LUKA BAKAR
Diajukan oleh :
P27226016012
JURUSAN FISIOTERAPI
2018
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS PASCA
LUKA BAKAR
Diajukan oleh :
P27226016012
JURUSAN FISIOTERAPI
2018
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH
LUKA BAKAR
Disusun oleh :
Telah disetujui
Pada tanggal :
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui;
Ketua Prodi D III Fisioterapi
Daftar gambar..................................................................................................... iv
PENDAHULUAN
akibat luka bakar di dunia ini setiap tahunnya sekitar 300.000. Kurang lebih 2,5 juta
orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat setiap tahunnya dari kelompok ini
200.000 pasien memerlukan penanganan rawat jalan dan 100.000 pasien dirawat di
rumah sakit, sekitar 12.000 menigggal setiap tahunnya (Suranto, 2007). Insidensi
kematian akibat luka bakar kebanyakan terjadi di daerah afrika, asia tenggara dan
Di Indonesia, prevalensi luka bakar pada tahun 2013 adalah sebesar 0.7%
dan telah mengalami penurunan sebesar 1.5% dibandingkan pada tahun 2008
(2.2%). Provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah Papua (2.0%) dan Bangka
2013).
Luka bakar merupakan suatu trauma atau kerusakan jaringan tubuh yang
terjadi pada kulit atau jaringan organik lainnya akibat dari sentuhan atau kontak
langsung dengan sumber panas yaitu api, cairan panas, radiasi, radioaktivitas,
listrik atau bahan kimia (WHO, 2017). Terdapat beberapa pembagian derajat luka
tertinggi di antara derajat lainnya adalah luka bakar derajat 2 (partial thickness)
yang kerusakan kulitnya terjadi pada lapisan epidermis dan sebagian dermis
(Sarabahi, 2010).
Luka bakar merupakan luka yang unik karena luka tersebut meliputi
sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada tempatnya untuk
jangka waktu yang lama. Luka bakar paling sering terjadi di rumah, Kelompok
terbesar dengan kasus luka bakar adalah anak-anak kelompok usia di bawah 6
tahun. Puncak insiden kedua adalah luka bakar akibat kerja, yaitu pada usia 25-35
tahun. Kelompok ini sering kali memerlukan perawatan pada fasilitas khusus luka
bakar. Oleh karena itu, perawatan luka bakar memegang peranan penting dalam
Luka bakar pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi
kerja pasien dan memerlukan tekhnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada
tubuh lain. Biasanya pasien akan takut untuk menggerakan sendi yang terkena luka
bakar sehingga terjadi keterbatasan gerak dan LGS pun berkurang. Pasien luka
massa tubuh akibat metabolisme protein otot yang terkait dengan trauma luka
bakar dan proses penyembuhan. Luka bakar dapat menyebabkan nyeri akibat
inflamasi lokal dan kerusakan ujung saraf yang menekan nosiseptor. Oedem terjadi
memelihara lingkup gerak sendi pada area yang terkena luka bakar, memelihara
diberikan terapi latihan, Terapi latihan sendiri adalah salah satu upaya pengobatan
latihan gerak tubuh, baik secara aktif maupun pasif yang bertujuan untuk
bakar cenderung sedikit sehingga penanganan untuk kasus pasca luka bakar jarang
terekspos sehingga membuat penulis mengambil Karya Tulis Ilmiah dengan judul
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang timbul pada kasus pasca luka
bakar yang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis pada karya tulis ilmiah ini adalah
untuk mengetahui cara Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus pasca luka bakar.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penulisan karya tulis ilmiah ini
adalah :
3. Terhadap penulis
4. Masyarakat umum
dengan luka bakar dan memberikan informasi bahwa fisioterapi berperan bagi
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Kasus
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas dan suhu tinggi (seperti api, air
panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) atau suhu yang sangat rendah. Dengan
yang timbul sehingga luka bakar merupakan suatu bentuk seberat-berat cedera
Luka bakar merupakan respon kulit dan jaringan subkutan terhadap trauma
suhu atau termal seperti api, air panas, listrik atau zat-zat yang bersifat membakar
seperti asam kuat dan basa kuat. Luka bakar dengan ketebalan parsial merupakan
luka bakar yang tidak merusak epitel kulit maupun hanya merusak sebagian dari
Luka bakar merupakan satu jenis trauma yang memiliki morbiditas dan
mortalitas yang tinggi sehingga memerlukan perawatan yang khusus mulai fase
Struktur kulit Kulit terdiri atas 2 lapisan utama yaitu epidermis dan dermis.
Di bawah dermis terdapat selapis jaringan ikat longgar yaitu hipodermis, yang pada
a. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel berlapis
gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis hanya terdiri dari jaringan epitel, tidak
mempunyai pembuluh darah maupun limfe. Epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu,
dari dalam ke luar, (1) Stratum basal atau germinativum, Lapisan ini terletak paling
dalam dan terdiri atas satu lapis sel yang tersusun berderet-deret di atas membran
basal dan melekat pada dermis di bawahnya. Selalu mengadakan mitosis. Sel -sel
hasil mitosis didorong ke atas menjadi lapisan sel di atas stratum basalis. (2)
Stratum spinosum, Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis sel yang besar-besar
bentuk sel semakin gepeng. (3) Stratum granulosum, Lapisan ini terdiri atas
beberapa lapis sel yang sudah memipih. Menunjukkan tanda-tanda kematian sel.
Mengandung keratohialin, yang merupakan cikal bakal keratin (zat tanduk). (4)
Stratum lusidum, Lapisan ini dibentuk oleh lapisan sel gepeng yang tembus cahaya
dan hanya terdapat pada kulit yang tebal, seperti telapak tangan dan kaki. (5) Stratum
korneum, Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel-sel mati, pipih dan tidak berinti
serta sitoplasmanya digantikan oleh keratin. Sel-sel yang paling permukaan
b. Dermis
Dermis terdiri atas (1) Stratum papilaris, Lapisan ini tersusun lebih longgar,
ditandai oleh adanya papila dermis merupakan bagian atas dermis dan terdapat
pembuluh darah kapiler dan Korpus Meissner (Reseptor raba). (2) Stratum
retikularis, Lapisan ini tebal dan merupakan bagian bawah dermis yang
c. Hipodermis
berupa jaringan ikat lebih longgar dengan serat kolagen halus terorientasi terutama
yang dari dermis. Pada daerah tertentu, seperti punggung tangan, lapis ini
yang masuk ke dermis lebih banyak dan kulit relatif sukar digerakkan. Sel-sel lemak
lebih banyak daripada dalam dermis. Jumlahnya tergantung jenis kelamin dan
ada atau sedikit lemak ditemukan dalam jaringan subkutan kelopak mata atau penis,
namun di abdomen, paha, dan bokong, dapat mencapai ketebalan 3 cm atau lebih.
1. Batang rambut
4. Folikel rambut
5. Kelenjar sebasea
6. Akar rambut
8. Jaringan adiposa
10. Epidermis
11. Dermis
12. Hipodermis
1. Stratum Corneum
2. Stratum lucidum
3. Stratum granulosum
4. Stratum spinosum
5. Stratum basale
6. Melanosit
7. Dermis
9. Granul lamellar
10. Keratinosit
sebagai berikut :
jaringan tubuh di sebelah dalam dan melindungi tubuh dari pengaruhpengaruh luar
seperti luka dan serangan kuman. Kulit dapat menahan suhu tubuh, menahan luka-
luka kecil, mencegah zat kimia dan bakteri masuk ke dalam tubuh serta menghalau
b. Penerima rangsang
dengan sakit, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaan, dan getaran. Kulit sebagai
Kulit mengatur suhu tubuh melalui dilatasi dan konstruksi pembuluh kapiler
serta melalui respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf otonom. Ketika terjadi
perubahan pada suhu luar, darah dan kelenjar keringat kulit mengadakan
4. Etiologi
Penyebab atau etiologi yang terjadi pada Luka bakar dapat dikategorikan
sebagai berikut :
Luka bakar thermal (panas) disebabkan karena terpapar atau kontak dengan
api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya. Dalam banyak kasus, luka bakar
ini tidak dalam. Namun, khususnya kombinasi tekanan dan kontak yang terlalu
lama dengan sumber panas dapat menyebabkan cedera besar (Hermans, 2005).
dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya
jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar
kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat – zat pembersih yang sering
dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang
digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000 produk
zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia (Rahayuningsih, 2012).
c. Luka bakar radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri.
Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan
salah satu tipe luka bakar radiasi. Cedera biasanya luka bakar derajat I (Hermans,
2005).
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari
energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi
oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai
5. Patofisiologi
Luka bakar pada tubuh terjadi baik karena konduksi panas langsung atau
radiasi elektromagnetik (Sabiston, 1995). Akibat pertama luka bakar adalah syok
karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan
permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat
kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang
terbentuk pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari keropeng luka
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi
tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi syok
hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat,
nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin berkurang.
Kerusakan kulit akibat luka bakar dibagi menjadi tiga zona yaitu (a) zona
akibat pengaruh cedera panas. (b) zona statis adalah daerah yang langsung berada
di luar zona koagulasi. Di daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah
disertai kerusakan trombosit dan leukosit dan proses ini berlangsung selama 12-24
jam pasca cedera mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan. (c) zona hiperemi
adalah daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa
1. Zona koagulasi
2. Zona stasis
3. Zona hiperemi
4. Kulit
5. Lapisan subkutan
Luka bakar terbagi dalam 3 fase, yaitu fase akut, subakut, dan fase lanjut.
Pembagian ketiga fase ini membantu dalam penanganan luka bakar yang lebih
terintegrasi.
a. Fase akut
Fase akut atau fase syok ini dimulai saat kejadian hingga penderita
gangguan circulation (sirkulasi). Gangguan airway dapat terjadi seteah trauma, namun
obstruksi jalan nafas akibat juga dapat terjadi dalam 48-72 jam paska trauma. Cedera
inhalasi pada luka bakar adalah penyebab kematian utama di fase akut. Ganguan
keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termal berdampak sitemik
instabilisasi sirkulasi.
b. Fase subakut
Fase ini berlangsung setelah fase syok teratasi. Permasalahan pada fase ini
adalah proses inflamasi atau infeksi pada luka bakar, problem penutupan luka, dan
keadaan hipermetabolisme.
c. Fase lanjut
rawat jalan. Permasalahan pada fase ini adalah timbulnya penyulit seperti jaringan
bula, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi, penyembuhan terjadi secara
spontan dalam waktu 5-10 hari, Contoh luka bakar derajat I adalah luka bakar akibat
dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dibedakan menjadi derajat
seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Bula
mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan luka bakar pada mulanya
tampak seperti luka bakar derajat I dan mungkin terdiagnosa sebagai derajat II
terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan
terjadi dalam waktu lebih dari tiga minggu atau lebih lama.
Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan lebih dalam,
tidak dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar berwarna putih dan
pucat. Terjadi koagulasi protein pada epidermis yang dikenal sebagai scar, tidak
dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung –ujung syaraf sensorik
Luka bakar ini telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan
adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi seluruh dermis, organ-organ kulit
seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat mengalami kerusakan,
kulit yang terbakar berwarna abu-abu, hitam, dan pucat, tidak dijumpai rasa nyeri
dan hilang sensori karena ujung-ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan dan
kematian.
Menurut Sunnarleo (2017), tanda dan gejala yang terjadi pada luka bakar
dapat dibedakan menjadi luka bakar grade I, grade IIa, grade IIb, grade III, dan
grade IV.
a. Grade I
Kerusakan pada kulit bagian luar, kulit kering kemerahan, nyeri sekali,
b. Grade IIa
Kerusakan pada epidermis (kulit bagian luar) dan dermis (kulit bagian
dalam), terdapat vesikel (benjolan berupa cairan atau nanah) dan oedem sub kutan
(adanya penimbunan dibawah kulit), luka merah dan basah, sangat nyeri, sembuh
c. Grade IIb
28 hari. Setelah sembuh akan terlihat pucat, mengkilap, dan tumbuh bekas luka.
d. Grade III
Kerusakan pada semua lapisan kulit, nyeri tidak ada, luka merah keputih-
putihan (seperti merah yang terdapat serat putih dan merupakan jaringan mati) atau
hitam keabu-abuan (seperti luka yang kering dan gosong juga termasuk jaringan
mati), tampak kering, lapisan yang rusak tidak sembuh sendiri (perlu skin graf).
e. Grade IV
Terlihat parah mengenai jaringan lemak, otot, serta tulang. Tidak ada
9. Komplikasi
TABEL 2.1
Sistem Komplikasi
Kardiovaskuler Kebocoran kapiler, Keadaan hipertematobisme,
Depresi miokard, SIRS (Systemic inflammatory
response syndrome), Hipotensi
Hati Koagulopati
(Rahayuningsih, 2012)
10. Prognosis
Prognosis pada kasus luka bakar ditentukan oleh beberapa faktor, dan
menyangkut mortalitas dan morbiditas atau burn illness severity and prediction of
respons pasien terhadap trauma dan terapi dan terapi (Moenadjat, 2006).
B. Problematika Fisioterapi
Pada kondisi pasca luka bakar akan menghadapi berbagai problem atau
masalah. Problematika yang terjadi menurut klasifikasi dari WHO, 2001 yang
Adapun masalah yang dihadapi oleh pasien pada pasca luka bakar yaitu
problematika yang berhubungan dengan impairment dapat berupa : (a) adanya nyeri
pada area yang terkena luka bakar, (b) terjadi penurunan lingkup gerak sendi pada
area yang terkena luka bakar, (c) potensi terjadinya penurunan kekuatan otot akibat
kontraktur pada area yang terkena luka bakar, (d) adanya penurunan aktivitas
fungsional.
2. Fungsional limitation
dan, self care. Hal ini karena adanya nyeri dan keterbatasan gerak pada daerah Luka
3. Participation restriction
Kondisi tersebut akan menghalangi aktivitas pasien untuk berperan normal baik
penurunan LGS, penurunan kekuatan otot, dan nyeri gerak adalah dengan
1. Terapi latihan
Terapi latihan adalah salah satu upaya pengobatan dalam fisioterapi yang
maupun pasif. Tujuan dari terapi latihan untuk pasien pasca luka bakar adalah untuk
mengurangi nyeri dan oedem serta melatih aktivitas fungsional (Damping, 2012).
Merupakan gerakan yang murni berasal dari luar atau terapis tanpa disertai
gerakan dari anggota tubuh pasien. Gerakan ini bertujuan untuk melatih otot secara
pasif, oleh karena gerakan berasal dari luar atau terapis sehingga dengan gerak ini
diharapkan otot yang dilatih menjadi rilek maka menyebabkan efek pengurangan
atau penurunan nyeri akibat luka, mencegah terjadinya perlengketan jaringan dan
Merupakan bentuk latihan dimana gerakan yang terjadi akibat kontraksi otot
yang bersangkutan dan mendapat bantuan dari luar. Apabila kerja otot tidak cukup
kuat untuk melakukan suatu gerakan maka diperlukan kekuatan dari luar. Kekuatan
tersebut harus diberikan dengan arah yang sesuai dengan kerja otot. Bantuan dari
luar dapat berupa tangan terapis maupun papan licin. Latihan jenis ini membantu
mempertahankan fungsi sendi dan kekuatan otot setelah terjadi luka bakar (Appley,
2005).
dihasilkan oleh kontraksi otot yang melawan gaya gravitasi pada bagian tubuh yang
bergerak, tanpa adanya bantuan atau tenaga dari luar, dengan tujuan sebagai
mobilisasi, rileksasi dan sebagai persiapan untuk latihan selanjutnya (Appley 2005).
d. Stretching
mengulur otat agar dapat lebih rileks, teknik penguluran pada jaringan lunak dengan
teknik tertentu, untuk menurunkan ketegangan otot secara fisiologis sehingga otot
menjadi rileks dan penguluran jaringan yang mengalami pemendekan sehingga
terjadi peregangan yang dapat meningkatkan luas gerak sendi (Kisner, 1996).
BAB III
A. Rencana Pengkajian
Assesment atau pemeriksaan merupakan komponen penting dalam
diagnosis dan pedoman dalam pelaksanaan terapi terhadap keluhan yang dialami
1. Anamnesis
diderita pasien. Hal ini merupakan tindakan pertama kali yang dilakukan scbelum
melakukan pemeriksaan yang lain. Ada dua jenis anamnesis, yaitu (1)
a. Anamnesis umum
Dalam anamnesis ini hal yang diperoleh yaitu data pribadi atau data umum
dari pasien, diantaranya: (1) nama, (2) jenis kelamin, (3) umur, (4) pekerjaan, (5)
b. Anamnesis khusus
Dalam anamnesis khusus ini data yang dapat diperoleh dapat berupa :
1) Keluhan utama
Adalah keluhan utama yang membawa penderita untuk datang mencari
pertolongan medis. Adapun keluhan ini adalah yang paling utama dirasakan oleh
penderita. Pada kondisi pasca luka bakar ini didapat keluhan berupa nyeri pada
adapun pertanyaan yang diajukan adalah kapan mulai terjadinya, dimana lokasinya,
Berisi tentang penyakit diderita dahulu dan penyakit yang diderita sekarang.
memperberat kondisi.
5) Riwayat keluarga
Memberikan petunjuk kemungkinan adanya predisposisi terhadap sesuatu
penyakit. Adakah pihak keluarga yang mempunyai penyakit yang sama yang
6) Riwayat pribadi
memungkinkan munculnya berbagai keluhan pasien. Untuk kasus luka bakar ini
7) Anamnesis sistem
gangguan lain yang terdapat dalam sistem lain dalam tubuh yang mungkin dapat
berpengaruh atau berhubungan dengan gangguan sistem yang diderita pasien. Dan
Anamnesis sistem meliputi: (a) kepala dan leher, ditanyakan apakah pasien merasa
pusing dan kaku kuduk, (b) kardiovaskuler, ditanyakan apakah pasien merasa nyeri
dada dan jantung berdebar-debar, (c) respirasi, ditanyakan apakah pasien merasa
sesak napas dan batuk, (d) gastrointestinal, ditanyakan apakah pasien merasa mual
dan muntah, ditanyakan juga apakah defekasi (buang air besar) terkontrol atau
tidak, (e) urogenital, ditanyakan apakah proses miksi (buang air kecil) terkontrol
2. Pemeriksaan fisik
Menurut Hudaya (2012) pemeriksaan fisik ini meliputi :
Dalam pemeriksaan vital sign ini meliputi : (1) tekanan darah, (2)
frekuensi pernafasan, (3) denyut nadi, (4) suhu tubuh, (5) tinggi badan, dan (6)
berat badan.
b. Inspeksi
pasien secara langsung. Inspeksi ini dilakukan dalam 2 cara yaitu inspeksi statis
dan dinamis.
Inspeksi statis ini melihat pasien saat tidak melakukan aktifitas, yaitu saat
pasien duduk, berbaring di tempat tidur dan berdiri. Hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah ekspresi wajah, adakah oedema pada anggota gerak dan
peralatan yang terpasang pada pasien. Dari pemeriksaan inpeksi secara statis
pasca luka bakar dapat diperkirakan : letak luka bakar bisa di wajah, badan,
maupun anggota ekstremitas atas atau bawah. Lalu apa ada balutan, infus, atau
kateter.
mampu dilakukan pasien, baik saat berjalan, perubahan posisi dan bagaimana
bakar dapat diperkirakan : ekspresi wajah saat berjalan maupun pindah posisi.
c. Palpasi
organ atau bagian tubuh pasien untuk mengetahui adanya spasme pada otot, nyeri
tekan, suhu, odem, pada daerah luka bakar ditemukan adanya nyeri tekan dan
Pemeriksaan gerak dilakukan pada anggota gerak atas dan bawah baik
kanan kiri dengan jalan melakukan gerakan yang terdiri dari pemeriksaan gerak
a. Gerak aktif
dilakukan oleh pasien itu sendiri, terapis melihat dan mengamati, serta
memberiksn aba-aba informasi yang diperoleh dari pemeriksaan ini anatara lain
adalah rasa nyeri, lingkup gerak sendi, kekutan otot, dan koordinasi gerakan.
b. Gerak pasif
Adalah suatu cara pemberian gerakan yang dilakukan oleh terapis pada
secara aktif semantara terapis memberikan tahanan secara berrlawanan arah dari
4. Pemeriksaan spesifik
description scale). Pemeriksaan ini di bagi menjadi 3, yaitu nyeri diam, nyeri
gerak dan nyeri tekan. Penilaian tingkat nyeri dengan Verbal Description Scale
(VDS) terdiri dari. (1) tidak nyeri, (2) nyeri sangat ringan, (3) nyeri ringan, (4)
nyeri tidak terlalu berat, (5) nyeri cukup berat, (6) nyeri berat, (7) Nyeri tak.
tertahankan.
tidaknya keterbatasan untuk sendi lutut. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan
menggunakan goneometer dan dapat diukur pada gerak aktif maupun pasif, dan
dengan kriteria penilaian dari 5 dimana: (1) Normal dengan nilai 5 yaitu mampu
melawan tahanan maksimal dan dapat melawan gravitasi. (2) good dengan nilai
4 yaitu mampu melawan tahanan minimal dan melawan gravitasi. (3) fair dengan
nilai 3 yaitu tidak mampu melawan tahanan tetapi mampu melwan gravitasi. (4)
poor dengan nilai 2 yaitu full rom tetapi tidak mampu melawan tahanan dan
gravitasi. (5) frace dengan nilai 1 hanya mampu berkontraksi tanpa adanya
gerakan persendian. (6) zero dengan nilai 0 yaitu tidak ada kontraksi (Mardiman,
2002).
kesembuhan pasien.
kebelakang, bertahan saat duduk dan berdiri lama, berubah posisi dari
b. Aktivitas fungsional
TABEL 3.1
INDEKS BARTHEL
1. Impairment
Adapun masalah yang dihadapi oleh pasien pada pasca luka bakar yaitu
problematika yang berhubungan dengan impairment dapat berupa : (a) adanya nyeri
pada area yang terkena luka bakar, (b) terjadi penurunan lingkup gerak sendi pada
area yang terkena luka bakar, (c) potensi terjadinya penurunan kekuatan otot akibat
kontraktur pada area yang terkena luka bakar, (d) adanya penurunan aktivitas
fungsional.
2. Fungsional limitation
dan, self care. Hal ini karena adanya nyeri dan keterbatasan gerak pada daerah Luka
3. Participation restriction
Tujuan jangka pendek diantaranya adalah : (1) Mengurangi nyeri pada area yang
terkena luka bakar, (2) Meningkatkan lingkup gerak sendi pada area yang terkena
luka bakar, (3) Meningkatkan kekuatan otot yang kontraktur akibat terkena luka
pemberian terapi pada kasus pasca luka bakar menggunakan terapi latihan.
1. Relaxed passive movement
Posisi pasien tidur terlentang, posisi terapis disebelah kanan bed dengan
tangan kiri memfiksasi pada pergelangan kaki pasien, sedangkan tangan kanan
kali. Untuk lutut, pasien tidur terlentang, posisi terapis memfiksasi pada sendi
flexi- extensi sendi lutut gerakan dilakukan dengan hati-hati sebatas toleransi
Posisi pasien tidur terlentang, posisi terapis berdiri di samping kanan bed,
tangan kiri terapis memfiksasi pada pergelangan kaki dan tangan kanan terapis
berada dipunggung kaki kanan pasien diminta untuk mengerakkan ankle kearah
pengulangan 8 kali. Posisi terapis berpindah, posisi pasien tidur terlentang, posisi
terapis beridri disamping bed. Tangan kiri terapis memfiksasi pada sendi lutut
Posisi pasien tidur terlentang, posisi terapis berdiri di samping kanan bed
memberi aba-aba kepada pasien untuk bergerak aktif dan mandiri. Pasien
diminta untuk mengerakkan ankle kearah dorsal dan plantar flexi. Dilakukan
pengulangan 8 kali. Pasien diminta untuk bergerak aktif dan mandiri tanpa
4. Stretching
Posisi pasien tidur terlentang, posisi terapis berdiri di samping kanan bed.
Setelah itu pasien diminta mengerakkan ankle kearah plantar flexi penuh, setelah
itu pasien diminta untuk meluruskan lutut secara penuh. Masing-masing gerakan
a. Latihan duduk
menyangga kedua tungkai pasien di bawah betis. Setelah kedua tungkai bawah
pasien di luar bed, dengan perlahan diturunkan sehingga kedua tungkai bawah
dengan cara yang sama seperti waktu menuju duduk ongkang-ongkang. Ulangi
b. Latihan berdiri
Sebelumnya beri penjelasan dan contoh cara turun dari bed. Kedua tangan pasien
memegang walker, kemudian pasien merosot turun dengan tungkai sisi sehat,
sedangkan tungkai sisi sakit non weight bearing (NWB). Terapis membantu
dengan cara kedua tangan menekan walker untuk mengangkat badan, pada waktu
mengangkat tungkai sisi sehat dengan satu tangan menyangga area perpatahan
c. Latihan berjalan
Sebelumnya beri penjelasan dan contoh gerakanya. Angkat dan ayunkan walker
ke depan, kemudian pindahkan berat badan pada kedua tangan yang memegang
walker dan ayunkan kedua tungkai ke depan. Ulangi sehingga pasien berjalan
sejauh kemampuannya.
F. Rencana Evaluasi
pelaksanaan terapi yang diberikan. Evaluasi dilakukan sesaat setelah terapi dan
meliputi (1) Evaluasi tingkat nyeri menggunakan VDS, (2) Evaluasi lingkup
MMT dan (4) Evaluasi aktivitas fungsional dengan menggunakan Indeks barthel.
DAFTAR PUSTAKA
Hatta, R.D. dkk. 2015. Profil Pasien Kontraktur Yang Menjalani Perawatan Luka
Bakar Di Rsud Arifin Achmad Periode Januari 2011 – Desember 2013.
Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Kedokteran. 2 (2): 1-5
Johnson, K.E. 2011. Quick Review Histologi dan Biologi set. Binarupa Aksara.
Tangerang selatan
Moenadjat, Y. 2006. Luka Bakar : Masalah dan Tata Laksana. Edisi 3. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta
Negara, R.F. dkk. 2014. Pengaruh Perawatan Luka Bakar Derajat II Menggunakan
Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper betle Linn.) Terhadap Peningkatan
Ketebalan Jaringan Granulasi pada Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Jantan Galur Wistar. Majalah Kesehatan FKUB. 1 (2): 86-94
Rahayuningsih,T. 2012. Penatalaksanaan Luka Bakar (Combustio). Jurnal
Profesi. 8 : Februari – September 2012
Sabiston, DC. 1995. Buku ajar bedah bagian 1. Edisi 1. EGC Jakarta
Sarabahi, S. 2010. Principles and Practice of Burn Care. Jaypee. New Delhi
Sjamsuhidajat, R. dan. Jong W. 2005. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 4. EGC. Jakarta
Sunnarleo. (2017, April, 13). Luka Bakar. Kompasiana Online. Diakses dari
http://www.kompasiana.com
WHO. (2008). Burns 2008. WHO Library Cataloguing Data Geneva. Diakses 03
November 2018, http://www.who.int/violence_injury_prevention/
other_injury/burns/en/.html
WHO. (2017). Burns 2017. : WHO Library Cataloguing Data Geneva. Diakses 03
November 2018, http://www.who.int/violence_injury_prevention/
other_injury/burns/en/.html