2017).

Rekonstruksi PCL adalah salah satu tindakan operatif dalam


mengatasi cedera PCL. Rekonstruksi merupakan penggantian ligamen
dengan jaringan yang disebut dengan graft. Graft ligament tersebut dapat
berasal dari tubuh sendiri (autograft) ataupun orang lain (allograft) untuk
menggantikan ligamen yang rusak. Operasi ini dilakukan dengan teknik
atroskopi, yaitu membuat lubang kecil di sendi lutut. Rekonstruksi PCL
juga dapat menimbulkan disabilitas terkait nyeri, bengkak, loss of motion,
kelemahan, joint laxity dan hilangnya proprioception (Goo et al., 2013).

Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan


kepada individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara
dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan.
Dalam hal ini, fisioterapis memegang peranan penting untuk
mengembalikan dan mengatasi gangguan impairment dan activity
limitation sehingga pasien dapat beraktivitas kembali secara optimal.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Posterior Cruciate Ligament (PCL)?


2. Apa yang dimaksud dengan rekonstruksi Posterior Cruciate Ligament
(PCL)?
3. Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada post rekonstruksi
Posterior Cruciate Ligament (PCL)?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Posterior Cruciate
Ligament (PCL)
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan rekonstruksi Posterior
Cruciate Ligament (PCL)
3. Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada post rekonstruksi
Posterior Cruciate Ligament (PCL)

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

Makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber


informasi atau referensi tambahan yang berkaitan dengan dunia
kesehatan khususnya fisioterapi dan pengetahuan bagi penulis yang
melakukan pengembangan penulisan selanjutnya
2. Manfaat Praktis

a. Bagi penulis

Makalah ini diharapkan dapat digunakan untuk memenuhi


nilai tugas mata kuliah Fisioterapi Muskuloskeletal (Bedah Umum)
dan menambah pengetahuan serta pemahaman penulis tentang
penatalaksanaan fisioterapi pada post rekonstruksi Posterior
Cruciate Ligament (PCL)

b. Bagi pembaca

Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan


mengenai penatalaksanaan fisioterapi pada post rekonstruksi
Posterior Cruciate Ligament (PCL)
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Posterior Cruciate Ligament (PCL)

1. Anatomi

Ligament Posterior Cruciate Ligament (PCL) berada di


belakang Anterior Cruciate Ligament (ACL) pada bagian tengah lutut,
menyilang dari sisi medial tulang femur kearah belakang tulang tibia.
PCL adalah struktur intraartikular karena berada di dalam sendi lutut
itu sendiri. Panjang PCL biasanya antara 32 hingga 38 mm, dengan
rata-rata luas penampang sekitar 11 sampai 13 mm. Ketebalan dari
PCL mendekati dua kali lipat dari ACL. PCL berorigo di bagian
anterolateral dari condylus medial femur dan berinsertio di sepanjang
bagian posterior dari tibial plateu (kira-kira 1 cm di distal garis sendi).
PCL terdiri dari Anterolateral Bundle (ALB) dan Posteromedial
Bundle (PMB). Yang mana jarak antara ALB dan PMB adalah 12,1
mm sedangkan jarak antara kedua bundle ini dengan tibia adalah 8,9
mm. PCL dipersarafi oleh cabang saraf tibialis, sedangkan suplai
vaskularnya berasal dari arteri geniculate middle. (Logterman et al.,
2018).
Fungsi dari PCL adalah sebagai penstabil utama dari sendi lutut
dan menahan tibia translasi ke posterior. Selain itu, PCL juga berfungsi
menahan rotasi yang berlebihan saat lutut fleksi dan agar lutut tetap
dalam posisi varus/valgus saat lutut ekstensi (Owesen et al., 2017).

2. Cedera PCL

Cedera PCL seringkali tidak terdiagnosis namun diagnosis dan


treatment dini sangat penting untuk mencegah komplikasi serius yang
dapat terjadi akibat vascular. Dibandingkan dengan cedera ACL,
cedera PCL ini memiliki tingkat penyembuhan yang tinggi jika
ditangani dengan baik (Lee & Nam, 2011).

a. Mekanisme cedera

Mekanisme cedera PCL yang paling umum terjadi adalah


pretibial trauma, hiperfleksi dan hiperekstensi lutut. Menurut
Fowler dan Messeih, cedera PCL yang paling umum terjadi pada
atlet disebabkan oleh hiperfleksi. PCL juga bisa robek dalam
kecelakaan mobil karena tekanan posterior saat lutut dalam posisi
fleksi dan membentur dashboard (Lee & Nam, 2011).

