Anda di halaman 1dari 6

EFEKTIFITAS PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PASIEN YANG MENGALAMI

KETERLAMBATAN MOTORIK AKIBAT HIDROSEFALUS KONGENITAL DENGAN


MENGGUNAKAN POST-OP VP SHUNT

A.Arnianti, S.kep.Ns,M.Kes¹, Ernawati²

¹
Dosen Pembimbing Akademi Keperawatan Makassar (YAPMA)
2
Mahasiswa Akademi Keperawatan Makassar (YAPMA)

ABSTRAK

Hidrosefalus adalah suatu gangguan pembentukan. Aliran, atau penyerapan dari cairan serebrospinal
yang menyebabkan peningkatan dari volume cairan cerebrospinal pada susuan saraf pusat. Jumlah
kasus hidrosefalus di dunia cukup tinggi. Data statistik dari hidrosefalus (2013) menyebutkan sekitar 1-2
per 1000 kelahiran bayi di negara amerika lahir dengan hidrosefalus. Sedangkan di indonesia sendiri,
prevalensi hidrosefalus mencapai 0,2-4 setiap 1000 kelahiran (Maliawan,2008). Penyebab
penyumbatan aliran cairan serebrospinal yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah : Kelainan
kongenital, Infeksi, Neoplasma, dan Perdarahan. Jenis penanganan hidrosefalus yang paling sering
dilakukan adalah tindakan operasi, yang biasa disebut shunting. Jenis shunting yang digunakan yaitu
Ventriculoperitoneal Shunting (VP Shunt), yaitu mengalirkan CSS berlebih dari sistem ventrikel melalui
sebuah selang agar bisa diserap oleh peritoneum. Sehingga, akumulasi cairan tidak berlebihan. Stimulasi
motorik yang dilakukan untuk keterlambatan motorik pada anak disesuaikan dengan perkembangan
anak yang sudah tampak. Stimulasi mengacu pada tahap perkembangan mulai dari bayi terlentang,
tengkurap, merangkak, duduk hingga berdiri. Pada kasus ini, fisioterapi yang di laksanakan meliputi
latihan penguatan lengan, stimulasi tengkurap, stimulasi duduk, penguatan otot ekstensor dan rotasi
trunk.

Kata kunci : hidrosefalus, VP shunt, keterlambatan motorik


ABSTRACT

Hydrocephalus is a formation disorder. Flow, or impulse from cerebrospinal fluid which causes an
increase in the volume of cerebrospinal fluid in the central nervous system. The number of
hydrocephalus cases in the world is quite high. Statistical data from hydrocephalus (2013) mentions
about 1-2 per 1000 baby births in the united states born with hydrocephalus. Whereas in Indonesian
alone, the prevalence of hydrocephalus reaches 0.2-4 per 1000 births (Maliawan,2008). Causes of
cerebrospinal fluid flow blockages that often occur in infants and children : Congenital abnormalities,
infections, neoplasms, and bleeding. The most common type of treatment for hydrocephalus is surgery,
commonly called shunting. The type of shunting used is the Ventriculoperitoneal Shunting (VP shunt),
which is to drain excess CSS from the ventricular system through the tube so that it can be absorbed by
the peritoneum. Excessive, excessive fluid is not excessive. Motor stimulation carried out to delay motor
in children is adjusted to the development of children who have been seen. Interesting stimulation of
development begins with the baby supine, on his stomach, crawling, sitting until standing. In this
problem, physiotherapy is given to arm strengthening exercises, prone stimulation, sitting stimulation,
extensor muscle strengthening and trunk rolation.

Keywords : hydrocephalus, VP shunt, motor delay

PENDAHULUAN

Hidrosefalus merupakan gangguan yang terjadi akibat kelebihan cairan serebrospinal pada
sistem saraf pusat. Kasus ini merupakan salah satu masalah yang sering ditemui di bidang bedah saraf,
yaitu sekitar 40% hingga 50%. Penyebab hidrosefalus pada anak secara garis besar dapat dibagi menjadi
dua, yaitu penyebab prenatal dan postnatal. Penyebab prenatal yaitu sebagian besar anak dengan
hidrosefalus telah mengalami hal ini sejak lahir atau segera setelah lahir. Beberapa penyebab utamanya
adalah stenosis akuaduktus sylvii, malfromasi Dandy Walker, Holopresencephaly, Myelomeningokel, dan
Malformasi Arnold Chiari. Penyebab lain dapat berupa infeksi in-utero, lesi destruktif dan faktor genetik.

Selain itu, adapun penyebab postnatal yaitu Lesi massa yang menyebabkan sekitar 20% kasus
hidrosefalus, kista arakhnoid dan kista neuroepitelial merupakan yang terbanyak mengganggu aliran
likuor. Perdarahan, meningitis, dan gangguan aliran vena juga merupakan penyebab yang cukup sering
terjadi.

Pemeriksaan penunjang seperti USG dapat membantu penegakan diagnosis di masa prenatal
maupun postnatal, sedangkan CT Scan dan MRI pada masa postnatal. Pada kebanyakan kasus, pasien
memerlukan tindakan operasi shunting namun terdapat pula pilihan atau terapi alternatif non-shunting
seperti terapi etiologik dan penetrasi membran. Tingkat kematian pada pasien hidrosefalus dengan
terapi shunting masih tinggi karena berbagai komplikasi yang terjadi, salah satunya adalah infeksi pasca
operasi. Hidrosefalus bukanlah suatu penyakit tunggal melainkan hasil akhir dari proses patologis yang
luas baik secara kongenital maupun akibat dari kondisi yang didapat.

TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penatalaksanaan fisioterapi pada pasien
yang mengalami keterlambatan motorik dengan menggunakan post-op Vp shunt efektif dalam
perbaikan hidrosefalus kongenital

METODE DALAM PENCARIAN ARTIKEL

Tinjauan literatur dilakukan melalui penelusuran hasil-hasil publikasi ilmiah pada rentang tahun 2010-
2019 dengan menggunakan database google scholar dengan memasukkan keyword 1 “hidrosefalus”
ditemukan sekitar 2.930 artikel, dan keyword 2 “vp shunt” ditemukan sekitar 1.340 artikel. Setelah
dilakukan pencarian artikel, selanjutnya dilakukan pencarian jurnal tentang keterlambatan motorik
dengan jumlah prevalensi 110 artikel yang ditemukan. Pembatasan jumlah artikel LIMIT to date (after
2010) ditemukan 4 artikel. Kemudian penyusun melakukan eliminasi pada 2 artikel karena dianggap
tidak sesuai dengan data yang diinginkan. Sehingga menghasilkan 2 artikel terakhir untuk di review.

PEMBAHASAN

HIDROSEFALUS

Kata hidrosefalus diambil dari bahasa Yunani yaitu Hydro yang berarti air, dan cephalus yang
berarti kepala. Secara umum hidrosefalus dapat didefiniskan sebagai suatu gangguan pembentukan,
aliran, maupun penyerapan dari cairan serebrospinal sehingga terjadi kelebihan cairan serebrospinal
pada susunan saraf pusat, kondisi ini juga dapat diartikan sebagai gangguan hidrodinamik cairan
serebrospinal.

Pembentukan cairan serebrospinal terutama dibentuk di dalam sistem ventrikel. Kebanyakan


cairan tersebut dibentuk oleh pleksus koroidalis di ventrikel lateral, yaitu kurang lebih sebanyak 80%
dari total cairan serebrospinalis. Kecepatan pembentukan cairan serebrospinalis kurang lebih 0,35- 0,40
ml/menit atau 500 ml/hari, kecepatan pembentukan cairan tersebut sama pada orang dewasa maupun
anak-anak.

Hidrosefalus bukanlah suatu penyakit tunggal melainkan hasil akhir dari proses patologis yang
luas baik secara kongenital maupun akibat dari kondisi yang didapat. Gejala klinis, perubahan dan
prognosis jangka panjang dari hidrosefalus akan bervariasi tergantung dari usia saat munculnya onset
dan keadaan yang menyertai serta yang menjadi penyebabnya. Sangat penting untuk
mempertimbangkan banyak hal yang mempengaruhi kondisi ini sehingga penatalaksanaan yang paling
tepat dapat direncanakan dan dilakukan.

DIAGNOSIS

Hidrosefalus pada anak dapat didiagnosis dan diterapi sejak dinimelalui tanda dan gejala klinis.
Makrokrania merupakan salah satu tanda dimana ukuran kepala lebih besar dari dua deviasi standar di
atas ukuran normal atau persentil 98 dari kelompok usianya. Hal ini disebabkan oleh peningkatan
tekanan intrakranial dan menyebabkan empat gejala hipertensi intrakranial yaitu fontanel anterior yang
sangat tegang (37%), sutura tampak atau teraba melebar, kulit kepala licin, dan sunset phenomenon
dimana kedua bola mata berdiaviasi ke atas dan kelopak mata atas tertarik.

Pemeriksaan penunjang seperti USG dapat membantu penegakan diagnosis di masa prenatal
maupun postnatal, sedangkan CT Scan dan MRI pada masa postnatal. Prognosis ditentukan oleh
berbagai macam faktor, di antaranya adalah kondisi yang menyertai, durasi dan tingkat keparahan, serta
respon pasien terhadap terapi.

VP SHUNT DAN HIDROSEFALUS

Jenis penanganan hidrosefalus yang paling sering dilakukan adalah tindakan operasi, yang biasa
disebut shunting. Jenis shunting yang digunakan yaitu Ventriculoperitoneal Shunting (VP Shunt), yaitu
mengalirkan CSS berlebih dari sistem ventrikel melalui sebuah selang agar bisa diserap oleh peritoneum.
Sehingga, akumulasi cairan tidak berlebihan. Operasi shunting Sebagian besar pasien memerlukan
tindakan ini untuk membuat saluran baru antara aliran likuor (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas
drainase (seperti peritoneum, atrium kanan, dan pleura). Komplikasi operasi ini dibagi menjadi tiga yaitu
infeksi, kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional. Tindakan ini menyebabkan infeksi sebanyak >11%
pada anak setelahnya dalam waktu 24 bulan yang dapat merusak intelektual bahkan menyebabkan
kematian.

Pada pasien hidrosefalus, kematian dapat terjadi akibat herniasi tonsilar yang dapat
menyebabkan penekanan pada batang otak dan terjadinya henti nafas. Sedangkan ketergantungan pada
shunt sebesar 75% dari kasus hidrosefalus yang diterapi dan 50% pada anak dengan hidrosefalus
komunikans.Tingkat kematian pada pasien hidrosefalus dengan terapi shunting masih tinggi karena
berbagai komplikasi yang terjadi, salah satunya adalah infeksi pasca operasi.

KETERLAMBATAN MOTORIK

Seorang anak dengan keterlambatan perkembangannya teridentifikasi pada tahap awal akan
punya kesempatan yang lebih baik untuk bisa mencapai kapasitasnya secara penuh. Pada dasarnya,
anak dengan hidrosefalus membutuhkan bimbingan untuk tetap bisa berbaur dengan masyarakat pada
umumnya. Karena, mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama di lingkungan sosial. Untuk anak
dengan hidrosefalus ini dalam pola pengajarannya memiliki perbedaan dalam perlakuannya maka para
anak penyandang hidrosefalus memerlukan pendidikan khusus. Keterlambatan motorik memungkinkan
anak tidak dapat melakukan segala sesuatu yang terkandung dalam jiwa dengan sewajarnya.
keterlambatan motorik sangat di pengaruhi oleh gizi, status kesehatan, dan perlakuan gerak
yang sesuai dengan masa perkembangannya. Jadi secara anatomis perkembangan akan terjadi pada
struktur tubuh individu yang berubah secara proporsional seiring dengan bertambahnya usia. status gizi
yang kurang akan menghambat kemajuan seseorang. Anak sering mengalami penurunan nafsu makan
sehingga tampak langsing dan pertumbuhan fisik anak relatif lebih lambat.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil Literatur Review yang dilakukan oleh peneliti bahwa tindakan penatalaksanaan
fisioterapi pada pasien yang mengalami keterlambatan motorik dengan Vp Shunt berefek positif pada
perbaikan hidrosefalus kongenital. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Saiful Anwar ,
2002) dengan judul “Hidrosefalus Kongenital Pasca Ventrikulo Peritoneal Shunt” dengan melakukan
penelitian menggunakan studi observasional analitik prospektif yang di lakukan di Instalasi Bedah
Sentral Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya dengan jumlah sampel sebanyak 22 kasus
yang mengalamiketerlambatan motorik akibat hidrosefalus kongenital. Hasil uji statistik dengan uji
independent pasca Vp shunt di dapatkan nilai (P=0,002) berarti ada pengaruh yang signifikan terhadap
pasien yang mengalami keterlambatan motorik akibat hidrosefalus . Dengan demikian penatalaksanaan
fisioterapipada pasien yang mengalami keterlambatan motorik dengan Vp shunt efektif dalam perbaikan
hidrosefalus congenital.

KESIMPULAN DAN SARAN

setelah dilakukan penatalaksanaan fisioterapi pada pasien yang mengalami keterlambatan motorik
dengan Vp Shunt berefek positif pada perbaikan hidrosefalus kongenital. Hal ini dapat di lihat dari
sebelum dan sesudah penatalaksanaan fisioterapi menggunakan Vp shunt pada pasien yang mengalami
keterlambatan motorik akibat hidrosefalus.

Diharapkan kepada penderita yang mengalami keterlambatan motorik agar melakukan fisioterapi
dengan mengguanakan Vp shunt untuk mengalirkan CSS berlebih dari sistem ventrikel melalui sebuah
selang agar bisa diserap oleh peritoneum Sehingga akumulasi cairan tidak berlebihan khususnya pada
bayi dan balita. Selain itu untuk tenaga kesehatan diharapkan agar menganjurkan dan memfasilitasi
mereka dalam melakukan penatalaksanaan fisioterapi dengan menggunakan post-op vp shunt.

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
pihak yang terkait dalam hal ini kepada kedua orang tua yang telah memberikan dukungan dan
doa restu. Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada pihak Institusi Akademi Keperawatan
Makassar dalam hal ini Direktur Akademi Keperawatan Makassar, dosen dan staf, serta kepada
dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya dalam pembuatan artikel ilmiah ini
sehingga bisa diselesaikan sesuai dengan mengacu kepada standarisasi artikel ilmiah jenis
Literatur review.

DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim S, Rosa AB, Harahap AR. Hydrocephalus in children. In: Sastrodiningrat AD, ed. Neurosurgery
lecture notes. Medan: USU Press; 2012. P.671-80.

Thompson D. Hydrocephalus and shunts. In: Moore JA, Newell DW, ed. Neurosurgery principles and
practice. London: Springer; 2005. P.425-40.

Melo JR, de Melo EN, de Vasconcellos AG, Pacheco P. Congenital hydrocephalus in the northeast of
Brazil: epidemiological aspects, prenatal diagnosis, and treatment. Child Nerv Syst [internet]. 2013 [cited
2013 April 28]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23609898

Haberland C. Congenital and neonatal hydrocephalus. In: Clinical Neuropathology, Text and color atlas.
USA: Demos Medical Publishing; 2007. P. 291-4.

Sahu S, Lata I, Srivastava V, Gupta D. Respiratory depression during VP shunting in Arnold Chiari
malformation Type-II, a rare complication (Case reports and review of literature). J Pediatr Neurosci
[internet]. 2009 Jan-Jun [cited 2013 April 28];4(1):44–46. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3162838/

McCullough DC. Hydrocephalus: Etiology, Pathologic Effects, Diagnosis, and Natural History. In: Mc
lourin Neurotropic Factors. Brain Research Review. 1999; RL (Ed). Pediatric Neurosurgery 2nd edition.
Philadelphia: WB Sounders Company; 1989; p. 180-199 .

Espay AJ. Hydrocephalus. (Online) Sep. 2010. http//eMedicine.medscape.com/article/11235286. 2008;


5: 2. [diakses tanggal 28 September 2010].

Maliawan, S.D. (2008). “Perbandingan Tekhnik Endoscopic Third Ventriculostomy (ETV) dengan
Ventriculoperitoneal Shunting

Mutaqqin, A. (2011). Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai