Anda di halaman 1dari 30

MUSCLE ENERGY TECHNIQUE (MET) PADA KASUS LOW BACK PAIN

NON-SPECIFIC

Untuk Memenuhi Tugas Manajemen Issue Fisioterapi

Disusun Oleh : Kelompok 10

Aulia Farhah Fitriyani A 20210109502


Fabio Ravanelli Alfano G 20210109256
Firda Yuliana 20210109417
Hana Kristina 20210109187
Josephine Saesaria C 20210109441

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI

JURUSAN FISIOTERAPI

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

2020/2021
DAFTAR ISI

Halaman

COVER.......................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR................................................................................iii
A. Pendahuluan..........................................................................................1
B.Anatomi Fungsional Vertebra Lumbal dan Sacral.................................2
C. Patofisiologi Nyeri..............................................................................12
D. Nyeri punggung bawah non- specific..................................................13
E. Manfaat Muscle Energy Technique.....................................................15
F. Standar Intervensi Yang Biasa Dilakukan Untuk Kasus LBP.............16
G. Rangkuman.........................................................................................20
H. Kesimpulan.........................................................................................23
SOAL.......................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................25

ii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

iii
A. Pendahuluan

Low back pain (LBP) atau nyeri punggung bawah merupakan sindroma
nyeri yang terjadi pada daerah punggung bagian bawah yang dapat diakibatkan
oleh berbagai jenis sebab seperti kelainan tulang punggung sejak lahir, pengaruh
gaya berat, dan trauma (Wibawa, 2018). Selain itu pola gerakan yang tidak sesuai
saat beraktifitas, kelainan degeneratif (misal osteoartritis), gangguan metabolik
tulang (misal osteoporosis), keganasan dan faktor psikologis serta kelemahan otot
seperti transversus abdominis dan multifidus akan bertanggung jawab terhadap
penurunan stabilitas tulang belakang dan timbulnya LBP (Chandra, 2013, dikutip
oleh Kalangi, 2015). LBP dapat menjadi penyebab utama kecacatan. Nyeri yang
dirasakan menyebabkan pasien mengalami suatu ketidakmampuan (disabilitas)
yaitu keterbatasan fungsional dalam aktivitas sehari-hari dan banyak kehilangan
jam kerja terutama pada umur produktif (Kalangi, 2015). 70-85% orang pernah
mengalami LBP, 39-76% pasien sembuh total dari LBP akut, sebagian yang lain
berlanjut menjadi LBP kronis (Hancock et al, 2012, dikutip oleh Szulc et al,
2015).

Secara garis besar LBP dibagi menjadi 2, yaitu LBP spesifik dan LBP non-
spesifik. Pada LBP spesifik, terdapat mekanisme patofisiologi tertentu yang
bersifat spesisifik atau mekanis yang menyebabkan munculnya gejala nyeri
punggung bawah seperti infeksi tulang belakang, osteoporosis, herniasi nucleus
pulposus, rheumatoid arthritis, serta fraktur, dan tumor tulang. Namun, sekitar
90% kasus LBP adalah LBP non-spesifik, yaitu LBP tanpa sebab yang jelas. Low
back pain non-spesifik adalah nyeri punggung yang paling sering terjadi,
diperkirakan 70- 80% dari seluruh populasi pernah mengalami LBP non-spesifik
pada masa hidupnya. (Santosa, 2011, dikutip oleh Wibawa, 2018). 20% kasus
LBP disebabkan karena masalah pada anatomi, sedangkan 80% idiopathic.
Trauma tertentu atau aktivitas berat dapat menyebabkan rasa sakit, dalam banyak
kasus ditemukan nyeri akan hilang setelah menjalani terapi. (Cleveland, 2015).
Non-spesifik LBP dapat mengakibatkan nyeri, spasme otot, dan imbalance
muscle, sehingga stabilitas otot perut dan punggung bawah mengalami penurunan,

1
mobilitas lumbal terbatas, perubahan postur, dan mengakibatkan disabilitas pada
pasien non-spesifik LBP (Kurniawan, 2019).

Penyebab LBP non-spesifik tidak mengarah pada suatu proses patologi


atau kelainan anatomik seperti strain sprain ligamen, otot, dan lumbago lumbago
(Koes, 2001, dikutip oleh Kurniawan 2019). LBP non-spesifik dapat terjadi
karena beberapa faktor risiko seperti kehamilan, indeks massa tubuh, usia, dan
faktor psikologi. Seorang yang berusia lanjut lebih berisiko mengalami LBP non-
spesifik karena penurunan fungsi tubuh terutama tulang, dimana tulang tidak lagi
elastis seperti ketika muda (Wulandari, 2013, dikutip oleh Resdiani et al, 2015).
aktivitas fisik yang berat seperti mengangkat beban, melempar, menarik,
menurunkan, memindahkan mendorong, dan memutar beban dengan tangan atau
bagian tubuh lainnya disebut manual material handling dan dapat menyebabkan
LBP (Nurwahyudin, 2012, dikutip oleh Resdiani et al, 2015). LBP non-spesifik
merupakan keluhan muskuloskeletal yang sering menyebabkan gangguan pada
aktivitas sehari-hari, terjadinya disabilitas dan menurunkan produktifitas
penderitanya. Untuk mencegah berkembangnya LBP non-spesifik menjadi
disabilitas perlu dilakukan penanganan yang sesuai (Resdiani et al, 2015).

B. Anatomi Fungsional Vertebra Lumbal dan Sacral

1. Tulang vertebra

Punggung manusia merupakan bagian tubuh yang sebagian terletak di


belakang toraks dan sebagian terletak di belakang abdomen. Secara anatomi
terdiri dari 33 tulang vertebra yang tersusun dalam lima bagian yaitu: 7 vertebra
cervical, 12 vertebra thorax, 5 vertebra lumbal, 5 vertebra sacral, 4 vertebra
coccygeal membentuk suatu tiang di belakang tubuh yang disebut kolumna
vertebralis (Moore, 2018).
Vertebra cervical terletak diantara cranium dan vertebra thorax, memiliki
foramen vertebra yang luas dan berbentuk segitiga, ukuran corpus kecil dan
meluas ke arah kanan-kiri daripada ke arah depan-belakang. Vertebra thorax
merupakan perlengkatan tulang rusuk, memiliki foramen vertebra yang kecil dan

2
berbentuk menyerupai lingkaran. Vertebra lumbal terletak diantara vertebra
thorax dan sacral, memiliki corpus vertebra yang masif, foramen vertebra lebih
luas daripada vertebra thorax tetapi lebih kecil daripada vertebra cervical.
Vertebra sacral dibentuk oleh 5 bagian yang bergabung dan terletak diantara
tulang pinggul. Vertebra coccygeal dibentuk oleh penggabungan 4 tulang kecil,
tetapi pada beberapa orang terdapat lebih dari ataupun kurang dari 4, vertebra
sacral tidak ikut berperan dalam menyangga berat badan saat berdiri tetapi
berperan menyangga berat badan saat duduk (Moore, 2018).

