Anda di halaman 1dari 21

BAB III

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

A. Pengkajian Fisioterapi

1. Anamnesis

a. Anamnesis umum

Anamnesis dilakukan pada tanggal 4 Desember 2018, dapat diperoleh data

sebagai berikut: (1) nama: An. BB, (2) umur: 1 tahun, (3) ) jenis kelamin: Laki-laki,

(4) pekerjaan: - , (5) agama: Islam, dan (6) alamat: Kalisube, Banyumas.

b. Anamnesis khusus

Dalam anamnesis khusus ini data yang dapat diperoleh dapat berupa :

1) Keluhan utama

Orang tua pasien mengeluhkan anaknya sering menangis akibat dari luka

bakar pada perut dan lengan kirinya.

2) Riwayat penyakit sekarang

Pasien sedang belajar berdiri dengan rambatan disamping ayahnya yang

sedang duduk mau minum kopi di pagi hari, saat lengah si pasien menggapai kopi

ayahnya yang masih panas dan mengguyur terkena perut dan lengan kiri pada 2
Desember 2018, sempat dirawat sendiri dengan salep karena tidak sembuh sore

harinya dibawa ke RSUD Banyumas, dirawat diruang Edelwais dengan kondisi

perut dan lengan kiri melepuh merah serta si pasien menangis terus.

3) Riwayat penyakit dahulu

Pasien belum pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya.

4) Riwayat penyakit penyerta

Tidak ada penyakit lain yang diderita pasien.

5) Riwayat pribadi

Pasien merupakan anak pertama dari keluarga tersebut.

6) Riwayat keluarga

Penyakit yang dialami pasien bukan merupakan penyakit herediter.

7) Anamnesis sistem

Anamnesis sistem ini dibuat untuk melengkapi anamnesis yang belum

tercakup dalam anamnesis umum dan anamnesis khusus, meliputi: (a) kepala dan

leher: Tidak diketahui karena orang tua pasien tidak mengerti keluhan yang

dirasakan pasien sebab pasien belum bisa menerima respon. , (b) kardiovaskuler:

Tidak diketahui karena orang tua pasien tidak mengerti keluhan yang dirasakan
pasien sebab pasien belum bisa menerima respon. , (c) respirasi: Tidak diketahui

karena orang tua pasien tidak mengerti keluhan yang dirasakan pasien sebab pasien

belum bisa menerima respon. (d) gastrointestinal: BAB nyaman dan terkontrol (e)

urogenital: BAK nyaman dan terkontrol, (f) nervorum: Tidak diketahui karena

orang tua pasien tidak mengerti keluhan yang dirasakan pasien sebab pasien belum

bisa menerima respon.

2. Pemeriksaan fisik

Menurut Hudaya (2012) pemeriksaan fisik ini meliputi :

a. Pemeriksaan vital sign

Dalam pemeriksaan vital sign didapatkan data sebagai berikut : (1)

tekanan darah : 110/70mmHg, (2) denyut nadi : 77x/menit , (3) frekuensi

pernapasan : 22x/menit , dan (4) suhu tubuh : 36,70C

b. Inspeksi

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melihat dan mengamati keadaan

pasien secara langsung. Inspeksi ini dilakukan dalam 2 cara yaitu inspeksi statis

dan dinamis.

Dari pemeriksaan inspeksi secara statis diperoleh data sebagai berikut :

Tampak luka terbakar pada perut bagian kiri dan lengan kiri bawah yang diberi

balutan, terpasang infus.


Dari pemeriksaan inspeksi secara dinamis diperoleh data sebagai berikut:

Ekspresi wajah pasien tampak menangis saat anggota badan yang terbakar

digerakan.

c. Palpasi

Dari pemeriksaan palpasi didapat hasil: Suhu di sekitar luka bakar teraba

hangat, Tidak ada kekakuan otot di sekitar luka bakar.

3. Pemeriksaan gerak dasar

a. Gerak aktif

Pasien mampu bergerak aktif untuk semua anggota gerak ,kecuali untuk

lengan kiri tidak terlalu bergerak aktif dan sedikit mengalami keterbatasan gerak

karena nyeri pada luka bakar.

b. Gerak pasif

Siku kiri digerakan fleksi, ekstensi, pronasi, supinasi tidak full ROM dan

adanya nyeri. Pergelangan tangan kiri digerakan dorsal, palmar, tidak full ROM

dan adanya nyeri serta ada tahanan.

c. Gerak isometrik melawan tahanan

Tidak dilakukan gerak isometrik melawan tahanan karena pasien belum

bisa menerima respon.


4. Pemeriksaan kognitif, inter personal dan intra personal

Pemeriksaan kognitif meliputi komponen atensi, konsentrasi, memori,

pemecahan masalah, orientasi ruang dan waktu. Dari pemeriksaan kognitif

diketahui pasien belum mampu mengetahui orientasi ruang dan waktu dengan

baik . Interpersonal meliputi kemampuan dalam memahami, menerima keadaan

dirinya dan sebagainya. Dari pemeriksaan interpersonal diketahui pasien belum

bisa menerima respon. Intrapersonal meliputi kemampuan pasien dalam

berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Dari pemeriksaan intrapersonal

diketahui pasien belum bisa bersikap kooperatif dengan baik.

5. Pemeriksaan fungsional dan lingkungan aktivitas

a. Kemampuan fungsional dasar

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan pasien

dalam melakukan kemampuan fungsional dasar secara mandiri. Pada kasus ini

diperoleh pasien belum mampu berdiri dengan seimbang dan berjalan.

b. Aktivitas fungsional

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan pasien

dalam melakukan kemampuan aktivitas fungsional secara mandiri. Pada kasus

ini diperoleh pasien belum mampu melakukan gerakan fungsional untuk bermain

bersama teman.
c. Lingkungan aktivitas

Lingkungan aktivitas pasien baik karena keluarga sepenuhnya memberi

dukungan untuk sembuh dan menjauhkan benda-benda yang berbahaya dari si

pasien.

6. Pemeriksaan spesifik

Pemeriksaan spesifik dilakukan untuk mengetahui informasi khusus

yang belum jelas sehingga fisioterapi mempumyai dasar untruk memperkuat

diagnosa fisioterapi. Pemeriksaan spesifik ini antara lain :

a. Pemeriksaan derajat nyeri

Pemeriksaan nyeri dilakukan untuk mengetahui beberapa tingkatan nyeri

dirasakan oleh pasien. Pengukuran derajat nyeri menggunakan FLACC scale

(Face Leg Activity Cry Constability Scale) adalah skala nyeri yang digunakan

untuk bayi dan anak-anak, Skala ini hanya sesuai buat pesakit berumur 2 bulan

sehingga 7 tahun yang tak mampu memberikan respon dan menerangkan tahap

kesakitannya. FLACC scale tidak menggunakan kefahaman dan respon pesakit

sebagai data, akan tetapi hanya menggunakan pergerakan, raut muka dan

perbuatan pesakit tersebut.

FLACC scale terdiri dari 5 kategori, yaitu raut wajah (face), pergerakan

kaki (legs), aktiviti (activity), tangisan (cry) dan kenyamanan (consolability).

Dan dengan penilaian 0 – 2. Dari pemeriksaan didapatkan hasil yang dapat

dibaca pada tabel 3.1 dibawah ini.


TABEL 3.1

PEMERIKSAAN DERAJAT NYERI DENGAN MENGGUNAKAN FLACC

SCALE

Deskripsi Nilai
No Nyeri Nyeri Nyeri
diam gerak tekan
1. Face
0 = Wajah pesakit tenang, tiada kerutan muka
dan dahi. Tiada ekspresi sakit.
1 = sesekali wajah pesakit berkerut (grimace),
0 1 2
muram (frowning), tidak berminat dengan
keadaan persekitaran.
2 = wajah pesakit sentiasa muram, menahan
sakit, mengetap gigi dan dagu, meracau.
2. Leg
0 = Posisi kaki dalam keadaan normal,
tenang.
1 = Kaki tidak tetap, kerapkali bergerak, 1 1 2
tegang, tidak senang.
2 = Menendang kasar, menarik keatas seperti
menahan kesakitan.
3. Activity
0 = Baring dengan tenang, mudah bergerak,
posisi dalam keadaan normal.
1 = Tubuh badan bergerak-gerak tidak selesa,
0 0 1
berpusing kesana sini, tegang.
2 = Pergerakan tubuh mengeras, dalam posisis
melengkung, tersentap-sentap.
4. Cry
0 = Tidak menangis (sama ada dalam keadaan
sedar atau sedang tidur). 0 1 1
1 = Merengek, mengadu, mengeluh.
2 = Terusan menangis, menjerit atau teresak.
5. Consolability
0 = Tenang, tidak perlu dipujuk.
1 = Mudah ditenangkan dengan sentuhan, 1 1 1
pelukan, lisan. Mudah beralih perhatian.
2 = Sukar untuk dipujuk.
TOTAL NILAI 2 4 7

b. Pemeriksaan lingkup gerak sendi

Pengukuran lingkup gerak sendi bertujuan untuk mengetahui ada

tidaknya keterbatasan untuk sendi lutut. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan

menggunakan goneometer dan dapat diukur pada gerak aktif maupun pasif, dan

mengacu pada kriteria international standart orthopaedic measurement (ISOM).

Dari pemeriksaan didapatkan hasil yang dapat dibaca pada tabel 3.2 dibawah ini.

TABEL 3.1

PEMERIKSAAN LGS DENGAN MENGGUNAKAN GONIOMETER

Bidang gerak Hasil Nilai normal


Fleksi – ekstensi shoulder kiri S 50-0-160 S 60-0-180
Abduksi – adduksi shoulder kiri F 175-0-70 F 180-0-70
Ekstensi – fleksi elbow kiri S 10-0-100 S 10-0-145
Supinasi – pronasi elbow kiri R 60-0-60 R 90-0-80
Dorsal – palmar fleksi wrist kiri S 45-0-50 S 50-0-60
B. Problem Fisioterapi

Dari beberapa pemeriksaan diatas dapat disimpulkan untuk problematika

fisioterapi.

1. Impairment

Dari pemeriksaan impairment yang didapat berupa : (a) adanya nyeri pada

area yang terkena luka bakar, (b) potensi terjadinya kontraktur jaringan pada area

yang terkena luka bakar, dan (c) terjadi penurunan lingkup gerak sendi pada area

yang terkena luka bakar.

2. Fungsional limitation

Sedangkan dari pemeriksaan diatas tadi fungsional limitation yang didapat

berupa, Pasien belum mampu menggerakan tanganya untuk mengambil mainan.

3. Participation restriction

Pada aktivitas sosialnya pasien belum bisa bermain bersama dengan anak

seusianya.

C. Tujuan Fisioterapi

Tujuan fisioterapi dalam kasus luka bakar ini adalah meliputi, Tujuan

jangka pendek diantaranya adalah : (1) Mengurangi nyeri pada perut dan lengan

kiri, (2) mencegah terjadinya kontraktur jaringan pada area yang terkena luka bakar,

dan (3) meningkatkan lingkup gerak sendi pada bahu, siku, dan pergelangan tangan,
Sedangkan untuk tujuan jangka panjang adalah melanjutkan tujuan jangka pendek,

mempertahankan kemampuan fungsional, mencegah timbulnya jaringan sikatrik.

D. Teknologi Intervensi Alternatif

Berdasarkan tujuan fisioterapi diatas, teknologi intervensi alternatif yang

mungkin digunakan pada kasus pasca luka bakar adalah positioning, breathing

exercise, relax passive movement, forced passive movement, active asissted

movement free active movement, active resisted movement, stretching,

strengthening, ,dan latihan gerak fungsional. Penulis memilih untuk

menggunakan positioning, relax passive movement, free active movement, dan

stretching.

E. Pelaksanaan Tindakan Fisioterapi

Dari modalitas atau intervensi yang ada, maka selanjutnya adalah

pemberian terapi pada kasus pasca luka bakar menggunakan terapi latihan.

a. Terapi tanggal, 4 Desember 2018 ( T1 )

1. Positioning

Posisi pasien tidur terlentang, posisi terapis berada disamping pasien,

terapis mengatur posisi siku kiri pasien menjadi ekstensi penuh dan supinasi

lengan kiri bawah. Untuk posisi pergelangan tangan kiri diposisikan ekstensi
penuh, posisi jari-jari ekstensi, ibu jari abduksi dan trunk diposisikan lurus.

Gerakan ini dilakukan setiap saat.

2. Relaxed passive movement

Posisi pasien tidur terlentang, posisi terapis berdiri disamping bed, tangan

kiri terapis memfiksasi pundak kiri pasien, tangan kanan terapis menggerakan

lengan kiri pasien ke arah fleksi, ekstensi, abduksi, dan adduksi, dilakukan

pengulangan sebanyak 8 kali. Untuk siku posisi pasien tidur terlentang, posisi

terapis berada di samping bed, tangan kanan terapis memfiksasi lengan atas kiri

pasien, tangan kiri terapis menggerakan lengan bawah kiri pasien ke arah fleksi

dan ekstensi, latihan ini dilakukan pengulangan sebanyak 8 kali. Untuk

pergelangan tangan posisi pasien tidur terlentang, posisi terapis disamping bed,

tangan kanan terapis memfiksasi lengan bawah kiri pasien, tangan kiri terapis

menggerakan jari-jari tangan kiri pasien ke arah fleksi dan ekstensi, latihan ini

dilakukan sebanyak 8 kali pengulangan.

b. Terapi tanggal, 5 Desember 2018 (T2)

Terapi diawali seperti hari pertama latihan yaitu positioning dan relaxed

passive movement.

3. Free active movement

Posisi pasien duduk, posisi terapis berada didepan pasien, terapis

menaruh mainan didepan pasien agar mau mengambil secara aktif mainan
dengan tangan kiri, kemudian menaruh mainan disamping kiri pasien agar

menggerakan tangannya membuka ke kiri, kemudian menaruh mainan di depan

atas pasien agar mau menggerakan lengan kiri melawan gravitasi, latihan ini

dilakukan sebanyak 8 kali pengulangan.

4. Stretching

Posisi pasien tidur terlentang, posisi terapis berada disamping bed, terapis

menggerakan bahu fleksi secara penuh, abduksi secara penuh. Untuk siku terapis

menggerakan siku ekstensi secara penuh. Untuk pergelangan tangan dilakukan

gerakan ke fleksi secara penuh dan ekstensi secara penuh, masing-masing

gerakan ditahan 8 hitungan dan pengulangan 8 kali setiap sesi.

F. Evaluasi

Setelah dilakukan terapi sebanyak 2 kali pelaksanaan fisioterapi dengan

menggunakan modalitas fisioterapi berupa positioning dan terapi latihan,

selanjutnya dilakukan evaluasi derajat nyeri dengan menggunakan FLACC

Scale, evaluasi LGS dengan goniometer dengan hasil berikut.


TABEL 3.3

HASIL EVALUASI DERAJAT NYERI MENGGUNAKAN FLACC SCALE

Nilai

No. Deskripsi Nyeri diam Nyeri gerak Nyeri tekan

T1 T2 T1 T2 T1 T2

1. Face 0 0 1 0 2 1

2. Leg 1 0 1 0 2 0

3. Activity 0 0 0 0 1 0

4. Cry 0 0 1 1 1 1

5. Consolability 1 0 1 1 1 1

TOTAL NILAI 2 0 4 2 7 3

TABEL 3.4

HASIL EVALUASI LGS DENGAN MENGGUNAKAN GONIOMETER

Hasil
Bidang gerak
T1 T2

Fleksi – ekstensi shoulder kiri S 50-0-160 S 50-0-180

Abduksi – adduksi shoulder kiri F 175-0-70 F 180-0-70

Ekstensi – fleksi elbow kiri S 10-0-100 S 10-0-110

Supinasi – pronasi elbow kiri R 60-0-60 R 60-0-65

Dorsal – palmar fleksi wrist kiri S 45-0-50 S 50-0-60


G. Edukasi

Edukasi yang diberikan untuk keluarga pasien agar diulangi dirumah

antara lain, (1) Orang tua diminta agar selalu menemani bermain agar pasien

terus menggerakan tangan kirinya agar tidak kontraktur.

H. Prognosis

Dari pemeriksaan dan evaluasi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa

Quo ad Vitam pasien Bonam, Quo ad Sanam pasien Bonam, Quo ad Fungsionam

pasien Bonam, Quo ad Cosmeticam pasien Dubia ed bonam.

I. Hasil terapi akhir

Dari hasil evaluasi dapat diketahui pasien yang bernama An. BB, Umur

1 tahun, dengan diagnosis medis Post combustio derajat II 30% pada lengan kiri

dan perut, di dapat hasil berupa terjadinya penurunan intensitas nyeri baik nyeri

diam, nyeri gerak, maupun nyeri tekan, Adanya peningkatan LGS pada lengan

kiri baik pada bahu, siku, dan pergelangan tangan.

J. Pembahasan

Dalam hasil pembahasan ini penulis membahas mengenai pengaruh

terapi latihan terhadap pasien post luka bakar. Pada kasus ini pasien atas nama
An. BB, umur 1 tahun ditemui penulis dengan diagnosis medis Post combustio

derajat II 30% pada perut dan lengan kiri yang menimbulkan problematik

fisioterapi sebagai berikut: (1) adanya nyeri pada perut dan lengan kiri, (2)

potensi terjadinya kontraktur jaringan pada perut dan lengan kiri, dan (3) adanya

keterbatasan lingkup gerak sendi pada bahu, siku, dan pergelangan tangan kiri.

Setelah mendapat penatalaksanaan fisioterapi sebanyak 2 kali terapi, diperoleh

hasil berupa : (1) adanya penurunan nyeri pada perut dan lengan kiri, (2) tidak

terjadi kontraktur jaringan pada perut dan lengan kiri, (3) adanya peningkatan

LGS pada bahu, siku, dan pergelangan tangan kiri.

1. Penurunan nyeri

Derajad nyeri diukur dengan FLACC scale (Face Leg Activity Cry

Constability Scale) didapat hasil penurunan nyeri gerak dari T1 (pada tanggal

4/12/2018) sampai T2 (pada tanggal 5/12/2018). Pada T1 nilai total nyeri diam

dari 2 turun menjadi 0 pada T2 dengan rincian nilai face dari 0 tetap 0, nilai leg

dari 1 menjadi 0, nilai activity dari 0 tetap 0, nilai cry dari 0 tetap 0, dan nilai

consolability dari 1 menjadi 0. Pada T1 nilai total nyeri gerak dari 4 turun

menjadi 2 pada T2 dengan rincian nilai face dari 1 menjadi o, nilai leg dari 1

menjadi 0, nilai activity dari 0 tetap 0, nilai cry dari 1 tetap 1, nilai consolability

dari 1 tetap 1. Pada T1 nilai total nyeri tekan dari 7 tutun menjadi 3 pada T2

dengan rincian nilai face dari 2 menjadi 1, nilai leg dari 2 menjadi 0, nilai activity

dari 1 menjadi 0, nilai cry dari 1 tetap 1, nilai consolability dari 1 tetap 1. Untuk

mengurangi nyeri tersebut, latihan yang digunakan adalah relaxed passive


movement karena latihan ini dapat melatih otot menjadi rilek maka menyebabkan

efek pengurangan atau penurunan nyeri akibat luka, mencegah terjadinya

perlengketan jaringan dan keterbatasan gerak serta menjaga elastisitas otot.

2. Mencegah kontraktur jaringan

Pada daerah pada kulit yang mengalami parut berlebihan sebagai

hasil penyembuhan luka bakar yang dalam. Kontraktur dapat dimulai dari

sedikit kerutan pada parut hipertrofik (1) namun seiring waktu dapat

memburuk menimbulkan berkas tebal parut hipertrofik, (2) Berkas tebal

jaringan parut ini dapat menghambat gerakan sendi, mengakibatkan

hilangnya mobilitas sendi, dan secara permanen mengganggu fungsi normal

sendi. Pada T1 dan T2 terapis melakukan positioning dan stretching yang

bertujuan memelihara otot maupun jaringan supaya tidak terjadi pemendekan

atau perlengketan jaringan serta menurunkan ketegangan otot secara fisiologis

sehingga otot menjadi rileks dan penguluran jaringan yang mengalami

pemendekan sehingga terjadi peregangan yang dapat meningkatkan luas gerak

sendi

3. Peningkatan LGS

Nilai lingkup gerak sendi (LGS) dapat diukur menggunakan goniometer,

dan dilakukan pada bahu, siku, dan pergelangan tangan. Peningkatan LGS

terlihat setelah melakukan 2 kali terapi pada T1 (pada tanggal 4/12/2018) sampai

T2 (pada tanggal 5/12/2018). Pada pengukuran LGS dilakukan secara pasif saja
karena untuk aktif pasien belum bisa menerima respon. Pada pengukuran LGS

secara pasif pada bahu saat gerakan fleksi-ekstensi bahu kiri T1 didapat S (50-0-

160) menjadi S (50-0-180) pada T2. Pada gerakan abduksi-adduksi bahu kiri T1

didapat F (175-0-70) menjadi F (180-0-70) pada T2. Pada pengukuran pasif pada

siku saat gerakan ekstensi-fleksi siku kiri T1 didapat S (10-0-100) menjadi S (10-

0-110) pada T2. Pada gerakan supinasi-pronasi siku kiri T1 didapat R (60-0-60)

menjadi R (60-0-65) pada T2. Pada pengukuran pasif pada pergelangan tangan

saat gerak dorsal-palmar fleksi pergelangan tangan kiri T1 didapat S (45-0-50)

menjadi S (50-0-60) pada T2.

Hasil ini dapat dilihat pada tabel 3.4 dan peningkatan LGS pada kasus ini

dapat terjadi karena adanya penurunan nyeri. Dalam kasus ini terapi latihan yang

digunakan latihan relaxed passive movement dapat melatih otot menjadi rilek

maka menyebabkan efek pengurangan atau penurunan nyeri akibat luka,

mencegah terjadinya perlengketan jaringan dan keterbatasan gerak serta menjaga

elastisitas otot. Dan free active movement dapat menjadi mobilisasi, rileksasi dan

sebagai persiapan untuk latihan selanjutnya.


BAB IV

PENUTUP

A..Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab luka bakar adalah

trauma secara langsung, yaitu kecelakaan saat pasien melakukan aktivitas dan

kurang kehati-hatian dan waspada orang tua pasien, sehingga terjadi luka bakar

pada perut dan lengan kiri. Maka penanganan pada kasus ini dengan pemberian

perban, obat – obatan dan terapi latihan dari fisioterapi, yang membantu proses

penyembuhan. Dengan dilakukannya tindakan tersebut akan timbul problematik

fisioterapi antara lain adalah nyeri, potensi kontraktur jaringan, dan keterbatasan

lingkup gerak sendi. Sehingga dibutuhkan modalitas untuk mengatasi problematik

tersebut. Modalitas yang digunakan antara lain terapi latihan positioning, relax

passive movement, free active movement, dan stretching. Terapi dilakukan

sebanyak dua kali terapi dan hasil yang diperoleh antara lain penurunan rasa nyeri,

tidak terjadi kontraktur jaringan, peningkatan lingkup gerak sendi, dan menjaga

atau mempertahankan aktivitas fungsional berdiri.

B..Saran

Setelah dilakukan fisioterapi terhadap pasien dengan kasus pasca luka bakar

pada perut dan lengan kiri, maka penulis memberikan saran kepada pasien serta

orang tua pasien, yaitu: (1) orang tua pasien diharapkan dapat melakukan latihan-
latihan seperti yang diajarkan terapis, karena bagaimanapun juga waktu latihan

dengan terapis sangat terbatas, sehingga akan lebih baik orang tua pasien

mengulang latihan yang telah diberikan pada waktu luang, (2) bagi masyarakat

umum untuk berhati – hati dalam aktivitas kerja yang mempunyai resiko terjadinya

luka bakar. Disamping itu jika telah terjadi maka tindakan yang harus dilakukan

adalah harus segera membawa pasien ke rumah sakit yang terdekat, (3) bagi

fisioterapi sendiri hendaknya dapat meningkatkan kemampuan seuai dengan

perkembangan zaman yang semakin maju dan hal itu termasuk untuk penulis

sendiri, sehingga pelayanan fisioterapi menjadi lebih baik lagi. Penulis juga

mengharapkan saran dan kritik, karena karya tulis ini jauh dari kata sempurna,

masih banyak kekurangan yang ada didalamnya, sehingga dapat bermanfaat bagi

penulis pada khususnya dan fisioterapi pada umumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Anggowarsito, J.L. 2014. Luka Bakar Sudut Pandang Dermatologi. Jurnal


Widya Medika Surabaya. 2 (2): 115 – 119

Appley, A.G dan Solomon, L. 2005. Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur Sistem.
Edisi 7. Widya Medika. Jakarta

Cameron, M. H dan Monroe, L. 2011. Physical Rehabilitation for the Physical


Therapist Assistant. Edisi 7. Elsevier Health Sciences. St Louis
Meissouri

Damping, H.H. 2012. Pengaruh Penatalaksanaan Terapi latihan terhadap


kepuasan pasien fraktur di irina A BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou
Manado. Jurnal Ilmiah Perawat Manado. 1 (1): 23-29

Depkes, 2013. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Jakarta

Hatta, R.D. dkk. 2015. Profil Pasien Kontraktur Yang Menjalani Perawatan Luka
Bakar Di Rsud Arifin Achmad Periode Januari 2011 – Desember 2013.
Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Kedokteran. 2 (2): 1-5

Hermans, M.H. 2005. A general overview of burn care. International Wound


Journal . 2 (3): 206-220

Hudaya, P. 2012. Pemeriksaan Fisioterapi Satu. Politeknik Kesehatan Surakarta.


Surakarta

Johnson, K.E. 2011. Quick Review Histologi dan Biologi set. Binarupa Aksara.
Tangerang selatan

Kisner, C. dan C. Lynn. 1996. Therapeutic Exercise Foundation and Technique.


Edisi 3. F.A Davis Company. Philadelphia

Mardiman dkk. 2002. Dokumentasi Persiapan Praktek Profesional Fisioterapi


(DPPPFT). Poltekkes Surakarta Jurusan Fisioterapi. Surakarta.

Mayhew, J. dan. B. Pandya. (2017). Ultrastructure of Skin. Diakses 06 November


2018, dari https://teachmeanatomy.info/the-basics/ultrastructure
/skin/.html
Moenadjat, Y. 2006. Luka Bakar : Masalah dan Tata Laksana. Edisi 3. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta

Negara, R.F. dkk. 2014. Pengaruh Perawatan Luka Bakar Derajat II Menggunakan
Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper betle Linn.) Terhadap Peningkatan
Ketebalan Jaringan Granulasi pada Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Jantan Galur Wistar. Majalah Kesehatan FKUB. 1 (2): 86-94

Rahayuningsih,T. 2012. Penatalaksanaan Luka Bakar (Combustio). Jurnal


Profesi. 8 : Februari – September 2012

Sabiston, DC. 1995. Buku ajar bedah bagian 1. Edisi 1. EGC Jakarta

Sarabahi, S. 2010. Principles and Practice of Burn Care. Jaypee. New Delhi

Sjamsuhidajat, R. dan. Jong W. 2005. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 4. EGC. Jakarta

Sonny J. R. Kalangi, S.J.R. 2013. Histofisiologi Kulit. Jurnal Biomedik (JBM), 5


(3): S12-20

Sunnarleo. (2017). Luka Bakar. Kompasiana Online. Diakses 06 November 2018,


dari http://www.kompasiana.com

Suranto, A. 2007. Terapi madu. Edisi 1. Penebar Plus. Jakarta

Wahyuningsih, H.P dan. Y. Kusmiyati. 2017. Anatomi Fisiologi. Edisi 1. Pusdik


SDM Kesehatan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

WHO. (2008). Burns 2008. WHO Library Cataloguing Data Geneva. Diakses 03
November 2018, http://www.who.int/violence_injury_prevention/
other_injury/burns/en/.html

WHO. (2017). Burns 2017. : WHO Library Cataloguing Data Geneva. Diakses 03
November 2018, http://www.who.int/violence_injury_prevention/
other_injury/burns/en/.html

Anda mungkin juga menyukai