Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semakin pesatnya kemajuan lalu lintas di Indonesia angka kejadian fraktur akibat

kecelakaan lalu lintas meningkat, kecelakaan lalu-lintas dengan kecepatan tinggi sering

menyebabkan trauma. Pada umumnya dampak yang ditimbulkan pada penyakit fraktur

adalah terjadinya kerusakan neuromuskuler akibat kerusakan jaringan atau terputusnya

tulang, adanya perubahan tandatanda vital dan gangguan pergerakan lainnya, tindakan

darurat secara cepat dan tepat pada fraktur adalah melakukan imobilisasi di daerah yang

fraktur.(Komunikasi, Dan, Kerja, & Bott, 2014)

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian

dan Pengembangan Depkes RI tahun 2007 di Indonesia terjadi kasus fraktur yang

disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh,kecelakaan lalu lintas dan trauma benda

tajam/ tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775

orang(3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak

1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam/ tumpul, yang mengalami fraktur

sebanyak 236 orang (1,7%).Kecelakaan lalu lintas merupakan masalah kesehatan yang

pontensial di Indonesia seiring makin giatnya pembangunan akhir-akhir ini.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam dua tahun terakhir ini,

kecelakaan lalu lintas di Indonesia dinilai menjadi pembunuh terbesar ketiga, di bawah

penyakit jantung koroner dan tuberculosis/TBC. Global Status Report on Road Safety

2013 menempatkan Indonesia sebagai negara urutan kelima tertinggi angka kecelakaan

lalu lintas di dunia. (Kaur et al. 2015)


Menurut data WHO tahun 2011, sebanyak 67 persen korban kecelakaan lalu

lintas berada pada usia produktif, yakni 22-50 tahun.Terdapat sekitar 400.000 korban di

bawah usia 25 tahun yang meninggal dijalan raya dengan rata-rata angka kematian 1.000

anak-anak dan remaja setiap harinya. Bahkan, kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab

utama kematian anak-anak di dunia, dengan rentang usia 10-24 tahun. Menurut

Kementerian Kesejahteraan Rakyat, kecelakaan pengendara sepeda motor mencapai

120.226 kejadian kecelakaan dari seluruh kecelakaan lalu lintas dalam setahun. Di

Indonesia, sebagian besar kecelakaan lalu lintas yaitu 70 persen adalah pengendara

sepeda motor yang berusia produktif dengan rentang usia 15-59 tahun yaitu lebih tinggi

pada laki-laki sebanyak 31.9 persen dibandingkan dengan perempuan yaitu sekitar 19,8

persen. (Kaur et al. 2015)

Hasil survey tim Depkes RI didapatkan 25% penderita fraktur mengalami

kematian, 45% mengalami cacat fisik, 15% mengalami stress psikologis karena cemas

bahkan depresi, dan 10% mengalami kesembuhan dengan baik (Komunikasi, Dan, Kerja,

& Bott, 2014). Berdasarkan diagnosa medis didapatkan bahwa sebagian besar fraktur

ekstremitas bawah (56,7%). Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi

cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah (46,2%) (Depkes RI, 2009).

Sehat menurut badan kesehatan dunia (WHO) pengertian sehat sebagai suatu

keadaan sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan sosial seseorang. UU

No.23,1992 tentang kesehatan menyatakan bahwa, kesehatan adalah keadaan sejahtera

dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan

ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang

utuh terdiri dari unsur -unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa

merupakan bagian integral kesehatan. (Soejoeti 2005)


Fisioterapi menurut PMK No. 80 Tahun 2013 adalah bentuk pelayanan kesehatan

yang ditunjukan kepada individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara,

dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentan kehidupan dengan

menggunakan penanganan secara manual dan peralatan. Peran fisioterapi memberikan

layanan kepada individu atau kelompok individu untuk memperbaiki, mengembangkan,

dan memelihara gerak dan kemampuan fungsi yang maksimal selama perjalanan

kehidupan individu atau kelompok tersebut. Layanan fisioterapi diberikan dimana

individu atau kelompok individu mengalami gangguan gerak dan fungsi pada proses

pertambahan usia dan atau mengalami gangguan akibat dari injuri atau sakit. Gerak dan

fungsi yang sehat dan maksimal adalah inti dari hidup sehat. (Nasir 2009)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Kasus Post Op Fraktur Collum Femur

1. Definisi Fraktur

Fraktur adalah suatu perpatahan pada kontinuitas struktur tulang. Bentuk

patahan tidak hanya suatu retakan atau pengingsutan kortekstetapi hingga

menimbulkan pergeseran pada fragmen. Jika kulit di atasnya masih utuh dan tidak

mengalami perobekan disebut fraktur tertutup (sederhana) sedangkan apabila kulit

sudah robek atau tertembus patahan dari tulang dan cenderung resiko tinggi untuk

mengalamikontaminasi dan infeksi disebut fraktur terbuka (compound).

(Kurniasari,2010)

Menurut (Asrizal, 2014), fraktur terbuka dapat diklasifikan menjadi tiga, yaitu:

a. Klasifikasi I, robekan kulit disertai kerusakan kulit dan otot

b. Klasifikasi II, robekan kulit disertai kerusakan kulit, otot serta odem

c. Klasifikasi III, robekan kulit hingga sebesar 6-8 cm disertai kerusakan pembuluh

darah, saraf, kulit dan otot.

Femur atau tulang paha adalah tulang terberat, terpanjang, dan terkuat yang

terdapat di tubuh kita. Femur di tutupi oleh lapisan otot-otot yang tebal oleh karena itu

butuh kekuatan tekanan yang besar pada femur untuk menyebabkan fraktur. Terdapat

beberapa jenis fraktur femur berdasar lokasi anatomis yaitu fraktur leher femur,fraktur

trokanter femur, fraktur subtrokanter femur, fraktur diafisis femur, fraktur

suprakondilus femur dan fraktur kondilus femur. (Kandou et al., 2016)

Pada beberapa kasus sering sekali terjadi fraktur pada tulang femur. Meskipun

tertutup oleh serabut otot yang tebal, tulang femur cukup rawan mengalami patah
tulang. Hal ini didukung dari banyaknya angka kejadian dan bentuk dari tulang femur

yang panjang sehingga resiko terjadinya patah tulang cukup tinggi.

Fraktur collum femoris merupakan fraktur yang terjadi antara ujung

permukaan articular caput femur dan regio interthrocanter dimana collum femur

merupakan bagian terlemah dari femur. Secara umum fraktur collum femur

merupakan fraktur intrakapsular dimana suplai pembuluh darah arterial ke lokasi

fraktur dan caput femur terganggu dan dapat menghambat proses penyembuhan.

Pembuluh yang memiliki risiko tinggi terkena adalah cabang cervical ascenden

lateralis dari arteri sircumflexa femoralis medialis. Aliran darah yang terganggu dapat

meningkatkan risiko nonunion pada lokasi fraktur dan memungkinkan terjadinya

nekrosis avaskular pada caput femur.

Berdasarkan lokasi anatomisnya fraktur collum femoris dapat dibedakan

menjadi:

1. Fraktur Intrakapsular

Fraktur intrakapsular atau fraktur femur proksimal merupakan suatu keadaan dimana

pembuluh darah pada bagian proksimal femur terganggu sehingga menyebabkan

penyatuan kembali atau union pada fraktur terhambat. Fraktur intrakapsular sendiri

dapat dibagi berdasarkan daerah collum femur yang dilalui oleh garis fraktur menjadi:

a. Fraktur Subkapital

Fraktur Subkapital terjadi apabila garis fraktur yang melewati collum femur

berada tepat di bawah caput femur.

b. Fraktur Transervikal

Fraktur Transervikal terjadi apabila garis fraktur melewati setengah atau

pertengahan collum femur. Fraktur subkapital dan transervikal biasanya dapat


mengakibatkan terganggunya aliran darah pada caput femur sehingga biasanya

tatalaksana pada fraktur ini adalah penggantian caput femur.

c. Fraktur Basiliar atau Basiservikal

Fraktur Basiliar terjadi apabila garis fraktur melewati bagian basis collum femur.

Fraktur pada daerah ini tidak mengganggu vaskularisasi caput femur sehingga

biasanya tidak perlu dilakukan penggantian caput femur

2. Fraktur Ekstrakapsular

Fraktur ekstrakapsular meliputi fraktur yang terjadi pada daerah intertrochanter dan

daerah subtrochanter.

a. Fraktur Intertrochanter

Fraktur Intertrochanter terjadi apabila garis fraktur melintang dari trochanter

mayor ke trochanter minor. Kemungkinan penyatuan pada fraktur ini lebih besar

dibandingkan dengan fraktur jenis intrakapsular dan kemungkinan komplikasinya

juga lebih kecil.

b. Fraktur Subtrochanter

Fraktur Subtrochanter terjadi apabila fraktur terjadi di sebelah bawah dari

trochanter. Perdarahan yang mungkin terjadi pada fraktur ini cenderung lebih

hebat dibandingkan dengan fraktur collum femur lainnya karena banyaknya

anastomosis cabang arteri femoral medial dan lateral di area subtrochanter.


Gambar 1. Fraktur intrakapsular dan ekstrakapsular

Sumber: Solomon, L. 20 14

Garden pada tahun 1961 mengklasifikasikan fraktur collum femoris

berdasarkan stadium dari derajat displacement yang terlihat pada foto x-ray.

Klasifikasi ini memberikan informasi tentang derajat kerusakan korteks posterior dan

inferior dan juga menentukan apakah retinakulum posterior yang merupakan struktur

dimana pembuluh darah utama menuju caput femur masih menempel atau tidak,

selain itu juga berperan dalam membantu menentukan prognosis dari stadium fraktur

yang terjadi. Stadium fraktur collum femur dibagi menjadi:

1. Stadium I, Pada stadium ini terdapat fraktur incomplete pada collum atau fraktur

impaksi valgus tanpa displasia tulang, selain itu terdapat pula eksternal rotasi dari

fragmen distal dan trabekula tulang medial dari caput membuat sudut lebih dari 1800

dengan korteks medial dari femur.

2. Stadium II, Pada stadium ini terdapat fraktur complete pada collum tanpa disertai

displaced tulang. Fragmen distal pada posisi yang normal dengan fragmen proksimal
dan trabekula medial pada caput membentuk sudut sekitar 1600 dengan korteks femur

medial.

3. Stadium III, Pada stadium ini terdapat fraktur complete dengan displaced sebagian

dari fragmen tulang yang mengalami fraktur. Fragmen distal berotasi kearah lateral

dan fragmen proksimal miring ke varus dan berotasi kearah medial, selain itu

trabekula medial dari caput tidak pada tempatnya pada pelvis.

4. Stadium IV,, Pada stadium ini terdapat fraktur complete dengan displaced total atau

seluruh fragmen tulang yang mengalami fraktur. Fragmen capital terpisah sempurna

dari fragmen distal dan kembali ke posisi normalnya pada asetabulum dimana

fragmen distal berotasi lateral dan bergeser ke atas dan ke anterior ke fragmen

proksimal.

Gambar 2. Klasifikasi Garden

Sumber: Solomon,
B. Anatomi Fisiologi Femur

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat

untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Ruang di tengah

tulang-tulang tertentu berisi jaringan hemapoetik, yang membentuk berbagai sel

darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur

kalsium dan fosfat.

Tulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik dan mempunyai lima

fungsi utama, yaitu :

a. Membentuk rangka badan.

b. Sebagai pengumpil dan tempat melekat otot.

c. Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alat dalam,

seperti otak, sumsum tulang belakang, jantung, dan paru-paru.

d. Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium, dan garam.

e. Sebagai organ yang berfungsi sebagai jaringan hemapoetik untuk memproduksi

sel-sel darah merah , sel-sel darah putih, dan trombosit.

Tulang dalam garis besarnya dibagi atas; tulang panjang, tulang pendek, dan

tulang pipih dimana os femur termasuk kedalam salah satu tulang panjang.2

Os femur terdiri atas Caput Corpus dan collum dengan ujung distal dan

proksimal. Tulang ini bersendi dengan acetabulum dalam struktur persendian panggul

dan bersendi dengan tulang tibia pada sendi lutut. Os femur atau Tulang paha atau

tungkai atas merupakan tulang terpanjang dan terbesar pada tubuh yang termasuk

seperempat bagian dari panjang tubuh. Tulang paha terdiri dari 3 bagian, yaitu

epiphysis proximalis, diaphysis, dan epiphysis distalis.


Gambar 3. Os Femur Sinistra

a. Epiphysis Proksimalis

Ujung membuat bulatan 2/3 bagian bola disebut caput femoris yang punya facies

articularis untuk bersendi dengan acetabulum ditengahnya terdapat cekungan

disebut fovea capitis. Caput melanjutkan diri sebagai collum femoris yang

kemudian disebelah lateral membulat disebut throcantor major ke arah medial

juga membulat kecil disebut trochantor minor. Dilihat dari depan, kedua bulatan

major dan minor ini dihubungkan oleh garis yang disebut linea intertrochanterica

(linea spiralis). Dilihat dari belakang, kedua bulatan ini dihubungkan oleh rigi

disebut crista intertrochanterica. Dilihat dari belakang pula, maka disebelah

medial trochantor major terdapat cekungan disebut fossa trochanterica.

b. Diaphysis

Merupakan bagian yang panjang disebut corpus. Penampang melintang

merupakan segitiga dengan basis menghadap ke depan. Mempunyai dataran yaitu

facies medialis, facies lateralis, facies anterior. Batas antara facies medialis dan
lateralis nampak di bagian belakang berupa garis disebut linea aspera, yang

dimulai dari bagian proximal dengan adanya suatu tonjolan kasar disebut

tuberositas glutea. Linea ini terbagi menjadi dua bibit yaitu labium mediale dan

labium laterale, labium medial sendiri merupakan lanjutan dari linea

intertrochanrterica. Linea aspera bagian distal membentuk segitiga disebut planum

popliseum. Dari trochantor minor terdapat suatu garis disebut linea pectinea. Pada

dataran belakang terdapat foramen nutricium, labium medial lateral disebut juga

supracondylaris lateralis/medialis.

c. Epiphysis distalis

Merupakan bulatan sepasang yang disebut condylus medialis dan condylus

lateralis. Disebelah proximal tonjolan ini terdapat lagi masing-masing sebuah

bulatan kecil disebut epicondylus medialis dan epicondylus lateralis. Epicondylus

ini merupakan akhir perjalanan linea aspera bagian distal dilihat dari depan

terdapat dataran sendi yang melebar disebut facies patelaris untuk bersendi dengan

os. patella. Intercondyloidea yang dibagian proximalnya terdapat garis disebut

linea intercondyloidea.

C. Patofisiologi

Fraktur pada tulang biasanya disebabkan oleh adanya gaya dalam tubuh, yaitu

stress, gangguan fisik, ganguan metabolik maupun patologis. Kebanyakan fracture

femur terjadi pada seseorang yang jatuh dari ketinggian atau pengendar bermotor

yang mengalami kecelakaan. (Noor,2012)

Pada fraktur, kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan

maka volume darah menurun. COP menurun menyebabkan terjadinya perubahan

perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edema

lokal maka terjadi penumpukan di dalam tubuh.Fraktur terbuka atau tertutup akan
mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan ganggguan rasa nyeri. Selain itu

dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak

sehingga mobilitas fisik terganggu. Fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak

yang kemungkinan dapat terjadi infeksi yang terkontaminasi udara luar dan kerusakan

jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Pada umumnya pasien

dengan fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan

untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan pada tempatnya sampai

sembuh. (Sylvia, 2006).

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik fraktur femur hampir sama dengan fraktur secara umumnya

yaitu antara lain nyeri, hilangnya fungsi, pemendekakan ekstremitas karena adanya

kontraksi otot, krepitasi, deformitas,pembengkakan, dan perubahan warna lokal pada

kulit yang terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera. Secara anatomis

kondisi klinik terjadi akibat adanya penarikan dari kontraksi otot-otot paha yang kuat

sehingga memosisikan fragmen tulang menjadi tidak tepat dengan deformitas yang

khas (pemendekan tungkai bawah), dan sering terjadi apabila pasien tidak langsung

melakukan pengobatan terapi untuk mengatasi frakturnya seperti berobat ke dukun

patah. (Noor, Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal, 2012)

E. Prognosis

Menurut Laer tahun 2000 menyatakan bahwa dalam kasus fraktur terdapat

beberapa faktor yang mempengaruhi prognosa pertumbuhan tulang antara lain yaitu

usia pasien, tempat fraktur.. Prognosa pada pasien post operasi fracture femur dengan

pemasangan fiksasi internal dapat dikatakan baik apabila pasien secepatnya dibawa ke

rumah sakit dan mendapatkan tindakan medis setelah terjadinya trauma. Serta usia

pasien juga sangat mempengaruhi dalam prognosa pasien.


Menurut Appley.A.Gaham prognosis pada pasien fraktur meliputi Qua ad

vitam yaitu dapat dikatakan baik apabila pasien dilakukan tindakan operasi dengan

pemasangan internal fiksasi (ORIF), yang kedua Qua ad sanam yaitu dikatakan baik

apabila pasien telah direposisi dan difiksasi dengan baik maka fragmen yang fraktur

akan stabil sehingga mempercepat proses penyambungan tulang, yang ketiga Qua ad

fungsionam yaitu berkaitan dengan proses penyambungan tulang, yang terakhir Qua

ad cosmeticam yaitu dikatakan baik apabila fragmen yang telah direposisi dan

difiksasi menyambung dengan baik, sehingga tidak terjadi deformitas.

Pada penderita fracture femur setelah pemasangan internal fiksasi plate and

screw tanpa komplikasi apabila cepat mendapat tindakan fisioterapi dengan tepat

maka kapasitas fisik dan kemampuan fungsional pasien akan kembali normal. (Rury

Kristiantari, 2009).

B. Tinjauan Assessment Dan Pengukuran Fisioterapi

1. Tinjauan Assessment

a. Anamnesis

Anamnesis merupakan pengumpulan data dengan cara melakukan

tanya jawab dengan pasien (auto anamnesis) atau dengan orang lain

(hetero anamnesis) guna mengetahui proses kejadian dari penyakit pasien.

Anamnesis dikelompokan menjadi dua, yaitu anamnesis umum dan

anamnesis khusus. :

1) Anamnesis umum Informasi yang diperoleh dari anamnesis umum

meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, alamat.

2) Anamnesis khusus Keterangan yang dapat diketahui tentang paien

pada anamnesis khusus antara lain : 1) Keluhan utama Informasi yang

diperoleh dari anamnesis tentang keluhan utama. 2) Riwayat penyakit


sekarang Riwayat penyakit sekarang meliputi riwayat trauma maupun

perjalanan penyakit dan riwayat pengobatan dari pasien, rriwayat in

merupakan gejala awal dari nyeri yang berlangsung beberapa hari

(Muttaqin, 2012). Informasi yang diperoleh dari anamnesis tentang

riwayat penyakit sekarang. 3) Riwayat penyakit dahulu Riwayat

penyakit dahulu perlu diketahui kerena mungkin ada kaitannya dengan

penyakit yang diderita pasien. 4) Riwayat penyakit penyerta Riwayat

penyakit penyerta berisi tentang berbagai macam penyakit yang

diderita pasien pada saat itu. 5) Riwayat pribadi dan keluarga Riwayat

pribadi dan keluarga berisi tentang aktivitas sehari-hari pasien, hobi,

keluarga dan lain- lain.

b. Riwayat penyakit dahulu / penyerta

Pertanyaan diarahkan pada penyakit-penyakit yang pernah dialami

yang tidak berkesinambungan dengan munculnya keluhan sekarang.

a. Riwayat pribadi

Riwayat pribadi adalah hal-hal atau kegiatan sehari-hari yang

dilakukan pasien menyangkut hobi atau kebiasaan yang berkaitan

dengan penyebab Low Back Pain.

b. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat keluarga adalah penyakit-penyakit yang bersifat menurun

dari orang tua atau keluarga yang berhubungan dengan Low Back

Pain.

c. Riwayat Perjalanan Penyakit


c. Inspeksi

Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati.

Inspeksi ini bertujuan untuk mengetahui keadaan fisik dan keadaan umum

pasien, dengan cara melihat dan mengamati fisik pasien baik pada saat

diam (statis) maupun bergerak (dinamis).

d. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar (PFGD)

Pemeriksaaan fungsi gerak adalah suatu cara pemeriksaan dengan melakukan

yang terdiri dari pemeriksaan gerak aktif, pasif, dan isometrik melawan

tahanan..

a) Pemeriksaan Fungsi Gerak Aktif

Pemeriksaan fungsi gerak yang dilakukan secara mandiri oleh

pasien tanpa bantuan dari orang lain atau terapis. Hasil yang didapat

dari pemeriksaan fungsi gerak dasar aktif adalah nyeri dan

keterbatasan gerak.

b) Pemeriksaan Fungsi GerakPasif

Pemeriksaan fungsi gerak yang dilakukan terapis sementara pasien

dalam keadaan pasif atau rileks. Hasil yang didapat dari

pemeriksaan fungsi gerak dasar pasif adalah nyeri, keterbatasan

gerak dan end feel.

e. Pemeriksaan kekuatan otot

Pemeriksaan kekuatan otot ini dilakukan untuk membantu menegakkan

diagnosa fisioterapi dan jenis latihan yang akan diberikan, serta dapat

menentukan prognosis dan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi. Maka

pemeriksaan kekuatan otot dianggap penting. Parameter yang digunakan untuk


mengetahui nilai kekuatan otot adalah pemeriksaan kekuatan otot secara manual

atau sering disebut Manual Muscle Testing (MMT) dengan ketentuan sebagai

berikut :

Nilai Keterangan

Nilai 0 Otot benar-benar diam pada palpasi atau inspeksi visual

(tidak ada kontraksi)

Nilai 1 Otot ada kontraksi, baik dilihat secara visual atau palpasi, ada

kontraksi satu atau lebih dari satu otot

Nilai 2 Gerak pada posisi yang meminimalkan gaya gravitasi. Posisi

ini sering digambarkan sebagai bidang horizontal gerakan

tidak full ROM

Nilai 3 Gerak melawan gravitasi dan full ROM

Nilai 4 Resistance Minimal

Nilai 5 Resistance Maksimal

2. Pengukuran Fisioterapi

a. Visual Analog Scale (VAS)

Vas digunakan untuk mengukur kwantitas dan kwalitas nyeri

yang pasien rasakan, dengan menampilkan suatu kategorisasi nyeri

mulai dari ”tidak nyeri, ringan, sedang atau berat” . Secara operasional

VAS umumnya berupa garis horizontal atau vertical, panjang 10 cm

seperti yang di ilustrasikan pada gambar. Pasien menandai garis dengan

menandai sebuah titik yang mewakili keadaan nyeri yang di rasakan

pasien saat ini.


Visiual analog scale (VAS)

 Skala 0, tidak nyeri

 Skala 1, nyeri sangat ringan

 Skala 2, nyeri ringan. Ada sensasi seperti dicubit, namun tidak begitu

sakit

 Skala 3, nyeri sudah mulai terasa, namun masih bisa ditoleransi

 Skala 4, nyeri cukup mengganggu (contoh: nyeri sakit gigi)

 Skala 5, nyeri benar-benar mengganggu dan tidak bisa didiamkan

dalam waktu lama

 Skala 6, nyeri sudah sampai tahap mengganggu indera, terutama

indera penglihatan

 Skala 7, nyeri sudah membuat Anda tidak bisa melakukan aktivitas

 Skala 8, nyeri mengakibatkan Anda tidak bisa berpikir jernih, bahkan

terjadi perubahan perilaku

 Skala 9, nyeri mengakibatkan Anda menjerit-jerit dan menginginkan

cara apapun untuk menyembuhkan nyeri

 Skala 10, nyeri berada di tahap yang paling parah dan bisa

menyebabkan Anda tak sadarkan diri.

B. TINJAUAN INTERVENSI FISIOTERAPI

1. Infra Red Rays (IRR)

Infra red rays adalah radiasi elektromagnetik dari panjang gelombang

lebihpanjang dari cahaya tampak, tetapi lebih pendek dari radiasi gelombang

radio. Infra red adalah gelombang elektromagnetik dan merupakan cahaya


monokromatis (pada level frekuensi tertentu) oleh karena itu gelombang ini

merambat lurus.

a) Persiapan alat

Perlu dipersiapkan alat serta pemeriksaan alat antara lain meliputi

kabelnya, jenis lampu dan besarnya watt. pada umumnya generator non-

luminous diperlukan waktu pemanasan 5 – 10 menit.

b) Persiapan pasien

Posisi pasien diatur seenak (confortable) mungkin disesuaikan dengan

posisi terlentang. daerah yang diobati bebas dari pakaian dan perhiasan

serta perlu dilakukan tes sensibilitas temperatur terhadap daerah yang

akan disinari.

c) Prosedur pelaksanaan

Jarak antara Lampu IR dengan pasien kisaran 30-45 cm. dengan

waktu 15 menit dan intensitas diatur berdasarkan toleransi pasien dengan

merubah jarak sewaktu waktu.

2. Static Contraction

Static Contraction merupakan kontraksi otot tanpa disertai perubahan panjang

otot dan perubahan LGS. Static contraction dapat mengurangi oedem sehingga

nyeri berkurang dan dapat memperlancar aliran darah dan menjaga kekuatan

otot agar tidak terjadi atrofi (Kisner, 1996).

3. Ankle Pumping Exercise

Ankle Pumping merupakan suatu latihan isometrik untuk otot betis dan

pergelangan kaki. Ankle pump dapat dilakukan dengan menginstruksikan

pasien untuk melakukan fleksi


(dorsofleksi) dan ekstensi (plantarflexi)pergelangan kaki dan kontraksi otot– otot betis

(latihan pemompaan betis),kemudian instruksikan pasien mempertahankan posisi ini

selama 5– 10 detik dan biarkan pasien rileks. Ulangi latihan ini sebanyak 5-10kali

pengulangan (Smeltzer & Bare, 2002).


BAB III

PROSES FISIOTERAPI

A. Diagnosa Medis

B. Identitas Umum Pasien

Nama : Tn. F

Alamat : jln. Tanjung Bunga

Umur : 17thn

Perkerjaan : Mahasiswa

C. Anamnesis Khusus

Keluhan utama : Nyeri pada bagian hip deksttra

Lokasi keluhan : hip dekstra

Jenis Keluhan :

RPP : pasien datang dengan keluhan nyeri pada bagian hip akibat

kecelakaan 1 bulan yang lalu, dan pasien melakukan oprasi

pemasangan pen pada tanggal 5 oktober 2019.

D. Pemeriksaan Vital Sign

1. Tekanan Darah : 110/90 mmHg

2. Denyut Nadi : 80x / menit

3. Pernapasan : 20x / menit

4. Suhu : 37 ̊C

E. Inspeksi

a. Statis

Tungkai pasien tidak sejajar

Tungkai passien dalam keadaan endorotasi


b. Dinamis

Pasien tidak mampu melakukan gerakan fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi hip

F. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar (PFGD)

Fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi hip

G. Manual Muscle Testing (MMT)

Otot Nilai Otot

Fleksor hip 1

Ekstensor hip 1

Abduksi hip 1

Adduksi hip 1

H. Pemeriksaan Spesifik

a. Nyeri

Tes dilakukan dengan menggunakan VAS, dimana penderita di instruksikan untuk

menandai sendiri nilai pada skala sesuai dengan intensitas nyeri yang dirasakan

Hasil : nilai 5 (nyeri sedang)

I. Diagnosa dan Problematik Fisioterapi

1. Diagnosa

Gangguan Aktifitas Fungsional akibat Fraktur Collum Femur

2. Problematik Fisioterapi

a. Impairment

Adanya nyeri pada tungkai kanan

Kelemahan otot fleksor-ekstensor, abduksi-adduksi hip

b. Fungsional limitation

Kesulitan melakukan aktifitas berjalan


c. Participation Restriction

Hambatan aktifitas saat bersekolah

J. Tujuan Intervensi Fisioterapi

a. Tujuan Jangka pendek

Mengurangi nyeri

Meningkatkan penguatan otot-otot flekso-ekstensor

b. Tujuan jangka panjang

Mengembalikan kemampua fungsional seperti berjalan tanpa tongkat agar dapat

melakukan aktifitas ssehari-hari tanpa adanya hambatan

K. Program Intervensi Fisioterapi

1. Infra Red

a. Tujuan : melancarkan sirkulasi darah

b. Posisi pasien : pasien tidur terlentang (posisi nyaman),

bersihkan atau bebaskan area yang ingin disinari dari pakaian

(yang mengganggu saat penyinaran)

c. Posisi terapis : berdiri disebelah kanan pasien

d. Dosis

a) Frekuensi : 2x /minggu

b) Durasi : 15 menit

2. Static contaction

a. Tujuan : menjaga kekuatan otot

b. Posisi pasien : pasien diminta untuk tidur terlentang, dan

meluruskan kedua tungkai

c. Posisi terapis : disebelah kanan pasien


d. Dosis

a) Frekunsi : 2x/mingguu

b) Durasi : 5-8 kali pengulangan

3. Ankle pump

a. Tujuan : meningkatkan kekuatan otot betis dan

ergelangan kaki

b. Posisi pasien : pasien dalam keadaan tidur terlentang

c. Posisi terapis : sebelah kanan pasien

d. Teknik : menginstruksikan pasien untuk melakukan

fleksi (dorsofleksi) dan ekstennsi (plantarfleksi),inversi-eversi dan

instruksikan pasien mempertahankan posisi ini 5-10 detik

e. Dosis

a) Frekuensi : 2x/minggu

b) Durasi : 5-10x pengulangan dan pertahankan 5-10detik

L. Evaluasi

No Problematic Intervensi Evaluasi

Nyeri
1 Nyeri berkurang dari nilai

2 Spasme otot Spasme otot berkurang

3 Kelemahan otot Kekuatan otot dari grade

M.
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Fraktur merupakan suatu perpatahan pada kontinuitas struktur tulang. Bentuk

patahan tidak hanya suatu retakan atau pengingsutan kortekstetapi hingga

menimbulkan pergeseran pada fragmen. Jika kulit di atasnya masih utuh dan tidak

mengalami perobekan disebut fraktur tertutup (sederhana) sedangkan apabila kulit

sudah robek atau tertembus patahan dari tulang dan cenderung resiko tinggi untuk

mengalami kontaminasi dan infeksi disebut fraktur terbuka.

Fraktur collum femoris merupakan fraktur yang terjadi antara ujung

permukaan articular caput femur dan regio interthrocanter dimana collum femur

merupakan bagian terlemah dari femur. Secara umum fraktur collum femur

merupakan fraktur intrakapsular dimana suplai pembuluh darah arterial ke lokasi

fraktur dan caput femur terganggu dan dapat menghambat proses penyembuhan.

Pembuluh yang memiliki risiko tinggi terkena adalah cabang cervical ascenden

lateralis dari arteri sircumflexa femoralis medialis. Aliran darah yang terganggu dapat

meningkatkan risiko nonunion pada lokasi fraktur dan memungkinkan terjadinya

nekrosis avaskular pada caput femur.


DAFTAR PUSTAKA

1. Asrizal, R.A., 2014. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. , 2(3), pp.94100.

2. Kaur, S. et al., 2015. Angka Kejadian Korban Kecelakaan Lalu Lintas

Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Luar Visum Et Repertum di RSUP Dr . Mohammad

Hoesin Palembang Tahun 2011-2013. , 184(2), pp.2011–2015.

3. Kurniasari, S.D., 2010. Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Kondisi Paska Operasi

Pertrokanter Femur Dekstra. Pena, 19(1), pp.48–57.

4. Kandou, P. R. D., Wattie, E. A. W., Monoarfa, A., Limpeleh, H. P., Skripsi, K.,

Kedokteran, F., … Manado, R. (2016). Profil fraktur diafisis femur periode Januari

2013 – Desember 2014 Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sam

Ratulangi Manado terberat , terpanjang , dan terkuat yang penderita osteoporosis ,

kekuatan tekanan fraktur . 1 Fraktur femur yang disebabk. E-Clinic (eCl), 4(Januari-

April), 157.

5. Kisner, C. & Colby, L. A., 2007. Therapeutic Exercise. 5th ed. Columbus:

Margaret Biblis.

Anda mungkin juga menyukai