Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang. Spondilosis
lumbalis dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas
bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti perubahan pada tulang dan
jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit), yang
terutama terletak di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang posterior dari tepi superior dan
inferior vertebra centralis (corpus).9
Daerah lumbal terdiri atas L1 sampai L5 dan L5 S1 yang paling besar menerima
beban atau berat tubuh sehingga daerah lumbal menerima gaya dan stress mekanikal paling
besar sepanjang vertebra. Oleh karena itu, daerah lumbal sangat peka terhadap terjadinya
nyeri pinggang. Disamping itu, gerakan membawa atau mengangkat objek yang sangat berat
biasanya dapat menyebabkan terjadinya cidera pada lumbal spine.1
Di dunia spondilosis lumbal dapat mulai berkembang pada usia 20 tahun, namun
paling banyak terjadi pada usia 45 tahun dan lebih banyak terjadi pada wanita dari pada laki-
laki. Kira-kira 20% pria dan 22% wanita berusia 45-64 tahun mengalami osteofit lumbalis.
Lebih dari 95% manusia akan mengalami perubahan pada lumbosakral seperti penyempitan
ruang diskus atau pengerasan diskus yang identik dengan spondilosis.9
Spondilosis lumbalis sering bersifat asimtomatis, sehingga kita sebagai dokter sangat
perlu untuk mengetahui gejala klinis yang sering tampak serta pemeriksaan fisik maupun
pemeriksaan penunjang untuk dapat menegakkan diagnosa dan memberikan penanganan
yang tepat. Spondilosis juga dapat menimbulkan nyeri apabila telah mengenai nervus spinalis
sehingga dapat menimbulkan gangguan dan keterbatasan aktivitas sehari-hari.6
Fisioterapai berperan untuk mengembalikan dan mengatasi gangguan dan
keterbatasan aktivitas tersebut sehingga pasien dapat beraktivitas kembali tanpa adanya
keluhan. Fisioterapi yang dapat dilakukan antara lain menggunakan modalitas fisioterapi
yaitu infra red (IR), transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS) dan terapi latihan
william flexion exercise.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Spondilosis lumbalis dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang dengan
ciri khas bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti perubahan pada
tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit),
yang terutama terletak di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang posterior dari tepi
superior dan inferior vertebra centralis.9
Spondilosis lumbalis merupakan perubahan degeneratif yang menyerang vertebra
lumbal atau diskus intervertebralis, sehingga menyebabkan nyeri lokal dan kekakuan, atau
dapat menimbulkan gejala-gejala spinal cord lumbal, cauda equina atau kompresi akar
saraf lumbosacral.10

B. Anatomi dan Fisiologi


1. struktur vertebra lumbalis
Columna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang
memungkinkan untuk bergerak. Terdapat 33 columna vertebralis, meliputi 7 columna
vertebra cervical, 12 columna vertebra thoracal, 5 columna vertebra lumbal, 5
columna vertebra sacral dan 4 columna vertebra coccygeal. Vertebra sacral dan
cocygeal menyatu menjadi sacrum-coccyx pada umur 20 sampai 25 tahun. Susunan
tulang vertebra secara umum terdiri dari corpus, arcus dan foramen vertebra.1,2
a. Korpus
Merupakan bagian terbesar dai vertebra, berbentuk silindris yang mempunyai
beberapa facies, yaitu : anterior dan superior.
b. Arcus
Merupakan lengkungan simetris di kiri-kanan dan berpangal pada korpus menuju
dorsal dan ada tonjolan ke arah lateral yang disebut prosesus spinosus.
c. Foramen vertebra
Merupakan lubang yang besar yang terdapat diantara korpus dan arkus. Formen
vertebra ini membentuk saluran yang disebut canalis vertebralis yang berisi medula
spinalis. Canalis spinalis mempunyai dua bagian yang terbuka di lateral di tiap
segmen, yaitu foramina intervertebralis.
2. Diskus intervertebralis

5
Merupakan struktur elastis diantara korpus vertebra. Struktur diskus bagian
dalam disebut nukleus pulposus sedangkan bagian tepi disebut anulus fibrosus. Diskus
berfungsi sebagai bantalan sendi antar korpus yang berdekatan untuk menahan
tekanan dan menumpu berat badan.1
3. Stabilitas
Stabilitas pada vertebra ada dua macam, yaitu pasif dan aktif. Stabilitas pasif
terdiri dari:1
a. Ligamentum longitudinal anterior yang melekat pada bagian anterior tiap diskus
dan anterior korpus vertebra yang berfungsi mengontrol gerakan ekstensi.
b. Ligamentum longitudinal posterior yang memanjang dan melekat pada bagian
posterior diskus dan posterior korpus vertebra yang berfungsi untuk mengontrol
gerakan fleksi.
c. Ligamentum flavum terletak di dorsal vertebra diantara lamina yang berfungsi
melindungi medula spinalis dari posterior
d. Ligamentum transversus melekat pada tiap prosesus tranversus yang berfungsi
mengontrol gerakan fleksi.
Sedangkan yang berfungsi sebagai stabilitas aktif adalah otot-otot penggerak
lumbal, antara lain: m. rektus abdominis, m. psoas mayor, m. quadratus lumborum
yang terletak di anterior dan lateral serta m. longisimus torakalis, m. iliocostalis di
posteror.1

6
Gambar 1. Columna Vertebralis 4

Gambar 2. Struktur Columna Vertebralis Lumbal3

Fungsi kolumna vertebralis yaitu sebagai berikut:3

7
1. Menyangga berat kepala dan batang tubuh
2. Memungkinkan pergerakan kepala dan batang tubuh
3. Melindungi medula spinalis
4. Memungkinkan keluarnya nervus spinalis dari kanalis spinalis
5. Tempat untuk perlekatan otot.
Di sepanjang medula spinalis melekat 31 pasang nervus spinalis melalui radix
anterior (motorik) dan posterior (sensorik). Masing-masing radix melekat pada medula
spinalis melalui sederetan radices (radix kecil) yang terdapat di sepanjang segmen medula
spinalis. Setiap radix mempunyai sebuah ganglion radix posterior yang axon sel-selnya
memberikan serabut-serabut saraf perifer dan pusat. Radix nervus spinalis berjalan dari
masing-masing segmen spinalis foramen intervertebralis yang sesuai tempat keduanya
menyatu membentuk nervus spinalis. Di sini antara saraf sensorik dan motorik bercampur.
Karena pertumbuhan memanjang columna vertebralis tidak sebanding dengan
pertumbuhan medulla spinalis, panjang radix n.spinalis bertambah panjang dari atas ke
bawah. di daerah cervikal atas, radix nervus spinalis pendek dan bearjalan hampir
horizontal, tetapi di bawah di ujung medula (pada orang dewasa di L1) membentukl
seberkas saraf vertikal di sekitar filum terminal vertebra yang disebut cauda equina.3

C. Etiologi
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa spondilosis terjadi karena adanya proses
degeneratf. Adapun faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko spondilosis lumbalis
adalah:4
1. Kebiasaan postur yang buruk
2. Stres mekanik akibat gerakan mengangkat, membawa atau memindahkan barang
3. Herediter

D. Patogenesis
Kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang elastis yang tersusun atas
banyak unit rigid (vertebra dan unit fleksibel (diskus intervertebralis) yang diikat satu
sama lain oleh kompleks sendi faset, ligament-ligament dan otot paravertebralis.
Konstruksi yang unik ini memungkinkan fleksibilitas dan memberikan perlindungan yang

8
maksimal terhadap sumsum tuang belakang. Lengkungan tulang belakang akan menyerap
goncangan saat lari atau melompat.2
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua.
Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago dengan matriks gelatinus.
Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan tak teratur. penonjlan faset dapat
mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis yang
menyebabkan nyeri menyebar sepanjang saraf tersebut.4,5

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul berupa neurogenik claudication yang mencakup
nyeri pinggang, nyeri tungkai serta rasa kebas dan kelemahan motorik pada ekstremitas
bawah yang dapat diperburuk saat berdiri dan berjalan dan diperingan saat duduk atau
tidur terlentang. Karakteristik dari spondilosis lumbal adalah nyeri dan kekakuan gerak
pada pagi hari.6

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan untuk melihat gambaran yang mungkin dapat
terlihat, seperti:7
1. Penyempitan ruang discus intervertebralis
2. Perubahan kelengkuangan vertebrae dan penekanan saraf
3. Osteofit/Spur formation di anterior ataupun posterior vertebrae
4. Pemadatan Corpus vertebrae
5. Porotik (Lubang) pada tulang
6. Vertebrae tampak seperti bambu (Bamboo Spine)
7. Sendi sacroiliaca tidak tampak atau kabur
8. Celah sendi menghilang
Adapun pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan antara lain:7
1. Foto polos lumbosakral dengan arah anteroposterior, lateral dan oblique sangat
membantu untuk melihat keabnormalan pada tulang.
2. Mielografi merupakan tindakan invasif dengan memasukan cairan berwarna medium
ke kanalis spinalis sehingga struktur bagian dalamnya dapat terlihat. Myelografi
digunakan untuk penyakit yang berhubungan dengan diskus intervertebralis, tumor
atau abses.

9
3. CT scanadalah metode terbaik untuk mengevaluasi adanya penekanan tulang dan
terlihat juga struktur yang lainnya, antara lain ukuran dan bentuk canalis spinalis,
recessus lateralis, facet joint, lamina, dan juga morfologi discuss intervertebralis,
lemak epidural dan ligamentum clavum juga.
4. MRI memberikan gambaran yang lebih jelas CT scan.
5. Electro miography (ENG)/Nerve conduction study (NCS) digunakan untuk
pemeriksaan saraf pada lengan dan kaki. EMG dapat memberikan informasi tentang:
a. Adanya kerusakan pada saraf
b. Lama terjadinya kerusakan saraf (akut/kronik)
c. Lokasi terjadinya kerusakan saraf
d. Tingkat keparahan dari kerusakan saraf
e. Memantau proses penyembuhan dari kerusakan saraf.

G. Tindakan fisioterapi
Tujuan tindakan fisioterapi antara lain:9
1. Jangka panjang: mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional berjalan
pasien.
2. Jangka pendek:
a. Mengurangi nyeri
b. Mengurangi spasme m.piriformis dan gastrok
c. Mengurangi kontraktur m.hamstring
d. Melepaskan jepitan pada nervus spinalis
Tindakan fisioterapi yang dapat dilakukan antara lain Short Wave Diathermy (SWD)
dan William flexion exercise.
1. Short Wave Diathermy (SWD)
Diathermy merupakan aplikasi energi elektromagnetik dengan frekuensi tinggi
yang terutama digunakan untuk membangkitkan panas dalam jaringan tubuh.
Diathermy juga dapat digunakan untuk menghasilkan efek-efek nontermal. Diathermy
yang digunakan sebagai modalitas terapi terdiri atas Short Wave Diathermy (SWD)
dan Microwave Diathermy.9
SWD adalah modalitas terapi yang menghasilkan energi elektromagnetik
dengan arus bolak-balik frekuensi tinggi. Federal Communications Commision (FCC)
telah menetapkan 3 frekuensi yang digunakan pada SWD, yaitu:9

10
a. Frekuensi 27,12 MHz dengan panjang gelombang 11 meter, frekuensi ini paling
sering digunakan pada SWD untuk tujuan pengobatan.
b. Frekuensi 13,56 MHz dengan panjang gelombang 22 meter
c. Frekuensi 40,68 MHz dengan panjang gelombang 7,5 meter, frekuensi ini jarang
digunakan.
Efek terapi yang ditimbulkan antara lain:4
a. Perubahan panas/ temperatur
1) Meningkatkan metabolisme sel-sel sekitar 13% setiap kenaikan 1o C.
2) Meningkatkan vasomotion sphinter sehingga timbul homeostatik lokal dan
akhirnya terjadi vasodilatasi lokal.
b. Reaksi general
Mengaktifkan sistem termoregulator di hipotalamus yang mengakibatkan
kenaikan temperatur darah untuk mempertahankan temperatur tubuh secara
general.
c. Jaringan ikat
Meningkatkan elastisitas jaringan ikat secara lebih baik seperti jaringan
kolagen kulit, tendon, ligamen dan kapsul sendi akibat menurunnya viskositas
matriks jaringan.
d. Otot
1) Meningkatkan elastisitas jaringan otot
2) Menurunkan tonus otot melalui normalisasi nosisensorik, kecuali hiertoni
akibat emosional dan kerusakan sistem saraf pusat.
e. Saraf
1) Meningkatkan elastisitas pembungkus jaringan saraf
2) Meningkatkan konduktivitas saraf dan meningkatkan ambang rangsang
(theshold).
2. William flexion exercise
William flexion exercise dikenalkan oleh dr Paul Williams pada tahun 1937
yang ditujukan untuk pasien kronik Low Back Pain (LBP) dengan kondisi degenerasi
korpus vertebra sampai pad adegenerasi diskus. Program ini telah berkembang dan
banyak ditujukan pada laki-laki di bawah usia 50-an dan wanita di bawah usia 40-an
yang mengalami lordosis lumbal berlebihan, penurunan segmen diskus antara segmen
lumbal dan gejala-gejala kronik LBP.9,10

11
William flexion exercise adalah program latihan yang terdiri dari 7 macam
gerakan yang menonjolkan pada penurunan lordosis lumbal (terjadi fleksi lumbal).
William flexion exercise telah menjadi dasar dalam mananjemen nyeri pinggang
bawah selama beberapa tahun untuk mengobati beberapa problem nyeri pinggang
bawah berdasarkan temuan diagnosis. Program ini digunakan ketika penyebab
gangguan berasal dari facet joint (kapsul ligament), otot serta degenerasi korpus dan
diskus.8
Metode latihan ini bertujuan untuk mengurangi nyeri dan memberikan
stabilisasi lower trunk melalui perkembangan secara aktif pada otot abdominal,
gluteus maksimus, dan hamstring sehingga terjadi peningkatan fleksibilitas/elastisitas
pada group otot fleksor hip dan lower back (sacrospinal). Selain itu, latihan ini
berguna untuk mengembalikan/menyempurnakan keseimbangan kerja antara group
otot postural fleksor dan ekstensor.9,10
Adapun prosedur pelatihannya adalah:
a. Latihan I
Posisi pasien tidur terlentang dengan kedua lutut fleksi dan kaki datar diatas
bed/lantai. Datarkan punggung bawah melawan bed tanpa kedua tungkai
mendorong ke bawah. kemudian pertahankan 5-10 detik. Gerakan ini bertujuan
untuk penguluran otot-otot ekstensor trunk, mobilisasi sendi panggul dan
penguatan otot perut.9,10

Gambar 3. Teknik William flexion exerciseI


b. Latihan II
Posisi awal sama dengan nomor 1. Pasien diminta untuk mengkontraksikan
otot perut dan memfleksikan kepala sehingga dagu menyentuh dada dan bahu
terangkat dari matras. Kemudian tahan 5-10 detik. Ulangi sebanyak 10 kali.
Gerakan ini bertujuan untuk penguluran otot-otot ekstensor trunk, penguatan otot-
otot perut, dan otot sternocleidomastoideus.9,10

12
Gambar
4. Teknik William flexion exercise II
c. Latihan III
Posisi awal sama dengan nomer I. Pasien diminta untuk memfleksikan salah
satu lutut ke arah dada sejauh mungkin kemudian kedua tangan mencapai paha
belakang dan menariknya ke dada. Pada waktu bersamaan fleksikan kepala
hingga menyentuh dagu menyentuh dada dan bahu lepas dari matras. Tahan
selama 5 detik. Latihan diulangi pada tungkai yang lain kemudian gerakan
diulang sebanyak 10 kali. Gerakan ini bertujuan untuk merapatkan lengkungan
pada lumbal, penguluran otot-otot ekstensor trunk, sendi panggul, sendi
sakroiliaka dan otot-otot hamstring.9,10

Gambar 5. Teknik William flexion exercise III


d. Latihan IV
Posisi awal sama dengan latihan I. Pasien diminta untuk melakukan yang
sama dengan nomer 3, tetai kedua lutut dalam posisi menekuk, dinaikan ke atas
dan ditarik dengan kedua tangan ke arah dada. Fleksikan kepala dan naikan bahu
dari matras, tahan 5-10 detik dan ulangi 10 kali. Gerakan ini bertujuan untuk
merapatkan lengkungan pada lumbal, penguluran otot-otot ekstensor trunk, sendi
panggul, sendi sakroiliaka dan otot-otot hamstring.9,10

13
Gambar 6. Teknik William flexion exercise IV
e. Latihan V
Gerakan berupa latihan dimulai dengan posisi awal seperi seorang pelari cepat
pada titik startnya yaitu satu tungkai dalam fleksi maksimal pada sendi lutut dan
paha, sedang tungkai yang lain dalam keadaan lurus di belakang. Kemudian pada
posisi tersebut tekan badan ke depan dan ke bawah, tahan 5 hitungan dan rileks.
Ulangi hingga 10 kali. Gerakan ini bertujuan mengulur / streching otot-otot fleksor
hip dan fascia latae.9,10

Gambar 7. Teknik William flexion exercise V


f. Latihan VI
Posisi awal berdiri menempel dan membelakangi dinding dengan tumit 10-15
cm di depan dinding, lumbal rata dengan dinding. Kemudian satu tungkai melangkah
ke depan tanpa merubah posisi lumbalpada dinding, tahan 10 hitungan dan rileks.
Ulangi hingga 10 kali. Bila latihan terlalu berat, lamanya penahanan dapat dikurangi.
Gerakan ini bertujuan untuk penguatan otot quadriceps, otot perut dan ekstensor
trunk.9,10

Gambar 8. Teknik William flexion exercise VI

14
BAB III
STATUS KLINIS

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Nomor Urut : / Januari / 2015

LAPORAN STATUS KLINIK


NAMA MAHASISWA :

1. Dwi Yudha Ariyanto J100120016


2. Wuri Kusumaningrum J100120051
3. Dinar Ragil Santoso J100141089
4. Adhelia Mega J100141095

TEMPAT PRAKTIK : RSUD SUKOHARJO


PEMBIMBING : Mulyo Suseno SSt, FT

15
Tanggal Pembuatan Laporan : Kamis, Tanggal 8 Januari 2015
Kondisi/Kasus : Low Back Pain a/c ischialgia

I. KETERANGAN UMUM PENDERITA


Nama : Tn Tamto Mulyono Sutanto
Umur : 49 Tahun
Jenis Kelamin : Laki Laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Tunjungsari 1, Tangkisan Tawangsari Sukoharjo
No RM : 228324

II. DATA MEDIS RUMAH SAKIT


A. DIAGNOSIS MEDIS :
Tanggal, 8 Januari 2015-09-30
Diagnosis Primer : Low back pain
Diagnosis Sekunder : Ischialgia

B. CATATAN KLINIS :
Tidak ada hasil rontgen maupun uji laboratorium
C. TERAPI UMUM ( GENERAL TREATMENT) :
Rehabilitasi : Fisioterapi
Medica Mentosa

D. RUJUKAN FISIOTERAPI DARI DOKTER


Mohon diberikan tindakan fisioterapi pada Tn Tamto Mulyono Usia 49 Tahun
dengan diagnosa LBP

III. SEGI FISIOTERAPI


TANGGAL : 8 Januari 2015
A. ANAMESIS
1. KELUHAN UTAMA
16
Pasien merasakan nyeri pada punggung bawah yang menjalar sampai tungkai
atas kaki kiri
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien merasakan nyeri yang menjalar sejak 2,5 tahun yang lalu. Untuk
mengurangi nyeri pasien hanya melakukan pemijatan pada sekitar punggung
bawah hingga kaki kiri. Nyeri dirasakan semakin parah ketika pasien berdiri
lama dan rukuk saat melakukan sholat. Nyeri berkurang ketika pasien
beristirahat. Pasien berobat ke dokter saraf di RSUD Sukoharjo dan dirujuk ke
bagian fisioterapi

3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Pasien pernah jatuh dalam keadaan duduk sekitar 1,5 tahun yang lalu, dengan
pantat menjadi tumpuan
4. RIWAYAT PENYAKIT PENYERTA
Hypertensi (-)
DM (-)
Kolesterol (-)
Asam Urat (-)

5. RIWAYAT PRIBADI DAN KELUARGA


Pasien bekerja sebagai petani, aktifitas sering dilakukan dengan membungkuk.
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit serupa

6. ANAMESIS SISTEM
SISTEM KETERANGAN
Kepala dan Leher Tidak ada keluhan pusing, kaku leher
Kardiovaskuler Tidak ada keluhan nyeri dada dan rasa berdebar
Respirasi Tidak ada keluhan sesak nafas dan batuk
Gastrointestinalis Tidak ada keluhan mual dan muntah
Urogenital BAB dan BAK terkontrol
Muskuloskeletal Spasme ( + ) pada otot-otot pinggang
Nervorum Terdapat nyeri menjalar

17
B. PEMERIKSAAN
1. PEMERIKSAAN FISIK
1.1 TANDA-TANDA FITAL :
a) Tekanan darah : 130/80 mmhg
b) Denyut Nadi : 82 /menit
c) Pernafasan : 20 /menit
d) Tempratur : 36,5 C
e) Tinggi Badan : 160 cm
f) Berat Badan : 65 kg

1.2 INSPEKSI :
STATIS :
Skoliosis kurva C
Ekspresi wajah tidak tampak menahan nyeri
Bahu asimetris, rendah bagian kanan
Pasien menggunakan korset
DINAMIS :
Bahu terlihat asimetris saat berjalan
Pola jalan baik, tidak ada gangguan
Ekspresi wajah tampak menahan nyeri
1.3 PALPASI :
Suhu : Normal
Bengkak : Tidak ada bengkak
Spasme : (+) otot-otot eksternal Oblique
Nyeri : Nyeri tekan (+) Pada m.eksternal Oblique
1.4 PERKUSI :
Tidak dilakukan

18
1.5 Gerakan Dasar :
a. Gerak Aktif :
Pasien mampu melakukan gerakan fleksi-ekstensi, side fleksi
kanan-kiri tidak full ROM disertai nyeri
b. Gerak Pasif
Pasien mampu dilakukan gerakan fleksi-ekstensi, side fleksi
kanan-kiri dengan full ROM disertai nyeri
c. Gerak Isometrik Melawan Tahanan
Pasien mampu melakukan gerakan melawan isometrik
melawan tahanan secara minimal karena adanya nyeri tekan.
1.6 KOGNITIF, INTER PERSONAL, INTRA PERSONAL :
Kogintif : Pasien mampu menjelaskan keadaan serta
kondisinya dengan baik
Inter personal : Pasien memiliki keinginan untuk sembuh
Intra personal : Pasien mampu melakukan instruksi dari terapis
dengan baik
1.7 KEMAMPUAN FUNGSIONAL & LINKUNGAN AKTIFITAS :
Kemampuan fungsional : pasien mengalami keterbatasan
gerak dalam melakukan aktifitas seperti membungkuk,
jongkok-berdiri, berjalan jauh, dan angkat barang.
Lingkungan Aktifitas : pasien mampu melakukan
kegiatan sehari hari dengan baik, namun masih ada
keterbatasan gerak karena adanya nyeri
1.8 PEMERIKSAAN :
a) Nyeri
Pemeriksaan nyeri menggunakan VAS
Nyeri Nilai
Diam 3
Tekan 5
Gerak 6

19
b) MMT
Normal karena pasien bisa melakukan gerakan pasif dan aktif
pada sendi trunknya dengan full ROM
c) LGS
Normal karena pasien mampu menggerakan sendi trunknya
secara pasif dan aktif dengan full ROM
d) Antropometri
Tidak dilakukan
e) Sensibilitas
Pasien tidak mengalami gangguan sensibilitas (test sensibilitas
tajam-tumpul, panas-dingin Normal)
f) Refleks Patologis
Tidak dilakukan
g) Test khusus
Laseque (+)
Bragad (+)
Neri (+)

1.9 DIAGNOSA FISIOTERAPI


a) Impairment
Nyeri pinggang menjalar sampai kaki
Spasme pada area punggung bagian bawah
b) Funcional Limitations
Pasien kesulitan untuk berjalan lama
Pasien kesulitan untuk jongkok
Pasien kesulitan untuk sholat
c) Disabiliti
Pasien mengalami kesulitan melakukan pekerjaanya
sebagai seorang petani

20
C. PROGRAM/RENCANA FISIOTERAPI
1. TUJUAN
a. Jangka Pendek
Menghilangkan spasme pada m. eksternal obliiques
Mengurangi nyeri pada area pinggang
b. Jangka Panjang
Melanjutkan program jangka pendek
Mengembalikan aktifitas fungsional secara optimal

2. TINDAKAN FISIOTERAPI :
a. Teknologi Fisioterapi :
IR (Infra Red)
Tens
Ultra Sound
b. Edukasi :
Pasien disarankan untuk mengompres dengan air hangat / olesan
gel penghangat pada pinggangnya saat pagi dan sore hari
Pasien disarankan untuk mengggunakan korset lumbal
Pasien disarankan untuk latihan seperti yang diajarkan dan
dilakukan oleh terapis kepada pasien.

3. RENCANA EVALUASI :
Nyeri dengan menggunakan VAS dan mengukur kekuatan otot dengan
menggunakan MMT
D. PELAKSANAAN FISIOTERAPI
1. Hari : Kamis Tgl : 8 Januari 2015
A. Infra Red
Persiapan Alat
Pastikan kabel dan stop kontak dalam keadaan baik
Pastikan lampu IR dalam keadaan baik.
Persiapan Pasien
Bebaskan area yang diterapi dari pakaian.
Posisikan pasien senyaman mungkin (tidur telungkap)

21
Tes sensibilitas area yang akan diterapi (tajam tumpul, panas
dingin)
Beritau pasien bahwa akan mersakan hangat.
Pelaksanaan
Pasang lampu dengan posisi tegak lurus pada area yang sakit
dengan jarak 40-50 cm.
Putar timer 15 menit.
Tekan tombol ON untuk menyalakan lampu.
Monitor pasien setiap 5 menit.
Bila alarm bunyi tanda terapi sudah selesai.
Alat dan tempat tidur diapikan.

B. TENS
Persiapan Alat
Pastikan kabel dan stop kontak dalam keadaan baik.
Pastikan alat EU (Electrical Unit) dalam keadaan baik.
Psstikan elktrode pad dalam keadaan baik.
Panaskan alat EU terlebih dahulu 5 menit.
Pilih menu TENS dengan memilih jenis gelombang: Bi-
Asymm.
Persiapan Pasien
Bebaskan area yang diterapi dari pakaian.
Posisikan pasien senyaman mungkin (tidur tengkurap).
Tes sensibilitas area yang diterapi (tajam tumpul, panas dingin).
Beritau pasien bahwa yang akan dirasakan getaran nyaman dan
terkadang akan diikuti kontraksi otot saat alat dipasang.
Pelaksanaan
Pasang Pad Elektrode yang akan diolesi dengan jel konduktor
pada titik nyeri.
Atur menu TENS, dengan tombol untuk menentukan:
o Phase Duration : 250 us (20-400 us)
o Frequency : 100 Hz (0,1-200 Hz)
o Freq Modulation : 60 Hz (0-200 Hz)
o Mod Program : 1/1 (1/1, 6/6, 1/30)
22
o CC/CV : CC
o Treatment Time : 15 minutes (0-60 minutes)
Putar pelan-pelan intensitas hingga pasien merasakan ada
getaran lembut, nyaman (toleransi penderita).
Onitor pasien tiap 5 menit.
Bila alarm berbunyi pertanda terapi sudah selesai.
Rapilakan alat dan tempat tidur.

2. Hari Senin Tanggal 12- Januari -2015


Pelaksanaan fisioterapi
Sama dengan terapi
3. Hari Kamis Tanggal 15- Januari 2015
Pelaksanaan fisioterapi

Sama dengan terapi

4. Hari Senin Tanggal 18- Jauari 2015


Pelaksanaan fisioterapi

Sama dengan terapi

G. EVALUASI
Nyeri dengan menggunakan VAS
Nyeri T0 T1 T2 T4
Diam 2 2 2 0
Tekan 3 3 2 0
Gerak 3 3 3 2

23
H. HASIL EVALUASI TERAKHIR:
Pasien nama Tn Tamto Mulyono Sutanto usia 49 tahun dengan diagnosa Low Back Pain
dengan at causa ischialgia sesudah diperiksa tindakan FT dengan modalitas Infra Red Tens
dan terapi latihan sebanyak 2 kali diperoleh hasil :
Spasme berkurang, nyeri diam hilang
Nyeri tekan, Nyeri gerak, Nyeri menjalar berkurang.

Sukoharjo, 28 Januari 2015


PEMBIMBING

Mulyo Suseno SSt, FT


NIP/NIK

24
BAB IV
KESIMPULAN

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Prescher, Andreas. 2002. Anatomy and Pathology of the Aging Spine. Vol 23:181-195.
European Journal of Radiology.
2. Apley, A Graham dan Louis Solomon. 1994.Buku Ajar Ortopedi dan FrakturSistem Apley ;
Edisi Ketujuh, Alih Bahasa Edi Nugroho, Widya Medika.
3. Guyton, A.C. dan Hall, J.E. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Alih bahasa:Setiawan,
I. dan Santoso, A. EGC: Jakarta
4. Peng, B., et al. 2005. The Pathogenesis of Discogenic Low Back Pain. Vol 87: 62-67.
Journal of Bone and Joint Surgery.
5. Price, Sylvia A. Dan Lorraine M.Wilson. 2006. Herniasi Diskus Intervertebralis Dalam
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC: Jakarta.
6. Middleton, Kimberly dan David E.Fish. 2009. Lumbar Spondylosis: Clinical Presentation
and Treatment Approaches. Vol 2:94-104. Pubmed.
7. Suhadi, Irwan. 2006. Gambaran Klinis dan Radiologi kasus Low Back Pain Di Rumah
Sakit Immanuel Bandung Periode 2002-2005. Karya Tulis Ilmiah: Universitas Maranatha.
8. Kassem, Noreen. 2010. Back Exercises for Spondilosis of the Spine. Available from :
http://www.livestrong.com/article/118137-back-exercises-spondylosis-spine/. Diunduh 29
Desember 2012.
9. Rahayu, Sri. 2011. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Spondylosis L4-S1 di RSAL Dr.
Ramelan Surabaya. Karya Tulis Ilmiah: UMS
10. Fajrin, Iniyati. 2008. Penatalaksanaan Fisioterapi dengan Infra Red, Tens, dan William
Flexion Exercise pada Kondisi Low Back Pain karena Spondilosis Lumbalis. Karya Tulis
Ilmiah: UMS

26

Anda mungkin juga menyukai