Cedera PCL dapat menyebabkan kerusakan ringan hingga


parah, yang diklasifikasikan dari grade I hingga IV. Adapun
klasifikasinya adalah sebagai berikut (Pcl, n.d.) :

1) Grade I : PCL robek sebagian


2) Grade II : PCL sebagian robek dan lebih longgar
dibandingkan dengan grade I
3) Grade III : PCL robek seluruhnya dan unstable knee
4) Grade IV : PCL dan ligament lain disekitar lutut rusak
b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan vascular pada ekstremitas bawah sangat


penting karena cedera PCL dapat disertai dengan cedera arteri
popliteal. Jika denyut nadi lemah atau brachial ankle index ≤0.8
maka arteriografi harus dilakukan. Cedera PCL akut disertai
dengan joint swelling dan keterbatasan fleksi sekitar 100 sampai
200. Cedera PCL kronis dapat disertai dengan keterbatasan
aktivitas (Lee & Nam, 2011).

Posterior drawer test adalah tes yang paling akurat untuk


cedera PCL. Saat lutut fleksi 900, amati bagian posterior pada tibia
yang terkena cedera. Jika tibia ditarik ke belakang atau quadriceps
ditarik ke depan, maka terdapat ketidakstabilan dari
anteriorposterior lutut. Namun tes ini tidak dapat diandalkan untuk
mendeteksi cedera PCL akut karena terdapat swelling yang parah.
Adanya translasi posterior ≥10 mm memerlukan tes cedera
Posterolateral Ligament Complex (PLC). Tenderness dan fraktur
arcuate pada head fibula dapat menunjukkan gejala akut dari
cedera PCL, tetapi diagnosis cedera PCL harus dilakukan
berdasarkan berbagai hasil tes (Lee & Nam, 2011).

Posterolateral drawer test, external rotation recurvatum test


dan pivot shift test dapat digunakan untuk menilai cedera dari
struktur posterolateral. Tes external rotation recurvatum lebih
diindikasikan untuk cedera ACL dibandingkan cedera PCL. Pivot
shift test harus digunakan dengan hati-hati karena dapat
menghasilkan hasil yang positif sekitar 30% pada lutut yang
normal. Sehingga sangat tidak mungkin untuk mendeteksi cedera
PLC dengan satu tes saja. Oleh karena itu, disarankan untuk
melakukan palpasi pada permukaan articular selama melakukan tes
(Lee & Nam, 2011).
c. Pemeriksaan penunjang

Radiografi adalah alat yang dapat digunakan dalam


mendiagnosis cedera PCL. Adanya fraktur, varus malalignment
dan derajat instabilitas dapat dinilai melalui radiografi. Adanya
translasi posterior ≥10 mm dapat menunjukkan kombinasi anatara
cedera posterolateral ligament dengan PCL. Magnetic Resonance
Imaging (MRI) memiliki akurasi 96 hingga 100% untuk
mendeteksi cedera PCL akut. Alat ini dapat menentukan lokasi dan
tingkat keparahan cedera serta kerusakan lain yang terjadi pada
tulang rawan dan ligament. Pada cedera PCL akut, bone bruise
sering terjadi di anterior dari tibia. Sedangkan pada cedera PCL
kronis, hasil pemindaian MRI dapat menjadi normal jika ligament
sembuh secara spontan dan struktur posterolateral juga tidak dapat
terlihat dengan jelas pada MRI (Lee & Nam, 2011).

B. Rekonstruksi PCL

Rekonstruksi PCL adalah pembedahan untuk membangun kembali


ligamentum cruciatum posterior yang robek di lutut. Indikasi dilakukannya
rekonstruksi PCL adalah lesi PCL akut dengan ketidakstabilan yang
signifikan (derajat ≥3), patah tulang avulsi, cedera ligamen gabungan atau
kelemahan PCL bergejala kronis. (Alcalá-Galiano, Andrea, et al. 2014).
Selain itu apabila pada pemeriksaan posterior drawer didapati translasi
lebih dari 10–12 mm, dapat diindikasikan untuk bedah rekonstruksi PCL.
(Pandey et al, 2014).
Adapun kontraindikasinya adalah ada robekan PCL terisolasi
parsial dan lengkap yang akan menyembuhkan dan memulihkan fungsi
parsial., artrosis patellofemoral atau tibiofemoral bergejala lanjut, lutut
bersudut varus dengan artrosis tibiofemoral medial dini; diperlukan
osteotomi sebelum rekonstruksi PCL, dislokasi lutut: evaluasi vaskular,
memelihara LGS, dan kembalinya fungsi otot sebelum rekonstruksi PCL,
hilangnya gerakan lutut, kelemahan paha depan, dan kelainan gaya
berjalan hiperekstensi sehingga membutuhkan rehabilitasi ekstensif dan
gait retraining sebelum rekonstruksi PCL. (Frank R et al, 2010)

