Anda di halaman 1dari 32

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS PLANTAR

FASCIITIS DENGAN MODALITAS INFRARED DAN TERAPI LATIHAN


FREE AKTIF EXERCISE, RESISTED AKTIF EXERCISE, DAN ACTIVE
STRETCHING.
DI RSUD BENDAN KOTA PEKALONGAN

Melengkapi Tugas-Tugas Praktikum Metode Riset Dan Dasar Statistik


Program Studi Diploma III Fisioterapi

Disusun Oleh :

Fitri Milenia Sekti

(NPM. 1017001701)

PROGRAM STUDI D-III FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEKALONGAN

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sehat adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial
yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan World Health
Organization (WHO, 2015). Kesehatan merupakan salah satu hal yang amat
sangat penting dalam melakukan aktivitas sehari-hari dimana kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi
(Peraturan Menteri Kesehatan, No. 80, 2009).

Fisioterapi adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu


dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan
gerak-fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan
penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (physics,
electrotherapeutic, mekanik, pelatihan fungsi, dan komunikasi) (Peraturan
Menteri Kesehatan, No. 80, 2013).

Terdapat dua macam jenis fisioterapi yang ada di Indonesia, Pembagian


jenis fisoterapi yang pertama dibedakan berdasarkan gangguan sistem tubuh
yang mengalami gangguan seperti fisioterapi neurologis, fisioterapi
musculoskeletal, fisioterapi olahraga, fisioterapi kardiovaskuler atau
pernafasan. Selain berdasarkan gangguan sistem pada tubuh, jenis fisioterapi
juga dibedakan berdasarkan pasien yang menjalaninya. Seperti fisioterapi pada
pediatric, fisioterapi pada geriatric, fisioterapi pada wanita dan ibu hamil.

Pada fisioterapi musculoskeletal sering dijumpai kondisi patologi dalam


masyarakat seperti “Plantar Fascitis” atau sering disebut juga dengan Fasciitis
plantaris, dimana kodisi tersebut terdapat pada telapak kaki. Kaki merupakan
anggota gerak bawah yang sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari
untuk melakukan aktivitas pekerjaan dasar seperti berdiri, berjalan, maupun
berlari. “Plantar Fascitis” suatu kondisi yang disebabkan oleh karena aktivitas
berjalan yang terlalu berlebihan, flat foot, berdiri terlalu lama dan sering
memakai alas kaki berhak tinggi dalam jangka waktu yang lama.

Sendi, ligamen, serta otot pergelangan kaki dan kaki dirancang untuk
memberikan stabilitas dan mobilitas pada struktur terminal ekstremitas bawah.
Saat berdiri, kaki harus menumpu beban tubuh dengan pengeluaran energi
minimum. Selain itu, kaki harus lentur atau relatif kaku bergantung pada
berbagai kebutuhan fungsional, menyesuaikan dengan permukaan yang tidak
rata atau sebagai pengungkit struktura guna mendorong tubuh ke depan
selama berjalan dan berlari. Pada tumit dengan posisi yang salah yaitu
cenderung ke arah posterolateral menyebabkan fascia lebih ter-stretch
sehingga menyebabkan iritasi pada fascia plantar, misalkan penggunaan alas
kaki yang tidak tepat seperti highheels atau alas kaki yang keras menyebabkan
fascia lebih terulur dalam jangka waktu lama. Oleh karena itu, tumit dan
telapak kaki cenderung mengalami gangguan gerak dan fungsi, salah satunya
adalah faciitis plantaris (Kisner, 2013).

Pada saat berjalan maupun berdiri tulang yang terdapat pada tumit sampai
jari- jari kaki. Penyokong telapak kaki ini berfungsi untuk mempertahankan
posisi, dimana saat penyokong kaki menjadi lebih kecil maka akan membuat
kerja fascia plantaris berakibat inflamasi dan dapat mengakibatkan kerobekan
sehingga mengakibatkan peradangan pada daerah fascia plantaris yang
membentang di sepanjang bagian bawah (telapak) kaki. Kondisi ini ditandai
adanya keluhan pada tumit pada saat menginjak lantai pertama pada pagi hari,
biasanya rasa sakitnya dibagian depan dan dasar tumit.

Fasciitis plantaris adalah penyebab nyeri pada tumit dan telapak kaki yang
merupakan bagian dari proses degeratif dimana lebih cenderung kea rah
perubahan imflamasi dari suatu jaringan (Beeson, 2014). Plantar fasciitis
dapat disebabkan oleh adanya banyak faktor antara lain karena kelebihan berat
badan (obesitas), kurangnya fleksibilitas dari plantar fascia, tightnes otot-otot
gastrocnemius atau soleus, cidera overuse seperti berdiri dan berjalan terlalu
lama, aktifitas yang berat yang terjadi pada olahragawan seperti atlet pelari,
dan adanya deformitas kaki seperti arcus datar atau flat foot. Hal tersebut akan
mengakibatkan tarikan yang berlebihan pada fascia, sehingga terjadi
kerobekan dan timbul iritasi yang diikuti inflamasi pada jaringan lunak atau
fascia. Akibatnya tumit terasa nyeri (Sari & Irfan 2009).

