PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
1
beberapa bagian yakni leher (cervical) yang mempunyai peranan yang
sangat besar. Selain itu, leher merupakan bagian tubuh yang paling unik
karna terdiri dari beberapa sendi kompleks yang dilalui oleh saraf dan
pembuluh darah, otot – otot, tendon dan ligamennya yang memungkinkan
leher yang bergerak secara kompleks
Aktifitas manusia yang tidak teratur dapat mengakibatkan gangguan
terhadap kesehatan manusia itu sendiri salah satunya adalah spondylosis
cervical. Di perkirakan 20% - 70% populasi pernah mengalami nyeri leher
sesekali dalam hidupnya ditambah lagi insiden nyeri leher meningkat tiap
waktu, 10% - 20% populasi dilaporkan mempunyai masalah nyeri leher,
dengan 54% individu mengalami nyeri leher dalam 6 bulan terakhir.
Pravalensi nyeri leher meningkat oleh karna usia dan umunya terjadi pada
wanita berusia 50 tahun (Childs et al, 2008).
Di Indonesia, setiap tahun sekitar 16,6% populasi orang dewasa
mengeluhkan rasa tidak enak dileher, bahkan 0,6% bermula dari rasa tidak
enak dileher menjadi nyeri leher yang berat. Insidensi nyeri leher
meningkat dengan bertambahnya usia, dimana lebih sering mengenai
wanita dari pada laki – laki dengan perbandingan 1,67 : 1 (Hudaya, 2009).
Nyeri dianggap proses yang normal, menurut Toxonony Commite of
the Internasional Association for the Study of Pain (IASP) menyebutkan
bahwa nyeri didefinisikan sebagai suatu pengalaman sensoris dan emosi
yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan baik
yang aktual maupun yang potensial. Dengan adanya nyeri, maka pasien
akan mengalami penurunan produktifitas, penurunan kualitas hidup seperti
gangguan ADL dan penurunan keterlibatan dalam berbagai kegiatan sosial
(Hudaya, 2009).
Spondylosis cervical merupakan suatu kondisi proses degenerasi
pada diskus intervertebralis dan jaringan pengikat persendian antara ruas –
ruas tulang belakang. Saat mengalami degenerasi, diskus mulai menipis
karena kemampuannya menyerap air berkurang sehingga terjadi
penurunan kandungan air dan matriks dalam diskus menurun. Degenerasi
2
yang terjadi pada diskus menyebabkan fungsi diskus sebagai shock
absorber menghilang, yang kemudian akan timbul osteofit yang
menyebabkan penekanan pada radiks, medulla spinalis dan ligament yang
pada akhirnya timbul nyeri dan menyebabkan penurunan
mobilitas/toleransi jaringan terhadap suatu regangan yang diterima
menurun sehingga tekanan selanjutnya akan diterima oleh facet joint.
Degenerasi pada facet joint akan diikuti oleh timbulnya penebalan
subchondral yang kemudian terjadi osteofit yang dapat mengakibatkan
terjadinya penyempitan pada foramen intervertebralis. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya penyempitan kompresi/penekanan pada isi
foramen intervertebralis ketika gerakan ekstensi, sehingga timbul nyeri
pada akhirnya akan menyebabkan penurunan mobilitas /toleransi jaringan
terhadap suatu regangan yang diterima menurun.
Spaasme otot – otot cervical juga dapat menyebabkan nyeri karena
iskemia dari otot tersebut menekan pembuluh darah sehingga aliran akan
melambat dan juga terjadi penurunan mobilitas/toleransi jaringan terhadap
suatu regangan. Dari kesemua faktor diatas menimbulkan penurunan
lingkup gerak sendi pada cervical.
TENS merupakan suatu pengobatan menggunakan stressor fisis
berupa energi listrik guna merangsang sistem saraf melalui permukaan
kulit dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri. TENS
pada spondylosis cervical juga akan menimbulkan kontraksi yang
bermakna yaitu pumping action, reabsorbsi sisa metabolism dan sisa
inflamasi sehingga iritasi pada nosisensor dapat dihilangkan/dikurangi
sehingga nyeri menurun. TENS juga dapat menstimulus Aβ dan γ dan
membantu menghambat implus pada corpus posterior medulla spinalis dan
menstimulasi monophase asimetris sehingga mempengaruhi nosisensorik
yang akan dibawa thalamus ke spinotalamikus sehingga memicu
diproduksinya endoprhine oleh tubuh sehingga nyeri menurun.
