Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH STASE KESEHATAN WANITA

KASUS INCONTINENTIA URINE

Disusun oleh :

Eva Nurjannah
1910306166

PROFESI FISIOTERAPI
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN
KASUS INCONTINENTIA URINE

MAKALAH

Disusun oleh :

Eva Nurjannah
1910306166

Makalah Ini Dibuat Guna Menyelesaikan Tugas Stase Kesehatan Wanita

Program Studi Profesi Fisioterapi

Fakultas Ilmu Kesehatan

di Universitas ‘Aisyiyah

Yogyakarta

Oleh :

Pembimbing : Rosi Armelia, SSt FT, M.HKes

Tanggal : 23 Januari 2020

Tanda tangan:
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat,
inayah, taufik, dan ilham-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Makalah yang berjudul
“Fisioterapi Pada Incontinentia Urine” ini ditulis guna melengkapi tugas pada Program
Studi Profesi Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Aisyiyah Yogyakarta.

Penyusun menyadari sepenuhnya atas keterbatasan kemampuan dan pengetahuan


sehingga makalah ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari beberapa pihak. Oleh
karena itu penyusun mengucapkan terimakasih kepada :

1. Allah SWT atas segala rahmat dan petunjuk-Nya sehingga makalah ini dapat selesai
dengan tepat waktu.

2. Bapak/Ibu pembimbing lahan RS MELINDA.

3. Bapak/Ibu pembimbing kampus Universitas Aisyiyah Yogyakarta.

4. Teman-teman sejawat Profesi Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas


Aisyiyah Yogyakarta.
Penyusun telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun makalah
presentasi ini, namun penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan masih jauh dari
kesempurnaan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya
pada penyusun.

Bandung, 21 Januari 2020


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL...............................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ iii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................2
C. Tujuan Makalah ..........................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Incontinentia Urine....................................................3
B. Epidemiologi Incontinentia Urine................................................3
C. Etiologi Incontinentia Urine.........................................................4
D. Anatomi Incontinentia Urine........................................................4
E. Patofisiologi Incontinentia Urine.................................................5
F. Tanda dan gejala Incontinentia Urine..........................................6
G. intervensi Fisioterapi Pada Incontinentia Urine...........................7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................8
B. Saran ..........................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan merupakan masa krisis yang dialami oleh ibu dan janinnya karena

hal ini dapat menimbulkan komplikasi yang mengancam kesehatan ibu dan janinnya

yang dapat berakibat terjadinya kematian. Proses persalinan yang sering kali

menyebabkan kematian pada ibu maupun bayi karena adanya cedera jaringan jalan

lahir dan juga pada bayi. Persalinan yang lama, berat bayi lahir besar, dan paritas

merupakan sebagian faktor penyebab terjadinya komplikasi persalinan. Pribakti

(2006) mengatakan lamanya persalinan dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan

saraf, otot dasar panggul termasuk uterus dan otot-otot kandung kemih.

Incontinensia urin merupakan masalah kesehatan yang serius yang akan

mengganggu aktivitas sehari-hari, kualitas hidup serta meningkatkan resiko infeksi

postpartum. Inkontinensia urin adalah salah satu komplikasi dari persalinan yang

biasanya sering terjadi pada periode postpartum. Inkontinensia urin tidak

mengancam jiwa penderita, namun hal ini dapat berdampak terhadap fisik dan

kualitas hidup. Selain menimbulkan dampak terhadap mental, inkontinensia urin

secara tidak langsung akan meningkatkan terjadinya infeksi pada periode

postpartum. Menurut Susan (2008) komplikasi fisik yang umumnya terjadi pada

penderita inkontinensia urin adalah infeksi kandung kemih, infeksi uretra dan iritasi

vagina.

Data WHO menyebutkan 200 juta penduduk di dunia mengalami

inkontinensia urin. Menurut Yunizaf (1999) di Indonesia kasus inkontinensia urin

belum banyak terdeteksi sehingga angka prevalensi secara pasti sulit ditentukan,
karena banyak penderita menganggap peristiwa inkontinensia urin normal terjadi

pada wanita, terutama setelah melahirkan dan biasanya penderita malu untuk

memeriksakan dirinya ke tenaga kesehatan. Di Kalimantan Barat khususnya Kota

Pontianak masih belum didapatkan data yang pasti jumlah penderita inkontinensia

urin karena belum ada data statistik yang mendukung, penulis melakukan studi

wawancara kepada salah satu bidan yang bekerja di Rumah Sakit Bhayangkara

Polda Kalbar yang mengatakan bahwa setiap tahunnya pasti ada ibu postpartum

yang berobat dengan keluhan inkontinensia urin.