Selain itu struktur kaki yang tidak normal seperti flat foot juga
menyebabkan nyeri pada telapak kaki karena akan memberikan penekanan
secara berlebih. Sedangkan pada faktor degeneratif ditandai dengan jaringan
lemak yang menebal menjadi tipis dan penurunan elastisitas atau fleksibilitas
dapat mempengaruhi kelenturan fascia plantaris. Dengan adanya penurunan
tersebut, maka jaringan menjadi longgar dan akan mengalami kerobekan
apabila terjadi gerakan yang berlebih dan dapat menimbulkan rasa nyeri.
Timbulnya rasa nyeri akan menyebabkan pasien mengurangi aktivitas telapak
kaki. Efek dari penurunan aktivitas tersebut akan menyebakan penurunan
kadar air dan matriks sehingga terjadi penumpukan zat collagen akibatnya
gerakan menjadi tidak efisien dan efektif yang berdampak pada keseimbangan
saat berjalan.

Di Negara maju penderita fasciitis plantaris banyak terjadi pada usia


setelah 30 tahun, 77% penderita berusia antara 40 sampai 69 tahun, jumlah
laki-laki dibanding wanita 1:2. Fasciitis plantaris adalah jenis yang paling
umum dari cedera plantar fasciitis, diperkirakan mempengaruhi 10% dari
populasi umum selama usia menengah (Gorden et al, 2012), juga 8% cedera
kaki pada pelari terkait dengan fasciitis plantaris (Landorf et al., 2006).
Fasciitis plantaris sering terjadi pada usia 40 – 70 tahun, tetapi pada seseorang
yang mempunyai kelainan bentuk kaki (abnormal foot) yaitu telapak kaki
datar (flat foot) bisa terjadi pada usia kurang dari 40 tahun. Bila dibandingkan
dengan laki-laki, wanita lebih sering mengalaminya. Sebanyak 43 % terjadi
pada pekerja yang berdiri lebih dari 6 jam sehari. Sebanyak 70 % terjadi pada
orang kegemukan atau obesitas, dan lebih dari 50 % pada orang berusia diatas
50 tahun. Fasciitis plantaris dapat disebabkan oleh faktor, antara lain :
obesitas, flaat foot dan pes cavus, tightness otot gastrocnemius atau soleus,
pengguna sepatu hak tinggi dan degenerative (Wibowo, 1994).

Salah satu modalitas fisioterapi yang dapat digunakan pada kondisi


plantar fasciitis dapat berupa infrared dan terapi latihan. Dengan
menggunakan modalitas Infrared yang memberikan efek termal superfisialis
soft tissue dengan waktu 15 menit dan ditambahkan terapi latihan pada fasia
yang dilakukan pasien oleh sendiri dengan instruksi dari terapis dapat
berdampak pada pelepasan adhesion yang meningkatkan fleksibilitas fasia.
Kontraksi yang dihasilkan dapat membuat pemanjangan dari tendon dan fasia,
sehingga dengan adanya peningkatan 3 kelenturan tersebut, appponeurosis
plantaris lebih fleksibel dan secara perlahan nyeri berkurang serta
meningkatkan foot functional pada penderita. Pada kasus ini, diharapkan
setelah dilakukan latihan gerak free aktif, resisted aktif dan stretching dapat
terjadi peningkatan kekuatan otot.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengambil


makalah yang berjudul “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Plantar
Fasciitis Dengan Metode Infrared Dan Terapi Latihan Free Aktif Exercise,
Resisted Aktif Exercise, Dan Active Stretching”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan diatas, dapat diperoleh


rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah terapi dengan modalitas Infra Red (IR) berpengaruh terhadap


penurunan rasa nyeri dalam kasus fasciitis plantaris?

2. Apakah Infra Red (IR) dapat merileksasikan otot yang mengalami


ketegangan atau muscle spasme pada kondisi fasciitis plantaris?

3. Apakah ada pengaruh latihan gerak free aktif, resisted aktif, dan active
stretching otot plantar fleksor ankle terhadap penurunan nyeri fasciitis
plantaris dan meningkatkan foot functional.

A. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah:


Tujuan Umum:

1. Untuk mengetahui manfaat efek pemberian infra red (ir) dan terapi
latihan free aktif exercise, resisted aktif exercise, dan active stretching

2. Untuk menambah pengetahuan serta menyebarluaskan informasi


tentang peran fisioterapi pada kondisi plantar fasciitis.

Tujuan khusus:

Tujuan penulisan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini yaitu

1. Untuk mengetahui manfaat terapi dengan modalitas infrared dalam


mengurangi rasa nyeri dalam kasus fasciitis plantaris.