Gambar 1
Regio tulang vertebra manusia (Drake, 2018)
1
Keterangan gambar 1:
1. Vertebra cervical
2 2. Vertebra thorax
3. Vertebra lumbal
3 4. Vertebra sacral
5. Vertebra coccygeal
4
5

Processus spinosus dan processus transversus merupakan perlengkatan


untuk otot-otot deep muscle dan berfungsi sebagai pengungkit, memfasilitasi otot
untuk memfiksasi dan mengubah posisi vertebra. Processus articularis superior
dan inferior letaknya saling berhimpitan, membentuk articulatio (facies)
zygapophysialis, struktur anatomi ini memungkinkan adanya gerakan dan tahanan
diantara vertebra yang berdekatan. Processus articularis juga ikut membantu agar
vertebra tetap dalam posisi sejajar dan tidak tergelincir ke anterior pada vertebra
di bawahnya. Processus articularis menanggung berat secara sementara, ketika
berdiri dari posisi fleksi dan secara unilateral ketika vertebra cervical fleksi lateral

3
sampai batasnya, tetapi processus articularis inferior dari L5 (lumbal 5)
menanggung berat bahkan saat dalam posisi tegak (Moore, 2018).

1) Stabilisator vertebra
Salah satu fungsi vertebra adalah sebagai penyangga berat tubuh saat
tubuh bergerak, oleh karena itu maka vertebra diperkuat oleh stabilisator aktif
berupa otot dan stabilisator pasif berupa ligamen. Berikut ini merupakan
stabilisator aktif dan stabilisator pasif pada punggung manusia.
a. Stabilisator aktif pada vertebra
Stabilisator aktif pada vertebra adalah otot, Berdasarkan asal
embriologinya dan tipe inervasi, otot pada punggung manusia dapat
diklasifikasikan menjadi otot ekstrinsik dan otot intrinsik.

1
4
2

3
5

Gambar 2
Otot ekstrinsik bagian superficial (Drake, 2018)
Keterangan gambar 2:
Otot levator scapula
Otot rhomboid minor
Otot rhomboid mayor
Otot trapezius
Otot latissimus dorsi

a) Otot ekstrinsik

4
Otot ekstrinsik dibagi menjadi dua yaitu bagian superficial
dan bagian intermediate, bagian superficial otot ekstrinsik terhubung
dengan gerakan pada anggota gerak. Otot ekstrinsik bagian
superficial terdiri dari otot trapezius, latissimus dorsi, levator
scapula, rhomboid minor, rhomboid mayor.
Otot ekstrinsik bagian intermediate terhubung dengan
dinding toraks. Bagian intermediate otot ekstrinsik punggung terdiri
dari serratus posterior superior dan serratus posterior inferior.
Serratus posterior superior terletak lebih dalam daripada otot
rhomboideus. Serratus posterior inferior terletak lebih dalam
daripada otot latissimus dorsi. Kedua otot ekstrensik bagian
intermediate ke medial melekat dengan kolumna vertebralis dan ke
lateral melekat dengan tulang rusuk.

Gambar 3.
Otot ekstrinsik bagian intermediate (Drake, 2018)
Keterangan gambar 3:
Otot serratus posterior superior
Otot serratus posterior inferior

5
b) Otot intrinsik
Otot bagian intrinsik punggung melekat dari tulang pelvis sampai tulang
tengkorak, Otot intrinsik terdiri dari suboccipital, splenius, longissimus,
iliocostalis, spinalis. Pada otot intrinsik punggung, terdapat kumpulan otot yang
disebut erector spine yang terdiri dari otot longissimus, iliocostalis, spinalis. Otot
erector spine terletak di regio thorax dan lumbal yang membentang ke
posterolateral pada kolumna vertebralis , ke arah medial pada processus spinosus,
dan ke arah lateral pada tulang rusuk.

1 2

3
4
5

Gambar 4
Otot intrinsik (Drake, 2018)
Keterangan gambar 4
Otot suboccipital
Otot splenius
Otot longissimus
Otot iliocostalis
Otot spinalis

b. Stabilisator pasif pada vertebra

6
Tulang vertebra manusia juga diperkuat oleh stabilisator pasif yaitu
ligamen, yang melewati corpus vertebra dan interkoneksi komponen dari arcus
vertebra. Ligamen pada punggung manusia dapat dibagi menjadi 4 bagian yaitu
ligamen longitudinal anterior dan posterior, ligamen flavum, ligamen
supraspinosus, ligamen nuchae, ligamen interspinosus.

Ligamen longitudinal anterior dan posterior terletak memanjang di


depan dan belakang corpus vertebra. Ligamen longitudinal anterior melekat pada
corpus vertebra dan diskus intervertebralis, memanjang mulai dari dasar
tengkorak sampai permukaan anterior sacral. Ligamen longitudinal posterior
terletak di bagian posterior corpus vertebra dan bagian depan kanal vertebra ,

Gambar 5
(1) Ligamen longitudinal posterior, (2) Ligamen longitudinal anterior (Drake,
2018)

melekat pada setiap corpus vertebra dan diskus intervertebralis (Drake, 2018).
Ligamen flavum terletak pada setiap lamina, berukuran tipis dan terdiri
dari jaringan elastis yang membentuk bagian posterior dari kanal vertebra.
Ligamen flavum memanjang pada bagian posterior lamina ke bagian anterior
lamina yang berada di atasnya, berperan dalam menhambat lamina ke arah fleksi
dan membantu lamina ke arah ekstensi pada posisi anatomi (Drake, 2018).