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian Incontinentia Urine?

2. Etiologi Incontinentia Urine?

3. Klasifikasi Incontinentia Urine?

4. Patofisiologi Incontinentia Urine?

5. Tanda dan gejala Incontinentia Urine?

6. Anatomi IncontinentiaUrine?

7. intervensi Fisioterapi Incontinentia Urine?

C. Tujuan Makalah

1. Pengertian Incontinentia Urine

2. Etiologi Incontinentia Urine

3. Klasifikasi Incontinentia Urine

4. Patofisiologi Incontinentia Urine

5. Tanda dan gejala Incontinentia Urine

6. Anatomi Incontinentia Urine

7. Intervensi Fisioterapi Incontinentia Urine


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Incontinentia Urine

Incontinentia urine didefinisikan oleh International Continence Society

sebagai "kehilangan urin tanpa disengaja yang secara objektif merupakan masalah

yang dapat ditunjukkan, sosial, dan higienis.

Incontinentia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang

tidakterkendali atau terjadi diluar keinginan. Jika Inkontinensia urin terjadi

akibatkelainaninflamasi (sistitis), mungkin sifatnya hanya sementara. Namun,

jikakejadian ini timbulkarena kelainan neurologi yang serius (paraplegia),

kemungkinan besar sifatnya akanpermanent (Brunner & Suddarth, 2002. hal:1471).

Variasi dari inkontinensia urin meliputi keluar hanya beberapa tetes urinsaja, sampai

benar-benar banyak, bahkan terkadang juga disertai inkontinensia alvi (disertai

pengeluaran feses). Inkontinensia urine lebih sering terjadi pada wanitayang sudah

pernah melahirkan daripada yang belum pernah melahirkan (nulipara).Hal ini terjadi

karena adanya perubahan otot dan fasia di dasar panggul.

B. Etiologi Incontinentia Urine

Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan

fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan

berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan

seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan)

abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru

terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih.


Penyebab incontinentia urine antara lain terkait dengan gangguan di saluran

kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya

gangguan kemampuan/keinginan ke toilet. Gangguan saluran kemih bagian bawah

bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi saluran kemih, maka tatalaksananya adalah

terapi antibiotika. Apabila vaginitis atau uretritis atrofi penyebabnya, maka

dilakukan tertapi estrogen topical. Terapi perilaku harus dilakukan jika pasien baru

menjalani prostatektomi. Dan, bila terjadi impaksi feses, maka harus dihilangkan

misalnya dengan makanan kaya serat, mobilitas, asupan cairan yang adekuat, atau

jika perlu penggunaan laksatif. Incontinentia urine juga bisa terjadi karena produksi

urin berlebih karena berbagai sebab. Misalnya gangguan metabolik, seperti diabetes

melitus, yang harus terus dipantau. Sebab lain adalah asupan cairan yang berlebihan

yang bisa diatasi dengan mengurangi asupan cairan yang bersifat diuretika seperti

kafein.

Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab produksi urin

meningkat dan harus dilakukan terapi medis yang sesuai. Gangguan kemampuan ke

toilet bisa disebabkan oleh penyakit kronik, trauma, atau gangguan mobilitas. Untuk

mengatasinya penderita harus diupayakan ke toilet secara teratur atau menggunakan

substitusi toilet. Apabila penyebabnya adalah masalah psikologis, maka hal itu

harus disingkirkan dengan terapi non farmakologik atau farmakologik yang tepat.

Pasien lansia, kerap mengonsumsi obat-obatan tertentu karena penyakit yang

dideritanya. Obat-obatan ini bisa sebagai ‘biang keladi’ mengompol pada orang-

orang tua. Jika kondisi ini yang terjadi, maka penghentian atau penggantian obat

jika memungkinkan, penurunan dosis atau modifikasi jadwal pemberian obat.