2. Untuk mengetahui pengaruh Infra Red (IR) yang mengalami ketegangan


atau muscle spasme pada kondisi fasciitis plantaris

3. Untuk mempengaruhi pengaruh latihan gerak free aktif, resisted aktif, dan
active stretching otot plantar fleksor ankle terhadap penurunan nyeri
fasciitis plantaris dan meningkatkan foot functional.

A. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicappai oleh penulis sebagai berikut.

1. Manfaat teoritis

Dapat Sebagai pedoman ilmiah untuk menambah pengetahuan tentang


ilmu terapi latihan fisioterapi dan dapat dijadikan sebagai acuan untuk menambah
wawasan dalam perkembangan ilmu rehabilitasi medis.

2. Manfaat praktis

Dapat dijadikan pedoman ilmiah untuk mengembangkan ilmu


pengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu dalam rangka mengembangkan metode
serupa sehingga dapat bermanfaat bagi praktisi medis dan masyarakat pada
umumnya.

3. Bagi Penulis
Untuk mengetahui manfaat dari Infrared, latihan gerak free aktif, resisted
aktif, dan active stretching untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan foot
functional pada kasus Fasciitis Plantaris.

4. Bagi Fisioterapi dan Institusi

Sebagai pemilihan intervensi untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan


foot functional pada kasus Fasciitis Plantaris dengan menggunakan modalitas
Infrared dan Stretching
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fungsional

Ankle dan kaki merupakan struktur komplek yang terdiri dari 28 tulang
dan 55 artikulasi yang dihubungkan dengan ligamen dan otot. Ankle merupakan
sendi yang menopang beban tubuh terbesar pada permukaannya, puncak beban
mencapai 120% ketika berjalan dan hampir 275% ketika berlari. Sendi dan
ligamen berperan sebagai stabilitator untuk melawan gaya dan menyesuaikan
ketika aktivitas menahan beban agar stabil (Dutton, 2012). Kaki manusia
merupakan struktur mekanis yang kuat dan kompleks, kaki terdiri dari 26 tulang
dan 33 sendi yang mana 20 dari sendi ini artikulasinya aktif, serta terdiri atas
ratusan otot, tendon, dan ligamen. (Snell, 1997).

1. Sistem Tulang

Kaki dan tulang-tulangnya dapat dianggap berhubungan dengan


tiga bagian anatomis dan fungsional: Kaki belakang (Talus dan
caclcaneus), Kaki tengah (os naviculare, cuboideum, dan cuneiforme),
Kaki depan (ossa metatarsalia dan phalanx). Bagian/regio kaki yang
berkontak dengan lantai atau tanah adalah telapak (L. planta) atau
regio plantaris (Latin), dan bagian yang mengarah ke superior adalah
dorsum pedis atau regio dorsalis pedis. Telapak kaki yang menjadi
dasar calcaneus adalah tumit atau regio calcanea dan telapak di bawah
caput dua metatarsalia medialis adalah ball of the foot. Ibu jari kaki (L.
hallux) juga merupakan jari I (L. digitus primus); jari kelingking (L.
digitus minimi) merupakan jari V (Moore & Dalley, 2013).

Kaki manusia dapat di bagi lagi menjadi 3 bagian, yaitu hindfoot


(kaki belakang), midfoot (kaki tengah), dan forefoot (kaki depan).
Hindfoot dimulai dari talus atau tulang pergelangan kaki, dan
calcaneus atau tulang tumit. Dua tulang panjang dari tungkai bawah
terhubung dengan bagian atas dari talus, dan dibentuk oleh sendi
subtalar, sementara calcaneus yang merupakan tulang terbesar di kaki
diposisikan oleh lapisan lemak di bagian inferior kaki (Klenerman,
1976). Hanya satu tulang, yaitu talus yang bersendi dengan tulang-
tulang tungkai bawah. Talus terdiri dari sebuah corpus tali, collum tali,
dan caput tali. Talus terletak di atas bagian duapertiga anterior
calcaneus dan juga bersendi dengan tibia, fibula, dan os naviculare.
Permukaan proksimal talus menanggung berat tubuh yang diteruskan
melalui tibia (Moore, 2002).