2
1
Gambar 7
(1) Ligamen nuchae, (2) ligamen supraspinosus (Drake, 2018)

Gambar 6
Ligamen supraspinosus dan ligamen nuchae membentang pada setiap
ujung processus(1)spinosus.
Ligamen Ligamen
flavum (Drake, 2018) membentang dari cervical 7
supraspinous
(C7) sampai Sacral, sedangkan ligamen nuchae membentang dari dasar tengkorak
sampai C7 dan berbentuk menyerupai segitiga yang pada bagian dasar melekat
pada tengkorak, bagian apex melekat pada processus spinosus C7, bagian dalam
melekat pada posterior tuberkulum vertebra C1 dari processus spinosus pada
setiap vertebera cervical (Drake, 2018).
Ligamen interspinosus membentang diantara processus spinosus yang

Gambar 8
(1) Ligamen interspinosus (Drake, 2018)
berdekatan pada setiap tulang vertebra dan melekat pada puncak processus
spinosus. Ligamen interspinosus ke arah posterior berpadu dengan ligamen
supraspinosus, ke arah anterior berpadu dengan ligamen flavum (Drake,2018).
2) Spinal cord
Tulang vertebra yang berdekatan membentuk vertebra canal yang
didalamnya terdapat spinal cord. Bagian depan vertebra canal dibentuk oleh
corpus vertebra, diskus intervertebralis, dan ligamen-ligamen. Bagian lateral dan
atap dari vertebra canal dibentuk oleh arcus vertebra dan ligamen-ligamen.
Dalam vertebra canal terdapat spinal cord yang dikelilingi oleh 3
membran yang disebut meninges. Tiga meninges tersebut yaitu (1) pia mater,
yang merupakan meninges paling dalam, (2) arachnoid mater, yang merupakan

8
meninges kedua, (3) dura mater, yang merupakan meninges terluar dan yang
paling tebal.
Pada spinal cord terdapat sepasang saraf spinal yang berjumlah 31
pasang yang muncul pada pediculus tulang vertebra yang berdekatan. Saraf spinal
pada bagian cervical terdapat 8 pasang, bagian thorax terdapat 12 pasang, bagian
lumbal terdapat 5 pasang, bagian sacral terdapat 5 pasang, bagian coccygeal
terdapat 1 pasang. Setiap saraf spinal terbagi menjadi posterior ramus dan
anterior ramus. Posterior ramus berukuran kecil dan menginervasi punggung
manusia sedangkan anterior ramus berukuran besar dan menginervasi bagian
tubuh manusia (Drake, 2018).

9
3) Tulang vertebra lumbal
Vertebra lumbal berada di punggung bawah, di antara thorax dan sacral.
Vertebra lumbal terdiri dari 5 tulang vertebra yaitu L1-L5, dengan ukuran yang
semakin ke kaudal semakin bertambah dikarenakan berat yang disokong semakin
bertambah. Lumbal 1 akan membentuk persendian dengan thorax 12 sedangkan
lumbal 5 akan membentuk persendian dengan tulang sacral 1 (Moore, 2018).

Karakteristik vertebra lumbal yaitu memiliki corpus yang masif dan


berbentuk menyerupai ginjal jika dilihat dari atas, foramennya berbentuk segitiga
lebih besar daripada foramen thorax tetapi lebih kecil daripada foramen cervical,
processus spinosusnya pendek dan tebal, processus panjang, ramping dan
memiliki processus acessorius di posterior dari setiap basisnya, processus
artikularis memiliki superior facets yang mengarah ke medial posterior, inferior
facets mengarah ke antero lateral dan terdapat processus mamillare di posterior
dari setiap superior processus articularis (Moore, 2018).
4) Tulang vertebra sacral
Vertebra sacral pada manusia dewasa dibentuk oleh 5 bagian yang
bergabung dan terletak diantara tulang pinggul. Sacral berbentuk segitiga,
disebabkan karena penyusutan ukuran masa inferior lateral sacral selama
perkembangan. Bagian setengah inferior sacral bukanlah weight bearing, oleh
karena itu jumlahnya berkurang secara signifikan. Proporsi sacral pada wanita
lebih besar tetapi lebih pendek daripada pria (Moore, 2018).
Basis dari sacral menghadap kranial dan dibentuk oleh permukaan
superior dari S1 sedangkan apex menghadap ke kaudal dan memiliki bentuk oval
untuk menyambung dengan coccygeal. Facies pelvina merupakan permukaan
sacral yang menghadap ke pelvis dan berbentuk konkaf atau cekung. Empat garis
melintang pada permukaan ini mengidikasikan telah terjadi penggabungan antar
ruas vertebra sacral. Selama masa anak-anak vertebra sacral dihubungkan oleh
tulang rawan hialin dan dipisahkan oleh discus intervertebralis. Penggabungan
dari sacral terjadi setelah umur 20 tahun, tetapi sebagian besar diskus

10
intervertebralis tidak teridentifikasi ketika atau melebihi pertengahan umur
(Moore, 2018).
Facies dorsalis, permukaannya bersifat kasar dan berbentuk konvek atau
cembung dan ditandai dengan lima bagian yang menonjol. Tonjolan bagian
sentral disebut median sacral crest menunjukkan bahwa terjadi penggabungan
processus spinosus yang belum sempurna dari tiga superior atau empat vertebra
sacral; S5 tidak memiliki processus spinosus. Intermediate sacral crest
menunjukkan telah terjadi penggabungan processus artikularis. Lateral sacral
crest merupakan ujung dari processus transversus yang menyatu (Moore, 2018).
Facies lateralis, bagian superiornya berbentuk seperti daun telinga
(auricle), maka bagian ini disebut facies auricularis. Facies auricularis dibalut
oleh tulang rawan hialin. Pada facies auricularis bergabung dengan tulang ilium
membentuk sendi sacro-iliac (Moore, 2018).
5) Diskus intervertebralis dan gerakan pada punggung
Setiap tulang vertebra yang berdekatan saling terhubung membentuk 2
sendi yaitu sendi simfisis dan sendi sinovial. Sendi simfisis dibentuk oleh corpus
vertebra dan diskus intervertebralis, mengandung anulus fibrosus yang berperan
dalam membatasi rotasi antara tulang vertebra dan nucleus pulposus yang
berperan sebagai penyerap tekanan vertikal pada tulang vertebra. Sendi sinovial
dibentuk oleh hubungan antara bagian superior dan inferior processus artikularis
pada tulang vertebra yang berdekatan.
Gerakan pada punggung merupakan hasil dari gerakan antara tulang
vertebra yang satu dengan yang lain. Punggung dapat bergerak fleksi, ekstensi,
rotasi dan sirkumduksi. Setiap gerakan pada vertebra ditentukan oleh bentuk dan
orientasi dari permukaan processus artikularis dan corpus vertebra (Drake, 2018).

11
C. Patofisiologi Nyeri
Setiap manusia pernah merasakan nyeri, tetapi nyeri yang dirasakan oleh
individu yang satu akan berbeda dengan individu yang lain, hal itu membuktikan
bahwa nyeri merupakan pengalaman sensoris yang bersifat subjektif. Definisi
nyeri dari International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri adalah
sensori yang tidak diinginkan pengalaman emosional diasosiasikan dengan aktual
atau potensial kerusakan jaringan atau dijelaskan dalam hal kerusakan tersebut
(Bahrudin,2017).
Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu nosisepsi,
sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik,
reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi. Antara stimulus cedera jaringan
dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri : tranduksi,
transmisi, modulasi, dan persepsi (Bahrudin,2017).
Berdasarkan asalnya, nyeri dibedakan menjadi nyeri nosiseptif dan nyeri
neuropatik. Berdasarkan durasinya, nyeri dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri
kronis. Nyeri nosiseptif disebabkan oleh aktivasi nosiseptor Aδ dan nosiseptor-C
di dalam merespon stimulasi nyeri (noxius). Nyeri nosiseptif yang berasal dari
organ viseral (contoh: lambung, usus, hati) disebut nyeri viseral, sedangkan yang
berasal dari jaringan (contoh: kulit, otot, kapsul sendi, tulang) disebut nyeri
somatis. Peningkatan nyeri hasil klinis, cacat fungsional, rentang gerak lumbal
dari empat kelompok pasca intervensi (Akodu, 2017)
Mekanisme nyeri nosiseptif terdiri dari empat proses yaitu (1)
transduction: perubahan energi dari stimulus noxius thermal, mechanical, kimia
menjadi energi listrik (impuls saraf) oleh reseptor sensoris yang disebut
nosiseptor. (2) transmission: perpindahan impuls saraf perifer ke spinal cord dan
otak. (3) perception: kesadaran terhadap nyeri. (4) modulation: inhibisi nyeri,
fasilitasi nyeri. Nyeri neuropatik disebabkan oleh pemrosesan sinyal yang
menyimpang pada sistem saraf perifer (saraf perifer, plexus, dorsal root ganglion,
akar saraf) ataupun pada sistem saraf pusat (otak, medula spinalis)

12
Berdasarkan waktu terjadinya,, nyeri dapat diklasifikasikan menjadi nyeri
akut dan nyeri kronis. Nyeri akut dapat berupa nyeri nosiseptif ataupun neuropati,
nyeri akut memberikan peringatan kepada tubuh bahwa telah terjadi suatu potensi
kerusakan jaringan. Nyeri kronis adalah nyeri yang berlangsung lebih dari 3 atau
6 bulan, nyeri kronis dapat berupa nyeri nosisetif ataupun nyeri neuropati
(Bahrudin,2017).

D. Nyeri punggung bawah non- specific


1. Definisi

Nyeri punggung bawah non-spesifik didefinisikan sebagai nyeri punggung


bawah yang tidak disebabkan oleh patologi spesifik yang diketahui dan dikenali
(misalnya, infeksi, tumor, osteoporosis, fraktur lumbal tulang belakang,
deformitas struktural, gangguan inflamasi, sindrom radikuler, atau sindrom cauda
equina).

Nyeri punggung bawah non-spesifik menyumbang lebih dari 90% pasien yang
datang ke perawatan primer dan ini adalah sebagian besar individu dengan nyeri
punggung bawah yang hadir untuk fisioterapi. Nyeri punggung bawah yang tidak
spesifik dapat disebabkan oleh: Cedera traumatis Keseleo atau ketegangan lumbal
Ketegangan postural Nyeri punggung bawah yang tidak spesifik memengaruhi
orang-orang dari segala usia dan merupakan kontributor utama beban penyakit di
seluruh dunia. Bukti untuk penggunaan sub-pengelompokan dalam diagnosis,
klasifikasi, atau pengelolaan nyeri punggung bawah nonspesifik terbatas

2. Faktor risiko

Faktor risiko tanda bahaya adalah: usia saat onset < 20 Atau > 55. Trauma
yang signifikan, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan dan perubahan
neurologis yang meluas. Kegemukan / obesitas adalah prediktor yang kuat dan
sering terlihat pada nyeri punggung bawah yang tidak spesifik. Kegemukan dan
obesitas memiliki hubungan terkuat dengan mencari perawatan untuk nyeri
punggung bawah dan nyeri punggung bawah kronis. Studi menunjukkan bahwa

13
faktor psikososial pada tahap subakut adalah karakteristik / prediktor dalam
pengembangan nyeri punggung bawah non-spesifik kronis. Studi menunjukkan
bahwa peningkatan mobilitas tulang belakang lumbal adalah karakteristik /
presentasi klinis umum pada nyeri punggung bawah non-spesifik dan merupakan
faktor risiko bukti tinggi untuk nyeri punggung bawah non-spesifik.

3. Etiologi

Nyeri punggung bawah nonspesifik menyiratkan tidak ada penyebab


patoanatomis yang diketahui tidak seperti penyebab nyeri punggung bawah yang
spesisifik disebabkan oleh patologis yang jelas seperti infeksi, tumor,
osteoporosis, fraktur lumbal tulang belakang, deformitas struktural, gangguan
inflamasi, sindrom radikuler, atau sindrom cauda equina.

4. Diagnosis banding

Nyeri punggung bawah merupakan gejala yang menyertai beberapa penyakit.


Diagnosis nyeri punggung bawah nonspesifik menyiratkan tidak ada penyebab
patoanatomis yang diketahui lalu diperlukannya sebuah triase. Triase bertujuan
untuk menyingkirkan kasus-kasus di mana nyeri muncul dari masalah di luar
tulang belakang lumbal (misalnya, bocornya aneurisma aorta); gangguan spesifik
yang mempengaruhi tulang belakang lumbal (misalnya, abses epidural, fraktur
kompresi, spondyloarthropathy, keganasan, sindrom cauda equina); atau nyeri
radikuler, radikulopati, atau stenosis kanal tulang belakang. Kasus yang tersisa
adalah nyeri punggung bawah yang tidak spesifik. Beberapa struktur lumbal
merupakan sumber nyeri yang masuk akal (misalnya, diskus intervertebralis,
sendi facet), tetapi uji klinis tidak dapat diandalkan untuk menghubungkan nyeri
pada struktur tersebut.

Dalam sebuah penelitian terhadap 1.172 pasien berturut-turut dengan akut


rendah sakit punggung menghadiri perawatan primer Australia (keluarga dokter,
fisioterapis, atau kiropraktor), paling banyak (76%) melaporkan mengalami
episode sebelumnya. Sebagian besar pasien mengalaminya intensitas nyeri sedang
hingga sangat parah (80%) yang disebabkan gangguan sedang hingga ekstrim

14
dengan fungsi sehari-hari (76%). Pasien melaporkan masalah yang bisa diatasi
dengan rasa sakit mereka dan khawatir tentang risikonya kegigihan. Sepertiga
(36%) sudah minum obat untuk gangguan tersebut. Meski kebanyakan pasien
sudah bekerja sebelum episode (76%), klaim kompensasi jarang (14%).

Nyeri punggung bawah akut dapat dipicu oleh faktor fisik (misalnya,
mengangkat dengan posisi tidak ergonomis) atau faktor psikososial (misalnya,
menjadi lelah atau lelah), atau kombinasi keduanya (misalnya, terganggu saat
mengangkat) . Namun, sekitar sepertiga dari pasien dengan fase akut tidak dapat
mengingat pemicu fase baru kemungkinan besar akan dimulai di awal pagi. Cuaca
tidak mempengaruhi sakit pinggang, tidak memperburuk kondisi. Temuan dari AS
Pada semua usia, individu wanita lebih sering berkonsultasi daripada pria
individu. Orang tua memiliki cacat fisik yang lebih besar sebagai konsekuensi dari
nyeri punggung bawah mereka orang yang lebih muda

E. Manfaat Muscle Energy Technique

Pemberian Muscle Energy Technique (MET) memiliki efek dalam


menurunkan nyeri didasarkan pada neurofisiologi yang menyatakan bahwa post
isometric relaksasi (PIR) mengacu pada penurunan tonus otot agonis setelah
kontraksi isometrik. Ini terjadi karena reseptor peregangan yang disebut tendon
Golgi dari otot agonis. Reseptor ini bereaksi terhadap peregangan otot yang
berlebihan dengan menghambat kontraksi otot lebih lanjut. Kontraksi otot yang
kuat melawan kekuatan yang sama memicu organ tendon Golgi. Impuls saraf
aferen dari tendon Golgi memasuki akar dorsal sumsum tulang belakang dan
bertemu dengan neuron motorik penghambat Peningkatan ketegangan otot yang
terkena serta nyeri dan disfungsi yang diakibatkan keduanya diredakan dengan
memulihkan panjang otot yang meregang sepenuhnya.

Gerakan lumbal yang menurun, serta peningkatan nyeri dan kecacatan


merupakan gangguan utama pada pasien dengan LBP kronis termasuk yang
berasal dari sendi facet. Mekanisme yang mungkin adalah kekuatan pada aspek
artikular yang dapat meregangkan kapsul sendi dan saraf kapsuler sinu-vertebral

15
akan teriritasi dan berdampak pada otot. Peradangan sendi, degenerasi dan trauma
kemudian dikaitkan dengan nyeri selama gerakan, dan menyebabkan gerakan dan
keterbatasan fungsional.

F. Standar Intervensi Yang Biasa Dilakukan Untuk Kasus LBP


Intervensi yang diberikan untuk penanganan kasus LBP yang sering
dipergunakan oleh fisioterapis pada umumnya adalah :
1. Short wave diathermy
Short-wave diathermy (SWD) adalah terapi paling umum yang
paling banyak digunakan untuk penanganan nyeri punggung bawah
namun efektivitas SWD tidak lebih baik dari placebo pengobatan.
SWD memiliki pemanfaatan terapeutik yang tertinggi frekuensi nya
saat ini. Sebagian besar mesin diathermy yang dapat diakses secara
komersial bekerja pada frekuensi 27,33mhz pada panjang gelombang
dari 11 meter. Pemberian SWD akan menimbulkan rasa hangat yang
bertujuan untuk mencapai pada otot otot superficial, file aplikator
induktif lebih disarankan daripada kondensor aplikator, dosimetri di
swd terasa hangat lebut yang menyenangkan dilihat oleh pasien. Untuk
pengobatan LBP non-eksplisit, SWD terhubung ke daerah punggung
bawah selama 15-30 menit. Short wave Diathermy (SWD) efektif
untuk perbaikan pasien dengan kondisi LBP kronis yang disebabkan
oleh spondylosis lumbal, dimana SWD menjadi intervensi inti dan
diterapkan secara terus menerus(Pain and Spondylosis, 2019).
2. Mc Kenzie
Metode Mc Kenzie Exercise populer dikalangan ahli Fisioterapi
sebagai pendekatan Manajemen untuk nyeri tulang belakang . Mc
Kenzie Exercise merupakan serangkaian bentuk latihan yang
didasarkan pada sebuah hubungan sebab akibat antara posisi pasien
yang biasanya diasumsikan dalam posisi duduk, berdiri, atau bergerak,
dengan lokasi nyeri yang ditimbulkan oleh posisi tersebut . Mc Kenzie
exercise dengan extension principle, yaitu gerakan badan ke arah

16
ekstensi sehingga mengembalikan posisi mobile segmen ke posisi
normal sehingga dapat meningkatkan gerak pada segmen tersebut dan
mengurangi keterbatasan ROM serta mengurangi spasme otot melalui
efek rileksasi.
Pemberian Mc Kenzie Exercise sangat berpengaruh ketika semakin
sering dilakukan dengan dosis yang sesuai. Latihan yang dilakukan
berulang kali khususnya bertujuan untuk mengurangi nyeri akibat
spasme otot yang menciptakan gerakan optimal untuk menimbulkan
efek penguluran pada struktur jaringan yang mengalami pemendekan.
Pada beberapa penelitian mengatakan bahwa Mc Kenzie Exercise yang
diberikan dalam jangka waktu semakin lama maka efek semakin dapat
mengurangi rasa nyeri akibat spasme otot yang dialami pasien melalui
efek peregangan dan penguatan.
3. William flexion exercise
William Flexion Exercise adalah sebuah program latihan dengan
tujuan untuk mengurangi tekanan oleh beban tubuh pada sendi facet
dan meregangkan otot dan fascia di daerah dorsolumbal, serta
bermanfaat mengkoreksi postur tubuh yang salah. Latihan ini juga
dapat meningkatkan stabilitas lumbal karena secara aktif melatih otot-
otot abdominal, gluteus maksimus dan hamstring. Disamping itu WFE
juga dapat meningkatkan tekanan abdominal yang mendorong
kolumna vertebralis ke arah belakang, dengan demikian akan
membantu mengurangi hiperlordosis lumbal dan mengurangi tekanan
pada diskus intervertebralis (Pramita, 2014).
4. Muscle Energy Technique (MET)
Teknik Energi Otot (MET) telah disarankan untuk pasien dengan
LBP terutama yang dengan disfungsi sendi facet. Namun, laporan
efektivitas MET sebagian besar didasarkan pada subjek tanpa gejala ,
atau kasus dengan gambaran klinis yang heterogen. Dari perspektif
fisiologis, MET bertujuan dalam mengobati pasien LBP kronis yang
berasal dari sendi facet untuk memulihkan gerakan dan menghilangkan

