Anda di halaman 1dari 29

MANAJEMEN FISIOTERAPI FUNGSIONAL

PEMERILAHARAAN DIRI DAN REKREASI PADA


PASIEN OSTEOARTHRITIS KNEE JOINT

Oleh:

HARMILA EKA PUTRI


C13116017

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Knee Joint adalah sendi sinovial terbesar pada tubuh manusia,
terdiri oleh struktur tulang (distal femur, proksimal tibia, dan patella),
tulang rawan (meniskus dan tulang rawan hialin), ligamen dan membran
sinovial. Membran sinovial bertanggung jawab atas produksi cairan
sinovial, yang menyediakan pelumasan dan nutrisi ke tulang rawan
avaskular. Sayangnya, mengingat penggunaan berlebihan dan stres pada
sendi ini, dapat menyebabkan kondisi yang menyakitkan salah satunya
Osteoartritis (Sharma et al,2017; Richebé et al, 2018).
Osteoartritis (OA) adalah gangguan degeneratif pada sendi
sinovial yang ditandai dengan hilangnya fokus artikular tulang rawan
dengan perubahan reaktif pada tulang subkondral dan marginal, sinovium,
dan struktur paraartikular (Scoot, 2010). Menurut National Institute for
Health and Care Excellence (2014), OA mengacu pada sindrom klinis
nyeri sendi disertai dengan berbagai tingkat keterbatasan fungsional dan
penurunan kualitas hidup. Ini adalah bentuk paling umum dari penyakit
sendi degeneratif, mempengaruhi 15% hingga 40% orang berusia 40 tahun
ke atas. Penyakit ini adalah penyebab utama kecacatan dan memiliki
perjalanan yang lambat, progresif yang berakhir dengan kegagalan sendi
dan kecacatan (Ayanniyi & Adeniyi, 2017).
Prevalensi OA di dunia termasuk dalam kategori tinggi berkisar
antara 2.3% hingga 11.3%, selain itu OA merupakan penyakit
muskuloskeletal yang sering terjadi yaitu pada urutan ke 12 di antara
seluruh penyakit yang ada. Hal tersebut dapat diketahui bahwa prevalensi
OA pada lansia usia > 60 tahun diestimasikan sebesar 10 -15% dengan
angka kejadian 18.0% pada perempuan dan 9.6% pada laki - laki, dari
angka tersebut dapat dilihat bahwa prevalensi OA pada perempuan lebih
tinggi dibandingkan dengan laki - laki (Ireneu et al, 2017). ). Prevalensi
OA berdasarkan usia di Indonesia cukup tinggi yaitu 5% pada usia 40
tahun, 30% pada usia 40 - 60 tahun, dan 65% pada usia tua (lansia) lebih
dari 61 tahun (Ireneu et al, 2017).
Manajemen OA genu terutama terkonsentrasi pada pengurangan
nyeri, meningkatkan ROM sendi dan meningkatkan kekuatan otot,
mengabaikan pengencangan ligamen dan otot yang mempengaruhi fungsi
tungkai bawah dan gaya berjalan (Sumathi et al, 2019). Fisioterapi sebagai
pilihan utama manajemen konservatif; yang mencakup berbagai strategi
seperti manual therapy, therapeutics exercises, patellar taping dan
modalitas elektroterapi dengan atau tanpa modalitas termal sebagai
langkah-langkah untuk mengurangi nyeri (Nor&Lyn, 2011).

B. ANATOMI KNEE
Sendi Lutut merupakan persendian yang paling besar pada tubuh
manusia. Sendi ini terletak pada kaki yaitu antara tungkai atas dan tungkai
bawah. Pada dasarnya secara fungsional sendi lutut ini terdiri dari dua
articulatio yaitu tibiofemoral dan patellofemoral yang disokong oleh
komponen-komponen disekitar sendi seperti ligamen, otot, meniscus, tulang,
cartilage, dan bursa. (De Wolf, 1996)

Sendi lutut dibentuk oleh epiphysis distalis tulang femur, epiphysis


proksimalis, tulang tibia dan tulang patella, serta mempunyai beberapa
sendi yang terbentuk dari tulang yang berhubungan, yaitu antar tulang
femur dan patella disebut articulatio patella femoral, antara tulang tibia
dengan tulang femur disebut articulatio tibio femoral dan antara tulang
tibia dengan tulang fibula proximal disebut articulatio tibio fibular
proxsimal (De Wolf, 1996).
1. Osteologi
Knee joint merupakan sendi yang dibentuk oleh 3 tulang yaitu os
femur, os tibia dan os patella. Knee joint terdiri dari 2 joint yaitu
tibiofemoral joint dan patellofemoral joint. Di dalam sendi terdapat
membran sinovial yang memberi nutrisi pada sendi. Terdapat 2 meniscus
yaitu meniscus lateral dan medial. Memiliki ligamen crusiatum anterior
dan posterior serta ligamen collateral lateral dan medial.