Midfoot terdapat lima buah tulang yang irreguler, yaitu tulang


cuboid, naviculare, dan tiga tulang cuneiforme yang membentuk
lengkungan pada kaki yang mana berfungsi sebagai penahan terhadap
syok. Midfoot dihubungkan dengan bagian hindfoot dan forefoot oleh
fascia plantaris (Klenerman, 1976). Os naviculare terletak antara caput
tali dan os cuneiforme. Os cuboideum adalah tulang paling lateral pada
baris ossa tarsi distal. Anterior dari tuberositas ossis cuboidei pada
permukaan lateral dan inferior terdapat sebuah alur pada os
cuboideum. Ketiga os cuneiforme adalah os cuneiforme medial, os
cuneiforme intermedium, dan os cuneiforme lateral. Masingmasing os
cuneiforme ke posterior bersendi dengan os naviculare dan ke anterior
dengan basis metatarsalis yang sesuai. Di samping itu os cuneiforme
lateral bersendi dengan os cuboideum (Moore, 2002). Os naviculare
terletak antara caput tali dan os cuneiforme. Os cuboideum adalah
tulang paling lateral pada baris ossa tarsi distal. Anterior dari
tuberositas ossis cuboidei pada permukaan lateral dan inferior terdapat
sebuah alur pada os cuboideum. Ketiga os cuneiforme adalah os
cuneiforme medial, os cuneiforme intermedium, dan os cuneiforme
lateral. Masingmasing os cuneiforme ke posterior bersendi dengan os
naviculare dan ke anterior dengan basis metatarsalis yang sesuai. Di
samping itu os cuneiforme lateral bersendi dengan os cuboideum
(Moore, 2002).
Forefoot dibentuk oleh kelima jari jari kaki bagian proksimalnya
berhubungn dengan lima tulang panjang yang membentuk metatarsal
dan distal metatarsal bersendi dengan phalanx Setiap jari kaki
memiliki tiga phalanx kecuali jempol kaki yang hanya memiliki dua
phalanx. Sendi yang menghubungkan antar phalanx disebut sendi
interphalangeal. Dan yang menghubungkan antara metatarsal dan
phalanx disebut sendi metatarsophalangeal (Klenerman, 1976). Ossa
metatarsi terdiri dari lima ossa metatarsi yang diberi angka mulai dari
sisi medial kaki. Masing-masing tulang terdiri dari sebuah basis
metatarsalis pada ujung proksimal, corpus metatarsalis, dan caput
metatarsalis pada ujung distal. Basis metatarsalis I-V bersendi dengan
os cuneiforme dan os cuboideum. Dan caput metatarsale tersebut
bersendi dengan phalanx proksimal. Pada permukaan plantar caput
ossis metatarsalis 1 ossa sesamoidea medial dan lateral yang menonjol.
Basis metatarsalis memiliki sebuah tuberositas yang menganjur lewat
tepi lateral os cuboideum (Moore, 2002).

Seluruhnya terdapat 14 phalanx: jari kaki pertama terdiri dari 2


phalanx (phalanx proksimalis dan phalanx distalis); keempat jari kaki
lainnya masing-masing terdiri dari 3 phalanx (phalanx proksimalis,
media, dan distalis). Pada masing-masing phalanx dapat dibedakan
sebuah basis phalangis pada ujung proksimal, corpus phalangis, dan
caput phalangis pada ujung distal. Phalanx jari kaki pertama (digitus
primus [hallux]) adalah pendek, lebar, dan kuat (Moore, 2002).
1

Gambar 2. 2 Foot
Anterior View

Gambar 2. 3 Foot Lateral View

(Robert and Louisville, 2008)


Keterangan Gambar 2.1 Foot Anterior View

1. Ankle

2. Ossa Tarsalia

3. Ossa Metatarsalia

4. Ossa Digitorum Phalanges

5. Foot

Keterangan Gambar 2.2 Foot Posterior View

1. Malleolus Medialis

2. Articulatio Talocruralis

3. Malleolus Lateralis

4. Calcaneus

5. Tuberositas Ossis Metatarsi Quinti [V]

Keterangan Gambar 2.3 Foot Lateral View

1. Malleolus Lateralis

2. Calcaneus
1. Sistem Persendian

Sendi ankle adalah sendi yang paling utama bagi tubuh untuk
menjaga keseimbangan saat berjalan dipermukaan yang tidak rata.
Sendi ini tersusun dari tulang, ligamen, tendon, dan seikat jaringan
penghubung (Paul M. Taylor Dp. M., 2002:106). Sendi ankle dibentuk
oleh empat tulang yaitu tibia, fibula, talus, dan calcaneus. Pergerakan
utama dari sendi ankle terjadi pada tulang tibia, talus, dan calcaneus.

Secara fungsional, terdapat tiga sendi kompleks pada kaki: 1)


articulatio subtalaris klinis di antara talus dan calcaneus, dimana
inversi dan eversi terjadi di sekitar aksis oblik; 2) articulatio tarsalis
transversa, dimana kaki tengah dan depan berputar sebagai satu
kesatuan pada kaki belakang di sekitar aksis longitudinal, yang
menambah inversi dan eversi; dan 3) sendi lain pada kaki, yang
memungkinkan platform pedal (kaki) membentuk arcus transversus
dan longitudinalis dinamis. Arcus memberikan daya pegas yang
diperlukan untuk berjalan, berlari, dan melompat, dan dipertahankan
oleh empat lapis topangan pasif, topangan fibrosa ditambah topangan
dinamis yang diberikan oleh otot intrinsik kaki dan tendo M. flexor,
tibialis, dan fibularis longus (Moore & Dalley, 2013).