Disabilitas yang terjadi setelah bedah rekonstruksi PCL adalah


nyeri, bengkak, loss of motion, kelemahan, joint laxity dan hilangnya
proprioception. (Goo et al., 2013).

C. Fisioterapi Post Rekonstruksi PCL

Fokus utama pada program rehabilitasi post rekonstruksi PCL


adalah untuk mengembalikan fungsi serta meminimalkan disabilitas yang
terkait dengan nyeri, bengkak, loss of motion, weakness, joint laxity dan
hilangnya propioceptor. Loss of motion dapat tercermin oleh ROM
sedangkan weakness dan joint laxity bisa diasosiasikan dengan
strengthening dan bracing. Hilangnya proprioception dapat diasosiasikan
dengan weight bearing dan strengthening (Goo et al., 2013).

a. Range of Motion (ROM)

ROM dari 00 hingga 300 diizinkan dari segera setelah operasi


karena latihan ROM ini melibatkan sedikit kekuatan yang diarahkan ke
posterior. Dari 2 minggu pasca operasi, biasanya ROM meningkat
sebesar 150 setiap minggunya hingga minggu ke-6, dengan kata lain
fleksi 900 dapat dicapai disekitar minggu ke-6. Untuk meningkatkan
ROM, lakukan gerakan pasif exercise dalam posisi prone atau supine
dengan kedua tangan harus memberikan support agar tidak terjadi
tekanan ke posterior (Goo et al., 2013).
b. Weight bearing

Weight bearing memiliki beberapa manfaat diantaranya adalah


mengurangi resiko jatuh, menstimulasi penyembuhan tunnel dan graft,
memproduksi cairan synovial serta dapat dijadikan latihan co-
strengthening dan proprioceptive training (Goo et al., 2013).

c. Strengthening

Latihan otot quadriceps sangat dianjurkan karena otot ini


merupakan otot antagonis dari PCL. Setelah rekonstruksi PCL, latihan
penguatan otot quadriceps harus dibatasi antara 600 dari fleksi dan full
ekstensi lutut. Sedangkan untuk latihan penguatan hamstring dapat
dilakukan dengan co-strengthening (co-contraction) dari quadriceps
dan hamstring, meliputi calf raising, short arc leg press dan mini squat
exercise (Goo et al., 2013).

Adapun PCL rekonstruksi protocol (fase I, II dan III) adalah


sebagai berikut :

a. Fase I (1 hari - 5 minggu pasca operasi)

1) Perawatan luka / edema: pantau tanda-tanda infeksi, hilangkan


efusi

2) Gait: weight bearing dengan kruk dan brace locked di ext

3) Modalitas:

- NMES untuk aktivasi quadriceps yang trace/poor

- Untuk nyeri dan peradangan (es, IFC)

4) ROM (untuk mencegah tibialis kendur dan stress pada PCL)

- Mobilisasi patella

- 0-90 derajat fleksi


- Mengembalikan LGS ekstensi lutut

- Hindari prone hang sekunder untuk menjaga hamstring

- LGS fleksi menggunakan gravitasi untuk bantuan

5) Strengthening

- Multi-angle quad sets

- Open chain aktif ekstensi lutut melawan gravitasi

- Straight leg raise

- AROM hip dan ankle dengan lutut ekstensi 0 derajat

6) Tujuan Rehabilitasi:

- Mengembalikan ekstensi lutut

- Hilangkan efusi

- Mengembalikan kontrol kaki

b. Fase II (minggu ke 5- minggu ke 10 pasca operasi)

1) Gait/Brace :

- WBAT dengan kruk dan brace tidak terkunci

- Brace DC 6-8 minggu dan penyapihan kruk


berdasarkan kontrol quadrisep dan keseimbangan dan
menormalkan gaya berjalan

2) ROM : fleksi 0-120 derajat (hindari hiperfleksi dan prone


hang)