17
kejang otot. Prosedur MET berfokus pada identifikasi restriksi dan
mobilisasi sendi dan jaringan melalui efort otot lokal. Mekanisme
pengobatan yang diusulkan melibatkan respon neurologis dan
biomekanik, termasuk hipoalgesia, propriosepsi, kontrol motorik, dan
perubahan cairan jaringan. Mekanisme pengurangan rasa sakit
melibatkan modulasi sentral dan perifer seperti aktivasi
mekanoreseptor otot dan sendi dan jalur yang dimediasi saraf pusat.
Mobilisasi lokal menggunakan MET mungkin juga menghambat
aktivitas neuron motorik yang secara efektif melemaskan segmen
gerak serta menormalkan koordinasi proprioseptif dan motorik dari
wilayah yang terlibat. Latihan stabilisasi tulang belakang lumbal
adalah intervensi yang umum digunakan di klinik terapi fisik untuk
merawat pasien LBP. Fokus utama terapi ini juga untuk meningkatkan
kontrol neuromuskuler tulang belakang lumbal oleh otot-otot vertebra.
Mekanisme fisiologis yang mendasari efek terapeutik MET
mungkin melibatkan berbagai mekanisme neurologis dan biomekanik
termasuk hipoalgesia, perubahan propiosepsi, peningkatan toleransi
regangan, pemograman dan control motoric, dan perubahan cairan
jaringan. MET itu sendiri bentuk terapi manual yang menggunakan
energi otot sendiri dalam bentuk kontraksi isometrik untuk
merilekskan otot melalui penghambatan autogenik atau resiprokal, dan
memperpanjang otot. Dibandingkan dengan peregangan statis yang
merupakan teknik pasif di mana terapis melakukan semua pekerjaan,
MET adalah teknik aktif di mana pasien juga merupakan peserta aktif.
MET didasarkan pada konsep Autogenic Inhibition dan Reciprocal
Inhibition. Jika kontraksi otot sub-maksimal diikuti dengan
peregangan otot yang sama, itu dikenal sebagai MET Hambatan
Autogenik, dan jika kontraksi submaksimal otot diikuti dengan
peregangan otot yang berlawanan dari ini dikenal sebagai MET
Penghambatan Timbal Balik (Fahmy et al., 2019)

18
Aplikasi MET dengan tehnik PIR dapat menurunkan nyeri. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sharma dan Sen (2014),
yang berjudul “Effects of Muscle Energy Technique on Pain and
Disability in Subjects with SI Joint Dysfunction” yang menyatakan
MET berpengaruh terhadap nyeri pada low back pain (LBP) kronis
akibat adanya disfungsi sendi sakroiliaka. Penurunan nyeri setelah
aplikasi MET dengan menggunakan tehnik PIR berkaitan dengan
terjadinya penurunan tonus otot setelah otot agonis berkontraksi
secara isometrik. Hal ini terjadi karena adanya reseptor peregangan
yaitu GTO yang terletak pada tendon otot agonis (Chaitow, 2001
dalam Sharma dan Sen, 2014). Adanya kontraksi otot akan
merangsang GTO, impuls yang dikeluarkan oleh GTO akan bertemu
dengan inhibitory motor neuron pada spinal cord. Hal ini dapat
menghentikan impuls motor neuron efferent, sehingga dapat
mencegah kontraksi yang lebih lanjut dan terjadila rileksasi (Sonal,
2016). Selain itu, penurunan nyeri setelah aplikasi MET dengan
menggunakan tehnik PIR berkaitan dengan mekanisme perifer dan
sentral seperti teraktivasinya mekanoreseptor pada otot dan sendi yang
akan mempengaruhi daerah sentral seperti periaqueductal grey (PAG)
pada midbrain atau non-opioid serotonergic dan noradrenergic yang
menginhibisi jalur efferent (Fryer, 2011).
Berdasarkan muscle pump teory, adanya kontraksi otot akan
membantu meningkatkan perfusi di dalam jaringan otot (Hamann et
al., 2003). Ketika otot berkontraksi, vena di dalam otot tersebut akan
mengalami kompresi dan akan mendorong darah menuju ke jantung.
Pada saat releksasi, tekanan serabut otot pada dinding vena akan
menurun yang akan membuka lumen vena dan akan membuat tekanan
menjadi rendah. Hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan
gradien pada arteriovena yang akan mengakibatkan peningkatan aliran
darah ke otot tersebut (Valic et al., 2005). Hal tersebut akan

19
menyebabkan berkurangnya konsentrasi cytokine dan mengurangi
sensitisasi nosiseptor perifer (Fryer, 2011).