Menurut Premkumar (2012) Sendi pergelangan kaki (Ankle Joint)


terdiri dari bagian distal dari tulang tibia, distal fibula dan bagian
superior tulang talus. Jenis dari ankle joint adalah hinge joint. Dengan
bagian lateral dan medial diikat oleh ligamen. Adapun artikulasi
disekitarnya antara lain adalah talus dan calcaneus (subtalar joint),
antara tulang tarsal (midtarsal joint), antar tarsal bagian depan (anterior
tarsal joint), antara tarsal dengan metatarsal (tarsometatarsal joint),
antara metatarsal dengan phalang (metatarsophalangeal joint) dan
antara phalang (proximal & distal interphalangeal joint).
Gambar 2. 4 Articulatio Anterior View

Gambar 2. 5 Articulatio Superior


View

Gambar 2. 6 Articulatio Posterior View


Keterangan Gambar 2.4 Articulatio Anterior View

1. Articulatio talocruralis

2. Articulatio talocalcaneonavicularis

3. Articulario subtalaris

4. Articulatio calcaneocuboidea

5. Articulatio intercuneiformes

6. Articulatio cuneocuboidea

7. Articulatio cuneiformenaviculare

8. Articulatio tarsometatarsalis

9. Articulatio intermetatarsophalangeal

10. Articulatio metatarsophalangeal

11. Articulatio interphalangealpedis proximalis

12. Articulatio interphalangealpedis distalis

Keterangan Gambar 2.5 Foot Posterior View

1. Malleolus Medialis

2. Articulatio Talocruralis

3. Malleolus Lateralis

4. Calcaneus

5. Tuberositas Ossis Metatarsi Quinti [V]

Keterangan Gambar 2.6 Foot Lateral View

1. Malleolus Lateralis

2. Calcaneus
1. Ligamen

Ligamen plantar fascia atau aponeurosis plantaris yang berupa lapisan


jaringan ikat tebal dan kuat pada telapak kaki (Gibson, 2002). Ligamen ini
berjalan secara transversal dari tuberositas medial kalkaneus kearah caput ossa
metatarsal I-V telapak kaki, berfungsi sebagai penyangga bagian lengkung kaki
(Cooper, 2007).

a. Ligamentum calcaneonaviculare plantare (spring ligament),

Ligamentum calcaneonaviculare plantare yang memanjang


menyilang dan mengisi celah berbentuk baji diantara sustentaculum
tali dan pinggir inferior permukaan artikular posterior os naviculare.
Ligamentum tersebut menopang caput tali dan memiliki peran
penting dalam pemindahan berat dari talus dan dalam
mempertahankan arcus longitudinalis kaki, yang merupakan unsur
paling utama.

b. Ligamentum plantare longum,

Ligamentum plantare longum yang berjalan dari permukaan plantar


calcaneus ke sulcus pada os cuboideum. Beberapa seratnya
memanjang ke basis metatarsalia, sehingga membentuk suatu kanal
untuk tendo M. fibularis longus. Ligamentum plantare longum
penting dalam mempertahankan arcus longitudinalis kaki.

c. Ligamentum calcaneocuboideum plantare,

Ligamentum calcaneocuboideum plantare yang terletak pada suatu


bidang di antara ligamentum plantare longum. Ligamentum tersebut
memanjang dari aspek anterior permukaan inferior calcaneus ke
permukaan inferior os cuboideum. Ligamentum tersebut juga terlibat
dalam mempertahankan arcus longitudinalis kaki.

d. Posterior talofibular ligament


Posterior talofibular ligament adalah ligamen yang melekat pada
posterior tulang talus dan fibula.
A. Deskripsi Kasus

1. Definisi
Fascia Plantaris merupakan lembaran berserat menebal dari
jaringan ikat yang berasal dari tuberkulum medial kalkaneus dan
menempel ke permukaan plantar dari sendi metatarsophalangeal. Ini
bertindak sebagai penstabil statis dan dinamis dari lengkungan
longitudinal kaki dan sebagai peredam kejut dinamis (Hamblen,
2010). Fasciitis plantaris merupakan peradangan yang disebabkan oleh
iritasi degeneratif pada penyisipan fasciitis plantaris pada proses
medial tuberositas calcaneus, rasa nyeri di substansial, mengakibatkan
perubahan kegiatan sehari-hari. Berbagai istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kondisi fasciitis plantaris termasuk tumit polisis,
tumit petenis, dan pelari. Meskipun keliru, rasa sakit yang sulit
dibedakan dengan rasa sakit yang berkaitan calcaneus spurs (Young,
2014).

Fasciitis plantaris terjadi karena penguluran yang berlebihan


pada plantar fascianya yang dapat mengakibatkan suatu inflamsi pada
fascia plantar yang khususnya mengenai bagian medial calcaneus.
Fasciitis plantaris diawali karena adanya lesi pada soft tissue disisi
tempat perlekatan plantar apporoneosis yang letaknya dibawah dari
tuberositas calcaneus (Periatna dan Gerhaniawati, 2006).

2. Etiologi

Ada beberapa faktor penyebab pada kasus fasciitis plantaris.


Beberapa faktor tersebut antara lain yaitu faktor anatomi, faktor
biomekanik, dan faktor lingkungan. Contoh pada faktor anatomi
termasuk arcus yang rendah atau pes planus, arcus yang tinggi atau
pes cavus, dan tekanan tubuh yang berlebih atau obesitas. Pada faktor
biomekanik termasuk tightness pada tendon achilles, kelemahan
flexor plantar fascia. Pada faktor lingkungan bisa disebabkan oleh
trauma, dan aktivitas yang berlebih (Alghadir, 2006).
Penyebab fasciitis plantaris dapat dibagi menjadi faktor intrinsik
dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yang berhubungan dengan
pasien termasuk obesitas, pes planus, pes cavus, mengurangi
dorsofleksi pergelangan kaki dan spasme gastrocnemius. Faktor
ekstinsik, yang berkaitan dengan lingkungan, termasuk berjalan
dipermukaan keras, berjalan tanpa alas kaki yang tepat, peningkatan
mendadak dalam menjalankan intensitas atau volume, dan berdiri atau
berjalan lama (Ang, 2016).

3. Patofisiologi

Mekanisme nyeri fasciitis plantaris diawali dengan adanya lesi


pada soft tissue disisi tempat perlengketan plantar aponeurosis yang
letaknya dibawah dari tuberositas calcaneus atau pada fascia plantar
bagian medial calcaneus akibat dari penekanan dan penguluran yang
berlebihan. Hal tersebut menimbulkan nyeri pada fascia plantarnya
dan terjadilah fasciitis plantaris (Siburian, 2008).

4. Tanda dan gejala.

Fasciitis plantaris biasanya timbul secara bertahap, tetapi dapat datang


dengan tiba-tiba dan langsung nyeri hebat. Dan meskipun dapat
mengenai kedua kaki, akan tetapi lebih sering hanya pada satu kaki
saja (Wibowo, 2008) :

a. Nyeri tajam di bagian dalam telapak kaki di daerah tumit,


yang dapat teraasa seperti ditusuk pisau pada telapak kaki.

b. Nyeri tumit yang cenderung bertambah buruk pada


beberapa langkah pertama setelah bangun tidur, pada saat naik
tangga atau pada saat jinjit (berdiri pada ujung-ujung jari).

c. Nyeri tumit yang timbul setelah berdiri lama atau duduk


lama kemudian bangkit dan berjalan, maka timbul nyeri tumit.

d. Nyeri tumit yang timbul setelah berolahraga, tetapi tidak


timbul saat sedang berolahraga.
e. Pembengkakan ringan di tumit.

5. Komplikasi

Adanya radang atau inflamasi pada fasciia plantaris akan


mempengaruhi jaringan spesifik yang terlibat sehingga akan terjadi
tightness pada otot-otot sebagai kompensasi dari nyeri yang terjadi.
Selain itu juga akan terjadi kelemahan pada otot-otot tertentu yang
akan menyebabkan instabilitas sehingga dapat memicu terjadinya
strain. Proses radang juga akan mempengaruhi sistem sirkulasi
dimana akan terjadi mikro sirkulasi yang akan menurunkan suplai gizi
pada jaringan yang mengalami cidera sehingga dapat menyebabkan
penumpukan sisa metabolisme yang dapat mengiritasi jaringan
sehingga timbul nyeri. Iritasi kimiawi pada proses radang juga akan
mempengurahi konduktivitas saraf akibatnya terjadi hipersensitivitas
yang dapat menurunkan nilai ambang rangsang. Pada kasus fasciitis
plantaris sering berkembang menjadi heel spur. Spur pada tulang
berkembang karena fasciia plantaris yang mengalami injuri kemudian
mengalami inflamasi sehingga tumit menerima beban lebih banyak
dan dalam waktu yang lama akan menyebabkan deposit kalsium pada
tumit sehingga menimbulkan tulang tumbuh yang tidak normal
ditumit (Sari dan Irfan, 2009).
Kerangka Berfikir

Etiologi
anatomi (arcus, compresi)
biomekanik (tightness)
trauma
aktifitas berlebihan

Komplikasi
jaringan spesifik menjadi Patofisiologi
tightnes
kelemhan otot
Fasciitis lesi pada soft tissue
penekanan dan penguluran
instabilitas
sistem sirkulasi terganggu Plantaris berlebihan
nyeri pada plantaris
iritasi
hypersensitiv

Tanda dan Gejala


nyeri tajam
pembengkakan
nyeri untuk aktifitas
berlebihan
BAB III

PROSES FISIOTERAPI

A. KETERANGAN UMUM PENDERITA


Nama : Ny. S
Umur : 39 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Pekerja Kantoran
Alamat : Tunas raya, Bendan

