Anda di halaman 1dari 4

Neuro Development Treatment

Metode neuro development treatment atau yang lebih dikenal dengan metode Bobath.
Metode ini dikembangkan oleh Dr. Karel Bobath (neurolog) dan istrinya Bertha Bobath
(Fisioterapis) untuk meningkatkan kemampuan fungsional anak senormal mungkin. Metode
ini dikhususkan untuk menangani problematika motorik akibat gangguan sistem saraf pusat
(Sheperd, 1997).

1. Konsep NDT
Dengan perkembangan ilmu dan teknologi, maka konsep Bobath juga mengalami
perkembangan dimana menggunakan pendekatan problem solving dengan cara
pemeriksaan dan tindakan secara individual yang diarahkan pada tonus, gerak dan fungsi
akibat lesi pada sistem saraf pusat (Sheperd, 1997).
Tujuan intervensi dengan metode Bobath adalah optimalisasi fungsi dengan
peningkatan kontrol postural dan gerakan selektif melalui fasilitasi, sebagaimana yang
dinyatakan oleh IBITA tahun 1995 (Sheperd, 1997).
Tujuan yang akan dicapai dengan konsep Bobath:
1) Melakukan identifikasi pada area-area spesifik otot-otot antigravitasi yang
mengalami penurunan tonus.
2) Meningkatkan kemampuan input proprioceptive.
3) Melakukan identifikasi tentang gangguan fungsi setiap individu dan mampu
melakukan aktivitas fungsi yang efisien.
2. Prinsip NDT
Metode neuro development treatment menganut dua prinsip, yaitu :
1) normalisasi tonus otot abnormal dan membawanya ke pola gerakan normal serta
eksplorasi gerak.
2) fasilitasi pola gerak normal.
3. Teknik terapi NDT
Teknik terapi NDT mempunyai beberapa teknik:
1) inhibisi dari postur yang abnormal dan tonus otot yang dinamis
Suatu upaya untuk menghambat dan menurunkan tonus otot. Tekniknya disebut
reflex inhibitory pattern (RIP). Perubahan tonus postural dan pattern menyebabkan
dapat bergerak lebih normal dengan menghambat pola gerak abnormal menjadi
sikap tubuh yang normal dengan menggunakan teknik “Reflex Inhibitory Pattern”
(Rood, 2000).
2) stimulasi terhadap otot-otot yang mengalami hipertonik,
Stimulasi yaitu upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot melalui
proprioseptive dan tactil. Berguna untuk meningkatkan reaksi pada anak,
memelihara posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara
automatic (Rood, 2000).
3) fasilitasi pola gerak normal (Rood, 2000).
Fasilitasi merupakan upaya untuk mempermudah reaksi-reaksi automatik dan gerak
motorik yang sempurna pada tonus otot normal. Tekniknya disebut “Key Point of
Control” (Rood, 2000).
Brain gym
Brain gym dikenal sebagai pendekatan unik dalam bidang pendidikan yang pertama
kali diciptakan oleh Paul E. Dennison, Ph.D. Brain gym adalah serangkaian gerak sederhana
yang menyenangkan dan digunakan oleh para murid di Educational Kinesiology (Edu-K)
untuk meningkatkan kemampuan belajar mereka dengan menggunakan keseluruhan otak.
Braingym bermanfaat pula untuk melatih fungsi keseimbangan dengan merangsang beberapa
bagian otak yang mengaturnya. seperti dijelaskan Paul E. Dennison, Ph.D, otak manusia,
seperti hologram, terdiri dari tiga dimensi dengan bagian-bagian yang saling berhubungan
sebagai satu kesatuan. Akan tetapi, otak manusia juga spesifik tugasnya di mana ketiga
dimensi tersebut dalam aplikasi gerakan brain gym disebut dengan istilah dimensi lateralis,
dimensi pemfokusan, serta dimensi pemusatan (Prihastuti, 2009).
Fungsi gerakan braingym yang terkait dengan 3 dimensi otak tersebut adalah untuk:
1. Mensimulasi dimensi lateralis
Dimensi lateralis terkait belahan otak kiri dan kanan. Dimensi lateralis akan
menjelaskan kegiatan yang berhubungan dengan komunikasi. Mengingat otak sebagai
pusat kegiatan tubuh yang akan mengaktifkan seluruh organ dan sistem tubuh melalui
pesan-pesan yang disampaikan melewati serabut syaraf secara sadar, maka dalam hal ini
belahan otak kiri akan aktif jika sisi kanan tubuh digerakkan dan belahan otak kanan akan
aktif apabila sisi kiri tubuh digerakkan. Sifat ini memungkinkan munculnya dominasi
salah satu sisi.
Upaya untuk mengintegrasikan kedua sisi tubuh (bilateral integration) perlu selalu
diupayakan agar kedua belahan otak bisa bekerjasama dengan baik. Dalam upaya ini,
program brain gym mengenalkan keterampilan yang berupa gerakan-gerakan yang dapat
menstimulasi koordinasi kedua belahan otak dan mengintegrasikan dua sisi tubuh
bekerjasama dengan baik. serankaian gerakan tersebut dikenal sebagai gerakkan
“menyeberang garis tengah”. Keterampilan melakukan gerakan ini akan merupakan
kemampuan dasar kesuksesan akademik dan sebaliknya ketidakmampuan untuk
melakukan gerakan ini akan mengakibatkan apa yang disebut “ketidakmampuan belajar”
(learning disabled) atau “disleksia” (Prihastuti, 2009).
2. Meringankan dimensi pemfokusan
Dimensi pemfokusan terkait dengan bagian belakang otak (batang otak atau
brainstem) dan bagian depan otak (frontal lobes). Dimensi pemfokusan akan menjelaskan
kegiatan yang terkait dengan pemahaman. Hambatan yang terjadi pada bagian ini akan
menghasilkan seseorang mengalami ketidakmampuan ikut aktif dalam proses belajar.
Anak-anak yang mengalami underfocused akan mengalami kesulitan untuk memusatkan
perhatian, sehingga sering dikenal dengan sebutan “kurang perhatian”; “kurang
pengertian”; “terlambat bicara” atau “hiperaktif”. Sementara, anak-anak yang overfocused
akan mengalami fokus berlebihan dan berusaha terlalu keras. Gerakan-gerakan yang
membantu melepaskan hambatan fokus dikenal sebagai gerakkan “meregangkan otot”
(Prihastuti, 2009).
3. Merilekasikan dimensi Pemusatan (Prihastuti, 2009).
Dimensi pemusatan terkait dengan sistem limbis (midbrain) dan otak besar (cerebral
cortex). Dimensi ini menjelaskan kegiatan yang berhubungan dengan pengorganisasian
dan pengaturan. Jika terjadi hambatan pada dimensi ini, orang akan mengalami kurang
dapat konsentrasi, kurang percaya diri, penakut, mengabaikan perasaan.
Gerakan yang dapat membantu mengatasi hambatan ini adalah gerakan-gerakan
“meningkatkan energi’. Dengan melakukan gerakan-gerakan meningkatkan energi maka
hubungan elektrik dapat diaktifkan sehingga jaringan jalur-jalur syaraf yang memberika
informasi dari badan ke otak atau sebaliknya dapat berfungsi baik. Juga hubungan otak
bagian bawah (sistem limbis) untuk informasi emosional dengan otak besar (cerebral
cortex) tempat berpikir abstrak dapat diaktifkan (Prihastuti, 2009).

Anda mungkin juga menyukai