3) Strengthening :

5-7 Minggu
- Wall slides dan squat parsial hingga 60 derajat

- Leg press hingga 60 derajat

- Standing TKE

- Uniplanar balance board/aktivitas berbasis proprioseptif

- Penguatan hip dan core (tambahkan SLR ekstensi hip


dengan toleransi pasien)

- Single leg balance/control

- Step up/down

- Tidak ada hamstring open chain strenghtening


isometrik atau konsentris atau peregangan agresif

8-10 Minggu:

- Sepeda stasioner

- Leg press hingga fleksi 90 derajat

- Continue balance and aktivitas propioseptif

- Preliminary functional testing

- Stair master

4) Tujuan Rehabilitasi:

- Kontrol tumpuan satu kaki

- Normalisasi gait

- Kontrol quadrisep yang baik dan tidak ada rasa sakit


dengan gerakan fungsional
c. Fase III ( >10 minggu pasca operasi)

1) Penguatan (progress sesuai toleransi)

- Penguatan hamstring beban rendah

- Penguatan quadrisep close dan open chain (multi-


bidang)

- Latihan keseimbangan dan proprioseptif non-drills

- Latihan kontrol impact 2 kaki, kemajuan untuk 1 kaki

- Olahraga latihan keseimbangan dan ketangkasan


khusus

- Pliometrik ringan

- Ganda dan progress ke tunggal

- Latihan lari/agility drills sesuai yang diizinkan oleh


dokter

2) Tes Fungsional (15agitta kurang dari 25% untuk non-atlet,


kurang dari 20% untuk atlet)

3) Tujuan Rehabilitasi:

- Kontrol yang baik dan tidak ada rasa sakit dengan


gerakan fungsional

- Kontrol yang baik dan tidak ada rasa sakit dengan


kelincahan dan latihan low impact multi-plane drills

- Mampu mendarat dari bidang 15agittal, frontal dan


transversal plane lead dengan kontrol dan
keseimbangan yang baik.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Cedera PCL sering kali tidak terdiagnosis, padahal ligament ini


memiliki peran yang penting dalam stabilisasi sendi lutut dan menahan
tibia translasi ke posterior. Rekonstruksi PCL merupakan tindakan operatif
dalam menangani cedera PCL dengan grade yang parah. Tindakan ini
dapat menyebabkan nyeri, bengkak, loss of motion, kelemahan, joint
laxity dan hilangnya proprioception setelah operasi. Sehingga diperlukan
adanya program Fisioterapi post rekonstruksi PCL untuk mengembalikan
fungsi serta meminimalkan kemungkinan disabilitas yang dapat terjadi.

B. Saran

Tindakan Fisioterapi post rekonstruksi ini hendaknya harus


diperhatikan guna meminimalkan kemungkinan disabilitas yang dapat
terjadi menyikapi begitu pentingnya peran PCL dalam stabilisasi lutut.
DAFTAR PUSTAKA

Kim, J. G., Lee, Y. S., Yang, B. S., Oh, S. J., & Yang, S. J. (2013).
Rehabilitation after posterior cruciate ligament reconstruction: a review of
the literature and theoretical support. Archives of orthopaedic and trauma
surgery, 133(12), 1687-1695.

Lee, B. K., & Nam, S. W. (2011). Rupture of posterior cruciate


ligament: diagnosis and treatment principles. Knee surgery & related
research, 23(3), 135.

Logterman, S. L., Wydra, F. B., & Frank, R. M. (2018). Posterior


cruciate ligament: anatomy and biomechanics. Current reviews in
musculoskeletal medicine, 11(3), 510-514.

Noyes, F. R., & Barber-Westin, S. D. (2010). Posterior cruciate


ligament: diagnosis, operative techniques, and clinical outcomes. In
Noyes' Knee Disorders: Surgery, Rehabilitation, Clinical Outcomes (pp.
503-576). WB Saunders.

Owesen, C., et.al. (2017). Epidemiology of surgically treated posterior


cruciate ligament injuries in Scandinavia. Knee Surgery, Sports
Traumatology, Arthroscopy, 25(8), 2384-2391.

Pandey, V., Brown, C. H., & Tapaswi, S. (2014) Posterior Cruciate


Ligament Reconstruction.

Van Thiel, Geoffrey S. PCL Reconstruction Protocol. Ortolinois Sport


Medicine.

Anda mungkin juga menyukai