B. DATA–DATA MEDIS RUMAH SAKIT


1. DIAGNOSIS MEDIS
Facitis Plantaris Bilateral
2. CATATAN KLINIS
a. Riwayat tindakan medis
1) Dokter Syaraf
2) Fisioterapi
a. Medikamentosa
1) Pirofel 0,5%
2) Mefinal 500 2x1
3) Myonep 2x1
4) Meloxicam 2x1
5) Lameson 2x1
6) Braxidin 3x1
7) Kalmeco 2x1
a. Data pendukung
Laboratorium : Tidak Ada
Foto Rontgen : Kesan normal, Tidak ditemukan adanya kelainan
pada tulang metatarsal dan calcaneus.
1. TERAPI UMUM (GENERAL TREATMENT)
Fisioterapi
2. RUJUKAN FISIOTERAPI DARI DOKTER
Pasien atas nama Ny. S yang berusia 39 tahun berisi “Mohon di
lakukan Tindakan fisioterapi Infa Red kedua tumit, Terapi latihan
Free Aktif Exercise, Resisted Aktif Exercise, Dan Active Stretching
Latihan Strengthening Exercise Untuk Ny. F dengan
diagnose Facitis Plantaris Bilateral”.
A. SEGI FISIOTERAPI
TANGGAL : 14 Oktober 2019
1. Pemeriksaaan Subyektif (Anamnesis : Auto)

1. KELUHAN UTAMA
Pasien mengeluhkan lemah dan tebal pada tungkai kiri, nyeri pada
tumit saat lama memakai sepatu hak tinggi. Setelah beberapa bulan
di ikuti nyeri pada tumit kanan.
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Sekitar Tiga bulan yang lalu pasien mengalami lemah pada kaki
kiri dan nyeri pada tumit kiri. Tungkai kirinya terasa lemah, tebal
dan lebih kecil dari tungkai kanannya. Setelah beberapa bulan
diikuti rasa nyeri pada tumit kanannya. Kemudian pada tanggal 14
Oktober pasien memeriksakan diri ke poli Syaraf lalu di rujuk ke
poli rehabilitasi medic (fisioterapi)
3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien tidak pernah mengalami penyakit serupa dan tidak pernah
mengalami hal-hal yang memicu penyakit tersebut.
4. RIWAYAT PENYAKIT PENYERTA
Hipertensi (-)
Diabetes (-)
Penyakit jantung (-)
5. RIWAYAT PRIBADI
Pasien adalah seorang karyawati Bank yang setiap hari memakai
sepatu hak tinggi mulai dari pukul 08.00-17.00. pasien juga
seorang ibu rumah tangga yang belum mempunyai anak.
6. RIWAYAT KELUARGA
Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama
(bukan herediter).
7. LOKASI KELUHAN (menunjukan tempat/lokasi keluhan).

Keterangan : Nyeri pada kedua telapak kaki.


8. ANAMNESIS SISTEM:
a) Kepala dan leher :
Tidak dilakukan
b) Kardiovaskuler
Tidak ada keluhan
c) Respirasi
Tidak ada keluhan
d) Gastrointestinalis
- Pasien memiliki maag
- BAB lancar
a) Urogenital
Tidak ada keluhan
b) Musculoskeletal
- Adanya rasa lemah dan tebal pada tungkai bawah
sebelah kiri.
- Rasa nyeri pada tumit kanan dan kiri.
- Pasien mengalami myalgia gastrocnemius sinistra.
a) Nervorum
Pasien merasa tebal dan kebas pada telapak kaki bagian kanan
dan kiri.
1. Pemeriksaan Obyektif

a. TANDA TANDA VITAL :


1) Tekanan Darah : 140 / 70 mmHg
2) Denyut nadi : 74 x/menit
3) Pernafasan : 28x/menit
4) Temperature : 36 0C
5) Tinggi Badan : 162 cm.
6) Berat Badan : 58 kg
b. INSPEKSI :
1) Statis
a) Posture tubuh tampak normal
b) Hip simetris
c) Betis kiri lebih kecil dari betis kanan
1) Dinamis
a) Saat pasien berjalan pasien menggunakan alat bantu
tongkat.
b) Saat berjalan tidak stabil.
c) Pasien nampak menahan sakit pada saat berjalan.
a. PALPASI :

1) Suhu local tungkai bawah kanan dan kiri sama.

2) Tidak terdapat Oedema pada tunfkai bawah

3) Hipotonus pada M. Gastrocnemius.

4) Tidak ada nyeri tekan pada ankle and foot

b. PERKUSI
Tidak dilakukan
c. AUSKULTASI

Tidak dilakukan

d. GERAKAN DASAR
1) Gerak Aktif

Tabel 3. 1 Pemeriksaan Gerak Aktif

Gerakan Nyeri LGS


Plantar Flexi Tidak Full
Dorsal Flexi Ya Tidak Full
Inversi Ya Tidak Full
Eversi Tidak Full

2) Gerak Pasif

Tabel 3. 2 Pemeriksaan Gerak Pasif

Gerakan Nyeri End feel


Plantar Flexi Tidak Soft feel
Dorsal Flexi Ya Firm feel
Inversi Ya Firm feel
Eversi Tidak Soft feel

3) Gerak Isometrik Melawan Tahanan

Tabel 3. 3 Pemeriksaan Gerak Isometrik Melawan Tahanan

Gerakan Profokasi Nyeri Kekuatan otot


Plantar Flexi Tidak ada Minimal
Dorsal Flexi Ya Minimal
Infersi Ya Minimal
Eversi Ya Minimal

a. TES KOGNITIF, INTRA PERSONAL DAN

INTERPERSONAL

1) Tes Kognitif

Ingatan pasien baik mampu mengingat riwayat penyakit

sekarang.

2) Intrapersonal
Baik, pasien memiliki motifasi untuk sembuh.

3) Interpersonal

Baik, pasien dapat berkomunikasi dengan baik pada

fisioterapi.

a. KEMAMPUAN FUNGSIONAL DAN LINGKUNGAN

AKTIVITAS

1) Kemampuan fungsional Dasar

Pasien mampu mandiri melakukan gerakan.

2) Aktivitas fungsional

Pasien dapat melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri

3) Lingkungan Aktivitas

Lingkungan aktivitas pasien mendukung proses kesembuhan

pasien

b. PEMERIKSAAN NYERI

Menggunakan skala VAS

Nyeri Diam : 0

Nyeri Tekan : 5

Nyeri Gerak : 6,5


c. PEMERIKSAAN KEKUATAN OTOT MMT

Gerakan Sinistra Dekstra


Plantar Flexi 3 5
Dorsal Flexi 5 5
Infersi 5 5
Eversi 5 5

d. PEMERIKSAAN ROM

Gerakan Sinistra Dekstra


S 150-00-200 200-00-450
F 150-00-200 200-00-450

C. Diagnosis Fisioterapi

1. IMPAIRMENT

- kelemahan pada tungkai kiri

- nyeri pada tumit kiri dan kanan pada saat berjalan

- adanya atrofi pada gastrocnemius sinistra

- nyeri tekan pada gastrocnemius kiri dan tumit kiri

1. DISABILITY

- Pasien tidak mengalami gangguan aktivitas social

- dapat berinteraksi dengan lingkungan, masyarakat dll

1. FUNGSIONAL LIMITATION
- menurunnya kemampuan aktivitas fungsional misalnya
untuk gerakan jinjit dan berjalan terlalu lama dan memakai sepatu
hak tinggi
- pasien mengalami kesulitan pada saat naik turun tangga
C. Program / Rencana Fisioterapi

1. TUJUAN FISIOTERAPI

a. Tujuan Jangka Pendek

1) Mengurangi spasme

2) Mengurangi nyeri.

3) Meningkatkan LGS.

a. Tujuan Jangka Panjang

1) Melanjutkan tujuan jangka pendek

2) Meningkatkan aktivitas fungsional pasien.

1. TINDAKAN FISIOTERAPI

Teknologi Fisioterapi

a. Teknologi Alternatif

1) IR

2) US

3) MWD

4) TENS

a. Teknologi yang Dilaksanakan

1) Infra Red (IR)


Merupakan modalitas fisioterapi radiasi ( Infra Red ) dapat

meningkatkan aliran darah dan melemaskan jaringan sehingga

dapat mengurangi nyeri dan memaksimalkan aktivitas fungsional.

1. EDUKASI / HOME PROGRAM

a. Melakukan latihan dirumah seperti yang diajarkan oleh fisioterapi

b. Memberi motivasi kepada pasien

c. Memberi bantalan empuk pada tumit

2. RENCANA EVALUASI

a. Evaluasi Spasme menggunakan Palpasi

b. Evaluasi Nyeri dengan menggunakan VAS.

c. Evaluasi LGS menggunakan Midline.

d. Evaluasi Kekuatan Otot dengan MMT

C. Prognosis

Quo ad vitam : Baik

Quo ad sanam : Baik

Quo ad fungsional : Baik

Quo ad cosmeticam : Baik

D. Pelaksanaan Fisioterapi
1. Infra Red (IR)
a. Persiapan alat :

b) Cek kabel

c) Siapkan Infra Red standing, bantal, handuk, selimut

a. Persiapan pasien :

a) Posisikan pasien tengkurap di atas bad senyaman mungkin.

b) Posisikan pasien senyaman mungkin.

a. Pelaksanaan fisioterapi :

a) Menyalakan lampu Infra Red arahkan tegak lurus pada

area punggung bawah.

b) Jarak Infra Red ke punggung bawah 45 cm.

c) Waktu 10 menit.

d) Evaluasi kepada pasien kepanasan atau tidak.

e) Rapikan alat dan bahan saat terapi selesai.

C. Evaluasi
(Setelah Tindakan Terapi/per tanggal)

Anda mungkin juga menyukai