Anda di halaman 1dari 30

ETIKA PROFESI DALAM

LAYANAN FISIOTERAPI

KELOMPOK 6
ETIKA PROFESI & HUKUM KESEHATAN
PROGRAM STUDI D-IV FISIOTERAPI
POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
1. ALFA ZAMROTIN M. M. P27226018150
2. ANASTASIA MELLIANA A. S. P27226018153
3. ANIS TALITHA P. A. P27226018155
4. ARROFI DEFIAN F. P27226018157
5. DINDA RISHALDI P27226018164
6. GRACIA MAYA E. P27226018169
7. MATAHARI MUHAMMAD B. A. P27226018177
8. NAUFAL RAIS S. P27226018179

KARANGANYAR
2019

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kami kemudahan dalam
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya,
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
tepat waktu. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahcurahkan kepada Baginda Nabi
Muhammad SAW, yang kita nanti-nantikan syafaatnya di hari akhir nanti.
Penyusun mengucap syukur kepada Allah SWT atas semua limpahan nikmat-Nya
khususnya nikmat sehat, baik itu berupa sehat jasmani maupun rohani, sehingga
penyusun mampu untuk menyelesaikan penyusunan makalah sebagai tugas terstruktur
dari mata kuliah Terapi Latihan dengan judul “Etika Profesi dalam Layanan Fisioterapi”.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih sangatlah jauh dari kata sempurna
dan masih terdapat banyak sekali kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penyusun mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penyusun mohon maaf sebesar-besarnya.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada
dosen Etika Profesi dan Hukum Kesehatan kami Bapak Sugiyono yang telah
membimbing kami dalam menyusun makalah ini. Demikian, semoga makalah ini dapat
bermanfaat. Terima kasih.

Tim Penyusun

Karanganyar, 24 Mei 2019

2
DAFTAR ISI
Cover 1
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
Bab I Pendahuluan 4
Bab II Isi
A. Definisi Standar Pelayanan Fisioterapi 5
B. Standar Praktik Fisioterapi 15
C. Tujuan Standar Pelayanan Fisioterapi 15
D. Ruang Lingkup Standar Pelayanan Fisioterapi 16
E. Pihak yang Terlibat dalam Pembinaan 24
F. Tujuan Pembinaan 24
Bab III Penutup 26
Daftar Pustaka 28
Lampiran 29

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fisioterapis dalam menjalankan profesinya diharuskan mengutamakan etika
dan layanan profesi. Sayangnya, tidak semua fisioterapis mengetahui akan hal itu
sehingga pelayanan akan berkualitas buruk. Maka dari itu, sebelum melayani pasien,
fisioterapis sebaiknya memahami etika dan layanan dalam fisioterapi. Sehingga,
pasien akan merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan. Pada akhirnya, akan
berdampak baik pada fisioterapis.
B. Rumusan Penulisan
1. Apa yang dimaksud dengan definisi standar pelayanan fisioterapi?
2. Apa sajakah standar-standar pelayanan fisioterapi?
3. Apa yang dimaksud dengan definisi standar praktik fisioterapi?
4. Apa sajakah standar-standar praktik fisioterapi?
5. Apa tujuan dari standar pelayanan fisioterapi?
6. Bagaimana ruang lingkup dari standar pelayanan fisioterapi?
7. Siapa saja pihak yang terlibat dalam pembinaan?
8. Apa tujuan dari dilakukannya pembinaan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi standar pelayanan fisioterapi.
2. Untuk mengetahui standar-standar praktik fisioterapi.
3. Untuk mengetahui tujuan dari standar pelayanan fisioterapi.
4. Untuk mengetahui ruang lingkup dari standar pelayanan fisioterapi.
5. Untuk mengetahui pihak yang terlibat dalam pembinaan.
6. Untuk mengetahui tujuan dari dilakukannya pembinaan.

