Anda di halaman 1dari 29

PROTAP

MANAJEMEN FISIOTERAPI OLAHRAGA & KEBUGARAN


TENDINITIS PATELLARIS

OLEH :

HARMILA EKA PUTRI


C13116017

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................... iii
BAB I ........................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 5
1.3 Tujuan .................................................................................................................. 5
BAB II....................................................................................................................................... 5
2.1 Anatomi Knee Joint............................................................................................ 5
2.2 Fisiologi Knee Joint ......................................................................................... 15
2.3 Biomekanik Knee Joint .................................................................................... 16
2.4 Definisi Tendinitis Patella ................................................................................ 17
2.5 Epidemiologi .................................................................................................... 17
2.6 Etiologi ............................................................................................................. 18
2.7 Klasifikasi ........................................................................................................ 19
2.8 Patomekanisme ................................................................................................ 19
2.9 Manifestasi Klinik ............................................................................................ 20
2.10 Komplikasi ....................................................................................................... 20
2.11 Diagnosis Banding ........................................................................................... 20
BAB III ................................................................................................................................... 21
MANAJEMEN FISIOTERAPI .............................................................................................. 21
3.1 Proses Pengukuran dan Pemeriksaan Fisioterapi ............................................. 21
3.2 Mekanisme Cedera ........................................................................................... 21
3.3 Asessment ........................................................................................................ 21
BAB IV ................................................................................................................................... 26
PENUTUP .............................................................................................................................. 26
4.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 26
4.2 Saran ................................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 1

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Topografi tulang ............................................................................. 4


Gambar 2.Os Patella dilihat dari ventral dan dorsal ........................................ 6
Gambar 3. Patellofemoral joint ........................................................................ 7
Gambar 4.Anatomi knee joint .......................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cedera sering dialami oleh seorang atlet, seperti robek pada ligament
atau patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut biasanya memerlukan
pertolongan yang profesional dengan segera. Olahraga memang sesuatu yang
baik untuk menjaga tubuh. Namun, berolahraga secara berlebihan dan
mengabaikan aturan berolahraga yang benar, juga tidak baik karena dapat
menimbulkan cedera. Cedera olahraga yang dimaksud adalah segala macam
cedera yang timbul, baik pada waktu berlatih, saat pertandingan maupun
sesudah pertandingan. Cedera pada olahraga basket umumnya terjadi pada
daerah lutut dikarenakan aktivitas dalam olahraga bola basket banyak
melibatkan gerakan melompat secara vertical dan berlari, dimana dalam dua
gerakan tersebut banyak sekali hentakan yang terjadi. Saat berlari dan
melompat, lutut mempunyai fungsi yang besar dan beban yang besar pula
untuk menjaga stabilitas dan mobilitas sendi itu sendiri. Saat melompat beban
berat tubuh yang dimiliki atlit akan mendapatkan suatu tenaga yang besar dan
dalam melakukan gerakan ke bawah yaitu mendarat setelah melompat
memperoleh tenaga dari gravitasi. Dengan demikian, faktor gravitasi ini akan
memberikan beban yang lebih besar. Bila beban yang diterima berat maka
seluruh tubuh yang menerima aksi tersebut dapat membuat lutut mengalami
cedera.

Salah satu cedera tendon yang banyak terjadi adalah tendinitis. Salah
satu tendinitis yang populer di kalangan atlit bola basket adalah tendinitis
patellaris. Tendinitis patellaris adalah nyeri atau peradangan pada bagian
tendon patella yang biasanya mengenai atlet atau penggemar olahraga volly,
basket, dan lari. Nyeri atau peradangan pada lutut bagian depan dikarenakan
adanya cidera pada tendon patella akibat dari penggunan yang berlebihan
(Rolf, 2007).

Pada kondisi tendinitis patellaris, selain penurunan fungsi lutut masalah


nyeri merupakan keluhan utama pasien. Nyeri dapat dirasakan timbul – hilang
pada mulanya. Tetapi dengan tarikan yang terus menerus dan kerusakan
jaringan yang semakin meluas, maka frekuensi timbulnya nyeri akan
meningkat menjadi lebih sering dan menetap. Nyeri karena tendinitis
patellaris dirasakan pada daerah di atas dan bawah patela. Nyeri bisa menjadi
ringan dan dalam beberapa kasus nyeri bisa menjadi lebih buruk yang dapat
membatasi atlit bermain dalam melakukan olahraga mereka sendiri.

Berdasarkan teori sebelumnya sehingga menjadi landasan


penyusun membuat laporan dengan judul Manajemen Fisioterapi Olahraga
dan Kebugaran Tendinitis Patellaris.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana anatomi dan fisiologi tendinitis patellaris?
2. Apakah definisi dari tendinitis patellaris?
3. Apa saja manifestasi klinis terkait tendinitis patellaris?
4. Bagaimana patofisiologi terkait tendinitis patellaris?
5. Bagaimana biomekanik terkait tendinitis patellaris?
6. Bagaimana manajemen fisioterapi pada tendinitis patellaris?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui anatomi dan fisiologi terkait tendinitis patellaris
2. Mengetahui definisi dari tendinitis patellaris
3. Mengetahui manifestasi klinis terkait tendinitis patellaris
4. Mengetahui patofisiologi terkait tendinitis patellaris
5. Mengetahui biomekanik terkait tendinitis patellaris
6. Terampill melakukan komponen manajemen fisioterapi pada tendinitis
patellaris
BAB II
ANATOMI FISIOLOGI
2.1 Anatomi Knee Joint