Gambar 1.1 Anatomi knee joint

2. Ligamen
Ligamen pada knee terbagi atas 4 yaitu:
a. Anterior cruciatum ligamenT (ACL)
b. Posterior cruciatum ligament (PCL)
c. Medial collateral ligament
d. Lateral collateral ligament

Gambar 1.2 Ligamen pada knee


3. Meniscus
Meniscus adalah stuktur di dalam knee joint yang yang berbentuk
seperti cincin yang terbuat dari tulang rawan. Ada 2 meniscus pada knee
masing-masing terletak diantara os femur dan os tibia yaitu:
a. Medial meniscus (besar, berbentuk C)
b. Lateral meniscus (kecil, berbentuk O)

Gambar 1.3 Meniscus pada knee

4. Otot
Tabel 1 Otot-otot penggerak gerakan fleksi, ekstensi, endorotasi dan
eksorotasi pada knee
No Otot Origo Insersio Inervasi Fungsi
1 Otot Tuberositas Condylus N. Fleksi knee
Semimbreno ischiadicus medial tibia iscihiadicus dan
sus (upper- endorotasi
lateral) knee
2 Otot Tuberositas Anteromedial N. Fleksi knee
semitendinos ischiadicus proksimal iscihiadicus dan
us tibia endorotasi
knee
3 Otot bicep Long head - Short head - N. Fleksi knee
femoris Tuberositas Tuberositas iscihiadicus dan
ischiadicus ischiadicus eksorotasi
knee
4 Otot Condylus Calcaneus N. tibilis Fleksi knee
gastrocnemiu lateral dan
s medial
fibula
5 Otot rectus Di atas Patella N. femoral Ekstensi
femoris cetabulum knee
dan kapsul
hip joint
6 Otot vastus Linea Tuberositas N. femoral Ekstensi
lateral aspera, tibia knee
aspek
anterior
trochantor
major,
tuberositas
gluteal dan
septum
intermuscul
ar lateral
7 Otot vastus Linea Tuberositas N. femoral Ekstensi
medial aspera, tibia knee
intertrochan
ter line,
medial
supracondy
ar line dan
septum
intermuscul
ar medial
8 Otot vastus Linea Tuberositas N. femoral Ekstensi
intermedius aspera, tibia knee
permukaan
anterior dan
lateral 2/3
proksimal
shaft femur
dan
intermuscul
ar septum
9 Otot tensor SIAS Iliotibial N. superior Ekstensi
fascia latae (Spina band gluteal knee
Iliaca nerve
Anterior
Superior)

C. Biomekanik
Genu atau lutut merupakan sendi yang paling mobile pada
ekstremitas bawah. Lutut berfungsi sebagai stabilisasi dan mobilisasi.
Dengan fungsi ganda ini dapat dijelaskan adanya tekanan yang besar
pada lutut. Lutut mempunyai penyeimbang dinamis dan stastis.
Penyeimbang dinamis merupakan unit muskulotendineus yang
menyilangi lutut. Sedangkan penyeimbang statis merupakan ligamentum
dan meniskus. Karena mobilitas yang tinggi, lutut rentan terhadap
bermacam-macam proses patologis, baik trauma maupun penggunaan
yang berlebihan. Kebutuhan biomekanis pada sendi lutut dipengaruhi
juga oleh panggul dan pergelangan kaki berdasarkan anatomi dan
mekanisme traumatik pada ekstremitas bawah. (Buschbacher, 2002).
Osteokinematika yang mungkin terjadi dengan bentuk anatomis
dari articulation genu adalah adalah gerakan fleksi dan ekstensi pada
bidang sagital dengan lingkup gerak sendi fleksi antara 120-130 derajat,
bila posisi hip fleksi penuh, dan dapat mencapai 140 derajat, bila hip
ekstensi penuh, untuk gerakan ekstensi, lingkup gerak sendi antara 0 – 10
derajat gerakan putaran pada bidang rotasi dengan lingkup gerak sendi
untuk endorotasi antara 30 – 35 derajat, sedangkan untuk eksorotasi
antara 40-45 derajat dari posisi awal mid posision. Gerakan rotasi ini
terjadi pada posisi lutut fleksi 90 derajat. Gerakan yang terjadi pada
kedua permukaan tulang meliputi gerakan rolling dan sliding. Saat
tulang femur yang bergerak maka, gerakan rolling ke arah belakang dan
sliding ke arah depan (berlawanan arah). Saat fleksi, femur rolling ke
arah belakang dan sliding ke belakang, untuk gerakan ekstensi, rolling ke
depan dan sliding ke belakang. Saat tibia yang bergerak fleksi adapun
ekstensi maka rolling maupun sliding bergerak searah, saat fleksi maka
rolling maupun sliding bergerak searah, saat fleksi rolling dan sliding ke
arah belakang, sedangkan saat ekstensi rolling dan sliding bergerak ke
arah depan.
Konsep utama biomekanik pada sendi lutut adalah
peningkatan tekanan (kekuatan per unit area) dan respon
muskuloskeletal pada tekanan ini. Tekanan ini menjadi lebih
besar dengan meningkatnya ketegangan quadriseps dan meningkatnya
fleksi lutut. Pada orang dengan normal aligment, berdiri dengan dua
kaki, tekanan garis weight-bearing dari pusat kaput femoral melalui
pusat lutut dan melalui pusat pergelangan kaki. Pada waktu berjalan
normal, suatu gaya sebesar 3 ( tiga ) kali berat badan ditransmisikan
melalui sendi lutut. Beban terbesar ditumpu pada sisi medial lutut,
disamping sisi yang lain. Aktifitas lain seperti naik turun tangga gaya
yang ditransmisikan meningkat menjadi 4 –5 kali berat badan. Pada
waktu lari tekanan ini meningkat menjadi 6 kali berat badan (Cailliet
R.,1992 ).
Gambar lutut dari arah samping yang menunjukkan kekuatan reaksi patellofemorale joint
pada aktifitas yang berbeda
(Nucleus Communication, Inc –
Atlanta 1998)