4
BAB II
ISI
A. Definisi Standar Pelayanan Fisioterapi
1. Definisi Standar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia V (2016), standar adalah ukuran
tertentu yang dipakai sebagai patokan.
2. Definisi Pelayanan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia V (2016), pelayanan adalah suatu
usaha untuk membantu menyiapkan atau mengurus apa yang diperlukan orang lain.
3. Definisi Fisioterapi
Definisi Standar Pelayanan Fisioterapi termaktub dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 65 Tahun 2015 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi Fisioterapi adalah
bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan/atau kelompok
untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh
sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual,
peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan
fungsi, dan komunikasi.
4. Definisi Standar Pelayanan
Menurut Muhammad Rhida Rachmatullah (2019), standar pelayanan adalah
tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan
acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara
kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah,
terjangkau, dan teratur.
5. Definisi Standar Pelayanan Fisioterapi
Definisi Standar Pelayanan Fisioterapi termaktub dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 65 Tahun 2015 Pasal 1 ayat 1 yang berbunyi Standar Pelayanan
Fisioterapi adalah pedoman yang diikuti oleh fisioterapis dalam melakukan
pelayanan fisioterapi.
B. Standar Pelayanan Fisioterapi
1. Rujukan Fisioterapi
Sesuai SK MENKES NO 63/MENKES/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan
Ijin Praktik Fisioterapis, pasien/klien bisa mendapatkan pelayanan fisioterapi
5
dengan rujukan dari tenaga medis dan atau tanpa rujjukan. Pelayanan fisioterapi
tidak memerlukan rujukan hanya boleh dilaksanakan terhadap pelayanan yang
bersifat promotive dan preventif, pelayanan untuk pemeliharaan kebugaran,
memperbaiki postur, memelihara sikap tubuh dan melatih irama pernapasan normal
serta pelayanan dengan keadaan aktualisasi rendah bertujuan untuk pemeliharaan.
(Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Pelayanan Fisioterapi:16)
2. Asesmen Fisioterapi
Asesmen fisioterapi yaitu pemeriksaan pada perorangan atau kelompok untuk
merumuskan keadaan nyata atau yang berpotensi untuk terjadi kelemahan
keterbatasan fungsi, ketidakmampuan, atau kondisi kesehatan lain dengan cara
pengambilan perjalanan penyakit (history taking), screening, tes khusus,
pengukuran, dan evaluasi dari hasil pemeriksaan melalui analisis dan sintesis dalam
sebuah proses pertimbangan klinik dalam standar asesmen dikembangkan teknis
pengukuran yang dilakukan untuk proses pengumpulan data. (Departemen
Kesehatan RI. 2008. Pedoman Pelayanan Fisioterapi:17)
Asesmen fisioterapi meliputi pemeriksaan (anamnesis, pengukuran), analisis
dan sintesis terhadap problem gerak dan fungsi aktual maupun potensial, individu,
dan kelompok. (Departemen Kesehatan RI. 2008. Standar Layanan Fisioterapi di
Sarana Kesehatan:12)
Assesmen fisioterapi diarahkan pada Diagnosa fisioterapi yang terdiri dari
pemeriksaan dan evaluasi yang sekurang-kurangnya memuat data anamnesa yang
meliputi identitas umum, telaah sistemik, riwayat keluhan, dan pemeriksaan (uji
dan pengukuran) impairment, activities limitation, pasticipation restrictions,
termasuk pemeriksaan nyeri, resiko jatuh, pemeriksaan penunjang (jika
diperlukan), serta evaluasi. Assesmen fisioterapi dilakukan oleh fisioterapis yang
memiliki kewenangan berdasarkan hasil kredensial/penilaian kompetensi
fisioterapis yang ditetapkan oleh pimpinan fisioterapi. Beberapa uji dan pengukuran
dalam pemeriksaan fisioterapi antara lain: a) Kapasitas aerobik dan ketahanan
(aerobic capacity and endurance); b) Karakteristik antropometri; c) Kesadaran,
perhatian, dan kognisi (arousal, attention, and cognition); d) Alat bantu dan alat
adaptasi (assistive and adaptive devices); e) Circulation (arterial, venous,
lymphatic); f) Integritas saraf kranial dan saraf tepi (cranial and peripheral nerve
6
integrity); g) Hambatan lingkungan, rumah, pekerjaan, sekolah dan rekreasi
(environmental, home, and work barriers); h) Ergonomi dan mekanika tubuh
(ergonomics and body mechanics); i) Berjalan, lokomosi, dan keseimbangan (gait,
locomotion, and balance); j) Integritas integument (integumentary integrity); k)
Integritas dan mobilitas sendi (joint integrity and mobility); l) Motor function
(motor control & motor learning); m) Kinerja otot (strength, power, tension, dan
endurance); n) Perkembangan neuromotor dan integritas sensoris; o) Kebutuhan,
penggunaan, keselamatan, alignmen, dan pengepasan peralatan ortotik, protektif
dan suportif; p) Nyeri; q) Postur; r) Kebutuhan prostetik; s) Lingkup gerak sendi
(ROM); t) Integritas refleks; u) Pemeliharaan diri dan penatalaksanaan rumah
tangga; v) Integritas sensoris; w) Ventilasi dan respirasi; dan x) Pekerjaan, sekolah,
rekreasi, dan kegiatan kemasyarakatan serta integrasi atau reintegrasi leisure.
(Lampiran Permenkes RI Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan
Fisioterapi:17)
Hasil assesmen dituliskan pada lembar rekam medik pasien/klien baik pada
lembar rekam medik terintegrasi dan/atau pada lembar kajian khusus fisioterapi.
(Lampiran Permenkes RI Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan
Fisioterapi:17)
3. Diagnosa dan Prognosa Fisioterapi
Diagnosa adalah suatu label yang menggambarkan keadaan multi dimensi
pasien/klien yang dihasilkan dari pemeriksaan dan pertimbangan klinis, yang dapat
menunjukan adanya disfungsi gerak mencakup gangguan/kelemahan (impairment),
limitasi fungsi (functional limitation), ketidakmampuan (disabilities), dan atau
sindroma (syndromes) mulai dari sistem sel dan biasanya pada level sistem gerak
dan fungsi. (Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Pelayanan Fisioterapi di
Sarana Kesehatan:17)
Diagnosa fisioterapi adalah suatu pernyataan yang mengambarkan keadaan
multi dimensi pasien/klien yang dihasilkan melalui analisis dan sintesis dari hasil
pemeriksaan dan pertimbangan klinis fisioterapi, yang dapat menunjukkan adanya
disfungsi gerak/potensi disfungsi gerak mencakup gangguan/kelemahan fungsi
tubuh, struktur tubuh, keterbatasan aktifitas dan hambatan bermasyarakat.
Diagnosa fisioterapi berupa adanya gangguan dan/atau potensi gangguan gerak dan
7
fungsi tubuh, gangguan struktur dan fungsi, keterbatasan aktifitas fungsional dan
hambatan partisipasi, kendala lingkungan dan faktor personal, berdasarkan
International Classification of Functioning, Disability and Health (ICF) atau
berkaitan dengan masalah kesehatan sebagaimana tertuang pada International
Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem (ICD-10).
Diagnosa fisioterapi dituliskan pada lembar rekam medik pasien baik pada lembar
rekam medik terintegrasi dan/atau pada lembar kajian khusus fisioterapi. (Lampiran
Permenkes RI Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan Fisioterapi:19)
Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan dan evaluasi,
menyatakan hasil dari proses pertimbangan klinis, dapat berupa pernyataan keadaan
disfungsi gerak, meliputi kelemahan, limitasi fungsi, kemampuan atau
ketidakmampuan, atau sindrom individu dan kelompok. (Departemen Kesehatan
RI. 2008. Standar Layanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan:12)
Menurut Bayu Indra (2014) dalam Dasar Keilmuan Fisioterapi:4-6, diagnosa
fisioterapi mencakup sebagai berikut:
a. Diagnosa musculoskeletal
1) Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja sistem musculoskeletal.
2) Gangguan sikap dan kinerja otot.
3) Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang
berkaitan dengan jaringan konektif, inflamasi lokal, kerusakan spinal,
fraktur, arthroplasti sendi, maupun bedah tulang atau jaringan lunak.
4) Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, ROM, gait,
locomotion, balance yang berkaitan dengan amputasi.
b. Diagnosa neuromuskuler
1) Pencegahan dini terhadap kehilangan balance.
2) Gangguan perkembangan neuromotor.
3) Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan non
progressive disorder CNS pada usia balita dan dewasa.
4) Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan
progressive disorder CNS.
5) Gangguan peripheral nerve integrity dan motor function yang berkaitan
dengan peripheral nerve injury.
8
6) Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan
acute atau chronic polyneuropathies.
7) Gangguan motor function dan peripheral nerve integration yang berkaitan
dengan non progressive disorder spinal cord.
8) Gangguan kesadaran, ROM, motor control yang berkaitan dengan coma, near
coma, atau status vegetative.
c. Diagnosa kardiovaskulopulmonal
1) Gangguan kapasitas aerobik yang berkaitan dengan deconditioning syndrome
dan Cardiovascular Pump Dysfuntion or Failure.
2) Gangguan ventilasi, respirasi, maupun aerobic capacity yang berkaitan
dengan Airways Clearance Dysfunction, Ventilatory Pump Dysfunction or
Failure, Respiratory Failure, dan Respiratory Failure pada neonatus.
3) Ganguan sirkulasi darah dan anthropometric dimensions yang berkaitan
dengan Lymphatetic System Disorders.
d. Diagnosa integumen
1) Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja sistem integumen.
2) Gangguan integumenary integrity yang berkaitan dengan Superficial Skin
Involvement, Partial Thickness Skin Involvement, Full Thickness Skin
Involvement, dan Scar Formation.
3) Gangguan integumenary integrity yang berkaitan dengan Skin Involvement
extended Into Facia, Muscle, or Bone and Scar Formation.
e. Diagnosa olah raga dan kebugaran
Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk melengkapi informasi yang
diperoleh dari anamnesis serta pemeriksaan fisik. Pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan dapat berupa CT scan, MRI, artroskopi, elektromyografi dan foto
rontgen. Penanganan cedera tergantung pada jenis cedera dan tahap peradangan
yang terjadi. Ketepatan Diagnosa jenis cedera beserta tahap proses peradangan
yang terjadi (akut, sub akut maupun kronis) merupakan hal yang sangat
berpengaruh pada keberhasilan terapi.
Prognosa ialah prediksi perkembangan keadaan diagnostik pasien atau klien
dimasa mendatang setelah mendapatkan intervensi fisioterapi. (Departemen
Kesehatan RI. 2008. Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan:17)
9
4. Perencanaan dan Persetujuan Intervensi Fisioterapi
Perencanaan dimulai dengan pertimbangan kebutuhan intervensi dan
biasanya menuntun kepada pengembangan intervensi, termasuk hasil sesuai dengan
tujuan yang terukur yang disetujui pasien atau klien, keluarga atau pelayanan
kesehatan lainnya dan pemikiran perencanaan alternatif untuk dirujuk kepada pihak
lain bila dipandang kasusnya tidak tepat untuk fisioterapi. (Departemen Kesehatan
RI. 2008. Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan:17)
Fisioterapis melakukan perencanaan intervensi fisioterapi berdasarkan hasil
assesmen dan Diagnosa fisioterapi, prognosis dan indikasi-kontra indikasi,
setidaknya mengandung tujuan, rencana penggunaan modalitas intervensi, dan
dosis, serta diinformasikan/dikomunikasikan kepada pasien/klien atau keluarganya.
Intervensi berupa program latihan atau program lain yang spesifik, dibuat secara
tertulis serta melibatkan pasien dan/atau keluarga sesuai dengan tingkat
pemahamannya. Program perencanaan intervensi dituliskan pada lembar rekam
medik pasien baik pada lembar rekam medik terintegrasi dan/atau pada lembar
kajian khusus fisioterapi, dapat dievaluasi kembali jika diperlukan dengan
melibatkan pasien/klien atau keluarganya. (Lampiran Permenkes RI Nomor 65
Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan Fisioterapi:19)
5. Intervensi Fisioterapi
Intervensi fisioterapi adalah implementasi dan modifikasi perencanaan untuk
mencapai tujuan yang disepakati dan dapat termasuk penanganan secara manual,
peningkatan gerakan, peralatan fisis, peralatan elektroterapuetis dan peralatan
mekanis, pelatihan fungsional, penentuan bantuan dan peralatan bantu, intruksi dan
konseling, dokumentasi, koordinasi, dan komunikasi. (Departemen Kesehatan RI.
2008. Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan:18)
Intervensi fisioterapi adalah implementasi dan modifikasi teknologi
fisioterapi termasuk manual terapi, peningkatan gerak, peralatan (fisik,
elektroterapitik, mekanik) pelatihan fungsi, penyediaan alat bantu, pendidikan
pasien, konsultasi, dokumentasi, koordinasi dan komunikasi; bertujuan untuk
pencegahan, penyembuhan dan pemulihan terhadap impermen, injuri, keterbatasan
fungsi, disabilitas, serta memelihara dan meningkatkan kesehatan, kebugaran,