Berdasarkan masalah dan definisi diatas, fisioterapi sebagai tenaga
kerja professional kesehatan mempunyai kemampuan dan keterampilan
3
yang tinggi untuk mencegah, mengembangkan, mengembalikan dan
mengobati gerak dan fungsi penderita spondylosis cervical maka kami
berkeinginan untuk mengetahui manfaaat terapi modalitas dalam
meningkatkan kesehatan penderita dengan spondylosis cervical. Sehingga
kami tertarik untuk mengangkat judul makalah yaitu “
PENATALAKSAAN SPONDYLOSIS CERVICAL DENGAN
MODALITAS TENS DAN TRAKSI MANIPULASI CERVICAL”
1.3.Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
a. Untuk memenuhi tugas selama preklinik
b. Untuk mengetahui pelaksanaan fisioterapi pada kondisi spondylosis
cervical.
c. Menambah pengetahuan dan menyebar luaskan peran fisioterapi
pada kondisi spondylosis cervical.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apakah modalitas TENS dapat memblokir nyeri
cervical terhadap penderita spondylosis cervical.
b. Untuk mengetahui apakah terapi modalitas traksi dapat
meningkatkan gerak sendi terhadap penderita spondylosis cervical.
4
1.4.Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan serta
menambahkan pengalaman mengenai kasus spondylosis servical
2. Bagi Fisioterapi
Dapat menambah informasi serta mengetahui secara mendalam
tentang kasus spondylosis servical.
3. Bagi Pendidikan
Dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan sebagai salah satu referansi
dan informasi mengenai kasus spondylosis cervical.
4. Bagi Institusi Kesehatan
Dapat bermanfaat bagi institusi – institusi kesehatan agar menambah
informasi dan sebagai salah satu referensi penanganan pada kasus
spondylosis servical.
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Gambar 2.1
Spondylosis Degeneratif
6
2.2. Anatomi
Tulang vertebra terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12
buah tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sakral. Tulang
servikal, torakal dan lumbal masih tetap dibedakan sampai usia berapapun,
tetapi tulang sakral dan koksigeus satu sama lain menyatu membentuk dua
tulang yaitu tulang sakum dan koksigeus (Cailliet, 1981 dikutip oleh
Kuntono, 2007).
b. Elemen posterior
7
kerja otot-otot tersebut. Lamina merambatkan kekuatan dari prosesus
spinosus dan prosesus artikularis superior ke pedikel sehingga ia rentan
terhadap trauma seperti fraktur pars artikularis.
c. Elemen tengah
a. Diskus intervertebralis
8
c. Ligamen longitudinal posterior
Ligamen longitudinal posterior lebih sempit dan lebih lemah
dari ligamen anterior, terbentang dalam kanalis vertebralis di dorsal dari
korpus vertebralis. Ligamen ini melekat pada diskus intervertebralis dan
tepi posterior dari korpus vertebra mulai vertebra servikal 1 sampai
sakrum. Ligamentum ini dilengkapi akhiran saraf nyeri (nociceptor).
Ligamen posterior berperan mencegah hiperfleksi kolumna vertebralis
serta mencegah herniasi diskus intervertebralis.
Cervical spine terdiri dari 7 vertebra dan 8 saraf cervical. Fungsi
utama leher adalah menghubungakam kepala dan leher. Stabilitas kepala
tergantung pada 7 buah vertebra cervical. Hubungan antara vertebra cervical
melalaui suatu susunan persedian yang cukup rumit. Gerakan leher
dimungkinkan karena adanya berbagai persendian,facet joint yang ada di
posterior memegang peranan penting. Sepertiga gerakan fleksi dan ekstensi
dan setengah dari gerakan latero fleksi terjadi pada sendi atlantooccipitalis
(dasar tengkorak dengan VC1). Sendi atlantoaksalis (VC1 – VC2)
memegang peranan pada 50% gerakan rotational. VC2 hingga VC7
memegang peranan pada dua pertiga gerakan fleksi dan ekstensi, 50%
gerakan rotasi dan 50% gerakan latero fleksi.
Delapan saraf cervical berasal dari medulla spinalis segmen
cervical, 7 saraf cervical keluar dari medula spunalis diatas vertebra yang
bersangkutan, namu saraf cervical ke8 keluar dari medulla spinalis di bawah
VC7 dan di atas VTh1 serta kosta pertama. Saraf – saraf ini memeberikan
layanan saraf sensorik pada tubuh bagian atas dan ektermitas superior
berdasarkan pola dermatom. Sedangkan layanan motoris dan refleks dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
9
Tabel 2.1
Layanan inervasi dari akar cervical
Saraf Innervasi motorik
VC3 – 5 Diafragma.
VC5 Otot deltoid, biceps.
VC6 Ekstensor wrist, abduktor dan
ekstensor thumb.
VC5 – 6 Biceps, bracoradialis.
VC7 Triceps, flesor wrist, ekstensor jari.
VC6 – 7 Triceps.
VC8 Flesor jari
VTh1 Otot – otot ekstensor tangan.
Sumber : karyatulisilmiah.com/spondylosiscervical-referat/
Segmental Cervical
Gerakan pada cervical lebih luas serta sudut facet sendinya lebih
kearah transversal dibandingkan dengan thoracal atau lumbal. Cervical
terdiri dari ruas dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Corpus vertebra kecil, pendek berbentuk segi empat
2. Foramen vertebra berbentuk segi tiga dan besar
3. Processus transversus terletak di sebelah processus articularis
4. Pada processus transversus terdapat foramen costo transversarium yang
dilalui oleh arteri dan vena vertebralis
5. Processus transversus mempunyai dua tonjolan, yaitu tuberculum
anterior dan tuberculum posterior, yang dipisahkan oleh sulcus
spinalis dan dilalui oleh nervus spinalis.
10
Karena susunan anatomis dan fungsi yang berbeda, maka dapat
dipilah dalam segmentasi sebagai berikut :
1. Atlanto occypitalis (C0 – C1)
Merupakan sendi sinovial jenis ovoid yang dibentuk inferior
articular face atlas cekung. Gerak utama fleksi-ekstensi sehingga
dikenal sebagai “yes joint”.
2. Atlanto axialis (C1 – C2)
Merupakan sendi sinovial jenis sendi putar, dibentuk oleh atlas arc
dengan dens dimana gerak utamanya rotasi kanan-kiri, sehingga dikenal
sebagai “no joint”.
3. Intervertebral joint (C2 – C7)
Gerakan ke segala arah, dengan gerakan dominan seperti ekstensi,
fleksi, dan lateral fleksi.
4. Facets dan Uncovertebral joint
Mulai dari C2 ke bawah membentuk intervertebral joint atau facets
dimana terletak lebih pada bidang transversal. Facet dibentuk oleh
processus articular inferior dengan processus articular superior vertebra
bawahnya, dimana arah permukaan sendi dalam bidang transversal
sehingga memungkinkan luasnya ke segala arah. Sudut kemiringan dan
sudut bukaan facet tiap segmen bervariasi, sehingga memiliki dominasi
gerakan yang bervariasi tiap segmen.
Uncovertebral (uncinate) joint bukan merupakan sendi yang
sebenarnya tetapi merupakan pertemuan tepi lateral corpus vertebra
cervicalis, yang berkembang dan degenerasi sesuai umur. Uncovertebral
terdapat pada cervical spine saja, juga sebagai stabilisasi dan mengarahkan
gerak segmental sehingga lebih dominan fleksi-ekstensi.
2.3. Etiologi
11
intervertebralis, yang mengakibatkan makin menyeempitnya jarak antar
vertebra sehingga mengakibatkan terjadinya osteofit, penyempitan kanalis
spinalis, foramen intervertebralis dan iritasi persendian posterior. Rasa nyeri
pada spondylosis disebabkan oleh terjadinya osteoarthritis dan tertekan
radiks oleh kantong durameter yang mengakibatkan iskemik dan radang
(Harsono dan Soeharso,2005)
1. Degeneratif arthritis
Merupakan salah satu kondisi yang sangat sering mengenai
leher pada orang setelah umur pertengahan dan menimbulkan rasa
nyeri, termasuk diantaranya OA pada facet joint, degenerasi diskus
intervertebralis. Keluhan yang sangat sering diungkapkan pada konidisi
ini adalah kaku kuduk (Neck stiffness) atau rasa nyeri, yang timbul
akibat kapsul sendi yang mengandung serabut saraf sangat sensitif
terhadap peregangan atau distorsi, selain itu ligamentum dan tendon
12
dileher sensitif juga terhadap peregangan dan torsi oleh gerakan yang
keras atau overuse leher/bagian atas punggung, juga osteofit dapat
menekan akar saraf atau medulla spinalis
2. Cervical radikulopathy
Merupakan nyeri neurogenik. Nyeri terasa tajam dengan
intensitas tinggi atau terasa panas seperti terbakar. Pasien mengatakan
seperti terkena strum listrik yang menjalar kelengan sesuai dermatom
akar saraf.
Disebabkan oleh adanya kompresi satu atau lebih akar saraf, 70 – 90 %
akibat penyempitan foramen intervertebralis sisanya akibat kompresi
HNP
3. Myelopathy
Menimbulkan nyeri mielogenik. Rasa nyeri seperti gelombang
shock merujuk kebagian bawah spinal adakalanya merujuk keempat
ekstermitas. Myelopathy timbul akibat adanya HNP dan cervical
spondylosis yang menekan medulla spinalis. Myelopathy pada
umumnya berkembang lambat dan gejala memburuk secara perlahan –
lahan. Namun pada beberapa kasus dapat berkembang progresif cepat.
Tanpa pembedahan, dua pertiga akan memburuk, secara bertahap akan
terjadi gangguan BAB dan BAK, pasien akan hidup dikursi roda akibat
gangguan koordinasi, kelemahan dan sering terjatuh.
2.4. Patologi
Suatu kondisi patologi persendian akibat degenerasi pada diskus
intervertebralis dan jaringan pengikat persendian antara ruas vertebra
cervical. Dimulai degenerasi ketika integritas serabut kolagen berkurang
kekentalan serta kandungan air atau matriks yang terdapat didalamnya.
Keadaan ini menyebabkan diskus berkurang kemampuannya sebagai
bantalan sendi yang berfungsi menahan dan menyesuaikan beban. Dengan
berkurangnya matriks menyebabkan diskus menyerap air kedalam tulang
berkurang, sehingga nucleus menjadi sedikit kering dan mengkerut serta
13
terjadi ketidak seimbangan penumpuan beban akan menyebabkan sendi
facet bergesekan, apabila terjadi secara terus menerus menyebabkan timbul
osteofit yang mengakibatkan tertekannya akar saraf, spasme otot dan juga
nyeri.
Problematika klinis yang dapat terjadi salah satunya ialah gejala
radikuler. Tergantung pada radiks saraf yang terkena oleh spur atau iritasi
oleh synovitis dari facet sendiri dan bersifat unilateral. Pasien mengeluh
adanya parasthesia numbness dan jarang disertai nyeri. Parasthesia
numbnesss sendiri tergantung pada bagian vertebra cervical mana yang
mengalami spondylosis, dan memiliki manifestasi berbeda – beda. Adapun
parese yang jarang didapatkan kecuali bila terdapat penekanan hebat pada
radiks saraf atau menuda spinalis yang menyebabkan terjadinya neuropati.
Problematik lain yang terjadi pada kasus yang disertai penekanan yang
mendadak pada arteri vertebralis yang bisa menyebabkan nyeri kepala,
vertigo, tinnitus (Cailliet, 1991).
14
Kelemahan dan penciutan otot pada salah satu atau kedua lengan
bisa terajdi sebelum maupun sesudah timbulnya gejala penekanan medulla
spinalis. Pasien biasanya berumur 40 tahun, mengeluh nyeri leher dan
kekakuan. Gejala timbul perlahan – lahan dan sering semakin buruk pada
saat bangun tidur. Nyeri dapat menjalar luas kebelakang kepala, otot scapula
turun kesalah satu atau kedua lengan. Parestesia, kelemahan dan kekauan
kadang – kadang timbul. Secara khas terjadi gangguan yang semakin berat,
dan terdapat periode jeda yang relative lama.penampilan pasien adalah
normal. Nyeri tekan terasa pada otot leher posterior dan daerah scapula,
semua gerakan terbatas da nyeri. Pada salah satu atau kedua lengan kadang
– kadang dapat ditemukan kelemahan dan salah satu reflek nya dapat
tertekan.
Tanda – tanda radiologis :
1. penyempitan ruang diskus, hanya mengenai satu ruang pada 40% , dua
ruang pada 40% dan lebih dari pada sisanya. Lebih sedikit dari sepertiga
mengenai C5/C6 dan sedikit kurang dari sepertiganya mengenai C6/C7
atau C4/C5, jarang pada C3/C4 terkena dengan C7/T1
2. perubahan kurva normal, umum nya hilang lordosis normal, mungkin
terbatas hingga dua tulang belakang berdekatan, dan mobilitas yang
terbatas harus dibandingkan saat pengambilan posisi fleksi dan ekstensi.
3. Osteofit lebih nyata dianteroir, namun pertumbuhan berlebihan
diposterior lebih penting, penyempitan foraminal tampak hanya pada
tampilan oblique.
4. Identitas myelografik dura anterior tidak selalu mendukung tingkat
maksimal kolaps diskus dan osteofit. Identitas posterior akibat ligament
flava tampak bila diambil saat ekstensi. Blok total jarang, namun bila
terjadi bisa berarti prolaps diskus akut.
5. CT scan yang dilakukan dan beberapa jam bisa lebih tepat menentukan
tempat dan perluasan kompresi. Perubahan serupa tampak pada MRI
scan sagital.
15
2.6. Komplikasi
Spondylosis cervical merupakan penyebab paling umum dari
disfungsi saraf tulang belakang pada orang dewasa yang lebih tua. Pada
sejumlah kecil kasus spondylosis cervical dapat memanfaatkan satu atau
lebih saraf tulang belakang /sebuah kondisi yang disebut radikulopathy
cervical. Taji dan tulang penyimpangan lain yang disebabkan oleh
spondylosis cervical juga dapat mengurangi diameter kanal yang saraf
tulang belakang ketika saluran spinalis menyempit ketitik yang
menyebabkan cidera tulang belakang, kondisi yang dihasilkan disebut
sebagai myelopathy cerviks. Kedua radikulopathy cervicalis dan
myelopathy cerviks dapat mengakibatkan cacat permanen.
2.7. Prognosis
Prognosis pasien dengan manisfestasi morot yang ringan adalah
baik, makin banyak manisfestasi motornya, makin buruk prognosisnya.
Selain itu pemberian terapi dengan dosis yang tepat dan adekuat juga
berpengaruh terhadap progonosis pasien. Semakin tepat dan adekuat terapi
yang diberikan semakin baik prognosisnya. Dilihat dari quo ad vitam: baik,
qua ad sanam: baik, quo ad fungsionam: baik dan quo ad cosmetican: baik
(Odunaiya,2009).
16
3. Spondylolysis adalah suatu defek yang terjadi pada pars interartikularis,
hal ini dapat terjadi pada satu sisi (unilateral) atau pada kedua sisi
(bilateral) pada tulang belakang dan paling sering terjadi pada vertebra
L4 dan L5.
17
2. Transmisi
Merupakan proses penyampaian impuls nyeri dari nosiseptor saraf
perifer melewati kornu dorsalis, dari spinalis menuju korteks
serebri. Transmisi sepanjang akson berlangsung karena proses
polarisasi, sedangkan dari neuron presinaps ke pasca sinaps
melewati neurotransmitter.
3. Modulas
Proses pengendalian internal oleh sistem saraf, dapat meningkatkan
atau mengurangi penerusan impuls nyeri. Hambatan terjadi
melalui sistem analgesia endogen yang melibatkan bermacam –
macam neurotansmiter antara lain endorphin yang di keluarkan
oleh sel otak dan neuron di spinalis. Impuls ini bermula dari area
periaquaductuagrey (PAG) dan menghambat transmisi impuls pre
maupun pasca sinaps di tingkat spinalis. Modulasi nyeri dapat
timbul di nocicceptor perifer medulla spinalis atau supraspinal.
4. Persepsi
Persepsi adalah hasil rekonstruksi susunan saraf pusat tentang
impuls nyeri yang di terima. Rekonstruksi merupakan hasil
interaksi sistem saraf sensoris, informasi kognitif (korteks serebri)
dan pengalaman emosional (hipokampus dan amigdala). Persepsi
menentukan berat ringannya nyeri yang di rasakan.
Bedasarkan lokasi, durasi, kualitas dan karakter nyeri pada
beberapa macam nyeri :
1. Nyeri akut
Nyeri akut adalah suatu reaksi sensoris dari nosiseptif yang
mendadak yang merupakan sinyal alarm untuk mekanisme proteksi
tubuh. Nyeri akut hampir selalu terjadi oleh adanya picu kerusakan
jaringan somatic maupun visceral yang lama berlangsungnya
hampir bersamaan dengan lama sembuhnya perlukaan yang tidak
disertai penyulit. Rasa nyeri akan hilang pada saat perlukaan
18
sembuh (Pundeg, 2012). Berdasarkan sifatnya nyeri akut ada 2
macam :
a. Nyeri fsiologis
Terjadi apabila intensitas rangsang mencapai ambang
nosiseptor dan mengakibatkan timbulnya refleks
menghindar. Nyeri ini sifatnya sementara, hanya selama
ada rangsang nyeri dan dapat di lokalisir.
b. Nyeri klinis
Timbulnya karena terjadi perubahaan kepekaan sistem saraf
terhadap rangsang nyeri sebagai akibat adanya kerusakan
jaringan yang disertai proses inflamasi, nyeri ini sifatnya
terlokalisir hilang bila penyebabnya hilang.
c. Nyeri somatik
Nyeri somatic adalah nyeri yang dipicu adanya kerusakan
jaringan yang terjadi pada bagian permukaan tubuh (soma),
meliputi kulit dan jaringan muskuloskletal atau deep
somatic, yaitu otot sendi,ligamentum,dan tulang. Kualitas
nyerinya tajam dengan lokalisasi berbatas tegas.
d. Nyeri visceral
Nyeri viseceral adalah nyeri yang dipicu oleh kerusakan
pada bagian dalam tubuh, terutama organ visceral yang
disebabkan karena trauma atau nyeri punggung bawah
karena jepitan/benturan. Cirinya adalah karena terjadinya
tidak berhubungan dengan perlukaan organ atau bangunan
internal, maka sifat umunya tumpul, arcing dan dirujuk
kelokasi lain (referred pain). Sifat nyerinya difus,lokasinya
tidak jelas dan selalu disertai reflek motik dan otonom.
e. Nyeri psikogenik
Adalah nyeri yang tidak ditimbulkan oleh stimulus,
gangguan fungsi transmisi nyeri atau gangguan modulasi
neuron. Mekanisme nyeri psikogenik lebih mirip dengan
19
mimpi, halusinasi atau memori dan sama sekali berbeda
dengan nyeri atau sensai yang datang dari nosiseptor.
f. Nyeri neuropatik
Adalah nyeri yang disebabkan oleh kerusakan serabut saraf
perifer atau saraf sentral sendiri.
g. Nyeri sentral
Adalah nyeri yang disebabkan oleh karena rusaknya serabut
perifer pada nyeri sentral yang rusak adalah sistem saraf
pusat sendir (otak).
Berdasarkan uraian pembahasan diatas nyeri dapat terjadi
dengan mekanisme sebagai berikut.
Nyeri terjadi apabila terdapat adanya rangsangan mekanikal,
termal atau kimiawi yang melewati ambangan rangsang tertentu.
Rangnsangan ini terdeteksi oleh niciseptor yang merupakan ujung –
ujung saraf bebas. Rangsangan akan membawa sebagai unsure saraf
melalui serabut A delta yang bermielin, berkecepatan hantar yang
cepat dan bertanggung jawab terhadap nyeri yang cepat, tajam
terlokalisasi serta serabut C yang tidak bermielin berkecepatan
hantar saraf lambat dan bertanggung jawab atas nyeri tumpul dan
itidak terlokalisasi dengan jelas.
2. Nyeri kronis
Di definisikan sebagai nyeri yang menetap melebihi rentang waktu
suatu proses akut atau melebihi kurun waktu normal tercapainya
suatu penyembuhan. Nyeri kronik dapat bersifat nosiseptif,
neuropatik, atau gabungan keduanya.
Ada 3 neuron yang terlibat dalam jalur nyeri :
a. First order neuron : menghantarkan nyeri dari perifer
kemedula spinalis.
b. Second order neuron : menghanatarkan nyeri dari meedula
spinalis ke thalamus.
20
c. Third order neuron : menghantarakan nyeri dari thalamus
ke korteks.
Dalam hal ini penulis melakukan pengukuran derajat nyeri
dengan mengunakan VAS (visual analogue scale ).
Vas berupas sebuah garis lurus dengan panjang 10
cm/100mm. dalam pelaksanaan pengukuran nyeri, pasien
di minta untuk member tanda pada garis sesuai yang
dirasakan pasien. Penentuan nilai VAS di lakukan dengan
mengukur jarak antara titik atau ujung garis yang
menunjukan tidak nyeri hingga ketitik yang di tujukan
pasien. Nilai range VAS adalah 0 s.d 10. Pengukuran
dengan VAS dapat dilakukan untuk menilai nyeri diam,
nyeri tekan dan nyeri gerak, pasien diminta untuk
mengisiVAS saat melakukan gerakan tertentu
(Trisniwiyanto, 2012).
Keterangan VAS :
0: tidak nyeri
1 –3 :nyeri ringan
4 – 6 : nyeri berat
7 – 9 : nyeri berat
10 : nyeri tak tertahankan.
2.11.2. Lingkup gerak sendi (LGS)
Lingkup gerak sendi (LGS) adalah luas lingkup gerak sendi
yang mampu dicapai atau dilakukan oleh sendi. Pengukuran
lingkup gerak sendi yang sering digunakan adalah goniometri, tapi
untuk sendi tertentu menggunakan pita ukur (misalnya pada
vertebra) (bambang,2012). Pada kasus spondyloarthrosis terjadi
keterbatasan lingkup gerak sendi yang disebabkan oleh ketegangan
otot upper trapezius. Prosedur pengukuran lingkup gerak sendi
pada cervical adalah sebagai berikut (sudariyanto, 2013).
21
Prosedur pengukuran ROM :
1. Posisi anatomis (tubuh tegak, lengan harus disamping tubuh,
lengan bawah dan tangan menghadap kedepan).
2. Sendi yang diukur terbebas dari pakaian.
3. Beri penjelasan dan contoh gerakan yang akan dilakukan.
4. Berikan gerakan pasif untuk menghilangkan gerakan subtitusi
dan ketegangan.
5. Berikan stabilisasi pada segmen bagian proximal.
6. Tentukan axis gerak dengan cara melakukan palpasi pada bagian
tulang sebelah lateral sendi.
7. Letakkan tangkai goniometer yang statis paralel dengan axis
longitudinal segmen tubuh yang bergerak.
8. Pastikan axis goniometer tepat pada axis gerakan sendi.
9. Baca dan catat hasil pemeriksaan ROM.
1. Pengukuran LGS ekstensi – flexi cervical.
2. Center fulcrum dari goniometer diletakan pada eksternal
auditorymeatus.
3. Lengan proksimal goniometer harus tegak lurus atau paralel
dengan lantai.
4. Lengan distal goniometer harus segaris dengan base of the
nares.
5. Selama pengukuran, lengan proksimal goniometer di
pertahankan tetap tegak lurus dengan lantai sedangkan lengan
distal tetap di pertahankan mengikuti gerakan dan segaris
dengan base of nares.
Nilai lingkup gerak normal
Nilai
(S) 40◦ - 0 – 40◦
LGS Cervical
(F) 45◦ - 0 - 45◦
(R) 50◦ - 0 - 50◦
22
2.12. Problematika fisioterapi
1. Impairment
Yaitu berupa nyeri tekan, kekakuan pada otot leher serta penurunan
lingkup gerak sendi leher.
2. Fungsional limitation
Yaitu berupa gangguan fungsional dasar seperti menoleh kiri dan
kanan,menunduk,menengadah ke atas, dan memiringkan kepala ke
kanan dan ke kiri.
3. Disability
Aktifitas dan lingkungan sosial tidak terganggu.
23
b. Kontra indikasi:
1) Perdarahan
2) Hipersensitif kulit
3) Penyakit vaskuler
4) Pasien ketergantungan alat pacu jantung
5) Luka terbuka yang besar
6) Infeksi
7) Gangguan sensoris
8) Bahan metal
c. Frekuensi
Frekuensi pulsa merupakan kecepatan/pulsa rate yang terjadi pada
setiap second sepanjang durasi arus listrik yang mengalir. Frekuensi
pulsa dapat berkisar 1 – 200 pulsa/detik. Frekuensi juga menyebabkan
tipe respon terhadap motoris maupun sensoris. Frekuensi pulsa tinggi
> 100 pulsa/detik menimbulkan respon kontraksi tetanic dan
sensibilitas getaran sehingga otot cepat lelah.
Frekuensi arus listrik rendah cenderung bersifat iritatif terhadap
jaringan kulit sehingga dirasakan nyeri apabila intensitas tinggi. Arus
listrik frekuensi menengah bersifat lebih konduktif untuk stimulasi
electris, karena tidak menimbulkan tahanan kulit atau tidak bersifat
iritatif dan mempunyai penetrasi yang lebih dalam.
2. Terapi latihan
Terapi latihan adalah salah satu modalitas fisioterapi dengan
menggunakan gerak tubuh baik secara aktif maupun pasif. Untuk
pemeliharaan dan perbaikan kekuatan, pertahanan dan kemampuan
flesibilitas, stabilitas, rileksasi, koordinasi dan kemampuan fungsional.
a.indikasi
1) Pemendekan otot, jaringan ikat dan kulit
2) Keterbatasan gerak karna deformitas struktual skeletal
3) Kelemahan otot dan perubahan jaringan otot yang tegang harus di ulur
sebelum dikuatkan dengan efisien.
24
b.kontra indikasi
1) Sedang mengalami patah tulang
2) Terdapat gejala osteoporosis
3) Baru mengalami cidera/keseleo
4) Terdapat pengurangan atau penurunan fungsi pada daerah gerangan
5) Masih adanya tanda – tanda inflamasi akut atau proses infeksi di
cervical sendi
6) Adanya nyeri tajam,akut ketika sendi digerakan atau saat di ulur.
c.durasi : 10 – 15 menit
25
BAB III
PROSES FISIOTERAPI
26
6 bulan yang lalu pasien mengeluh kaku dan nyeri
di daerah leher dimana timbul perlahan – lahan dan
semakin memburuk saat menunduk terlalu lama. Rasa
sakit berkurang saat pasien beristirahat misalnya saat
berbaring. Keluhan leher terasa kaku dan nyeri ini disertai
sakit kepala dan nyeri pada pundak kanan dan kiri
sebelumnya pasien berobat ke puskesmas dan di berikan
obat,merasa tidak ada perubahan selama meminum obat
dari puskesmas pasien lalu berobat ke dokter saraf dan di
rujuk ke fisioterapi baiturahim.
Riwayat pribadi
Pasien adalah seorang pedagang jagung bakar dan
sering menunduk. Pasien bekerja di mulai dari habis
magrib pukul 19:00 – 21:00 wib setelah di lanjutkan oleh
anak sampai jam 24:00 wib.
Riwayat keluarga:
Tidak ada riwayat keluarga yang sama dengan penyakit
pasien.
Anamnesis sistem
1) Kepala dan leher
Adanya keluhan kaku pada leher
Adanya keluhan pusing dikepala
27
2) Kardiovaskular
Tidak ada keluhan
3) Respirasi
Adanya penumpukan sputum
4) Gastrointentinalis
BAB terkontrol
5) Urogenitalis
BAK terkontrol
6) Muskuloskeletal
Adanya spasme di m.upper trapezius
Adanya nyeri tekan di m.upper
trapezius,m.supraspinatus,m.infraspinatus,m.subscapu
laris.
7) Nervorum
8) Tidak ada nyeri menjalar.
3.4.Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Denyut nadi :60x/menit
Pernapasan :16x/menit
Temperatur :36◦C
Tinggi Badan :153cm
Berat badan :48kg
2. Inspeksi
Stastis : Keadaan umum pasien baik.
Dinamis : Pasien tampak seperti menahan
rasa sakit saat menggerakan leher. Seperti munduk kepala
menoleh keikiri dan kekanan.
3. Palpasi
- Suhu tubuh normal
- Adanya spasme di m.upper trapezius
28
- Adanya nyeri tekan di m.upper
trapezius,m.supraspinatus,m.infraspinatus,m.subscapularis.
4. Perkusi
Tidak dilakukan.
5. Auskultasi
Tidak dilakukan.
6. Gerakan dasar
GERAKAN AKTIF NYERI ROM
Fleksi + Tidak full rom
Ekstensi + Tidak full rom
Rotasi + Tidak full rom
Latero fleksi dextra + Tidak full rom
Latero fleksi sinistra + Tidak full rom
Fleksi + Mampu
Ekstensi + Mampu
Rotasi + Mampu
29
7. KOGNITIF,INTRA PERSONAL,INTER PERSONAL
Kognitif : baik,pasien mampu menceritakan perihal dari
penyakitnya.
Intra personal : pasien memiliki keinginan untuk sembuh.
Inter personal : pasien dapat berkomunikasi dengan terapis
secara jelas.
Kemampuan fungsional & lingkungan aktifitas
a) Kemampuan fungsional dasar
Pasien merasa nyeri saat menundukan kepala terlalu lama
menoleh dan memiringkan kepala baik ke kanan dan ke kiri
dan menengadah ke kanan.
b) Aktifitas fungsional : pasien terganggu dalam melakukan
aktifitas kesehatannya seperti saat membakar jagung manis.
c) Lingkungan aktifitas : keluarga dan rumah sakit mendukung
kesembuhan pasien.
Pemeriksaan spesifik
Pemeriksaan kekuatan otot dengan MMT (Manual Muscle
Testing)
Keterangan
30
Pemeriksaan nyeri dengan VAS
Keterangan
0=tidak nyeri
1-3=nyeri ringan
4-6=nyeri berat
7-9=nyeri berat
Hasil pemeriksaan
Nyeri diam 0
Nyeri gerak 6
Nyeri tekan 5
Test spesifik
DIAGNOSA FISIOTERAPI
1. Impairment
Yaitu berupa nyeri tekan, kekakuan pada otot leher serta penurunan
lingkup gerak sendi leher.
31
2. Fungsional limitation
Yaitu berupa gangguan fungsional dasar seperti menoleh kiri dan
kanan,menunduk,menengadah ke atas, dan memiringkan kepala ke
kanan dan ke kiri.
3. Disability
Aktifitas dan lingkungan sosial tidak terganggu.
PROGRAM/RENCANA FISIOTERAPI
1. Tujuan
a. Jangka pendek
Mengurangi nyeri
Mengurangi spasme
Meningkatkan lgs leher
b. Jangka panjang
Melanjutkan tujuan jangka pendek dan meningkatkan aktifitas
fungsional.
TINDAKAN FISIOTERAPI
a.Teknologi Fisioterapi
1.teknologi alternatif :
Infrared
Tens(transcutaneus electrical neuro stimulation)
Ultrasound
MWD
SWD
Terapi latihan
2.teknologi terpilih
Tens (transcutaneus electrical neuro stimulation)
Terapi latihan
b.Edukasi
- menghindari bekerja dengan posisi kepala terlalu lama menunduk
32
- kompres air hangat dan dingin untuk membantu mengurangi nyeri
- ulangi latihan yang diberikan fisioterapi dirumah
RENCANA EVALUASI
- Nyeri dengan VAS
- LGS dengan goniometer
- Kekuatan otot dengan MMT
PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : baik
2. Quo ad sanam : baik
3. Quo ad fungsionam : kurang baik
4. Quo ad cosmetican : baik
PELAKSANAAN TERAPI
Hari : rabu tgl:05 – 10 – 2016
TENS (transcutaneus electrical neuro stimulation)
1) Persiapan Alat
Tentukan prosedur yang akan digunakan, semua tombol
dalam posisi nol. Pad dibasahi terlebih dahulu, untuk pad yang
menggunakan gel diletakan pada permukaan pad yang akan di
kontakan dengan kulit pasien. Pemeriksaan alat yang akan di
gunakan. Pesiapan semua materi yang akan digunakan.
Pemanasan alat yakinkan tombol intensitaas “off”.
2) Persiapan penderita
Posisi pasien senyaman dan serileks mungkin. Periksa area
yang akan di terapi dalam hal ini: kulit harus bersih dan bebas
dari lemak, lotion. Periksa sensasi kulit. Lepaskan semua metal
diarea terapi. Sebelum memulai intervensi, terapist memberi
penjelasan mengenai cara kerja dan efek yang dapat
ditimbulkan dari TENS.
33
3) Pengaturan dosis ( pelaksanaan)
Pad diletakan pada daerah nyeri, dengan durasi 15 menit
dan fekuensi 6 kali.
TERAPI LATIHAN
1) Posisi pasien
- Tidur telentang atau duduk diatas kursi
- kepala menunduk dan diputar keluar
- kepala menoleh ke kanan dan kekiri dengan hitungan 8 kali
2) Pelaksanaan
a. AktifStretching
Yaitu penguluran yang dilakukan secara aktif oleh
pasien sendiri, dan otot-otot pasien dalam keadaan rileks.
b. Pasif Stretching
Yaitu penguluran yang dilakukan dengan
menggunakan tenaga dari luar atau tenaga dari terapis,
sedangkan otot-otot pasien dalam keadaan rileks. streching
merupakan suatu gerakan baik aktif maupun pasif dimana
otot berada dalam posisi mengelur,pada akhir gerakan
biasanya ditahan beberapa hitungan kemudian dilakukan
berulang-ulang hingga lebih kurang 8 kali penguluran.
Perubahan akan terjadi pada semua jaringan selama
penguluran. Efek pada spondyloartrosis tergantung pada
waktu durasi peregang yang digunakan pembuluh darah
akan meregangkan dengan jaringan ikat disekitarnya dan
menahan peregangan yang baik pada individu sehat.
34