5
Lutut merupakan sendi terbesar dari sendi tubuh lainnya. Sendi ini
terletak di antara sendi ankle dan sendi hip yang berperan sebagai
stabilisator dan penggerak. Sendi lutut merupakan sendi sinovium yang
memiliki ciri-ciri yaitu: permukaan artikular dilapisi tulang rawan hialin,
mempunyai kapsul sendi, mempunyai membran sinovium yang
memproduksi cairan sinovium, intra-artikular di beberapa sendi terdapat
meniscus yang berfungsi sebagai peredam kejut, persarafan umumnya dari
saraf yang memasok otot-otot yang bekerja pada sendi, akhir saraf atau
nerves ending mechanoreceptors terdapat pada kapsul dan ligamen,
proprioceptor sebagai sensasi posisi dan gerak, serta nociceptor sebagai
sensasi sakit, ada pula ujung saraf simpatik saraf otonom. Semua
komponen tersebut memiliki pembuluh darah sebagai suplai nutrisi,
kecuali tulang rawan sendi yang diketahui memperoleh nutrisi dari cairan
sinovium yang juga berfungsi sebagai pelumas (Suriani&Lesmana,2013).
Knee joint merupakan sendi yang paling unik dibandingkan sendi-
sendi yang lain dalam tubuh manusia, karena tulang-tulang yang
membentuk sendi ini masing-masing tidak ada kesesuaian bentuk seperti
pada persendian yang lain. Sebagai kompensasi ketidaksesuaian bentuk
persendian ini terdapat meniscus, kapsul sendi, bursa dan diskus yang
memungkinkan gerakan sendi ini menjadi luas, sendi ini juga diperkuat
oleh otot-otot besar dan berbagai ligamentum sehingga sendi menjadi kuat
dan stabil (Tajuid, 2000).
1. Struktur Hard Tissue
Tulang merupakan salah satu jaringan terkeras dalam tubuh manusia
dan kemampuannya untuk menahan stress di posisi ke dua setelah
kemampuan tulang rawan terutama tulang rawan jenis
fibrouscartilage. Sebagai unsur utama kerangka tubuh, tulang
menyokong struktur-struktur tubuh lainnya, melindungi organ-organ
vital seperti yang terdapat di dalam rongga tengkorak dan dada, serta
mengandung sum-sum tulang tempat di mana sel-sel darah dibentuk.
Tulang dewasa diklasifikasikan menurut bentuknya menjadi tulang
panjang (seperti femur), tulang pipih atau flat (seperti panggul), dan

6
tulang pendek (seperti tulang tangan dan kaki). Tulang panjang (dan
beberapa tulang pendek seperti tulang metakarpal) dibagi menjadi tiga
wilayah topografi: diafisis, epifisis, dan metafisis. Diafisis merupakan
bagian poros tulang. Epifisis tampak di kedua ujung tulang dan
sebagian tertutup oleh tulang rawan artikular. Metafisis merupakan
persambungan antara bagian diafisis dan epifisis. Dalam
perkembangan tulang, proses perkembangannya sendiri dimulai dari
lempeng epifisis (epifisis disk). Di tempat inilah di mana proses
osifikasi endokhondral terjadi, suatu proses pertumbuhan dimana
terjadi secara longitudinal, kolom tulang rawan yang mengandung
vaskularisasi diganti dengan massa tulang (Gerard and Bryan, 2006)

Gambar 1. Topografi tulang

Knee joint dibentuk oleh epiphysis distalis tulang


femur, epiphysis proksimalis tulang tibia dan tulang patella,
serta mempunyai beberapa sendi yang terbentuk dari tulang
yang berhubungan, yaitu antar tulang femur dan patella
disebut articulatio patella femoral, antara tulang tibia dengan
tulang femur disebut articulatio tibio femoral dan antara
tulang tibia dengan tulang fibula proximal disebut articulatio

7
tibio fibular proksimal (Kisner and Colby, 2013).
Knee joint merupakan suatu sendi yang disusun oleh
beberapa tulang, ligamen beserta otot sehingga dapat
membentuk suatu kesatuan sendi. Anatomi sendi lutut terdiri
dari beberapa tulang, yaitu:
a. Tulang Femur
Merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di
dalam tulang kerangka pada bagian pangkal yang
berhubungan dengan acetabulum membentuk kepala sendi
yang disebut caput femoris. Di sebelah atas dan bawah
dari columna femoris terdapat taju yang disebut
trochantor mayor dan trochantor minor, di bagian ujung
membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan
yang disebut condylus medialis dan condylus lateralis, di
antara kedua condylus ini terdapat lekukan tempat letaknya
tulang tempurung lutut (patella) yang disebut dengan fosa
condylus (Syaifuddin, 2013).
b. Tulang Tibia
Tulang tibia bentuknya lebih kecil, pada bagian
pangkal melekat pada os fibula. Pada bagian ujungnya
terdapat tonjolan yang disebut maleolus medialis atau mata
kaki dalam. (Syaifuddin, 2013).
c. Tulang Fibula
Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang
femur yang membentuk persendian lutut dengan os femur
pada bagian ujung. Terdapat tonjolan yang disebut
maleolus lateralis atau mata kaki luar. (Syaifuddin, 2013).

d. Tulang Patella
Patela adalah tulang sesamoid (Os sesamoideum) di dalam
tendon dari Musculus quadriceps femoris. Ini berfungsi
sebagai hypomochlion yang menghubungkan tendon masuk

8
ke tuberositas tibiae di ujung distal femur. Hal ini
menyebabkan peningkatan pergerakan dan torsi otot.

Gambar 2. Os. Patella dilihat dari ventral dan dorsal.2

Pada gerakan fleksi dan ekstensi patella akan


bergerak pada tulang femur. Jarak patella dengan tibia
saat terjadi gerakan adalah tetap dan yang berubah
hanya jarak patella dengan femur. Fungsi patella di
samping sebagai perekatan otot-otot atau tendon adalah
sebagai pengungkit sendi lutut. Pada posisi flexi lutut
90 derajat, kedudukan patella di antara kedua condylus
femur dan saat extensi maka patella terletak pada
permukaan anterior femur (Syaifuddin, 2013).

Gambar 3: Patellofemoral joint (Putz and Pabst, 2007)

2. Struktur Soft Tissue


a. Ligamen

9
Ligamen merupakan stabilisasi pasif pada struktur tulang.
Ligamen berdiri sendiri dan merupakan penebalan dari tunica
fibrosus. Stabilisator pasif sendi lutut terdiri dari beberapa ligamen
yaitu ligamen collateral, ligamen cruciatum, ligamen transversus
genu yang berkelompok dalam satu group disebut ligamen
ekstracapsular, sedangkan ligamen popliteum obliqum dan
ligamen patella disebut ligamen kapsuler (Putz and Pabst, 2008).
Ligamen cruciatum memegang peranan sebagai stabilitas
utama sendi lutut di mana ligamen cruciatum anterior membentang
dari bagian anterior tibia melekat pada bagian lateral condilus
lateralis femur yang berfungsi sebagai penahan gerak translasi
os.tibia terhadap os. femur ke arah anterior mencegah hiperekstensi
lutut dan membantu saat rolling dan gliding sendi lutut. Sedangkan
ligament cruciatum posterior merupakan ligamen terkuat dari sendi
lutut, ligamen ini berbentuk kipas membentang dari bagian
posterior tibia ke bagian depan atas dan melekat pada condilus
medialis femur, ligamen ini berfungsi sebagai penahan gerak
translasi os tibia terhadap os femur ke arah posterior (Putz and
Pabst, 2008).
Ligament collateral berfungsi sebagai penahan berat badan
baik dari medial maupun lateral. Arah ligament collateral lateral
dan medial akan memberikan gaya bersilang sehingga akan
memperkuat stabilitas sendi terutama pada posisi ekstensi.
Ligament collateral medial terletak lebih posterior di permukaan
medial sendi tibiofemoral, seluruh ligament collateral medial
memegang pada gerakan full ROM ekstensi lutut. Ligament
collateral lateral membentang dari permukaan luar condilus
lateralis femoris ke arah caput fibula, dalam gerakan flexi lutut
ligamen ini sisi lateral lutut (Putz and Pabst, 2008).
Ligamentum popliteum obliquum merupakan ligamentum
yang kuat, terletak pada bagian posterior dari sendi lutut, letaknya
membentang secara oblique ke medial dan bawah. Sebagian dari

10
ligamentum ini berjalan menurun pada dinding capsul dan fascia m.
popliteus dan sebagian lagi membelok ke atas menutupi tendon m.
semimembranosus (Putz and Pabst, 2008).
Ligamentum Patellae melekat (diatas) pada tepi bawah
patella dan pada bagian bawah melekat pada tuberositas tibiae.
Ligamentum patellae ini sebenarnya merupakan lanjutan dari
bagian pusat tendon bersama m. quadriceps femoris. Dipisahkan
dari membran synovial sendi oleh bantalan lemak intra patella dan
dipisahkan dari tibia oleh sebuah bursa yang kecil. Bursa infra
patellaris superficialis memisahkan ligamentum ini dari kulit.
Ligamentum transversum lutut terletak membentang paling
depan dan menghubungkannya dua insertio dari kedua meniscus
lateral dan medial , terdiri dari jaringan connective (Putz and Pabst,
2008).
Semua ligament tersebut berfungsi sebagai fiksator dan
stabilisator sendi lutut. Di samping ligament ada juga bursa pada
sendi lutut. Bursa merupakan kantong yang berisi cairan yang
memudahkan terjadinya gesekan dan gerakan, berdinding tipis dan
dibatasi oleh membran synovial. Ada beberapa bursa yang terdapat
pada sendi lutut antara lain : (a) bursa popliteus, (b) bursa supra
patellaris, (c) bursa infra patellaris, (d) bursa subcutan prapatellaris,
(e) bursa sub patellaris, (f) bursa prapatellaris (Safrin Arifin dan
Sriyani, 2013).

b. Kapsul sendi
Kapsul sendi lutut terdiri dari dua lapisan yaitu tratum
fibrosum yang merupakan lapisan luar dari kapsul sendi dan
berperan sebagai penutup atau selubung dan stratum sinovium yang
bersatu dengan bursa suprapatelaris. Stratum sinovium ini
merupakan lapisan dalam yang berfungsi memproduksi cairan
sinovium untuk melicinkan permukaan sendi lutut. Kapsul sendi

11
lutut ini termasuk jaringan fibrosus yang avaskular sehingga jika
cedera, sulit untuk proses penyembuhan.
c. Meniscus
Meniscus lateralis sendi lutut berfungsi untuk memeratakan
beban, meredam kejut, mempermudah gerakan rotasi, mengurangi
gerakan dan sebagai stabilisator untuk tiap penekanan, yang
kemudian akan diserap dan diteruskan ke sebuah sendi.
d. Bursa
Bursa merupakan kantong yang berisi cairan yang
memudahkan terjadinya gesekan dan gerakan pada sendi. Memiliki
dinding yang tipis dan dibatasi oleh membran sinovium. Ada
beberapa bursa yang terdapat pada sendi lutut antara lain bursa
popliteus, bursa suprapatelaris, bursa infrapatelaris, bursa
subcutanea prepatelaris dan bursa subpatelaris (Anwar, 2012).
e. Otot
Otot merupakan suatu jaringan yang dapat dieksitasi yang
kegiatannya berupa kontraksi, sehingga otot dapat digunakan untuk
memindahkan bagian- bagian skelet yang berarti suatu gerakan
dapat terjadi. Hal ini terjadi karena otot mempunyai kemampuan
untuk eksten-sibilitas, elastisitas, dan kontraktilitas.
Lutut diperkuat oleh dua group otot besar yaitu group ekstensor dan
group flexor lutut. Otot kuadrisep berperan penting dalam
meneruskan beban melintasi sendi lutut. Otot quadrisep merupakan
otot ekstensor utama sendi lutut yang sangat penting untuk menjaga
stabilitas dan fungsi sendi lutut. quadricep femoris terdiri dari
empat otot yaitu rektus femoris, vastus medialis, vastus lateralis
dan vastus intermedialis adalah otot penggerak utama sendi lutut
yang terletak di bagian anterior, bagian posterior adalah musculus
biceps femoris, musculus semitendinosus, musculus
semimembranosus, musculus Gastrocnemius, bagian medial adalah
otot pes anserinus yang terdiri musculus Sartorius, gracilis dan

12
semi tendinosus, dan bagian lateral adalah musculus
Tensorfacialatae (Syaifuddin, 2013).
Otot – otot mempunyai fungsi pada sendi lutut sebagai Flexi –
flexor adalah M. biceps femoris, m. semitendinosus, m.
semimembranosus, dibantu oleh m. gracilis, m. sartorius, dan
m.popliteus. flexi dibatasi oleh kontak bagian belakang tungkai
bawah dengan tungkai atas. Dan Extensi - extensor adalah M.
quadriceps femoris. Extensi dihambat oleh kekuatan seluruh
ligamentum- ligamentum utama sendi. Rotasi Medial lutut adalah
M. sartorius, m. gracilis dan m. semitendinosus kemudian Rotasi
Lateral dlakukan oleh peran M. biceps femoris (Safrin dan Sriyani,
2013, Putz and Pabst, 2008).
Otot quadrisep merupakan otot yang sangat besar dan kuat
yang mampu menerima beban sampai 4450 Newton atau 2200 kg.
Mekanisme otot quadrisep menstabilkan patela pada semua sisi dan
mengatur gerakan antara patela dan femur. Mekanisme kerja
quadrisep ini dibutuhkan seperti saat berjalan otot quadriceps
memberi control fleksi lutut saat initial contact (loading respons)
kemudian ektensi lutut untuk midstance kemudian preswing heel-
off to toe off pada aktifitas berjalan dan dalam mempertahankan
fungsi sendi lutut saat melakukan gerakan closed-kinetic chain
untuk mengangkat atau menurunkan tubuh, dan jika fungsi otot
quadriceps terganggu tentu control gerak tersebut tidak dapat
dilakukan dengan benar. (Kisner and Colby, 2013).
Otot hamstring mengontrol ayunan kaki kedepan selama
terminal swing, hamstring juga memberi support pada posterior
sendi lutut ketika lutut extensi selama phase stance. Kelemahan
otot hamstring dapat menimbulkan genu recurvatum (Kisner and
Colby, 2013).
Pada pemeriksaan EMG, diketahui bahwa kontraksi seluruh
otot kuadrisep terjadi pada rentang gerak 0-80o fleksi lutut.
Kekuatan puncak otot kuadrisep ada pada rentang 60-700 fleksi

13
lutut. Vastus medialis, yang merupakan otot yang paling aktif dari
ketiga otot vasti, bertanggung jawab pada 20-30o terakhir pada
mekanisme gerak ekstensi lutut. (Hamillton, et al. 2008)
Stabilitas sendi lutut tergantung pada tonus otot-otot kuat
yang bekerja pada sendi dan kekuatan ligamentum-ligamentum.

Gambar 4 Anatomi Knee Joint

f. Saraf
Persarafan pada sendi lutut adalah melalui cabang-cabang
dari nervus yang mensarafi otot-otot di sekitar sendi dan befungsi
untuk mengatur pergerakan pada sendi lutut. Sehingga sendi lutut
disarafi oleh : 1). N. Femoralis, 2). N. Obturatorius, 3). N. Peroneus
communis, dan 4). N. Tibialis.
g. Pembuluh darah
Suplai darah pada sendi lutut berasal dari anastomose
pembuluh darah disekitar sendi ini. Dimana sendi lutut menerima
darah dari descending genicular arteri femoralis, cabang-cabang
genicular arteri popliteal dan cabang descending arteri circumflexia
femoralis dan cabang ascending arteri tibialis anterior (Guyton and
Hall, 2011). Aliran vena pada sendi lutut mengikuti perjalanan
arteri untuk kemudian akan memasuki vena femoralis.

14
2.2 Fisiologi Knee Joint

Otot disekitar lutut mempunyai fungsi sebagai stabilitas aktif


sekaligus sebagai penggerak dalam aktifitas knee joint, otot tersebut antara
lain: m. quadriceps femoris (vastus medialis, vastus intermedius, vastus
lateralis, rectus femoris). Keempat otot tersebut bergabung sebagai grup
ekstensor sedangkan grup fleksor terdiri dari: m.gracilis, m.sartorius dan
m. semi tendinosus. Untuk gerak rotasi pada knee joint dipelihara oleh
otot-otot grup fleksor baik grup medial/ endorotasi (m.semi tendinosus,
semi membranosus, sartorius, gracilis, popliteus) dan grup lateral
eksorotasi (m.biceps femoris, m.tensor fascialata) (Pudjianto,2002).
Untuk memperkuat stabilitas pergerakan yang terjadi pada sendi
lutut maka di dalam sendi lutut terdapat beberapa ligamen, yaitu ligamen
cruciatum anterior dan posterior yang berfungsi untuk menahan
hiperekstensi dan menahan bergesernya tibia ke depan (eksorotasi).
Ligamen cruciatum posterior berfungsi untuk menahan bergesernya tibia
ke arah belakang. Pada gerakan endorotasi kedua ligamen cruciatum
menyatu, yang mengakibatkan kedua permukaan sendi tertekan, sehingga
saling mendekat dan kemampuan bergerak antara tibia dan femur
berkurang. Pada gerakan eksorotasi, kedua ligamen cruciatum saling
sejajar, sehingga pada posisi ini sendi kurang stabil. Di sebelah medial dan
lateral sendi lutut terdapat ligamen collateral medial dan lateral. Ligamen
collateral medial menahan gerakan valgus serta eksorotasi, sedangkan
ligamen collateral lateral hanya menahan gerakan ke arah varus. Kedua
ligamen ini menahan bergesernya tibia ke depan dari posisi fleksi lutut 900
(De Wolf, 1994). Sedangkan dalam hubungan yang simetris antara
condylus femoris dan condylus tibia dilapisi oleh meniscus dengan
struktur fibrocartilago yang melekat pada kapsul sendi. Meniscus medialis
berbentuk seperti cincin terbuka “C” dan meniscus lateralis berbentuk
cincin “O”. Meniscus ini akan membantu mengurangi tekanan femur atas
tibia dengan cara menyebarkan tekanan pada cartilago articularis dan
menurunkan distribusi tekanan antara kedua condylus, mengurangi friksi

15
selama gerakan berlangsung, membantu kapsul sendi dan ligamentum
dalam mencegah hiperekstensi lutut dan mencegah capsul sendi terdorong
melipat masuk ke dalam sendi (Tajuid, 2000).
Sendi lutut juga memiliki capsul sendi artikularis yang melekat
pada cartilago artikularis, di dalam sendi, synovial membran melewati
bagian anterior dari perlekatan ligamen cruciatum sehingga ligamen
cruciatum dikatakan intraartikuler tetapi extracapsuler (Tajuid, 2000).

2.3 Biomekanik Knee Joint


Aksis gerak fleksi dan ekstensi terletak di atas permukaan sendi,
yaitu melewati condylus femoris. Sedangkan gerakan rotasi aksisnya
longitudinal pada daerah condylus medialis. Secara biomekanik, beban
yang diterima sendi lutut dalam keadaan normal akan melalui medial sendi
lutut dan akan diimbangi oleh otot-otot paha bagian lateral, sehingga
resultannya akan jatuh di bagian sentral sendi lutut (Kisner and Colby,
2013).
1. Osteokinematika
Osteokinematika yang memungkinkan terjadi adalah
gerakan fleksi dan ekstensi pada bidang sagital dengan lingkup
gerak sendi fleksi antara 120-130 derajat, bila posisi hip fleksi
penuh, dan dapat mencapai 140 derajat, bila hip ekstensi penuh,
untuk gerakan ekstensi, lingkup gerak sendi antara 0 – 10 derajat
gerakan putaran pada bidang rotasi dengan lingkup gerak sendi
untuk endorotasi antara 30 – 35 derajat, sedangkan untuk
eksorotasi antara 40-45 derajat dari posisi awal mid posision.
Gerakan rotasi ini terjadi pada posisi lutut fleksi 90 derajat
(Kapandji, 2010), gerakan yang terjadi pada kedua permukaan
tulang meliputi gerakan roling dan sliding. Saat tulang femur yang
bergerak maka, gerakan roling ke arah belakang dan sliding ke arah
depan (berlawanan arah). Saat fleksi, femur roling ke arah
belakang dan sliding ke belakang, untuk gerakan ekstensi, roling
ke depan dan sliding ke belakang. Saat tibia yang bergerak fleksi
adapun ekstensi maka roling maupun sliding bergerak searah, saat

16
fleksi maka roling maupun 20 sliding bergerak searah, saat fleksi
roling dan sliding ke arah belakang, sedangkan saat ekstensi roling
dan sliding bergerak ke arah depan.
2. Artrokinematika
Artrokinematika pada sendi lutut di saat femur bergerak
roling dan sliding berlawanan arah, disaat terjadi gerak fleksi
femur roling ke arah belakang dan sliding-nya ke depan, saat
gerakan ekstensi femur roling kearah depannya slidingnya ke
belakang. Jika tibia bergerak fleksi ataupun ekstensi maka roling
maupun sliding terjadi searah, saat fleksi menuju dorsal, sedangkan
ekstensi menuju ventral (Kisner and Colby, 2017).

2.4 Definisi Tendinitis Patella


Tendinitis patella atau yang biasa disebut dengan nama
jumpers knee adalah suatu kondisi dimana terdapat cedera pada tendon
patella akibat dari over use maupun over stretch pada tendon patella.
Secara makroskopik ditemukan adanya degenerasi pada tendon akibat
adanya gangguan vaskular dan reaksi inflamasi. Secara histologis
ditemukan adanya perdarahan dan robek tendon yang menyebabkan
peningkatan jumlah sel inflamasi, namun beberapa peneliti berpendapat
bahwa tidak ada sel-sel inflamasi pada tendinitis patella, namun yang
ada adalah sel-sel fibroblast. Tendinitis patella tersebut dapat
menganggu aktivitas kehidupan sehari-hari termasuk naik turun tangga,
jongkok, berdiri untuk duduk, dan duduk yang terlalu lama (Boroh dan
Cahyani, 2016)

2.5 Epidemiologi

Pada suatu penelitian mengenai kejadian cedera tendinitis patella di


Amerika Serikat dilaporkan bahwa cedera ini merupakan salah satu
cedera tendinopati yang cukup sering pada atlet dewasa. Pada olahraga
yang banyak melakukan gerakan melompat dilaporkan bahwa cedera
tendinitis patella sekitar 20%. Angka kejadian pada laki-laki dan

17
perempuan sama apabila cederanya bilateral pada kedua tungkai,
sedangkan cedera yang unilateral pada salah satu tungkai kejadian cedera
lebih banyak pada laki-laki dengan rasio 2:1.
Pada penelitian terhadap pemain pemain bulutangkis Malaysia
ditemukan bahwa cedera yang tersering adalah cedera akibat overuse,
dan 63% cedera terjadi di ekstremitas bawah yaitu terutama di daerah
lutut. Diantara berbagai cedera yang ada di lutut, tendinitis patella
merupakan cedera yang paling sering ditemukan (42%).

2.6 Etiologi

Penyebab terjadinya cedera tendinitis patella masih belum jelas.


Ada beberapa kombinasi faktor penyebab, diantaranya adalah:
1. Intensitas dan frekuensi dari aktivitas fisik
Semakin besar intensitas dan frekuensi aktivitas fisik terutama yang
disertai dengan gerakan melompat maka akan semakin besar tekanan
yang terjadi pada tendon sehingga semakin tinggi pula kemungkinan
terjadinya cedera tendinitis patella.
2. Faktor kegemukan
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa semakin besar berat badan
seseorang maka semakin besar pula tekanan terhadap tendon patella
sehingga risiko terjadinya tendinitis patella semakin tinggi.
3. Kekakuan otot-otot kaki
Menurunnya kelenturan pada otot-otot quadriceps dan otot-otot
hamstring akan meningkatkan tarikan (strain) pada tendon patella.
4. Misalignment tungkai
Posisi tungkai yang tidak sejajar akan memberikan tarikan yang lebih
besar pada tendon patella.
5. Posisi tulang patella yang lebih tinggi (patella alta)
Posisi tulang patella yang letaknya lebih superior dari sendi lutut akan
menyebabkan tendon patella mengalami tarikan yang lebih besar.
6. Ketidakseimbangan kekuatan otot-otot tungkai

18
Apabila salah satu otot tungkai lebih kuat dari yang lain maka tendon
patella dapat mengalami tarikan yang tidak merata, sehingga
menyebabkan tendinitis patella.

2.7 Klasifikasi
Tendinitis patella dapat dibagi ke dalam 4 stadium menurut
intensitas nyerinya, yaitu:
1. Stadium 1 : nyeri hanya pada saat beraktivitas, tidak ada kerusakan
fungsional.
2. Stadium 2 : nyeri selama dan setelah beraktivitas, atlet masih dapat
menampilkan performa yang baik saat bertanding.
3. Stadium 3 : nyeri yang panjang selama dan sesudah beraktivitas, atlet
tidak dapat menampilkan performa yang baik selama bertanding.
4. Stadium 4 : nyeri sepanjang hari, ruptur total tendon.

2.8 Patomekanisme

Tendinitis patella disebabkan oleh tekanan pada tendon patella saat


melompat. Cedera ini dapat terjadi pada atlet terutama yang berpartisipasi
pada cabang olahraga dengan gerakan melompat yang dominan seperti
basket, voli, lompat tinggi atau lompat jauh, bulu tangkis, sepakbola dan
lain-lain. Tendinitis patella dapat juga ditemukan pada olahraga yang tidak
ada gerakan melompat seperti angkat besi dan bersepeda, namun hal ini
jarang terjadi. Faktor-faktor risiko intrinsik yang berpengaruh diantaranya
adalah jenis kelamin, obesitas, genu varum, genu valgum, peningkatan Q
angle, patella alta, patella baja serta ketidaksamaan pangjang tungkai.
Satu-satunya gangguan biomekanik yang berhubungan dengan terjadinya
patellar tendinitis adalah kelenturan otot-otot quadriceps dan hamstring
yang buruk. Kemampuan melompat secara vertikal, teknik mlompat dan
mendarat juga akan mempengaruhi pembebanan pada tendon. Tendon
patella mengalami tekanan mekanik yang lebih besar saar mendarat
dibandingkan saat akan melompat karena adanya kontraksi otot-otot
quadriceps secara eksentrik. Latihan yang berlebihan dan latihan pada
permukaan yang keras merupakan suatu faktor risiko ekstrinsik

19
2.9 Manifestasi Klinik
Ada beberapa gejala yang dapat muncul pada tendinitis patella ini,
diantaranya adalah:
1. Nyeri di sekitar tendon patella
2. Pembengkakan pada sendi lutut
3. Nyeri di sekitar lutut saat melompat, berlari dan berjalan terutama saat
menuruni tangga
4. Nyeri di sekitar lutut saat fleksi dan ekstensi tungkai
5. Terasa lunak saat dilakukan palpasi di sekitar lutut
6. Lutut terasa lemah
7. Snapping sensation pada waktu gerakan jongkok
8. Nyeri terus-menerus yang mengganggu saat tidur di malam hari.
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang paling umum pada kondisi tendinitis patellaris
adalah nyeri yang menetap selama aktivitas melompat. Kondisi yang
memburuk atau cedera berulang juga dapat terjadi.

2.11 Diagnosis Banding


1. Knee osteochindritis dissecans
2. Meniscus injuries
3. Osgood-Schlatter Disease
4. Patellar Injury and dislocation
5. Patellofemoral joint syndromes
6. Pes anserinus bursitis
7. Quadriceps injury
8. Anterior crusiatum ligament injury
9. Posterior crusiatum ligament injur

20
BAB III
MANAJEMEN FISIOTERAPI

3.1 Proses Pengukuran dan Pemeriksaan Fisioterapi

Nama : Tn AS
Usia : 23 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Mahasiswa / Atlet basket
Hobi : Bermain basket

3.2 Mekanisme Cedera


Tn As rutin latihan basket sebelumnya karena hendak mengikuti kompetisi
basket dan saat berkompetisi Tn As sedang melompat untuk meraih bola
dan saat mendarat Tn As merasakan nyeri pada bagian lutut depan bawah.

3.3 Asessment

3.3.1 STOP, dilakukan langsung ditengah lapangan

1. Stop
Fisioterapi menghentikan pertandingan
2. Talk
Fisioterapis ingin mengetahui apakah pasien tersebut masih
dalam keadaan sadar atau tidak dengan cara memberikan
stimulus berupa pertanyaan, apakah atlet merespon pertanyaan
yang diberikan atau tidak. Dalam pemeriksaan ini ditemukan
bahwa pasiennya masih dalam keadaan sadar karena saat
fisioterapis menanyakan apakah mendengar suara fisioterapis
dan pasiennya memberikan respon dengan mengangguk
3. Observasi

21
Fisioterapi melakukan pemeriksaan secara visual yaitu apakah
ada terdapat kelainan pada atlet tersebut. Adapun
pemeriksaannya berupa :
1) Postur tubuh : semifleksi hip dan knee
2) Pernapasan : cepat dan dangkal (takipnea)
3) Tidak terdapat pendarahan
4) Wajah meringis
5) Tidak dapat menggerakan lutut kanan
6) Tidak dapat berdiri
4. Prevent future injury
Membawa pasien ke pinggir lapangan untuk dilakukan
pemeriksaan dan penanganan apakah atlet masih dapat
melanjutkan permainan atau tidak. Prevent future injury
dilakukan berdasarkan dari hasil observasi. Berdasarkan hasil
observasi atlet tidak boleh melanjutkan langsung permainannya
karena dicurigai terjadi cedera parah karena terdapat
kemerahan, pernapasan cepat dan dangkal dan tidak dapat
menggerakan lutut kanannya.

3.3.2 TOTAPS , dilakukan dipinggir lapangan


1. Talk
Pasien tidak dapat menjawab pertanyaan fisioterapis karena
kesakitan

2. Observasi
Fisioterapis memastikan hasil observasi yang telah dilakukan
pada penanganan STOP. Wajah atlet terlihat meringis
kesakitan, gerakan knee joint dekstra terbatas.

3. Touch

22
Palpasi pada daerah cedera sangat dibutuhkan, soft tissue feel
mencakup bengkak, perubahan temperature dan tenderness.
Lutut terasa lunak, terjadi pembangkakan pada lutut kanan.

4. Active movement
Gerakan aktif dilakukan untuk mengetahui tingkat dan kualitas
pergerakan dan menaksir jika ada keterbatasan yang terjadi
karena adanya nyeri atau kelemahan.
- Gerakan fleksi knee, instruksikan kepada pasien untuk
menekuk lututnya secara mandiri disertai contoh dari
fisioterapis dengan aba-aba yang jelas dan mudah dipahami
oleh pasien. Lihat ekspresi dan pergerakan pasien, jika
pasien sudah dapat diajak berkomunikasi tanyakan apakah
pasien merasakan nyeri.

Interpretasi : Terdapat nyeri dan gerakan terbatas

- Gerakan ekstensi knee, instruksikan pada pasien untuk


melakukan gerakan ekstensi yakni meluruskan lututnya dari
keadaan tertekuk disertai contoh dari fisioterapis dengan
aba-aba yang jelas dan mudah dipahami oleh pasien. Lihat
ekspresi dan pergerakan pasien, jika pasien sudah dapat
diajak berkomunikasi tanyakan apakah pasien merasakan
nyeri.

Interpretasi : Terdapat nyeri dan gerakan terbatas


5. Passive movement
Gerakan pasif adalah gerakan yang dilakukan pasien dengan
bantuan fisioterapis sementara pasien dalam keadaan rileks.
Gerakan pasif bertujuan untuk mengetahui fisibilitas dan
instabilitas sendi, mengukur ROM dan nyeri yang dirasakan
pasien.

23
- Gerakan fleksi knee, atur posisi pasien dengan nyaman,
lutut pasien difleksikan secara pasif oleh fisioterapis.
Tanyakan mengenai batas nyeri yang dirasakan, hentikan
gerakan pada batas nyeri yang dirasakan pasien. Lakukan
pada kedua tungkai

Interpretasi : Tidak full ROM, terdapat nyeri disepanjang


gerakan.

- Gerakan ekstensi knee, atur posisi pasien dengan nyaman,


lutut pasien diekstensikan secara pasif oleh fisioterapis.
Tanyakan mengenai batas nyeri yang dirasakan, hentikan
gerakan pada batas nyeri yang dirasakan pasien. Lakukan
pada kedua tungkai.

Interpretasi : Tidak full ROM, terdapat nyeri disepanjang


gerakan.
-
6. Skill Test
Fisioterapis meminta pasien untuk melakukan gerakan-gerakan
dasar yang biasa dilakukan pasien dalam pertandingan.
Misalnya melompat, mengayun racket atau memukul bola.
Pada tahap ini, fisioterapis harus memutuskan apakah atlet
masih bisa melanjutkan pertandingan atau istrahat untuk
dilakukan penanganan lebih lanjut.
Skill Test Basket
- Berlari Kecil : Tidak mampu
- Melompat : Tidak mampu

3.3.3 PRICE, Penanganan cedera


1. Protect,

24
Usaha yang dilakukan dalam memberikan perlindungan sehingga
meminimalisir dampak cedera atau apapun yang biasa
memperparah kondisi cedera.
2. Rest
Mengistirahatkan fungsi bagian extremitas yang cedera untuk
meminimalkan cedera. Tungkai kanan diistrahatkan
3. Ice
Fisioterapis mengompreskan es secara kontak langsung dengan
lokasi cedera. Es dapat mengurangi terjadinya pembengkakan
dan meluasnya kerusakan jaringan yang berlebih serta medium
es juga dapat mengurangi nyeri untuk sementara. Pemberian es
secara kontak langsung pada lutut kanan
4. Kompresi
Kompresi merupakan tindakan pembalutan bagian yang cedera
dengan alat perban atau bandage untuk menghindari
penumpukan cairan yang disebabkan oleh pembengkakan. Selain
untuk menghindari pembengkakan metode kompresi dapat juga
sebagai penyangga atau peng-fiksasi gerakan extremitas yang
cedera agar tidak bergerak sehingga tidak meluasnya jaringan
yang rusak karena cedera. Fisioterapis memberikan kompresi
berupa bandage pada lutut kanan.
5. Elevasi
Elevasi mempunyai arti meninggikan posisi atau mengubah
posisi bagian tubuh yang cedera ke yang lebih tinggi dari posisi
jantung sehingga terjadi aliran kebawah yang akan memfasilitasi
pembuluh darah balik dalam bekerja sehingga mengurangi
tekanan intravascular local. Atlet berbaring dengan posisi kaki
diberi sanggahan agar lebih tinggi dari posisi jantung.
6. Rujukan
Fisioterapis merujuk atlet ke rumah sakit terdekat untuk
dilakukan penanganan lebih lanjut apabila cedera yang dialami
parah.

25
BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Pemain basket rentan untuk mengalami tendinitis patellaris


dikarenakan dalam olahraga basket banyak dilakukan gerakan-
gerakan berlari memutar dan melompat. Saat melompat, terjadi
penekanan pada tendon patella yang apabila terjadi secara terus
menerus akan menyebabkan tendon patella mengalami degenerasi
kolagen sehingga terjadi reaksi inflamasi.

4.2 Saran
Penyusun menyadari bahwa laporan in masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritikan dan saran dari pembaca sangat
berguna bagi penyu

26
DAFTAR PUSTAKA

A. N. De Wolf , 1994 . Pemeriksaan Alat Penggerak Tubuh . Bohn Stafleu


van Longhum Houten.
Aras, D. 2011. Proses dan Pengukuran Fisioterapi. Bagian Fisioterapi
Fakultas Keperawatan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Anwar. 2012. Efek Penambahan Roll-Slide Fleksi Ektensi terhadap
Penurunan Nyeri Pada Osteoarthritis Sendi Lutut. Journal Fisiterapi
Volume 12 Nomer 1.
Azizah, L. 2008. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Osteoarthritis
Genu Bilateral Dengan Modalitas Microwave Diathermi Dan Terapi
Latihan Di Rsud Sragen. Program Studi Fisioterapi: Surakarta.
Ballinger, Philip W. 2007. Merril’s Atlas of Radiographic Positioning and
Procedure, ninth editition. Mosby year Book, Inc New York.
Boroh, Zeth, Nani Cahyani. 2016. Penatalaksanaan Cedera Tendinitis
Patella Pada Atlet Bulutangkis. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Carlos, LJ. 2013. Training Program. Clinical Medicine. Department of
Medicine, Division of Rheumatology and Immunology.
University of Miami. Terjemahan Leonard M Miller. Editors
Herbert S Diamond. 2013 School of Medicine. USA.
Darlene H & Randolph M. K. 2006. “Management of Common
Musculoskeletal Disorder, Physical Therapy Principles and
Methods”. 4th edition. Philadelphia: Lipincott and Wilkins.
Davey Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Alih bahasa : Anissa Racmalia.
Jakarta : Erlangga
Dziedzic, K. dan Hammond, A. 2010. Rheumatology Edvidence Based
Practice for Physiotherapist and Occupational Therapist. London:
Elsevier. 235-241.
Felson DT, Schaible HG. 2008. Pain in Osteoarthritis. United State: John
Wiley & Sons, Inc.
Hyman GS, Malanga GA, Alladin I. 2008. Jumper’s Knee. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/89569
Hudaya, P, 2002; Reumatologi; Cetakan Ketujuh, Akademi Fisioterapi
Surakarta, Surakarta.
Imron, Ali, dkk. 2017. Panduan praktek klinis fisioterapi. Jakarta: Ikatan
Fisioterapi Indonesia

1
Kalim, Handoko, et al. 1996. Ilmu Penyakit dalam. Edisi ke 3. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta
Kapandji. 2010. The Physiology of The Joint. sixth edition. Churchil Living
Stone. New York, hal. 76-80.
Kisner, Carolin and Lynn Allen Colby. 2007. Therapeutic Exercise 5th
Edition. Philadelphia : F.A. Davis Company.
Kuntono, HP. 2005. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi Osteoarthritis.
Temu Ilmiah IFI : Kediri.
Lin Chung-Wei C.,Taylor Deborah, A. Sita M., Zeindra Bierma, Maher
Christoper G. 2010. Exercise for Osteoarthritis of the Knee Physical
Therapy . Volume 90 No. 6 839-842, Journal of the American
Physical Therapy.
Maharani, Eka Pratiwi. 2007. Faktor-Faktor Risiko Osteoartritis Lutut, Tesis,
Program Studi Magister Epidemiologi Program Pascasarjana
Universitas Diponegoro.
Noor Helmi, Zairin, 2012; Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal; jilid
1,Salemba Medika, Jakarta, hal. 226-231, 534-535.
Pangestuti, Diana Tri, 2014. Penatalaksanaan Fisioterapi Tendinitis
Patellaris Dekstra Di RST Dr soedjono Magelang. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Parjoto, S. 2000; Assesment Fisioterapi pada OA Sendi Lutut; TITAFI XV,
Semarang.
Peterson L dan Renstrom P. 2005. Sport Injury Their Prvention And
Treatment. 3 rd ed. London: Martin Duritz
Pudjianto.M, 2002; Sendi Lutut; Pelatihan Terapi Manipulasi, Jurusan
Fisioterapi. POLTEKKES Surakarta.
Putz, R dan Pabst, R. 2003. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 1 edisi 21.
Jakarta: EGC
Rasjad, Chairuddin. 2009; Pengantar Ilmu Bedah Oropedi; pp 216, Yarsis
Watampone. Jakarta
Rolf C. 2007. The Sport Injuries Handbook Diagnosis And Management.
London: A & C Black
Soenarwo, Briliantono M. 2011. Penanganan Praktis Osteoarthritis. Jakarta:
Al-Mawardi.
Soeroso , Joewono, dkk. 2006 .Osteoartritis. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Indonesia.

2
Soeroso, Joewono,dkk. 2007. Osteoartritis, Dalam A.W. Sudoyo,
B.Setyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata, S. Setiati, editor, Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta.
Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Edisi 4, Jilid 1.
Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Sumual AS. 2012. Pengaruh Berat Badan Terhadap Gaya Gesek Dan
Timbulnya Osteoarthritis Pada Orang Di Atas 45 Tahun Di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Skripsi. Manado: Bagian
Fisika Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.
Suriani, S & Lesmana, S.I. 2013. Latihan Theraband lebih baik menurunkan
nyeri daripada latihan Quadriceps bench pada osteoarthritis genu. Vol.
13. Nomor 1. April 2013.
Syaifuddin, H. 2013. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi
Untuk Keperawatan & Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: EGC
Tajuid, Ucat, 2000. Pemeriksaan Fisioterapi pada Instabilitas Sendi Lutut.
TITAFI. XV, Semarang.
Zhang, Y. Joanne, M. Jordan, M.D. 2010. epidemiology of Osteoarthritis.
Clin Geriatr. Med;26(3):355-6.

Anda mungkin juga menyukai