10
kualitas hidup pada individu segala umur, kelompok, masyarakat. (Departemen
Kesehatan RI. 2008. Standar Layanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan:15)
Intervensi fisioterapi berbasis bukti mengutamakan keselamatan pasien/klien,
dilakukan berdasarkan program perencanaan intevensi dan dapat dimodifikasi
setelah dilakukan evaluasi serta pertimbangan teknis dengan melalui persetujuan
pasien/klien dan/atau keluarganya terlebih dahulu. Semua bentuk intervensi
termasuk dan tidak terbatas pada teknologi fisioterapi dibuatkan kebijakan dalam
bentuk prosedur baku yang ditandatangani dan disahkan oleh pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan atau fisioterapis sendiri untuk praktik mandiri. Intervensi
khusus berupa manipulasi/massage mempertimbangkan hak dan kenyamanan
pasien/klien dan keluarganya, dilakukan secara etik dengan fasilitas dan ruangan
yang memadai. Ukuran keberhasilan intervensi fisioterapi memiliki bahasa yang
sama sehingga memberikan dasar untuk membandingkan hasil yang berkaitan
dengan pendekatan intervensi yang berbeda. Komponen ukuran keberhasilan
intervensi berupa kemampuan fungsi termasuk fungsi tubuh dan struktur, aktivitas,
dan partisipasi, mengacu pada Diagnosa fisioterapi. Intervensi fisioterapi dicatat
dalam formulir intervensi dan monitoring fisioterapi. (Lampiran Permenkes RI
Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan Fisioterapi:19-20)
6. Evaluasi/Re-Evaluasi Fisioterapi
Evaluasi fisioterapi adalah suatu kegiatan asesmen ulang setelah intervensi
fisioterapi, identifikasi, penentuan perkembangan gerak dan fungsi untuk
menentukan kelanjutan, modifikasi, penghentian atau rujukan. (Departemen
Kesehatan RI. 2008. Standar Layanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan:15)
Keharusan untuk evaluasi/re-assesmen untuk menetapkan keadaan diagnostic
baru pasien/klien setelah menjalani periode intervensi dan untuk menetapkan
kriteria penghentian tindakan. (Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan:18)
Evaluasi dilakukan oleh fisioterapis sesuai tujuan perencanaan intervensi,
dapat berupa kesimpulan, termasuk dan tidak terbatas pada rencana penghentian
program atau merujuk pada dokter/profesional lain terkait. Kewenangan melakukan
evaluasi/reevaluasi diberikan berdasarkan hasil kredensial fisioterapi yang
ditetapkan oleh pimpinan fisioterapis. Hasil evaluasi/re-evaluasi dituliskan pada
11
lembar rekam medis pasien baik pada lembar rekam medis terintegrasi maupun
pada lembar kajian khusus fisioterapis. (Lampiran Permenkes RI Nomor 65 Tahun
2015 Tentang Standar Pelayanan Fisioterapi:20)
7. Komunikasi dan Edukasi
Fisioterapi menjadikan komunikasi dan edukasi kepada pasien dan
keluarganya, tenaga kesehatan lain terkait, serta masyarakat, sebagai bagian dari
proses pelayanan fisioterapi berkualitas yang berfokus pada pasien. Fisioterapis
memiliki dan menggunakan identitas resmi yang mudah dilihat dan dipahami oleh
pasien dan/atau keluarganya serta para pemangku kepentingan sebagai bagian dari
identitas profesi. Fisioterapis memperkenalkan diri dan memberikan informasi
mengenai kondisi pasien/klien serta rencana tindakan/intervensi, termasuk
komunikasi terapeutik pada pasien dan/atau keluarganya. Bila ditemukan hal-hal di
luar kompetensi, pengetahuan, pengalaman atau keahlian, fisioterapis merujuk
pasien/klien kepada tenaga kesehatan lain yang tepat dengan disertai resume
fisioterapi. Penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan,
didukung media komunikasi dan edukasi agar proses pelayanan berlangsung sesuai
dengan tujuan, termasuk media edukasi berupa leaflet/brosur yang diperlukan.
(Lampiran Permenkes RI Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan
Fisioterapi:20-21)
8. Dokumentasi/Rekam Medik Fisioterapi
Dokumentasi fisioterapi adalah sistem pencatatan dan informasi fisioterapi
yang menjamin tanggung jawab, hukum, pendidikan, penelitian dan pengembangan
pelayanan. Dokumentasi berkaitan dengan pasien/klien dimasukkan ke dalam suatu
catatan pasien/klien - seperti laporan konsultasi, laporan pemeriksaan awal, catatan
perkembangan, laporan re-evaluasi, atau ringkasan hasil pemberian pelayanan
fisioterapi yang telah diberikan. (Departemen Kesehatan RI. 2008. Standar Layanan
Fisioterapi di Sarana Kesehatan:15)
Bahwa setiap pemberian dan atau tindakan pelayanan fisioterapi harus
disertai dengan alat bukti yang disebut rekam fisioterapi dengan sanksi pelanggaran
yang menyertainya sesuai Kepmenkes No. 1363/MENKES/SK/XII/2001 tentang
Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi dan Permenkes RI No.
269/MENKES/Per/III/20008 tentang Rekam Medis.
12
Rekam fisioterapi dimulai sejak pasien/klien diterima di sarana pelayanan
fisioterapi hingga berakhirnya masa pelayanan. Setiap pemberian pelayanan
tersebut wajib disertakan bukti pemberian pelayanan yang tertuang dalam berbagai
jenis formulir. pengisisn rekam fisioterapi dilakukan oleh fisioterapis yang
melaksanakan pelayanan terhadap pasien/ klien.
Sebagai acuan disusun formulir-formulir rekam profesi, antara lain:
a. Rujukan masuk dan keluar.
b. Persetujuan/penolakan intervensi fisioterapi.
c. Catatan proses dan perkembangan.
d. Hasil pemeriksaan dan pengukuran khusus.
e. Catatan hasil assesmen ulang serta assesmen akhir pada penyelesaian pelayanan.
f. Rekomendasi tindak lanjut pelayanan untuk pasien/klien.
g. Ringkasan riwayat keluar (discharge summary).
(Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana
Kesehatan:18-19)
Penyelenggara pelayanan fisioterapi memperhatikan pentingnya
dokumentasi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam pelayanan fisioterapi
yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan. Pelayanan fisioterapi didukung
lembar rekam medik fisioterapi dan formulir lain yang diangggap perlu. Seluruh
proses fisioterapi didokumentasikan pada lembar rekam medik pasien/klien baik
pada lembar rekam medik terintegrasi dan/atau pada lembar kajian khusus
fisioterapis, serta dapat diakses oleh profesional kesehatan lain terkait. (Lampiran
Permenkes RI Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan Fisioterapi:21)
9. Terminansi Pelayanan Fisioterapi
Terminansi (penghentian pelayanan fisioterapi) dilakukan bila :
a. Berakhirnya proses, pelayanan fisioterapi (discharge) yang telah diberikan
selama periode tunggal pelayanan fisioterapi atau tujuan yang diharapkan telah
tercapai.
b. Terjadi diskontinuasi, yaitu penghentian karena :
1) Fisioterapis menentukan bahwa tidak ada manfaat positif terhadap
pasien/klien oleh tindakan pelayanan tersebut.

13
2) Pasien/klien tidak mau melanjutkan program pelayanan fisioterapi karena
menyangkut permasalahan komplikasi medik atau psikososial.
3) Pasien/klien keberatan atas pelayanan fisioterapi yang disebabkan oleh
permasalahan dana atau pembiayaan.
(Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana
Kesehatan:19)
10. Koordinasi, Komunikasi, Pendidikan, dan Instruksi Fisioterapi
a. Koordinasi adalah kerjasama semua bagian yang terkait dengan pasien/klien.
b. Komunikasi termasuk administrasi merupakan pertukaran informasi baik
dengan pasien/klien maupun sesama pemberi pelayanan untuk menjamin
pemberian pelayanan yang tepat, aman, komprehensif, efisien, dan efektif mulai
dari kedatangan sampai selesai.
c. Pendidikan pasien/klien adalah proses pemberian informasi, Pendidikan, atau
pelatihan kepada pasien/klien/keluarga.
d. Instruksi berkaitan dengan kondisi, rencana, hasil yang diharapkan dan factor
risiko. Fisioterapis bertanggung jawab atas instruksi-instruksi yang diberikan
kepada pasien/klien dan atau keluarganya.
(Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana
Kesehatan:19-20)
11. Administrasi Biaya Pelayanan Fisioterapi
Pemerintah bertugas menjalankan dan menggerakkan peran serta
masyarakat dalam upaya kesehatan dengan merata dan terjangkau, serta
memperhatikan fungsi social bagi masyarakat yang kurang mampu. Dengan
semangat tersebut, diatur pembiayaan pelayanan fisioterapi sebagai berikut:
a. Proses pembiayaan (Billing Process)
1) Fee for service
2) Asuransi
3) Jaminan kesehatan masyarakat
b. Sumber biaya
1) Biaya sendiri
2) Swasta
3) Pemerintah
14
4) Pemerintah daerah
c. Pemanfaatan jasa pelayanan fisioterapi diatur sesuai ketentuan yang berlaku
dengan memasukkan jasa pelayanan profesinal fisioterapi sebagai komponen
jasa pelayanan dengan bobot sesuai kepatutan.
(Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana
Kesehatan:20)
C. Standar Praktik Fisioterapi
Standar Praktik Fisioterapi Indonesia mengacu kepada hasil konggres ke-16
World Confederation for Physical Therapy (WCPT, 2007) memuat secara garis besar
sebagai berikut:
1. Administrasi dan manajemen
2. Komunikasi
3. Tanggung jawab terhadap komunitas
4. Dokumentasi
5. Perilaku etis
6. Informed concernt
7. Hukum
8. Manajemen pasien/klien
9. Pengembangan personal dan profesional
10. Menjaga mutu
11. Tenaga penunjang
D. Tujuan Standar Pelayanan Fisioterapi
Tujuan standar pelayanan Fisioterapi termaktub dalam Lampiran Permenkes
RI Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan Fisioterapi Pasal 2 yang
bunyinya sebagai berikut:
1. Memberikan acuan bagi penyelenggaraan pelayanan Fisioterapi yang bermutu dan
dapat dipertanggungjawabkan.
2. Memberikan acuan dalam pengembangan pelayanan Fisioterapi di fasilitas
pelayanan kesehatan.
3. Memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi Fisioterapis dalam
menyelenggarakan pelayanan Fisioterapi.
4. Melindungi pasien/klien sebagai penerima pelayanan Fisioterapi.
15
E. Ruang Lingkup Standar Pelayanan Fisioterapi
Ruang lingkup Standar Pelayanan Fisioterapi termaktub dalam Katalog
Terbitan Departemen Kesehatan RI Tahun 2008 Tentang Standar Layanan Fisioterapi
di Sarana Kesehatan:9-20.
1. Falsafah dan Tujuan
Falsafah fisioterapi memandang bahwa kesehatan gerak dan fungsi manusia
untuk hidup sehat dan sejahtera adalah sebagai hak asasi. Fisioterapi adalah bentuk
pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk
mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang
daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan
gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi,
komunikasi.
Pelayanan fisioterapi sebagai upaya kesehatan yang dilakukan oleh
fisioterapis yang kepadanya diberikan wewenang yang legal, bertujuan
meningkatkan kesehatan manusia secara utuh. Pelayanan fisioterapi diberikan oleh
fisioterapis baik secara mandiri dan atau bekerjasama dalam tim pelayanan
pasien/klien dengan tenaga lainnya. Kriteria:
a. Adanya pelayanan fisioterapi yang berpedoman pada falsafah dan tujuan yang
dikembangkan ke arah pelayanan kesehatan profesional dan spesialisasi.
Pengertian:
1) Falsafah fisioterapi memandang gerak dan fungsi sebagai esensi dasar
kesehatan manusia, melalui pelayanan fisioterapi dengan menganalisa gerak
aktual dan memaksimalkan potensi gerak untuk mencapai gerak fungsional.
2) Pelayanan fisioterapi profesional dilaksanakan berdasarkan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dapat dipertanggung-jawabkan, kompeten,
berwenang, etis, legal dan berkesinambungan.
3) Pelayanan fisioterapi di rumah sakit dilaksanakan dan dipimpin oleh
Fisioterapis.
4) Tenaga fisioterapi yang bekerja di rumah sakit harus mampu mandiri maupun
berkolaborasi dengan tenaga lain.
5) Tenaga fisioterapi mampu mengembangkan diri secara dinamis sesuai
kebutuhan pasien/klien dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi.
16
6) Spesialisasi pelayanan fisioterapi dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
pelayanan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b. Adanya pelayanan fisioterapi yang paripurna untuk mengembangkan,
memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan,
mempertahankan dan atau meningkatkan kualitas hidup dengan pendekatan
integratif peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan dan
pemulihan kesehatan secara mandiri.
Pengertian:
1) Pelayanan fisioterapi merupakan pelayanan kesehatan terhadap pasien/klien
sebagai individu maupun kelompok, dalam memaksimalkan potensi gerak
dan meminimalkan kesenjangan antara gerak aktual dan gerak fungsional,
pada dimensi pelayanan mengembangkan, memelihara dan memulihkan
gerak dan fungsi sepanjang daur kehidupan.
2) Pelayanan fisioterapi professional memiliki otonomi, bertanggung jawab dan
bertanggung gugat dalam lingkup asuhan fisioterapi.
3) Pelayanan fisioterapi dilakukan secara mandiri dan atau tim, dalam
melakukan proses fisioterapi pada pasien/klien.
2. Administrasi dan Pengelolaan
Administrasi dan pengelolaan dilaksanakan terhadap sumber daya manusia,
pasien/klien, sarana, peralatan, organisasi, dan tatalaksana. Kriteria:
a. Adanya organisasi pelayanan fisioterapi serta uraian tugas secara tertulis pada
semua fisioterapis yang bertugas sesuai dengan klasifikasinya.
Pengertian:
1) Bagan organisasi memperlihatkan jalur komunikasi, kewenangan dan
tanggung jawab.
2) Organisasi menunjukkan hubungan antara atasan langsung atau pimpinan
rumah sakit dengan kepala pelayanan fisioterapi berserta wewenang dan
tanggung jawabnya.
3) Organisasi menunjukkan hubungan antara fisioterapis dalam perannya
sebagai pengelola dan pelaksana pelayanan fisioterapi.
4) Organisasi dilengkapi dengan uraian tugas jabatan dilengkapi dengan
fungsi dan tanggung jawabnya.
17
5) Organisasi dilengkapi dengan kualifikasi persyaratan untuk tiap jabatan.
6) Organisasi pelayanan fisioterapi dievaluasi dan disempurna-kan secara
berkala.
b. Adanya perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan pelayanan fisioterapi.
Pengertian:
1) Penyusunan rencana satu tahun dan lima tahunan pelayanan fisioterapi
melibatkan staf fisioterapis, dan disetujui oleh pimpinan rumah sakit.
2) Hasil pelaksanaan dan evaluasi pelayanan fisioterapi dilaporkan kepada
pimpinan rumah sakit.
c. Adanya kebijakan pelayanan fisioterapi ditujukan pada pasien/klien sebagai
individu dan kelompok sesuai asuhan fisioterapi yang mencakup masukan,
proses dan keluaran.
Pengertian:
1) Kebijakan masukan pelayanan fisioterapi yang aksesibel bagi pasien/klien
baik rawat inap, rawat jalan maupun kelompok masyarakat.
2) Proses fisioterapi ialah pelaksanaan pelayanan oleh tenaga fisioterapi.
3) Keluaran pelayanan dalam bentuk kesimpulan akhir kondisi pasien/klien dan
pelaporan kinerja unit pelayanan fisioterapi secara berkala.
d. Pelayanan fisioterapi kepada pasien/klien dilaksanakan sesuai dengan proses
fisioterapi yang meliputi asesmen, Diagnosa, perencanaan, intervensi, evaluasi
dan dokumentasi fisioterapi.
Pengertian:
1) Proses fisioterapi adalah interaksi dari berbagai elemen masukan pelayanan
fisioterapi termasuk fisioterapis, pasien, etika profesi, ilmu pengetahuan,
teknologi, perangkat norma dan hukum.
2) Asesmen fisioterapi meliputi pemeriksaan (anamnesis, pengukuran), analisis
dan sintesis terhadap problem gerak dan fungsi aktual maupun potensial,
individu dan kelompok.
3) Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan dan evaluasi,
menyatakan hasil dari proses pertimbangan klinis, dapat berupa pernyataan
keadaan disfungsi gerak, meliputi kelemahan, limitasi fungsi, kemampuan
/ketidakmampuan, atau sindrom individu dan kelompok.
18
4) Perencanaan dimulai dengan pertimbangan kebutuhan intervensi dan
mengarah kepada pengembangan rencana intervensi, termasuk tujuan yang
terukur yang disetujui pasien/klien, keluarga atau pelayanan kesehatan
lainnya. Dapat menjadi pertimbangan perencanaan alternatif untuk dirujuk
bila membutuhkan pelayanan lain.
5) Intervensi fisioterapi adalah implementasi dan modifikasi teknologi
fisioterapi termasuk manual terapi, peningkatan gerak, peralatan (fisik,
elektroterapitik, mekanik, pelatihan fungsi, penyediaan alat bantu,
pendidikan pasien, konsultasi, dokumentasi, koordinasi dan komunikasi;
bertujuan untuk pencegahan, penyembuhan dan pemulihan terhadap
impermen, injuri, keterbatasan fungsi, disabilitas, serta memelihara dan
meningkatkan kesehatan, kebugaran, kualitas hidup pada individu segala
umur, kelompok, masyarakat.
6) Evaluasi fisioterapi adalah suatu kegiatan asesmen ulang setelah intervensi
fisioterapi, identifikasi, penentuan perkembangan gerak dan fungsi untuk
menentukan kelanjutan, modifikasi, penghentian atau rujukan.
7) Dokumentasi fisioterapi adalah sistem pencatatan dan informasi fisioterapi
yang menjamin tanggung jawab, hukum, pendidikan, penelitian dan
pengembangan pelayanan. Dokumentasi berkaitan dengan pasien/klien
dimasukkan ke dalam suatu catatan pasien/klien - seperti laporan konsultasi,
laporan pemeriksaan awal, catatan perkembangan, laporan re-evaluasi, atau
ringkasan hasil pemberian pelayanan fisioterapi yang telah diberikan.
3. Pimpinan dan Pelaksana
Pelayanan fisioterapi dilaksanakan dan dipimpin oleh fisioterapis yang ditetapkan
oleh pimpinan Rumah Sakit. Kriteria:
a. Adanya kepala pelayanan fisioterapi yang bertanggung jawab kepada atasan
langsung atau pimpinan rumah sakit.
Pengertian:
1) Kepala pelayanan fisioterapi adalah fisioterapis yang mempunyai
kemampuan menejerial.
2) Kepala pelayanan fisioterapi bekerja penuh waktu dalam unit kerja pelayanan
fisioterapi.
19
3) Kepala pelayanan fisioterapi ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit.
4) Kepala pelayanan fisioterapi bertugas mengelola kegiatan unit kerja
pelayanan fisioterapi serta mengembangkannya melalui kegiatan internal dan
eksternal.
5) Kepala pelayanan fisioterapi dapat mengusulkan penetapan tenaga staf untuk
membantu pengelolaan dan pengembangan unit kerja pelayanan fisioterapi.
b. Adanya tenaga pelaksana pelayanan fisioterapi.
Pengertian:
1) Tenaga pelaksana pelayanan fisioterapi adalah fisioterapis yang memiliki
kemampuan dan kewenangan untuk melakukan pelayanan fisioterapi.
2) Tenaga pelaksana pelayanan fisioterapi bertanggung jawab pada kepala
pelayanan fisioterapi.
c. Setiap fisioterapis yang bekerja dirumah sakit harus memiliki ijin praktik dan
mematuhi Standar Profesi Fisioterapi.
Pengertian:
1) Tersedia dokumen Standar Profesi Fisioterapi yang berlaku : Standar
Kompetensi Fisioterapi, Ijazah/Sertifikat Pendidikan Fisioterapi, Sumpah
Profesi Fisioterapi, Kode Etik Fisioterapi, Standar Praktik Fisioterapi.
2) Tersedia dokumen Surat Ijin Fisioterapi (SIF) dan Surat Ijin Praktik
Fisioterapi (SIPF) dari setiap fisioterapis.
4. Fasilitas dan Peralatan
Fasilitas dan peralatan yang tersedia dalam pelayanan fisioterapi merupakan
dukungan bagi terlaksananya pelayananan fisioterapi di rumah sakit. Fasilitas dan
peralatan teknis dan administrasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan. Kriteria:
a. Adanya fasilitas dan peralatan pelayanan fisioterapi yang sesuai standar
peralatan dalam pelayanan fisioterapi.
Pengertian:
1) Fasilitas ruangan meliputi ruang tunggu, ruang pelayanan dan ruang
administrasi yang aksesibel.
2) Peralatan pelayanan fisioterapi baik jenis, jumlah maupun kualitas yang
memenuhi penyelenggaraan pelayanan fisioterapi.

20
3) Peralatan teknis pelayanan fisioterapi yang dikenakan pada pasien/klien pada
setiap kurun waktu tertentu untuk menjamin efektifitas dan keamanan.
b. Adanya peralatan administrasi untuk mendukung kegiatan pelayanan
fisioterapi.
Pengertian:
1) Peralatan adminsitrasi meliputi jenis dan jumlah yang memenuhi kebutuhan
pelayanan.
2) Dokumen adminsitrasi dan dokumen pelayanan fisioterapi disesuaikan
dengan prosedur sistem komunikasi dan informasi fisioterapi.
5. Kebijakan dan Prosedur
Untuk menjamin pelayanan fisioterapi yang optimal dibutuhkan suatu
kebijakan, peraturan , ketentuan, dan prosedur yang tertulis. Kebijakan dan
prosedur harus selalu berpedoman pada ketentuan yang berlaku, kebutuhan
pasien/klien, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kriteria:
a. Adanya kebijakan dan prosedur pelayanan fisioterapi sebagai landasan kerja
unit pelayanan.
Pengertian:
1) Kebijakan dan prosedur pelayanan fisioterapi dirumuskan dengan mengacu
standar profesi fisioterapi.
2) Kebijakan dan prosedur pelayanan fisioterapi dirumuskan oleh kepala
pelayanan fisioterapi dan ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit.
3) Kebijakan dan prosedur dijadikan landasan kerja bagi setiap tenaga dalam
unit kerja pelayanan fisioterapi.
b. Adanya prosedur standar tertulis dalam melakukan pelayanan fisioterapi.
Pengertian:
1) Prosedur dan standar pelayanan berpedoman pada asuhan fisioterapi.
2) Prosedur teknis pelayanan merupakan seluruh rangkaian tindakan mulai
persiapan fasilitas dan peralatan, administrasi dan proses asuhan fisioterapi.
3) Prosedur teknis pelayanan disusun secara rinci dan tata urut kerja.
4) Prosedur teknis pelayanan disusun oleh kepala pelayanan fisioterapi
ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit.
5) Prosedur teknis pelayanan dipatuhi oleh tenaga pelayanan fisioterapi.
21
c. Adanya interaksi fisioterapis dengan pasien/klien, teman sejawat, dan tenaga
kesehatan lain.
Pengertian:
1) Fisioterapis menghargai dan menjunjung tinggi hak martabat dan sensibilitas
pasien/klien, teman sejawat dan tenaga kesehatan lain.
2) Fisioterapis menjamin kerahasian informasi dalam kapasitas profesional.
3) Fisioterapis harus menghindari saling mengkritik teman sejawat dan tenaga
kesehatan yang lain.
4) Fisioterapis tidak boleh tinggi hati (overconfidence)
6. Pengembangan Tenaga dan Pendidikan
Peningkatan kualitas dan pengembangan pelayanan fisioterapi dilaksanakan
dengan menyelenggarakan atau mengikutsertakan pelatihan, pendidikan dan
penelitian. Pelatihan, pendidikan dan penelitian perlu perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi. Kriteria:
a. Adanya program tertulis pelatihan dan pendidikan untuk meningkatkan
kompetensi tenaga pelayanan fisioterapi sehingga dapat meningkatkan mutu
pelayanan fisioterapi.
Pengertian:
1) Adanya perencanaan tertulis tentang pendidikan dan pelatihan.
2) Perencanaan pendidikan dan pelatihan bertujuan untuk meningkatkan mutu
pelayanan dengan cara peningkatan kompetensi tenaga pelayanan fisioterapi.
3) Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan telah dilakukan secara konsisten.
4) Program pendidikan dan pelatihan dievaluasi secara berkala.
b. Adanya program penelitian tertulis tentang fisioterapi.
Pengertian:
1) Adanya perencanaan tertulis tentang penelitian.
2) Tujuan penelitian untuk mendapatkan konsep baru tentang fisioterapi dalam
meningkatkan mutu pelayanan
3) Perencanaan penelitian berpedoman pada metodologi penelitian.
4) Pelaksanaan penelitian dilakukan sesuai rencana dan konsisten. e.
Program penelitian dievaluasi secara berkala.

22
c. Adanya program tertuiis tentang pengembangan diri setiap tenaga pelayanan
fisioterapi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya.
Pengertian:
1) Adanya perencanaan pengembangan dan peningkatan kesejahteraan tenaga
pelayanan fisioterapi.
2) Perencanaan pengembangan dan peningkatan kesejahteraan tenaga pelayanan
fisioterapi merupakan perencanaan yang didukung oleh pelaksana, kepala
pelayanan dan pimpinan rumah sakit.
3) Pelaksanaan pengembangan dan peningkatan kesejahteraan tenaga pelayanan
fisioterapi telah dilakukan secara konsisten.
4) Program pengembangan dan peningkatan kesejahteraan tenaga pelayanan
fisioterapi dievaluasi secara berkala.
d. Adanya mekanisme tertulis untuk menilai kinerja tenaga pelayanan
fisioterapi.
Pengertian:
1) Mekanisme penilaian kinerja setiap tenaga pelayanan fisioterapi disusun
secara sistematis.
2) Mekanisme penilaian kemajuan tenaga pelayanan fisioterapi dilakukan oleh
kepala pelayanan fisioterapi secara objektif.
3) Mekanisme penilaian kemajuan tenaga pelayanan fisioterapi dilakukan
secara berkesinambungan, teratur, berkala dan sistematis.
4) Mekanisme penilaian kemajuan tenaga pelayanan fisioterapi dievaluasi
dalam kurun waktu tertentu.
e. Adanya program tertulis tentang orientasi bagi tenaga pelaksana yang baru.
Pengertian:
1) Adanya program orientasi tenaga baru di unit pelayanan meliputi
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
2) Perencanaan orientasi tenaga baru disusun secara sistematis dan mudah
dimengerti.
3) Pelaksanaan orientasi tenaga baru didokumentasikan.
4) Program orientasi tenaga baru dievaluasi secara berkala.
7. Evaluasi Pelayanan dan Pengembangan Mutu
23
Program evaluasi dan pengembangan mutu mencakup pelaksanaan asuhan
fisioterapi dan kepuasan pelanggan. Data hasil evaluasi dapat merupakan umpan
balik dalam upaya peningkatan mutu. Kriteria:
a. Adanya program evaluasi dan peningkatan mutu tertulis tentang pelaksanaan
asuhan fisioterapi
Pengertian:
1) Perencanaan evaluasi tentang pelaksanaan asuhan fisioterapi.
2) Mekanisme evaluasi dilaksanakan secara teratur dan terukur.
3) Hasil evaluasi dimanfaatkan sebagai umpan balik peningkatan standar
asuhan.
b. Adanya program evaluasi dan peningkatan mutu tertulis tentang kepuasan
pelanggan.
Pengertian:
1) Perencanaan evaluasi tentang kepuasan pelanggan.
2) Mekanisme evaluasi dilaksanakan secara teratur dan terukur.
3) Hasil evaluasi dimanfaatkan sebagai umpan balik peningkatan citra
pelayanan fisioterapi.
F. Pihak yang Terlibat dalam Pembinaan Standar Pelayanan Fisioterapi
Pihak-pihak yang terlibat dalam pembinaan terhadap pelaksanaan dan
penerapan Standar Pelayanan Fisioterapi termaktub dalam Lampiran Permenkes RI
Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan Fisioterapi Pasal 4 Ayat 1 sampai
2 yang bunyinya:
(1) Menteri Kesehatan, Gubernur, Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap pelaksanaan dan penerapan Standar Pelayanan Fisioterapi
sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(2) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Menteri Kesehatan, Gubernur, Bupati/Walikota dapat melibatkan organisasi
profesi.
G. Tujuan Pembinaan Standar Pelayanan Fisioterapi
Tujuan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan dan penerapan
Standar Pelayanan Fisioterapi termaktub dalam Lampiran Permenkes RI Nomor 65
Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan Fisioterapi Pasal 4 Ayat 3 yang bunyinya:
24
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan
untuk:
a. meningkatkan mutu pelayanan Fisioterapi; dan
b. mengembangkan pelayanan Fisioterapi yang efektif dan efisien.

25
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Standar Pelayanan Fisioterapi terdiri dari rujukan fisioterapi; assesmen fisioterapi;
diagnose dan prognosa fisioterapi; perencanaan dan persetujuan intervensi
fisioterapi; intervensi fisioterapi; evaluasi/re-evaluasi fisioterapi; komunikasi dan
edukasi; dokumentasi/rekam medik fisioterapi; terminansi pelayanan fisioterapi;
koordinasi, komunikasi, pendidikan, dan instruksi fisioterapi; dan administrasi
biaya pelayanan fisioterapi.
2. Standar Praktik Fisioterapi terdiri dari administrasi dan manajemen; komunikasi;
tanggung jawab terhadap komunitas; dokumentasi; perilaku etis; informed concent;
hokum; manajemen pasien/klien; pengembangan personal dan professional;
menjaga mutu; dan tenaga penunjang.
3. Tujuan Standar Pelayanan Fisioterapi yaitu memberikan acuan bagi
penyelenggaraan pelayanan Fisioterapi yang bermutu dan dapat
dipertanggungjawabkan; memberikan acuan dalam pengembangan pelayanan
Fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan; memberikan perlindungan dan
kepastian hokum bagi Fisioterapis dalam menyelenggarakan pelayanan Fisioterapi;
dan melindungi pasien/klien sebagai penerima pelayanan Fisioterapi.
4. Ruang lingkup Standar Pelayanan Fisioterapi mencakup falsafah dan tujuan;
administrasi dan pengelolaan; pimpinan dan pelaksana; fasilitas dan peralatan;
kebijakan dan prosuder; pengembangan tenaga dan pendidikan; evaluasi pelayanan
dan pengembangan mutu.
5. Pihak yang terlibat dalam pembinaan Standar Pelayanan Fisioterapi yaitu Menteri
Kesehatan, Gubernur, Bupati/Walikota, dan organisasi profesi.
6. Tujuan pembinaan dan pengawasan Standar Pelayanan Fisioterapi untuk
meningkatkan mutu pelayanan Fisioterapi dan mengembangkan pelayanan
Fisioterapi yang efektif dan efisien.
B. Saran
1. Bagi Fisioterapis
Patuhilah Standar Pelayanan Fisioterapi yang berlaku.
2. Bagi Pemerintah
26
Tingkatkanlah mutu pelayanan Fisioterapi di Indonesia.

27
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana
Kesehatan:16-20. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan RI. 2008. Standar Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan:9-
20. Jakarta: Departemen Kesehatan
Indra, Bayu. 2014. Dasar Keilmuan Fisioterapi:4-6. Yogyakarta : STIKES Aisyiah
Yogyakarta
Lampiran KEPMENKES RI Nomor 517 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelayanan
Fisioterapi di Sarana Kesehatan:9-20
Lampiran PERMENKES RI Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan
Fisioterapi:17-21

28
LAMPIRAN

29
30

Anda mungkin juga menyukai