Konsep biomekanik lainnya yang perlu dimengerti adalah


mekanisme dari aksis lutut. Aksis anatomis lutut adalah sudut yang
terbentuk dari titik pertemuan antara garis dari pusat lutut ke pusat
batang femur dan garis dari pusat lutut ke batang tibia. Aksis
mekanik merupakan sudut yang dibentuk oleh pertemuan garis dari
pusat kaput femur ke pusat distal femur dan garis melalui pusat
pergelangan kaki melalui pusat proksimal tibia. Variasi aksis mekanik
ber beda-beda untuk masing-masing individu, biasanya berkisar antara
5° – 7° .
Ada empat gerakan yang terjadi pada knee joint yaitu gerakan fleksi-
ekstensi dan gerakan endorotasi-eksorotasi.
a. Fleksi-ekstensi
Nilai normal ROM gerakan fleksi adalah 0-135º, sedangkan
gerakan ekstensi adalah 0º. Jika ditulis menurut ISOM adalah S =
0º.0º.135º.
b. Endorotasi-eksorotasi
Nilai normal ROM gerakan endorotasi adalah 0-15º, sedangkan
gerakan eksorotasi adalah 0-45º. Jika ditulis menurut ISOM adalah T =
45º.0º.15º
BAB II
PATOFISILIOGI

A. OSTEOARTHRITIS KNEE
1. Defenisi
Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana
keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai
dengan kerusakan tulang rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya
ketebalan serta sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada
tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan
melemahnya otot–otot yang menghubungkan sendi.

Gambar 2.1 Anatomi Normal Knee Joint & Osteoarthritis


2. Klasifikasi

Gambar 2.1 Clasification of Osteoarthritis


(Klasifikasi OA Knee menurut Kellgren-Lawrence,1963)

Menurut Kellgren dan Lawrence, secara radiologis Osteoartritis di


klafikasikan menjadi :
1. Grade 0 : Normal
2. Grade 1 : Meragukan, dengan gambaran sendi normal, terdapat
osteofit minim
3. Grade 2 : Minimal, osteofit sedikit pada tibia dan patella dan
permukaan sendi menyempit asimetris.
4. Grade 3 : Moderate, adanya osteofit moderate pada beberapa
tempat, permukaan sendi menyepit, dan tampak sklerosis subkondral.
5. Grade 4 : Berat, adanya osteofit yang besar, permukaan sendi
menyempit secara komplit, sklerosis subkondral berat, dan kerusakan
permukaan sendi.

3. Epidemiologi
Prevalensi OA di dunia termasuk dalam kategori tinggi berkisar
antara 2.3% hingga 11.3%, selain itu OA merupakan penyakit
muskuloskeletal yang sering terjadi yaitu pada urutan ke 12 di antara
seluruh penyakit yang ada. Hal tersebut dapat diketahui bahwa prevalensi
OA pada lansia usia > 60 tahun diestimasikan sebesar 10 -15% dengan
angka kejadian 18.0% pada perempuan dan 9.6% pada laki - laki, dari
angka tersebut dapat dilihat bahwa prevalensi OA pada perempuan lebih
tinggi dibandingkan dengan laki - laki (Ireneu et al, 2017). Osteoarthritis
menurut American College of Rheumatology OA diderita dua per tiga
orang yang berumur lebih dari 60 tahun, dengan prevalensi 60,5% pada
pria dan 70,5% pada wanita (American College of Rheumatology, 2015).
Angka kejadian osteoartritis di Indonesia yang didiagnosis oleh
tenaga kesehatan sejak tahun 1990 hingga 2010 telah mengalami
peningkatan sebanyak 44,2% yang diukur dengan DALY (Disability
Adjust Lost Years). Berdasarkan hitungan DALY kualitas hidup pada
penderita OA mengalami kemunduran yaitu per 100.000 pada laki - laki
hanya 907,7 tahun dan pada tahun 2013, perhitungan OA berdasarkan
DALY per 100.000 perempuan mencapai puncak pada 1.327,4 tahun
(Alyling et al, 2017). Prevalensi OA berdasarkan usia di Indonesia cukup
tinggi yaitu 5% pada usia 40 tahun, 30% pada usia 40 - 60 tahun, dan
65% pada usia tua (lansia) lebih dari 61 tahun (Ireneu et al, 2017).
Prevalensi Osteoarthritis Genu di Indonesia adalah perempuan (14.9%)
lebih tinggi dari pada laki-laki (8.7%) diikuti peningkatan usia
(Pratama,2019).