E. Rangkuman
Sendi facet telah diimplikasikan sebagai penyebab sakit kronis di punggung
bawah karena kemungkinan mekanisme patoanatomis. Prevalensi nyeri sendi
facet diperkirakan setinggi 75% di antara orang yang melaporkan nyeri punggung
bawah (LBP). Di sebuah survei berbasis komunitas, prevalensi lumbar
osteoartritis facet dilaporkan meningkat seiring bertambahnya usia yaitu 89,2%
pada orang yang berusia lebih dari 60 tahun, meskipun hubungan antara LBP dan
osteoartritis yang diidentifikasi oleh computed tomography tidak semu.
Karakteristik diasumsikan akut nyeri sendi facet meliputi lokal, unilateral,
menurun gerakan dalam ekstensi dan rotasi, sesekali nyeri meluas ke paha, tidak
ada tanda neurologis, dan kejengkelan nyeri pada fleksi, duduk, batuk atau bersin,
dan tidak ada postur antalgik.
Secara klinis indikator LBP dengan asal sendi facet telah konsensus oleh
panel ahli dan disarankan untuk membuat pasien lebih homogen dan sesuai untuk
menyelidiki efek tertentu intervensi. Gerakan lumbal menurun, serta peningkatan
rasa sakit dan kecacatan adalah gangguan utama pada pasien dengan LBP kronis
termasuk yang dengan asal sendi facet. Mekanisme yang mungkin adalah
kekuatan pada aspek artikular yang bisa meregang kapsul sendi dan kapsul sinu-
vertebralis saraf mungkin teriritasi dan memicu otot menjaga. Peradangan sendi,
degenerasi dan trauma kemudian dikaitkan dengan nyeri selama gerakan, dan
mengarah pada gerakan dan fungsional keterbatasan.
Gerakan pada punggung merupakan hasil dari gerakan antara tulang vertebra
yang satu dengan yang lain. Punggung dapat bergerak fleksi, ekstensi, rotasi dan
sirkumduksi. Setiap gerakan pada vertebra ditentukan oleh bentuk dan orientasi
dari permukaan processus artikularis dan corpus vertebra (Drake, 2018)
Faktor risiko tanda bahaya adalah: usia saat onset < 20 Atau > 55. Trauma
yang signifikan, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan dan perubahan
neurologis yang meluas. Kegemukan / obesitas adalah prediktor yang kuat dan

20
sering terlihat pada nyeri punggung bawah yang tidak spesifik. Kegemukan dan
obesitas memiliki hubungan terkuat dengan mencari perawatan untuk nyeri
punggung bawah dan nyeri punggung bawah kronis. Studi menunjukkan bahwa
faktor psikososial pada tahap subakut adalah karakteristik / prediktor dalam
pengembangan nyeri punggung bawah non-spesifik kronis. Studi menunjukkan
bahwa peningkatan mobilitas tulang belakang lumbal adalah karakteristik /
presentasi klinis umum pada nyeri punggung bawah non-spesifik dan merupakan
faktor risiko bukti tinggi untuk nyeri punggung bawah non-spesifik.
Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu nosisepsi,
sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik,
reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi. Antara stimulus cedera jaringan
dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri : tranduksi,
transmisi, modulasi, dan persepsi (Bahrudin,2017).
Berdasarkan asalnya, nyeri dibedakan menjadi nyeri nosiseptif dan nyeri
neuropatik. Berdasarkan durasinya, nyeri dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri
kronis. Nyeri nosiseptif disebabkan oleh aktivasi nosiseptor Aδ dan nosiseptor-C
di dalam merespon stimulasi nyeri (noxius). Nyeri nosiseptif yang berasal dari
organ viseral (contoh: lambung, usus, hati) disebut nyeri viseral, sedangkan yang
berasal dari jaringan (contoh: kulit, otot, kapsul sendi, tulang) disebut nyeri
somatis. Peningkatan nyeri hasil klinis, cacat fungsional, rentang gerak lumbal
dari empat kelompok pasca intervensi (Akodu, 2017).
Berdasarkan waktu terjadinya, nyeri dapat diklasifikasikan menjadi nyeri akut
dan nyeri kronis. Nyeri punggung bawah non-spesifik didefinisikan sebagai nyeri
punggung bawah yang tidak disebabkan oleh patologi spesifik yang diketahui dan
dikenali (misalnya, infeksi, tumor, osteoporosis, fraktur lumbal tulang belakang,
deformitas struktural, gangguan inflamasi, sindrom radikuler, atau sindrom cauda
equina). Setiap manusia pernah merasakan nyeri, tetapi nyeri yang dirasakan oleh
individu yang satu akan berbeda dengan individu yang lain, hal itu membuktikan
bahwa nyeri merupakan pengalaman sensoris yang bersifat subjektif. Definisi
nyeri dari International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri adalah
sensori yang tidak diinginkan pengalaman emosional diasosiasikan dengan aktual

21
atau potensial kerusakan jaringan atau dijelaskan dalam hal kerusakan tersebut
(Bahrudin,2017).
Pada umumnya, fisioterapis akan memberikan intervensi seperti :
1. Short-wave diathermy (SWD) merupakan terapi paling umum yang
paling banyak digunakan untuk penanganan nyeri punggung bawah
namun efektivitas SWD tidak lebih baik dari placebo pengobatan.
2. Mc Kenzie exercise dengan extension principle, yaitu gerakan badan ke
arah ekstensi sehingga mengembalikan posisi mobile segmen ke posisi
normal sehingga dapat meningkatkan gerak pada segmen tersebut dan
mengurangi keterbatasan ROM serta mengurangi spasme otot melalui
efek rileksasi.
3. William Flexion Exercise adalah sebuah program latihan dengan tujuan
untuk mengurangi tekanan oleh beban tubuh pada sendi facet dan
meregangkan otot dan fascia di daerah dorsolumbal, serta bermanfaat
mengkoreksi postur tubuh yang salah.
4. MET meruapakan salah satu metodelogi manupulasi osteopati. Teknik
yang dilakukan dapat berupa relaksasi pasca-isometrik, karena teknik ini
mengurangi tonus otot atau kumpulan otot setelah beberapa saat setelah
kontraksi isometric. Hasil dari relaksasi post isometris akan dipengaruhi
oleh masukan represif dari golgi connective network organ (GTO).
Mekanisme fisiologis yang mendasari efek terapeutik MET mungkin
melibatkan berbagai mekanisme neurologis dan biomekanik termasuk
hipoalgesia, perubahan propiosepsi, peningkatan toleransi regangan,
pemograman dan control motoric, dan perubahan cairan jaringan. MET
itu sendiri bentuk terapi manual yang menggunakan energi otot sendiri
dalam bentuk kontraksi isometrik untuk merilekskan otot melalui
penghambatan autogenik atau resiprokal, dan memperpanjang otot.

22
F. Kesimpulan
Muscle Energy Techniques (teknik relaksasi pasca isometrik) secara umum
telah terbukti meningkatkan range of motion, termasuk sendi tulang belakang.
Muscle Energy Techniques (MET) telah terbukti efektif dalam meningkatkan
rentang gerak di tulang belakang leher dan tulang belakang lumbal. MET telah
terbukti meningkatkan ekstensibilitas otot lebih efektif daripada peregangan pasif
dan statis baik dalam jangka pendek maupun panjang. Selain itu, ada dukungan
untuk efek hipoalgesik MET, misalnya, dalam kaitannya dengan nyeri tulang
belakang (Ahmed, 2020).
Penurunan nyeri akibat teknik energi otot dapat didasarkan pada
neurofisiologi seperti yang dijelaskan menyatakan bahwa post isometric relaksasi
(PIR) mengacu pada penurunan tonus otot agonis selanjutnya setelah kontraksi
isometrik. Ini terjadi karena reseptor peregangan yang disebut tendon Golgi dari
otot agonis. Reseptor ini bereaksi terhadap peregangan otot yang berlebihan
dengan menghambat kontraksi otot lebih lanjut. Kontraksi otot yang kuat
melawan kekuatan yang sama memicu organ tendon Golgi. Impuls saraf aferen
dari tendon Golgi memasuki akar dorsal sumsum tulang belakang dan bertemu
dengan neuron motorik penghambat. Peningkatan ketegangan otot yang terkena
serta nyeri dan disfungsi yang diakibatkan keduanya diredakan dengan
memulihkan panjang otot yang meregang sepenuhnya. Dari beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan kemampuan fungsional yang
signifikan dengan latihan stabilitas inti dan teknik energi otot.

23
SOAL
1. Terdapat 2 jenis LBP, yaitu
a. Spesifik dan non-spesifikasi
b. Spesifik dan non-spesifik
c. Spesfik dan spesifikasi
d. Spesifik dan non-aspesifik
2. Nama lain LBP adalah..
a. Back syndrome
b. Thoraqic Syndrome
c. Lumbar syndrome
d. Spine syndrome
3. Mekanisme nyeri nosiseptif terdiri dari empat proses yaitu, kecuali...
a. Transduction
b. Nociceptor
c. Transmission
d. Perception
e. Modulation
4. Ligamen pada punggung manusia dapat dibagi menjadi 4 bagian yaitu,
kecuali:
a. Ligamen Longitudinal Anterior
b. Ligamen Flavum
c. Ligamen Supraspinosus
d. Ligamen Nuchae,
e. Ligamen Cruciatum
5. Pemberian Muscle Energy Technique (MET) memiliki efek dalam
menurunkan nyeri didasarkan pada?
a. Neurofisiologi
b. Patofsiologi
c. Kontraksi otot
d. Impuls saraf aferen
e. Neuron motorik
6. Mekanisme fisiologis yang mendasari efek terapeutik MET melibatkan
berbagai mekanisme neurologis dan biomekanik yang termasuk dibawah
ini kecuali ?
a. Perubahan cairan jaringan
b. Hipoalgesia

24
c. Peningkatan toleransi regangan
d. Perubahan propiosepsi
e. Berkurangnya konsentrasi cytokine
7.

25
DAFTAR PUSTAKA
Akibat, N. et al. (2017) ‘Mc Kenzie exrcise for low back pain – non specific’,
001, pp. 1109–1113.

Akodu AK., Akinbo SRA., Omootunde AS. (2017). Comparative effects of


muscle energy technique and core stability exercise in the management of
patients with non-specific chronic low back pain. Medicina Sportiva,
Journal of the Romanian Sports Medicine Society vol. XIII, no 1, 2860-
2867

Bahrudin, M., (2017)., Patofisiologi Nyeri (Pain). VOLUME 13 NOMOR 1.,


http://ejournal.umm.ac.id/

Cleveland Clinic medical professional. 2015 ; Acute mechanical back pain; Di


akses pada tanggal 13 September 2020; Dari
https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/4879-acute-mechanical-
back-pain
Drake, R. L., Vogl, W., and Mitchell, A.W.M. (2018). Gray’s Anatomy for
Students. Elsevier. 9789814371216

Fryer, G. 2011. Muscle Energy Technique: An Evidence-Informed Approach. 14


(1): 3-9.

Hamann, J.J., Valic, Z., Buckwalter, J.B. Clifford, P.S. 2003. Muscle Pump Does
Not Enhance Blood Flow in Exercising Skeletal Muscle. Journal of
Applied Physiology. 94: 6-10.

Kalangi, Patricia., Engeline Angliadi., Joudy Gessal.,2015; Perbandingan


kecepatan berjalan pada pasien nyeri punggung bawah mekanik subakut
dan kronik menggunakan timed up and go test; Universitas Sam Ratulangi
Manado
Kurniawan, Ganesa Puput Dinda., 2019; Mckenzie Excercise dalam Penurunan
Disabilitas Pasien NonSpecific Low Back Pain; Politeknik Kesehatan
Jakarta III

26
Moore Keith L. and Robert F. Dalley. (2018). Clinically Oriented Anatomy, 4th
ed. pp. 62-64

Pain, B. and Spondylosis, L. (2019) ‘The Short Wave Diathermy ’ s Effects on the
Patients with Chronic Low’, 07(07), pp. 589–594.

Pramita, I. 2014. Core Stability Exercise Lebih Baik Meningkatkan Aktivitas


Fungsional Dari Pada William’s Flexion Excercise Pada Pasien Nyeri 15
Punggung Bawah Miogenik. Tesis. Denpasar: Program Pascasarjana Studi
Fisiologi Olahraga Universitas Udayana.

Sharma, D. dan Sen, S. 2014. Effects Of Muscle Energy Technique On Pain And
Disability In Subjects With SI Joint Dysfunction. International Journal of
Physiotherapy and Research. 2 (1): 305-311.

Sonal, A. S. 2016. Comparison Between Post Isometric Relaxation and Reciprocal


Inhibition Manuevers on Hamstring Flexibility in Young Healthy Adults:
Randomized Clinical Trial. 5 (1): 33-37.

Szulc, Paweł., Michał Wendt., Małgorzata Waszak., Maciej Tomczak., Krystyna


Cieślik., Tadeusz Trzaska; 2015; Impact of McKenzie Method Therapy
Enriched by Muscular Energy Techniques on Subjective and Objective
Parameters Related to Spine Function in Patients with Chronic Low Back
Pain; University School of Physical Education
Valic, Z., Buckwalter, J.B., Clifford, P.S. 2005. Muscle Blood Flow Response to
Contraction: Influence of Venous Pressure. 98: 72-76.

Wibawa, Ari., Ni Wayan Tianing., Gede Parta Kinandana., Ni Komang Ayu


Juniantari., 2018; Perbandingan intervensi ultrasound dan muscle energy
technique dengan intervensi ultrasound dan mckenzie exercise terhadap
peningkatan kemampuan fungsional pada non-specific low back pain;
Universitas Udayana Bali

27

Anda mungkin juga menyukai