Golongan obat yang berkontribusi pada IU, yaitu diuretika, antikolinergik,


analgesik, narkotik, antagonis adrenergic alfa, agonic adrenergic alfa, ACE

inhibitor, dan kalsium antagonik. Golongan psikotropika seperti antidepresi,

antipsikotik, dan sedatif hipnotik juga memiliki andil dalam incontinentia urine.

Kafein dan alcohol juga berperan dalam terjadinya mengompol.

Selain hal-hal yang disebutkan diatas inkontinensia urine juga terjadi akibat

kelemahan otot dasar panggul, karena kehamilan, pasca melahirkan, kegemukan

(obesitas), menopause, usia lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina. Penambahan

berat dan tekanan selama kehamilan dapat menyebabkan melemahnya otot dasar

panggul karena ditekan selama sembilan bulan. Proses persalinan juga dapat

membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot dan jaringan penunjang

serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya

inkontinensia urine. Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita di

usia menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan

otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia

urine.

Faktor risiko yang lain adalah obesitas atau kegemukan, riwayat operasi

kandungan dan lainnya juga berisiko mengakibatkan inkontinensia. Semakin tua

seseorang semakin besar kemungkinan mengalami inkontinensia urine, karena

terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar panggul.

Etiologi umum yang terjadi pada pasien incontinence adalah :

1. Gejala infeksi saluran kemih

Serangan bakteri memicu infeksi lokal yang mengiritasi mukosa kandung

kemihdan menyebabkan dorongan kuat untuk buang air kecil.Kemudian

mendesak pengeluaran urin, yang mungkin satu-satunya tandaperingatan dari


infeksi saluran kemih, juga dapat disertai dengan frekuensikencing, disuria, dan

urin berbau busuk.

2. Atrofi vaginitis

Atrofi atau peradangan pada vagina akibat penurunan yang signifikan dari

kadarestrogen; kurangnya estrogen dapat menyebabkan penurunan kekuatan

otot-otot dasar panggul. atrofi mukosa vagina juga menyebabkan ketidak

nyamananvagina, rasa terbakar, gatal, dan terkait dispareunia

3. Efek samping obat

Polifarmasi dan penggunaan α-adrenergik, neuroleptik, benzodiazepines,

bethanechol, cisapride, diuretik, antikolinergik, agen anti parkinsonian, β-

blocker, disopyramides, angiotensin-converting enzyme inhibitor, narcoleptics

atau obat psikotropika dapat memperburuk inkontinensia, efek sedatif dan

benzodiazepin dapat mengganggu kemampuan pasien untuk mengendalikan

fungsi kandung kemih, sehingga urge incontinence iatrogenik diuretik dan

meningkatkan volume kemih konsumsi cairan cepat dan berpotensi

memperburuk gejala incontinentia urine.

4. Konsumsi kopi dan alcohol

Kopi menyebabkan efek deuritik dan efekiritasi independen sehingga

mengisi kandung kemih dengan cepat dan keinginan yang mendesak untuk

mengeluarkan urine. Alkohol, ketika dikonsumsi dalam jumlah yang lebih besar,

juga dapat menumpulkan kemampuan kognitif pasien untuk mengenali dorongan

untuk buang air kecil, sehingga inkontinensia.


C. Klasifikasi Incontinentia Urine

Terdapat beberapa macam klasifikasi inkontinensia urine, di sini hanya dibahas

beberapa jenis yang paling sering ditemukan yaitu :

1. Incontinentia stres (Stres Incontinentia)

Incontinentia stres biasanya disebabkan oleh lemahnya mekanisme

penutup. Keluhan khas yaitu mengeluarkan urine sewaktu batuk, bersin,

menaiki tangga atau melakukan gerakan mendadak, berdiri sesudah berbaring

atau duduk. Gerakan semacam itu dapat meningkatkan tekanan dalam abdomen

dan karena itu juga di dalam kandung kemih. Otot uretra tidak dapat melawan

tekanan ini dan keluarlah urine. Kebanyakan keluhan ini progresif perlahan-

lahan; kadang terjadi sesudah melahirkan. Akibatnya penderita harus sering

menganti pakaian dalam dan bila perlu juga pembalut wanita. Frekuensi

berganti pakaian, dan juga jumlah pembalut wanita yang diperlukan setiap hari,

merupakan ukuran kegawatan keluhan inkontinensia ini. Biasanya dalam

pemeriksaan badan tidak dijumpai kelainan pada ginjal dan kandung kemih.

Pada pemeriksaan vulva ternyata bahwa sewaktu mengejan dapat dilihat

dinding depan vagina. Informasi yang penting bisa diperoleh dengan

percobaan Marshall-Marchetti. Penderita diminta untuk berkemih di WC

sampai habis. Dalam posisi ginekologis dimasukan kateter ke dalam kandung

kemih. Ditentukan jumlah urine yang tersisa. Kemudian diikuti oleh pengisian

kandung kemih dengan air sampai penderita merasa ingin berkemih. Dengan

demikian ditentukan kapasitas kandung kemih. Normalnya seharusnya 400-450

ml. Kemudian dicoba menirukan stres yang mengakibatkan pengeluaran urine

dengan meminta penderita batuk. Jika pada posisi berbaring tidak terjadi
pengeluaran urine, maka percobaan diulang pada posisi berdiri dengan tungkai

dijauhkan satu sama lain.

Pada inkontinensia stres sejati, harus terjadi pengeluaran urine pada saat

ini. Kemudian dicoba dengan korentang atau dengan dua jari menekan dinding

depan vagina kanan dan kiri sedemikian rupa ke arah kranial sehingga sisto-

uretrokel hilang. Penderita diminta batuk lagi. Bila sekarang pengeluaran urine

terhenti maka ini menunjukkan penderita akan dapat disembuhkan dengan

operasi kelainan yang dideritanya. Pemeriksaan ini dapat ditambah dengan

sistometri, sistoskopi serta kalibrasi pada uretra untuk menyingkirkan

kemungkinan stenosis.

Pada foto rontgen lateral atas sistogram miksi bisa tampak sudut

terbelakang vesikouretra membesar sampai 1800 atau lebih. Normalnya sudut

ini sekitar 1200. Gambaran ini menegaskan adanya sistokel pada pemeriksaan

badan.Diagnosis dengan pengobatan inkontinensia pada wanita merupakan

masalah interdisipliner antara urologi dan ginekologi. Di sini pengambilan

keputusan yang tepat setidak-tidaknya sama penting seperti mutu pengobatan.

Sering terdapat kelainan ginekologis yang juga harus diobati. Kebanyakan

diagnostik yang tepat ditegakkan dari kerjasama yang baik antara urolog dan

ginekolog. Pada inkontinensia stres yang ringan, misalnya yang menghabiskan

3-4 pembalut sehari, penderita bisa memperoleh perbaikan dengan fisioterapi

dan senam untuk otot-otot dasar panggul

2. Incontinentia desakan (Urgency Inkontinence)

Incontinentia desakan adalah keluarnya urine secara involunter

dihubungkandengan keinginan yang kuat untuk mengosongkannya (urgensi).


Biasanya terjadi akibat kandung kemih tak stabil. Sewaktu pengisian, otot

detusor berkontraksi tanpa sadar secara spontan maupun karena dirangsang

(misalnya batuk). Kandung kemih dengan keadaan semacam ini disebut

kandung kemih tak stabil. Biasanya kontraksinya disertai dengan rasa ingin

miksi. Gejala gangguan ini yaitu urgensi, frekuensi, nokturia dan nokturnal

enuresis.

Penyebab kandung kemih tak stabil adalah idiopatik, diperkirakan

didapatkan pada sekitar 10% wanita, akan tetapi hanya sebagian kecil yang

menimbulkan inkontinensia karena mekanisme distal masih dapat memelihara

inkontinensia pada keadaan kontraksi yang tidak stabil.

Rasa ingin miksi biasanya terjadi, bukan hanya karena detrusor (urgensi

motorik), akan tetapi juga akibat fenomena sensorik (urgensi sensorik). Urgensi

sensorik terjadi karena adanya faktor iritasi lokal, yang sering dihubungkan

dengan gangguan meatus uretra, divertikula uretra, sistitis, uretritis dan infeksi

pada vagina dan serviks. Burnett, menyebutkan penyebabnya adalah tumor

pada susunan saraf pusat, sklerosis multipel, penyakit Parkinson, gangguan

pada sumsum tulang, tumor/batu pada kandung kemih, sistitis radiasi, sistitis

interstisial. Pengobatan ditujukan pada penyebabnya. Sedang urgensi motorik

lebih sering dihubungkan dengan terapi suportif, termasuk pemberian sedativa

dan antikolinegrik. Pemeriksaan urodinamik yang diperlukan yaitu sistometrik.

3. Incontinentia luapan (Overflow Incontinentia)

Incontinentia luapan yaitu keluarnya urine secara involunter ketiktekanan

intravesikal melebihi tekanan maksimal maksimal uretra akibat dari distensi

kandung kemih tanpa adanya aktifitas detrusor. Terjadi pada keadaan kandung


kemih yang lumpuh akut atau kronik yang terisi terlalu penuh, sehingga

tekanan kandung kemih dapat naik tinggi sekali tanpa disertai kontraksi

sehingga akhirnya urine menetes lewat uretra secara intermitten atau keluar

tetes demi tetes.

Penyebab kelainan ini berasal dari penyakit neurogen, seperti akibat

cedera vertebra, sklerosis multipel, penyakit serebrovaskular,

meningomyelokel, trauma kapitis, serta tumor otak dan medula spinalis.Corak

atau sifat gangguan fungsi kandung kemih neurogen dapat berbeda, tergantung

pada tempat dan luasnya luka, koordinasi normal antara kandung kemih dan

uretra berdasarkan refleks miksi, yang berjalan melalui pusat miksi pada

segmen sakral medula spinalis. Baik otot kandung kemih maupun otot polos

dan otot lurik pada uretra dihubungkan dengan pusat miksi.

Otot lurik periuretral di dasar panggul yang menjadi bagian penting

mekanisme penutupan uretra juga dihubungkan dengan pusat miksi sakral. Dari

pusat yang lebih atas di dalam otak diberikan koordinasi ke pusat miksi sakral.

Di dalam pusat yang lebih atas ini, sekaligus masuk isyarat mengenai keadaan

kandung kemih dan uretra, sehingga rasa ingin miksi disadari.

D. Patofisiologi Incontinentia Urine

Incontinentia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit

infeksisaluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan

abdomensecara tiba-tiba. Inkontinensia bisa bersifat permanen misalnya pada spinal

cord trauma ataubersifat temporer pada wanita hamil dengan struktur dasar panggul

yang lemah dapatberakibat terjadinya inkontinensia urine. Meskipun inkontinensia


urine dapat terjadi padapasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol urinari

merupakan masalah bagi lanjut usia.

E. Tanda dan Gejala Incontinentia Urine

Berdasarkan gejalanya, inkontinensia urine bisa dibagi menjadi beberapa jenis,

yaitu:

1. Incontinentia Stres

Urine bocor keluar di saat terjadi tekanan di kandung kemih, misalnya saat

batuk, bersin, atau tertawa.

2. Incontinentia Urge

Pengidap memiliki keinginan yang kuat untuk tiba-tiba buang air kecil

diikuti dengan keluarnya urine yang tidak disengaja (mengompol). Pengidap bisa

buang air kecil hingga lebih dari 8 kali dalam sehari, termasuk di malam hari.

3. Incontinentia Overflow

Pengidap sering mengompol dalam jumlah urine yang sedikit-sedikit karena

kandung kemih tidak sepenuhnya kosong.


F. Anatomi Incontinentia Urine

Gambar 1. Anatomi Urogenital Wanita

G. Intervensi Fisioterapi Pada Incontinentia Urine

1. Assesment fisioterapi

a. Identitas pasien: Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan

b. Keluhan utama yiatu :  Keluhan yang menyebabkan pasien dibawa berobat.

Keluhan utama ini tidak harus sejalan dengan diagnosa utama

Minsalnya: pasien mengeluhkan sakit leher tetapi diagnosa awal post

histerektomi.

c. Riwayat penyakit:

 Apakah Anda buang air kecil? Ya Tidak Berapa lama Anda memiliki

masalah dengan air kencing yang bocor? ________________

 Seberapa sering Anda mengosongkan kandung kemih Anda (setiap 4

jam setiap 3 jam setiap 2 jam 1 jam setiap 30 menit tidak tahu)


 Seberapa sering Anda mengosongkan kandung kemih Anda di malam hari?

tidak pernah atau jarang 1 kali / malam 2 kali / malam 3 kali / malam 4 kali

/ malam 5 kali / malam atau lebih

 Seberapa sering Anda buang air kecil?kurang dari 1 per minggu lebih dari

1 per minggu (#___ per minggu) 1 per harilebih dari 1 per hari (#___ per

hari) terus bocor

 Kapan bocor terjadi? terutama pada siang hari terutama pada malam hari

dan malam hari

 Bila Anda bocor, berapa banyak Anda bocor?hanya beberapa tetes kurang

dari cangkir lebih dari secangkir tidak tahu

 Apakah kamu sadar bahwa kamu telah bocor? ya Tidak

 Apakah salah satu dari berikut menyebabkan Anda mengeluarkan air

kencing?

 Olahraga tertawa terbahak-bahak sambil berjalan sambil berlari

mengangkat

 Bila Anda buang air kecil, apakah Anda memiliki:Rasa tidak nyaman

terbakar atau sakit darah dalam urine mengalir deras setelah masalah

dengan memulai arus

d. Pemeriksaan vital sign


e. Pemeriksaan Fisik: nyeri yang dirasakan bagaimana dan seberapa, paling
nyeri saat diam atau bergerakan
f. Pemeriksaan Spesifik: jumping Jack (Positif apabila saat lompat keluaran
kencing)
g. Pemeriksaan functtion:
 Pemeriksaan postur statis
Ribcage ( anterior flaring)
Pelvic (anterior tilt)
Spine (hiperlordosis)
IAP ( pengembangannya gimana)
Neck
Hip-knee-feet
 Observasi otot tight/weknes
 Pola berjalan
h. Intervensi
 Posisikan pasien tidur terlentang dan mengangkat kaki diatas bola lalu
instruksikan untuk tarik nafas perut tanpa dada ikut mengembang (DNS 3
month)
 Posisikan pasien side lying dan bertumpu pada tangan satu,pinggul nempel
di matras, kaki satu yang dibawah ditekuk semi flexi dan kaki atas juga
ditekuk di depan kaki yang semi flexi lalu instruksikan untuk tarik nafas
perut.


Pelvic
muscle exercise
Duduk di kursi, kencangkan bagian belakang Anda (seolah-olah
mengendalikan angin), vagina dan depan bagian (uretra, angkat dan tahan
selama 5-10 detik, seperti yang anda bisa, ulangi 5-10 kali. Angkat dan
lepaskan dengan cepat 5-10 kali ulangi latihan ini 3 kali.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Incontinentia urine merupakan eliminasi urin dari kandung kemih yang


tidakterkendali atauterjadi diluar keinginan. Jika Inkontinensia urin terjadi akibat
kelainaninflamasi (sistitis), mungkin sifatnya hanya sementara. Namun, jika
kejadian ini timbulkarena kelainanneurologi yang serius (paraplegia), kemungkinan
besar sifatnya akan permanent (Brunner & Suddarth, 2002. hal: 1471). Variasi dari
inkontinensia urin meliputi keluar hanya beberapa tetes urin saja, sampai benar-
benar banyak, bahkanterkadang juga disertai inkontinensia alvi (disertai
pengeluaran feses). Inkontinensiaurine lebih sering terjadi pada wanita yang sudah
pernah melahirkan daripada yang belum pernah melahirkan (nulipara). Hal ini
terjadi karena adanya perubahan otot dan fasia di dasar panggul.

B. Saran

1. Bagi Profesi Fisioterapi


Diharapkan akan menambah referensi tambahan dan memberikan manfaat
dengan bertambahnya ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki pada
incontinentia urine.
2. Bagi Mahasiswa Fisioterapi
Diharapkan supaya bisa menambah wawasan ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki pada incontinentia urine.
3. Bagi Pembaca
Diharapkan agar mengetahui penanganan secara tepat dan pencegahan
terjadinya incontinentia urine.
4. Bagi Masyarakat
Diharapkan akan menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang
penanganan dan pencegahan terjadinya incontinentia urine.
DAFTAR PUSTAKA

Melania. E. Efektifitas Kegel Exercise Terhadap Pencegahan Inkontinensia Urin Pada

Ibu Postpartum Pervaginam Di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Kalbar.

Nanda. 2009. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC

Pribakti, B., 2006, Tinjauan Kasus Retensio Urin Postpartum di RSUD Ulin

Banjarmasin 2002 – 2003, Dexa Media, vol. 19 Januari – Maret 2006: 10-13.

World Health Organization., 2006, Maternal and Newborn Health,

Anda mungkin juga menyukai