4. Faktor Risiko dan Etiologi

Faktor risiko OA dapat dibagi dua yaitu:


1. Faktor predisposisi yang diamana faktor predisposisi merupakan factor
yang dapat meningkatkan resiko seseorang mengalami OA lutut
sedangkan faktor biomekanin ditinjau dari pembebanan oleh
pergerakan tubuh yang menyebabkan terjadinya OA. Beberapa faktor
predisposisi yaitu :
a. Umur → pada saat seseorang mulai memasuki tahapan usia lanjut
yaitu usia 50 tahun ke atas maka, resiko terjadinya OA semakin
meningkat.
b. Jenis Kelamin → wanita lebih dominan terkena OA knee
dibandingkan pria.
c. Obesitas → berat badan yang berlebihan menambah beban pada
sendi sehingga resiko terjadinya OA akan semakin meningkat.
d. Faktor genetik
e. Faktor metabolik → ketidakmampuan tubuh untuk memperbaiki
jaringan sendi secara sempurna dapat meningkatkan terjadinya OA.
2. Faktor biomekanik yang berpengaruh terhadap angka kejadian OA
lutut diantaranya adalah :
a. Trauma sendi
b. Kelainan anatomis yang dimiliki → kerusakan pada Anterior
Cruciatum Ligament dapat meningkatkan terjadinya OA akibat
dari abnormalitas gerakan lutut.
c. Faktor pekerjaan → pekerjaan dengan notabene yang membuat
seseorang mengalami penekanan di satu titik sendi lutut secara
terus-menerus dapat menyebabkan terjadinya OA.
d. Aktivitas fisik → seseorang dengan aktivitas fisik yang padat juga
dapat beresiko menderita OA, sebab beberapa titik persendian akan
mengalami tekanan yang berat dan terus-menerus.
e. Kebiasaan olahraga → olah raga yang melibatkan intensitas tinggi
atau pembebanan langsung pada sendi akibat kontak dengan
pemain lain dapat meningkatkan resiko terjadinya kasus OA lutut.
Terutama pada saat pembebanan langsung pada sendi yang terjadi
secara repetitive dan melibatkan gaya twisting.
f. Kelemahan otot → terdapat hubungan yang signifikan antara
Arthrogenic Muscle Inhibition (AMI) dengan insiden terjadinya
OA lutut yang sangat dipengaruhi oleh daya kontraksi otot
Quadricep.
g. Laksitas sendi → suatu kelainan seperti Joint Hypermobility
Syndrome merupakan suatu keadaan dimana terjadinya laksitas
yang berlebihan pada banyak sendi yang diakibatkan oleh adanya
kelainan sistemik pada sintesis kolagen dengan berkurangnya rasio
antara kolagen tipe I dengan kolagen tipe III

5. Patomekanisme

Patogenesis osteoartitis sampai saat ini masih menjadi perdebatan,


dahulunya osteoartritis dianggap suatu proses degeneratif murni. Pada
kenyataannya proses osteoartitis didominasi degradasi matrik ekstraseluler
yang menyebabkan hulangnya rawan sendi. OA merupakan penyakit
gangguan homeostasis metabolisme rawan sendi dengan kerusakan
struktur proteoglikan yang penyebabnya diperkirakan multifaktorial antara
lain oleh karena faktor umum, stres mekanis atau khemis, penggunaan
sendi yang berlebihan, defek anatomik, obesitas, genetik, humoral dan
faktor kebudayaan (Joewono Soeroso et Juliasih; 2008).
Secara fisiologis kondrosit mempertahankan homeostasis rawan
sendi, baik itu matrik, seluler dan enzim metabolisme. Mikrofraktur pada
permukaan rawan sendi akan diikuti dengan menurunnya sintesis
glikosaminoglikan serta proliferasi kondrosit. Selain berproliferasi
kondrosit merespon suatu trauma rawan sendi dengan meproduksi sitokin
antara lain interleukoin-1 (IL-1), interleukin 1β (IL-1β), IL-6, TNFα dan β
dan interferon (IFN) α dan τ dan growthfactor serta enzim-enzim
proteolisis. Sitokin merangsang degradasi komponen matriks rawan sendi.
IL-1α, TNFα, kedua sitokin ini merupakan aktivator yang sangat kuat pada
proses degradasi. IL-1α, IL-1β dan TNFα dikenal sebagai stimulator yang
poten sintesi NO. Peranan NO pada rawan sendi osteoartitis adalah
menghambat sintesi agrecan serta merangsang apoptosis kondrosit
(Joewono Soeroso et Juliasih; 2008).
Kondrosit penderita OA mempunyai reseptor IL-1 2 kali lipat lebih
banyak dibanding individu normal dan kondrosit sendiri dapat
memproduksi IL-1 secara lokal. Faktor pertumbuhan (IGF) dan sitokin
tampaknya mempunyai pengaruh yang berlawanan selama perkembangan
OA. Akibat dilepaskannya berbagai enzim proteolitik maka akan terjadi
degradasi rawan sendi, berlebihan dan melewati mekanisme kontrolnya,
sehingga sel kondrosit gagal mempertahankan komposisi normalnya.
Proses hilangnya kontrol mekanisme proteolitik ini tampaknya dapat
dicetuskan oleh beberapa faktor antara lain ketuaan, kelainan genetik,
perubahan biomekanik atau trauma (Joewono Soeroso et Juliasih; 2008).
Jadi proses utama untuk dikatakan sebagai OA adalah kegagalan
sintesi matriks yang merupakan hasil proses yang sangat komplek dari
faktor anabolikserta katabolik. Proses katabolisme yang terutama
diperantai oleh berbagai mediator seperti sitokin terutama IL-1, TNFα dan
enzim perusak antara lain metalloproteinase (MMPs) berialan lebih cepat
sehingga sintesis matriks rawan sendi tidak mampu mengimbangi
kecepatan kerusakan yang diakibatkan faktor katabolik tadi. Salah satu
faktor antagonis katabolisme rawan sendi adalah inhibitor of
metalloproteinase, tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP) serta sebagai
sitokin lainnya seperti IL-6 (Joewono Soeroso et Juliasih; 2008).
Akibatnya terjadi perubahan turnover matriks inilah yang
mendasari kerusakan rawan sendi pada osteoartritis. Proses ini dimulai
pada lapisan atas rawan sendi baru kemudian diikuti lapisan yang lebih
dalam dan proses biasanya terjadi bertahun-tahun menurut penelitian
berangsur sekitar 3-4 tahun. Gambaran makroskopik tampak rawan sendi
yang hipertropik, stadium yang lanjut rawan sendi kehilangan serabut
kolagen (Joewono Soeroso et Juliasih; 2008).

6. Manifestasi Klinik
Gejala-gejala utama ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena,
terutama waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-
mula rasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang saat istirahat.
Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi,
pembesaran sendi, dan perubahan gaya berjalan. (Soeroso J. Et all, 2008).
Secara spesifik, beberapa manifestasi klinis yang dapat ditimbulkan
adalah sebagai berikut :
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya
bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.
Beberapa gerakan dan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa
nyeri yang melebihi gerakan lain.
( Soeroso, 2006 )
Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini
(secara radiologis). Umumnya bertambah berat dengan semakin
beratnya penyakit sampai sendi hanya bias digoyangkan dan menjadi
kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan)
maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja) ( Soeroso, 2006 ).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan
kartilago pada sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga
dapat diasumsikan bahwa nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar
kartilago (Felson, 2008).Pada penelitian dengan menggunakan MRI,
didapat bahwa sumber dari nyeri yang timbul diduga berasal dari
peradangan sendi (sinovitis), efusi sendi, dan edema sumsum tulang
(Felson, 2008).Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya
nyeri. Ketika osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi
bagian dasar tulang hingga ke kartilago dan menuju ke osteofit yang
sedang berkembang Hal ini menimbulkan nyeri (Felson, 2008).Nyeri
dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi.
Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine bursitis
dan sindrom iliotibial band (Felson, 2008).
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara
perlahan sejalan dengan pertambahan rasa nyeri( Soeroso, 2006 ).
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri
atau tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau
mobil dalam waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di
pagi hari( Soeroso, 2006 ).
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang
sakit. Gejala ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya
hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk
oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Seiring dengan
perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu
(Soeroso, 2006 ).

e. Pembengkakan sendi yang asimetris


Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi
pada sendi yang biasanya tidak banyak (<100cc) atau karena adanya
osteofit, sehingga bentuk permukaan sendi berubah ( Soeroso, 2006 ).
f. Tanda – tanda peradangan
Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan,
gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan) dapat
dijumpai pada OA karena adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini
tidak menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit yang lebih
jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut (Soeroso, 2006).
g. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan
merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA,
terlebih pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan
dengan nyeri kastrena menjadi tumpuan berat badan terutama pada OA
lutut (Soeroso, 2006).

7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat osteoarthritis dapat terjadi
apabila penyakit ini tidak ditangani dengan serius. Terdapat dua macam
komplikasi yaitu :
a) Komplikasi akut berupa, osteonekrosis, Ruptur Baker Cyst, Bursitis.
b) Komplikasi kronis berupa malfungsi tulang yang signifikan, yang
terparah ialah terjadi kelumpuhan. (Conan dine, 2018)

8. Diagnosis Banding
Osteoarhtritis Genu merupakan salah satu penyakit yang tergolong
dalam bidang kajian Rheumatology. Beberapa penyakit Rheumatology
lainnya meliputi Rheumatoid Arthritis, Gout Arhtritis yang memilki gejala
hampir sama dengan Osteoarhtritis Genu. Pentingnya diagnosis banding
dalam hal ini untuk mengekslusi pasien yang memiliki gangguan
Inflamatory Arthritis tersebut. Rheumatoid Arthritis merupakan suatu
gangguan pada sendi dimana terjadinya inflamasi kronis yang bersifat
sistemis dan progresif. Pada RA umumnnya terjadi keterlibatan sendi
secara simetris atau bilateral (sendi kanan dan kiri) dan umumnya
menyerang sendi-sendi kecil seperti jari-jari tangan, kaki, dan lain-lain.
Pada keadaan kronis, beberapa sistem yang diserang meliputi sistem
cardiovascular, pulmonal, gastrointestinal (Goodman & Fuller, 2009).
Sedangkan pada Gout Arthritis, merupakan keadaan patologi dimana
terjadinya peningkatan kadar asam urat dalam tubuh, yang kemudian akan
terdeposisi dalam sendi sebagai kristal urat. Hyperuricemia merupakan
penyebab utama terjadinya gout artritis dan hal ini terjadi sebagai akibat
dari tinggi nya kadar purin dalam tubuh ataupun adanya gangguan sekresi
pada purin tersebut. Beberapa manifestasi klinisnya adalah nyeri hebat
yang bersifat akut, terjadi tiba-tiba pada malam hari, adanya erythema,
tenderness, dan hipersensitifitas pada sendi. Pada fase kronis, muncul
pembengkakan pada sendi berupa thopi (Goodman & Fuller, 2009).
BAB III
MANAJEMEN FISIOTERAPI

PEMERIKSAAN FISIOTERAPY (KONSEP AFPR)

A. ANAMNESIS UMUM
Nama : Ny. Hs
Usia : 56 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Daya
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Vital sign
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Denyut nadi : 70x/ menit
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 150 cm
B. ANAMNESIS KHUSUS
1. Chief Of Complain (Body Scheme)
Nyeri pada lutut kiri

2. History Taking (Body Scheme)


Nyeri lutut dirasakan sejak 8 bulan yang lalu. Pasien jatuh ± 8 bulan yang

lalu ketika sedang mengantar suami pergi berobat, jatuh dengan posisi

terpeleset. Nyeri dirasakan bertambah ketika duduk lama, dari duduk ke

berdiri, dan jongkok. Pasien juga kesulitan ketika shalat teruma duduk

tahiyat. Pasien saat ini masih shalat duduk. Sudah pernah kedokter dan

melakukan foto X-Ray dengan hasil terdapat osteofit pada sendi lutut. Ada

riwayat Diabetes Mellitus.


3. Assymetrical
a. Inspeksi statis (Body Language)
1) Mimik wajah pasien tampak cemas
2) Tidak tampak kemerahan pada sendi lutut
b. Inspeksi dinamis (Body Language)
1) Pasien berjalan dengan mandiri
2) Gait analysis normal, namun langkah tampak pelan
c. Palpasi (Body schame)
1) Suhu : Normal
2) Oedema :-
3) Kontur kulit : Normal
4) Tenderness : Nyeri pada sisi medial patellofemoral
d. PFGD (Body Language)
PFGD extremitas inferior sinistra (knee joint)
Gerakan Aktif Pasif TIMT

Fleksi ROM terbatas, ROM terbatas, Mampu menahan


nyeri, mampu nyeri, springy tahanan min.
melakukan endfeel

Ekstensi Full ROM, Full ROM, Mampu menahan


tidak nyeri, tidak nyeri, tahanan max.
mampu hard endfeel
melakukan

Endorotasi Full ROM, Full ROM, Mampu menahan


tidak nyeri, tidak nyeri, tahanan max.
mampu hard endfeel
melakukan

Eksorotasi Full ROM, Full ROM, Mampu menahan


tidak nyeri, tidak nyeri, tahanan max.
mampu hard endfeel

e. Tes Orientasi (Body Language)


1) Duduk ke berdiri : mampu, nyeri
2) Jongkok : mampu, nyeri
3) Duduk Tahiyat : mampu, nyeri
4) Naik turun tangga : mampu, nyeri ketika naik tangga

4. Restrictive (Body image dan body schame)


• Limitasi ROM : terbatas pada gerakan fleksi knee sinistra

• Limitasi ADL : Limitasi walking dan Limitasi praying

• Limitasi pekerjaan : Limitasi pekerjaan

• Limitasi Rekreasi : Limitasi rekreasi

5. Tissue Impairment & Psikogenik (Body schame dan body image)

a. Musculotendinogen : Tenderness pada bagian medial patellar

knee sinistra, Muscle Weakness pada M. Quadriceps, Spasme M.

Hamstring

b. Neurogen :-

c. Osteoarthrogen : Adanya krepitasi pada knee joint sinistra

d. Psikogen : Cemas

6. Specific Test
a. VAS (Visual Analogue Scale) (Body image)
Nyeri diam :5

Nyeri tekan :7

Nyeri gerak :8
b. Tes ROM (Range Of Motion) (Body schame)
Hasil : Knee joint sinistra

S = 0º.0º.120º

R = 40º.0º.30º

c. MMT (Manual Muscle Test) (Body schame)


Hasil : Knee joint sinistra

Fleksor =4

Ekstensor =4

Endorotator = 5

Eksorotator = 5

d. Anterior Drawer Test (Body schame)


Hasil : Negatif
Interpretasi : Tidak mengindikasikan tear pada ligamen cruciatum
anterior

e. Posterior Drawer Test (Body schame)


Hasil : Negatif
Interpretasi : Tidak mengindikasikan tear pada ligamen cruciatum
posterior

f. Varus Test (Body schame)


Hasil : Tidak nyeri (-)
Interpretasi : Tidak mengindikasikan tear pada ligamen collateral
lateral

g. Valgus Test (Body schame)


Hasil : Tidak nyeri (-)
Interpretasi : Tidak mengindikasikan tear pada ligamen collateral
medial

h. Clarke Sign (Body schame)


Hasil : Nyeri (+)
Interpretasi : Mengindikasikan tear pada meniscus lateral dan medial

i. Ballotement Test (Body schame)


Hasil : Positif
Interpretasi : Patella dapat ditekan kebawah dan terdapat banyak cairan
pada sendi maka patella seperti terangkat sehingga ada sedikit gerakan
ke atas dan bawah

j. Patellar Aprehension Test (Body schame)


Hasil : Positif
Interpretasi : nyeri disertai rasa cemas pasien atau berusaha
mengontraksikan quadriceps selama untuk mencegah patella glide ke
lateral dan merasa tidak cemas keika patella glide ke medial
mengindikasikan patologi pattelo femoral articulation

h. Indeks ADL (Body language)


Hasil : 6
Interpretasi : Pasien Mandiri

i. Muscle Length Test (Body schame)


Hasil : Positif
Interpretasi : Spasme m. Hamstring,

ATENSI
Fisioterapis memberikan contoh latihan kepada pasien dan pasien
memerhatikan serta melakukannya.
Misalnya: memberikan intruksi untuk melakukan hiper ekstensi pada saat
duduk di tempa tidur, duduk jongkok, dan jalan-jalan di kolam untuk
memperkuat otot-otot lutut.

PERUBAHAN PERSEPSI
Fisioterapis memberikan pemahaman kepada pasien tentang kondisinya
dan meyakinkan pasien bahwa penyakitnya dapat disembuhkan.
Missal: ibu tidak perlu khawatir dan cemas dengan kondisi ibu karena
kami akan membantu ibu. Kami akan berupaya menyembuhkan ibu
dengan memberikan terapi, salah satunya dengan exercise yang bertujuan
untuk membantu agar mempercepat penyembuhan dan memperkuat otot-
otot lutut ibu sehingga ibu dapat beraktivitas seperti biasanya. Selain itu,
ibu harus tetap berdoa dan bersabar.

PENANAMAN MEMORI FT
Fisioterapis memberikan exercise berupa home program dan meminta
pasien untuk melakukannya di rumah.

C. DIAGNOSIS
“Gangguan Gerak Dan Aktivitas Fungsional Regio Knee Joint Sinistra Berupa
Nyeri, Spasme, Muscle Weakness, Limitasi ROM Dan Gangguan ADL
(Praying Dan Walking) e.c Osteoarthritis Sejak 8 Bulan Yang Lalu”.

D. PROBLEM FT
1. Problem primer
Nyeri pada knee sinistra
2. Problem sekunder
a. Kecemasan
b. Spasme pada M. Hamstring
c. Muscle WeaknessM. quadriceps, m. Gastrocnemius
d. Limitasi ROM knee joint sinistra gerakan fleksi
3. Problem kompleks
Gangguan activity daily living (ADL), yaitu praying dan walking

E. TUJUAN FT
1. Tujuan jangka panjang
Mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional pasien
2. Tujuan jangka pendek
a. Mengurangi nyeri
b. Meningkatkan ROM
c. Meningkatkan kekuatan otot
d. Memelihara fleksibilitas otot

F. INTERVENSI FT

No Problem Modalitas Terpilih Dosis


F : 3x seminggu
I : pasien fokus
Gangguan Komunikasi
1 T : interpersonal
Kecemasan Teraupetik
approach
T : Selama proses FT

F : 3x seminggu
Metabolic stress Electro Therapy I : 30 cm diatas kulit
2
reaction (IRR) T : lokal
T : 10 Menit

F : 3x seminggu
Electro Therapy I : 20 - 45 mA
3 Nyeri
(TENS) T : Contraplanar
T : 10 Menit
F : 3x seminggu
I : 30%, 60%, 90%
Manual Therapy tekanan
T : Friction
4 Spasme
T : 2 Menit
F : 3x seminggu
I : 15 sec, 3x rep.
Exercise Therapy
T : Strecthing exc.
T : 2 Menit
F : 3x seminggu
5 Kelemahan Otot Exercise Therapy I : 8 sec, 3x rep.
T : Strengthening exc,
static contraction
T : 5 Menit
F : 3x seminggu
I : 8 sec, 3x rep.
6 Limitasi ROM Exercise Therapy
T : Traksi translasi
T : 2 menit
F : 2x seminggu
I : 3x repetisi
7 Gangguan ADL Exercise Therapy
T : ADL exercise
T : 5 Menit

G. HOME PROGRAM
1. Menganjurkan kepada pasien untuk melakukan statik kontraksi secara
mandiri di rumah dengan menggunakan handuk
2. Menganjurkan kepada pasien untuk melakukan gerakan mengayun kaki
(pumping action) untuk meningkatkan sirkulasi darah dan mengurangi
gejala inflamasi.

H. EVALUASI DAN MODIFIKASI FISIOTERAPI


Adapun hasil evaluasi dan modifikasi terhadap program fisioterapi yang
telah diberikan pada klien tersebut, adalah sebagai berikut:
1. Evaluasi:
Setelah … Kali
No. Problem Sebelum Intervensi
Intervensi
Diam (0); Tekan (0);
1 Nyeri Diam (0); Tekan (0) Gerak (7)
Gerak (7)

Evaluasi ROM S = 0º.0º.90º S = 0º.0º.100º


2
(Fleksi – Ekstensi)

3 4 4
Kelemahan otot

2. Modifikasi:
Modifikasi Program disesuaikan dengan hasil evaluasi yang didapatkan
dari perkembangan hasil terapi yang dicapai oleh pasien. Modifikasi dapat
berupa peningkatan dosis atau modifikasi jenis latihan. Modifikasi
program FT yang dapat diberikan berupa:
a. Approksimasi: latihan untuk memelihara stabilitas dan proprioseptif
klien Aktif
b. Bridging Exercise : Untuk meningkatkan kekuatan otot-otot core pada
pasien agar tidak berjalan pincang.
c. Pumping action : untuk melancarkan sirkulasi darah.

PROGRAM AFPR

Adapun program AFPR yang dapat diberikan kepada pasien dengan OA Knee
diantaranya :

1. Berenang di kolam renang yang terdapat tangga agar dapat melatih ADL
pasien

2. Jalan-jalan di taman atau pantai bersama keluarga

3. Melakukan senam aerobic dengan low intensity


DAFTAR PUSTAKA

Aras, Djohan. (2013). Buku Ajar Mata Kuliah Proses dan Pengukuran
Fisioterapi. Program Studi S1 Fisioterapi, Fakultas kedokteran. Universitas
Hasanuddin: Makassar.
Bahr, R. (2013). Risk Factors for Sports Injuries a
Methodological Approach. British journal of sports medicine.
Christensen R, Bartels EM, Astrup A, et al. (2012). Effect of weight reduction in
obese patients diagnosed with knee osteoarthritis. Annals of the Rheumatic
Diseases.
Dine, Conan et al. 2008. Osteoatritis dan komplikasinya. Jakarta : SMF Ilmu
Penyakit Saraf Universitas Indonesia.
Felson,D.T.2008. Osteoarthritis. Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17 th
edition, 2158-2165, mc graw hill Companies Inc, New York.
Felson, D.T. (2011). Osteoarthritis in Fauci. Mc Graw-Hill Medical, New York.
Goodman dan fuller, K. 2009. Phatology implications for the physical therapist.
3th ed. Saunders.
Indonesia squad for AFC Asian Cup named. AFC. 2007-06-18. Diakses tanggal
2015-10-03
Kenyon, Jonathan dan Kenyon, Karen. (2005). The Physiotherapist’s Pocket
Book. Elsevier, China.
Najla, M.A. (2012). Manifestasi Klinis Lupus Eritematosus Sistematik di RS Dr.
Hasan Sadikin Bandung. Temu Ilmiah Reumatologi, Jakarta.
Soeroso, Joewono et Juliasih. 2008. Osteoatritis/Reumatologi dalam Pedoman
Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:SMF Ilmu Penyakit
Dalam RSU Dr. Soetomo.
Soeroso, S. Isbagio, H.,kalim, H., Broto R., pramudyo, R., 2006, Osteoarthritis,
Jilid II 1195-1201, Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam,Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai