Anda di halaman 1dari 57

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

PADA KASUS CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGI


DENGAN METODE BOBATH
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SALATIGA

MAKALAH
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Tugas Praktik Klinik D-IV Fisioterapi di RSUD Kota SALATIGA

Disusun Oleh :

1. Firda Yuliana P 27226016 121


2. Michel Ibnu Syarif P 27226016 129
3. Winda Reformerlanda G.W P 27226016 152

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV FISIOTERAPI


JURUSAN FISIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah Yang Berjudul “PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA


KASUS CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGI DENGAN METODE
BOBATH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SALATIGA” telah disetujui
dan disahkan oleh pembimbing sebagai bukti pelaporan kegiatan mahasisa selama
masa praktik komprehensif di di rumah sakit umum daerah salatiga. Periode praktik
4 – 28 september 2019.

Salatiga, 28 September 2019

Mengetahui,

Dosen pembimbing Pembimbing lahan

Pajar Haryatno M.kes Bambang Sutejo SST.FT,.Ftr


NIP: 19790214 200604 1 002 NIP.19630304 198801 1 002

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang tak terhingga penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang

Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu tugas bukti

laporan kegiatan mahasiswa selama masa praktik komprehensif di Rumah Sakit

Umum Daerah Kota Salatiga.

Pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan

terima kasih pada:

1. Bapak Satino, SKM, M.Sc selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Surakarta

2. Bapak Dr. Bambang Trisnowiyanto, M. Or selaku Ketua Jurusan Fisioterapi

Poltekkes Kemenkes Surakarta

3. Bapak Ftr. Saifudin Zuhri, M.Kes selaku Ketua Prodi DIV Jurusan Fisioterapi

Poltekkes Kemenkes Surakarta

4. Bapak Pajar Haryatno, Ftr, M.kes selaku dosen pembimbing praktik di Rumah

Sakit Umum Daerah Kota Salatiga

5. Bapak Bambang Sutejo, SST.FT, Ftr selaku pembimbing praktik di Rumah Sakit

Umum Daerah Kota Salatiga

6. Bapak dan Ibu karyawan Instalasi Rehabilitasi Medik di RSUD Kota Salatiga

7. Teman-teman praktik di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga

Penulis berharap makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat bagi

pembaca. Penulis mengucapkan terima kasih atas segala pihak yang telah

membantu dalam menyelesaikan penulisan makalah ini.

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................. i

Halaman Pengesahan .................................................................................. ii

Kata Pengantar ........................................................................................... iii

Daftar Isi.....................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................1

A. Latar Belakang ................................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah .........................................................................3

C. Tujuan .............................................................................................. 3

D. Manfaat ............................................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................5

A. Definisi ............................................................................................ 5

B. Epidemiologi .................................................................................. 17

C. Etiologi .......................................................................................... 17

D. Patofisiologi ................................................................................... 19

E. Manifestasi Klinis .......................................................................... 20

F. Prognosis........................................................................................ 21

G. Teknologi Fisioterapi ..................................................................... 22

H. Penatalaksanaan Fisioterapi ............................................................ 23

BAB III STATUS KLINIS ........................................................................ 37

A. Keterangan Umum Penderita .......................................................... 37

B. Data-Data Medis Rumah Sakit ....................................................... 37

C. Segi Fisioterapi .............................................................................. 38

iv
BAB IV PEMBAHASAN KASUS ............................................................ 48

A. Pemeriksaan dan Pengukuran ......................................................... 49

B. Penatalaksanaan Terapi .................................................................. 50

C. Hasil Terapi.................................................................................... 50

BAB V PENUTUP .................................................................................... 51

A. Kesimpulan .................................................................................... 51

B. Saran .............................................................................................. 51

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 52

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cerebral palsy (CP) merupakan suatu keadaan dimana terjadi kelumpuhan

otak yang menghambat tumbuh kembang anak. Cerebral Palsy (CP) diartikan

sebagai kelumpuhan pada otak yang menyebabkan tidak adanya kontrol otot,

kelaianan postur dan hambatan gerak. kelainan tersebut bersifat progresif dan tidak

selalu memburuk (Azizah, 2005).

Berdasarkan gejala klinis dan fisiologis gangguan gerak spastik ditandai

dengan adanya kekakuan pada sebagian atau seluruh otot. Letak kelainan cerebral

palsy jenis ini ada di tractus pyramidalis (motor cortex). American Academy for

Cerebral Palsy mengemukakan klasifikasi gambaran klinis cerebral palsy sebagai

berikut: klasifikasi neuromotorik yaitu, spastik, atetosis, rigiditas, ataxia, tremor,

dan mixed. Klasifikasi distribusi topografi keterlibatan neumotorik: diplegi,

hemiplegi, triplegi dan diplegi yang pada masing-masing dengan tipe spastik

(Sunusi dan Nara, 2007).

Berdasarkan penelitian National Intitute of Neurological Disorder and

Stroke (NINDS) pada tahun 2000, menyatakan bahwa 2-3 bayi per 1000 kelahiran

menderita cerebral palsy. Menurut Garrison pada 2005, angka kejadiannya adalah

kurang lebih 5,5 per 1000 kelahiran dan tersebar merata pada kedua jenis kelamin,

segala ras dan berbagai negara. Resiko terkena cerebral palsy meningkat tajam

seiring dengan berat badan lahir rendah, bayi yang berat badan lahir kurang dari

1
1000 gram mempunyai resiko tinggi 40 kali lipat dibandingkan dengan bayi yang

berat badan lahirnya normal (2,5 kg - 4kg). Serta menurut (Trombly, 1989), usia

ibu saat hamil >40 tahun lebih beresiko melahirkan anak dengan cerebral palsy

dibandingkan ibu hamil < 40 tahun.

Permasalahan yang sering terjadi pada kasus diatas adalah gangguan postur

dan kontrol gerakan yang bersifat non progesif yang disebabkan oleh karena lesi

atau perkembangan abnormal pada otak yang sedang tumbuh atau belum selesai

pertumbuhannya yang ditandai dengan meningkatnya reflek tendon, stretch reflek

yang berlebihan, lingkup gerak sendi menurun,gangguan keseimbangan hipertonus

dan spasme otot pada keempat ekstremitas dan klonus yang terjadi pada anggota

gerak bawah.

Pada kasus cerebral palsy tipe quadriplegy permasalahan utama yang terjadi

adalah gangguan motoris berupa spastisitas antara lain peningkatan ketegangan otot

pada keempat anggota gerak seperti lengan atas, lengan bawah, wrist, trunk, tungkai

atas, tungkai bawah, dan kaki. Selain itu juga menghambat tumbuh kembang

motorik pada anak dimana terjadi keterbatasan untuk melakukan aktivitas sehari-

hari yang seharusnya bisa dilakukan sesuai dengan umur perkembangan anak.

Fisioterapi merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada

individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan

gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan

penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan, (fisik, elektroterapeutis,

dan mekanis) pelatihan fungsi, komunikasi (Permenkes No. 80 Tahun 2013). Maka

dari itu peranan fisioterapi sangat penting pada kasus diatas dalam membantu

2
pasien untuk dapat beraktifitas secara mandiri melalui latihan dan penanaman pola

gerak yang fungsional dengan baik dan benar.

B. Identifikasi Masalah

1. Masalah yang ditemui pada kasus

Masalah fisioterapi yang ditemukan pada kasus pasien Cerebral Palsy Diplegi

yaitu:

a. Spastik pada extensor elbow bilateral, flexor finger bilateral, extensor knee

bilateral, ankle plantar bilateral.

b. Poor head control

c. Poor hand support

2. Pembatasan masalah

Pada kasus Cerebral Palsy Spastik Diplegi yang kami gambarkan di atas,

muncul berbagai macam masalah sehingga kami membatasi kajian pada:

a. Spastik pada extensor elbow bilateral, flexor finger bilateral, extensor knee

bilateral, ankle plantar bilateral.

b. Poor head control

c. Poor hand support

C. Tujuan

1) Tujuan Umum

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui

penatalaksanaan fisoterapi pada kasus Cerebral Palsy Diplegi

2) Tujuan Khusus

3
Sedangkan tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah:

a. Untuk mengetahui anamnesa pada kasus Cerebral Palsy Diplegi

b. Untuk menetukan problematika diagnosa fisioterapi pada kasus Cerebral

Palsy Diplegi

c. Untuk memperkirakan target yang akan dicapai pada penanganan kasus

Cerebral Palsy Diplegi

d. Untuk membuat dan menerapkan pemberian intervensi yang sesuai dan

efektif pada kasus Cerebral Palsy Diplegi

e. Untuk mengetahui pengaruh intervensi fisioterapi pada kasus Cerebral

Palsy Diplegi

D. Manfaat

1. Bagi Institusi Pendidikan

Menjadi bahan masukan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan

mengenai Cerebral Palsy Diplegi yang dapat dikembangkan dalam kegiatan

perkuliahan.

2. Bagi Profesi Fisioterapi

Dapat menjadi informasi serta bahan referensi dalam memberikan

intervensi yang sesuai dengan kasus Cerebral Palsy Diplegi.

3. Bagi Pasien

a. Membantu pasien/keluarga dalam mengetahui kondisi saat ini sehingga

pasien/keluarga dapat memahami apa yang harus dilakukan.

b. Membantu pasien/keluarga dalam mendapatkan penanganan terapi yang tepat

sesuai pasien saat ini.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

1. Definisi Cerebral Palsy

Cerebral Palsy (CP) adalah suatu kelainan gerak dan postur tubuh yang non-

progressif, dan disebabkan oleh karena kerusakan atau gangguan disel-sel motorik

pada susunan saraf pusat yang sedang dalam proses pertumbuhan (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 2005). CP adalah kelompok gangguan motorik yang

menetap, tidak progresif, yang terjadi karena kerusakan otak akibat trauma lahir.

Gangguan ditandai dengan perkembangan motorik yang abnormal atau terlambat,

seperti athetoid paraplegic, spastic atau tetraplegic, yang sering disertai dengan

retardasi mental, kejang atau ataxia (Dorland WA, 2010) Menurut Hidayat (2010),

Kata cerebral itu sendiri adalah otak, sedangkan palsy adalah kelumpuhan atau

lemahnya pengendalian otot dalam setiap pergerakan dan bahkan tidak terkontrol.

Kerusakan otak tersebut mempengaruhi sistem motorik dan menyebabkan anak

mempunyai koordinasi yang buruk pada gerak tubuh, keseimbangan yang buruk,

pola-pola gerakan yang abnormal.

CP merupakan sebutan medis pada diagnosa anak yang disebabkan

kerusakan otak yang mempengaruhi gerakan tubuh, kontrol otot, koordinasi otot,

dan keseimbangan tubuh. Hal ini juga dapat mempengaruhi motorik halus, motorik

kasar dan fungsi motorik oral (Komunitas Cerebral Palsy, 2011). CP merupakan

sekelompok gangguan permanen perkembangan gerakan dan postur tubuh serta

5
menyebabkan keterbatasan aktivitas yang sering dikaitkan dengan gangguan pada

otak janin atau bayi yang sedang berkembang (Campbell, 2012).

2. Klasifikasi

Cerebral Palsy dapat diklasifikasi berdasarkan motor types dan distribusi

topografi.

a. Motor Types

1) Spastic, adalah type cerebral palsy yang paling sering. Spastisitas adalah

tahanan yang tergantung pada kecepatan untuk meregangkan otot-otot.

Ditandai dengan stiffness yang berlebih pada otot ketika anak mencoba

untuk bergerak atau mempertahankan postur melawan gravitasi. Spastisitas

sangat bervariasi sesuai dengan kewaspadaan, emosi, aktivitas, postur, dan

adanya nyeri.

2) Dyskinetic, ditandai dengan kelainan tonus dan berbagai gangguan gerak

termasuk dystonia dan athetosis. Dystonia ditandai dengan kontraksi otot

berkelanjutan atau intermiten yang menyebabkan gerakan berulang dan

memutar. Athetosis ditandai dengan gerakan tidak terkontrol, pelan dan

menggeliat.

3) Ataxic, adalah gangguan motoric yang paling sedikit. Ditandai dengan

adanya gerakan goyah (shaking) yang mempengaruhi koordinasi dan

keseimbangan.

4) Mixed, adalah dimana terdapat lebih dari satu gangguan motor type,

misalnya spastic dan dystonic, biasanya aka nada satu yang lebih dominan.

6
b. Distribusi Topografi

1) Unilateral

a) Monoplegi: ketika satu dari ekstremitas atas atau ekstremitas bawah

terkena, ini sangat jarang terjadi

b) Hemiplegi : ketika ekstremitas atas dan ekstremitas bawah pada sisi

yang sama terkena

3) Bilateral

a) Diplegia : masalah utamanya adalah pada ekstremitas bawah, namun

tanda-tandanya juga biasanya terdapat pada ekstremitas bawah. Pada

asymmetrical diplegia, satu sisi lebih terpengaruh

b) daripada yang lain.

c) Diplegia : head, trunk, dan kedua ekstremitas terpengaruh (dapat juga

disebut tetraplegia) (Aker & Anderson, 2007).

3. Anatomi dan Fisiologi

Sistem saraf manusia terdiri dari tiga, yaitu sistem saraf pusat otak (otak dan

medula spinalis), sistem saraf tepi (saraf cranialis dan spinalis) dan sistem saraf

autonom (simpatik & parasimpatik). Disini ditekankan mengenai sistem saraf pusat.

a. Sistem Saraf Pusat (SSP)

1) Otak

Otak merupakan bagian pertama dari sistem saraf pusat yang mengalami

perubahan dan pembesaran. Bagian ini dilindungi oleh tiga selaput pelindung

(meningen) dan berada di dalam rongga tulang tengkorak. Otak terdiri dari

7
empat bagian besar yaitu cerebrum (otak besar), cerebelum (otak kecil), dan

brainstem (batang otak) dan diensefalon (Chusid, 2010).

Gambar 1. Anatomi Otak dan Area Otak

2) Cerebrum (otak besar)

Cerebrum terdiri dari dua hemisfer cerebri, corpus colosum dan korteks

serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan

area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan volunter,

lobus parietalis yang berperan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi

informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan

area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung

korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi

warna. Terdapat beberapa bagian dari cerebrum yaitu:

3) Korteks Serebri

Korteks serebri adalah lapisan permukaan hemisfer yang disusun oleh

subtansia alba. Korteks serebri yang berlipat disebut gyrus dan celah diantara

lekukan disebut fisure (Syaifuddin, 2011).

8
Gambar 2. Area Brodman

4) Ganglia Basalis

Ganglia basalis merupakan nuklei subkortikalis yang berasal dari serebrum.

Terdiri dari beberapa kumpulan substansia nigra yang padat. Bagian dari ganglia

basalis yaitu, nukleus kaudatus, nukleus lentikularis (putamen dan globus palidus),

subtansia subtalamik dan substansia nigra.

Gambar 3. Ganglia basalis (Rai, 2010)

9
5) Sistem Limbik

Sistem limbik yaitu daerah kortikal dalam lobus limbik. Yang termasuk

sistem limbik yaitu Lobus limbik, Formatio Hippocampal dan Fornix, Amigdala,

Area Septal, Nuklei talamus bagian anterior.

6) Diencepalon

a) Talamus: Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi

subkortikal yang penting. (Blackwell, 2001)

b) Hipotalamus: Hipotalamus yaitu sekumpulan nukleus dan serat yang

terletak di bawah thalamus.

Gambar 4. Anatomi Otak

7) Cerebelum (otak kecil)

Cerebelum terletak di dalam fosa crani’i posterior dan ditutupi oleh

duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari

bagian posterior cerebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang

mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan

kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.

10
8) Brainstem (Batang otak)

Terdiri dari tiga bagian, dari bawah ke atas yakni medula oblongata, pons

dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang

penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan,

pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang

penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan

serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi

aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat

stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.

2. Perbedaan Anatomi Otak Normal dan Terkena Cerebral Palsy

Gambar 5. MRI anatomi otak anak normal dan terkena Cerebral Palsy

Pada gambar 1 merupakan contoh gambar MRI otak anak normal dengan gray

matter berwarna abu-abu pucat dan white matter berwarna abu-abu gelap. Pada

gambar 2 MRI otak seorang anak dengan cerebral Palsy : panah merah

11
menunjukkan jaringan parut diatas materi abu-abu pucat yang menyebabkan

kekakuan dan masalah dalam gerak.

4. Gangguan motorik pada cerebral palsy dapat di bagi berdasarkan :

a. Disfungsi Motorik

1) Spastisitas

Lokasi lesi yang menyebabkan spastisitas terutama pada

traktus kortikospinal. Pada spastisitas terjadi peningkatan konstan

pada tonus otot, peningkatan reflex otot kadang di sertai klonus

(reflex peregangan otot yang meningkat) dan tanda Babinski positif.

Tonic neck reflex muncul lebih lama dari normal namun jarang

terlihat jelas, dan reflex neonatus lainnya menghilang pada

waktunya. Hipertonik permanent dan tidak hilang selama tidur.

Peningkatan tonus otot tidak sama pada sesuatu gabungan otot.

Lengan adduksi, siku dan pergelangan tangan flexi, tangan pronasi,

jari flexi dengan jempol melintang di telapak tangan. kaki adduksi,

panggul dan lutut flexi, kaki plantar-flexi dengan tapak kaki berputar

ke dalam. Golongan spastisitas ini meliputi 2/3-3/4 penderita

cerebral palsy.

Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan

besarnya kerusakan, yaitu:

(a) Monoplegia / monoparesis: kelumpuhan keempat anggota gerak

tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya.

12
(b) Hemiplegia / hemiparesis: kelumpuhan lengan dan tungkai di

pihak yang sama.

(c) Diplegia / diparesis: kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi

tungkai lebih hebat daripada tangan.

(d) Tetraplegia / tetraparesis: kelumpuhan keempat anggota gerak

,tetapi lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan

tungkai.

2) Perubahan tonus otot

Lokasi lesi yang menyebabkan ketidaknormalan tonus otot terutama

pada brain stem. bayi pada golongan ini pada usia bulan pertama tampak

flaccid dan berbaring dengan posisi seperti katak terlentang dan mudah di

kelirukan dengan bayi dengan kelainan motor neuron menjelang umur 1

tahun barulah terjadi perubahan tonus otot daari rendah hingga tinggi. Bila

dibiarkan berbaring tampak flaksid dan sikap seperti katak terlentang namun

bila dirangsang atau mulai diperiksa tonus ototnya berubah menjadi spastis

.reflex otot normal atau sedikit meningkat dan klonus jarang ditemukan.

Tanda Babinski bisa positif maupun tidak. Karakteristik dari cerebral palsy

tipe ini adalah reflex neonatus dan tonic neck reflex menetap, kadang

terbawa hingga masa kanakkanak. Reflex tonus otot dan reflex moro sangat

jelas. Sindrom dari perubahan tonus otot dapat disertai dengan

choreoathetosis dan ataxia. Sekitar 10-25 persen anak dengan cerebral palsy

mengalami sindrom ini.

13
3) Choreoathetosis

Lokasi lesi utama yang menyebabkan kelainan ini adalah ganglia

basalis. 5-25% anak dengan cerebral palsy menunjukkan choreoathethosis.

Anak dengan choreoathetosis memiliki gangguan pergerakan dengan

karakteristik pergerakan yang tidak disadari dan sikap yang abnormal.

Pasien biasanya flaccid pada 6 bulan pertama lahir dan kadang di salah

diagnosiskan dengan gangguan motor unit. Gerakan yang tidak disadari dan

kelainan sikap biasanya berkembang selama pertengahan tahun kedua.

reflex neonatus kadang tampak, spastisitas dan ataxia bisa ditemukan.

Kecacatan motorik kadang berat, kelainan postur mengganggu fungsi

normal eksremitas.

4) Ataxia

Lokasi lesi utama yang menyebabkan kelainan ini adalah

cerebellum. 1-15 persen anak dengan cerebral palsy menunjukkan ataxia.

Pasien dengan kondisi ini biasanya flaccid ketika bayi dan menunjukkan

perkembangan retardasi motorik. Menjelang akhir tahun pertama ketika

mereka memulai menjangkau suatu objek dan mencoba berdiri, itu mulai

tampak dan mereka tidak seimbang. Ketidaknormalan akibat rendahnya

tonus otot menetap hingga kanak-kanak. Reflex otot normal dan reflex

neonatus hilang sesuai umur normal.

14
5) Bentuk campuran

Choreoathetosis di sertai spastisitas atau dengan sindrom perubahan

tonus adalah tipe campuran yang paling sering dari disfungsi motorik, tapi

semua jenis kombinasi dapat terjadi.

b) Disfungsi Nonmotorik

(1) Gangguan perkembangan mental

Hal ini ditemukan pada sekitar setengah dari seluruh pasien

cerebral palsy . perkembangan mental harus selalu di nilai dengan

perhatian besar pada anak dengan retardasi perkembangan motorik.

Kecacatan motorik harus selalu dapat dimengerti dan latih potensi

terbaik anak sebelum perkembangan intelektual mereka di evaluasi.

Tipe lain dari gangguan perkembangan motorik bisa terlihat pada

anak dengan cerebral palsy, beberapa dari mereka menunjukkan

gejala perhatian yang mudah teralih, kurang konsentrasi, gelisah,

dan prilaku tidak di duga .

(2) Konvulsi

Konvulsi adalah gambaran klinik yang kompleks , biasanya

pada anak tetraparesis dan hemiparesis . pemeriksaan

electroencephalogram harus di lakukan pada kondisi tersebut.

(3) Retardasi pertumbuhan

Retardasi pertumbuhan terlihat pada semua jenis gangguan

pergerakan . retardasi pertumbuhan paling signifikan pada

15
hemiparesis, ukuran tangan,kaki, kuku yang tidak sama adalah tanda

diagnostic yang penting.

(4) Gangguan sensorik

Gangguan sensasi adalah hal biasa yang di temukan pada

hemiparesis.

(5) Gangguan penglihatan

Paling sering adalah strabismus yang biasa di temukan pada

pasien dengan spastic diparesis. Katarak terlihat utamanya pada anak

dengan asphyxia pada periode perinatal yang berat, scar setelah

koreoretinitis terlihat pada anak dengan infeksi fetus.

(6) Gangguan pendengaran

Di temukan 5-10 persen dari seluruh anak yang menderita

cerebral palsy. gangguan pendengaran ditemukan paling banyak

pada anak dengan choreoathetosis dan syndrome perubahan tonus

otot.

16
B. Epidemiologi

Kejadian CP berdasarkan tingkat keparahan yang diukur menggunakan

GMFCS pada level IV dan V adalah 76% untuk CP spastik diplegi, 2% untuk CP

diplegi, serta 1% untuk CP hemiplegi. (Novak, 2014) Hal ini didukung oleh

pernyataan Freeman Miller (2007), bahwa pola CP telah bergeser ke arah diplegi

dan diplegi spastik dari hemiplegi dan athetoid. Perubahan ini mungkin

mencerminkan perawatan medis yang meningkat, pelayanan kebidanan yang baik,

dan beberapa peningkatan korban yang selamat dari unit perawatan intensif

neonatal. Juga, kelahiran kembar meningkat dengan meningkatnya usia ibu, dan

kelahiran kembar juga memiliki risiko yang jauh lebih tinggi untuk terjadi CP.

Tingkat prevalensi yang dilaporkan per kehamilan satu bayi adalah 0,2%, kembar

1,5%, untuk kembar tiga 8%, dan untuk kembar empat 43%.

Berdasarkan informasi yang penulis dapat, diketahui bahwa jumlah pasien anak

dengan kasus CP yang menjalani program fisioterapi di Keanna Center terdapat

25% athetoid, 5% hemiplegi, 40% diplegi, 30% diplegi, dan 0% ataxia pada tahun

2018.

C. Etiologi

Pada dasarnya penyebab CP terbagi menjadi:

1. Prenatal: Toksoplasma, rubella dan penyakit inklusi sitomegalik.

Penyebab lain, penyakit berat seperti tifus, kolera, malaria kronis, sifilis,

TBC, dan lainnya yang berpengaruh pada janin. Infeksi-infeksi ini

mengganggu perkembangan jaringan otak hingga menimbulkan kerusakan

17
jaringan otak. Jadi, saat bayi lahir jaringan otaknya tak berkembang

sempurna dan memungkinkan terjadi CP.

2. Natal:

b. Hipoksia : Penyebab yang terbanyak ditemukan saat kelahiran ialah

brain injury. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksia.

Hal ini terdapat pada kelahiran bayi abnormal, disproporsi

sefalopelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus

menggunakan bantuan instrumen tertentu dan lahir dengan bedah

caesar.

c. Perdarahan otak : Perdarahan dan hipoksia dapat terjadi bersama-

sama, sehingga sukar membedakannya. Perdarahan dapat terjadi di

ruang sub arachnoid yang akan menyebabkan penyumbatan cairan

cerebro spinalis sehingga mengakibatkan hidrocephalus. Perdarahan

di ruang subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul

kelumpuhan spastik.

d. Ikterus : Ikterus pada masa neonatal dapat menyebabkan kerusakan

jaringan otak yang permanen akibat masuknya bilirubin ke ganglia

basalis, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah.

e. Prematuritas : Pematuritas dapat diartikan sebagai kelahiran kurang

bulan, lahir dengan berat badan tidak sesuai dengan usia kelahiran

atau terjadi dua hal tesebut.

3. Post Natal: Kerusakan yang terjadi pada jaringan otak yang mengganggu

perkembangan dapat menyebabkan CP. Misalnya pada trauma kapitis,

18
meningitis,ensepalitis dan luka parut pada otak pasca bedah. Bayi dengan

berat badan lahir rendah juga berpotensi mengalami CP.

D. Patofisiologi

Toksoplasmosis dalam kehamilan menyebabkan transmisi Taxoplasma

gondii melalui sirkulasi uteroplasemta ke janin. Toksoplasmosis biasanya tanpa

gejala pada wanita hamil, tetapi dapat menimbulkan dampak yang parah pada janin.

Risiko penularan meningkat seiring dengan meningkatnya usia kehamilan.

Lesi pada otak yang berkaitan dengan CP dapat diidentifikasi pada sebagian besar

kasus. Lesi biasanya terjadi pada daerah yang sangat sensitif terhadap gangguan

pasokan darah dan dikelompokkan menjadi istilah hipoksia ensefalopati iskemik.

Ada lima jenis hipoksia ensefalopati iskemik yang masingmasing memiliki tanda

dan manifestasinya, yaitu cedera parasagital otak, leukomalasia periventrikel, fokal

dan multifokal iskemik nekrosis otak, status marmoratus dan nekrosis neuronal

selektif. (Berker & Yalcin, 2011)

CP diplegi atau dyskinesia adalah yang paling sering terjadi akibat

kerusakan dari ganglia basal dan kerusakan thalamic, cedera cortico-subkortikal,

dan kerusakan pada area pola gerak. Sebuah gangguan perkembangan pada level

kortikal jarang diamati: misalnya proliferasi yang abnormal dan generasi neuronal

seperti yang diamati pada microcephaly, serta migrasi neuronal yang abnormal.

Namun, gangguan pada traktus kortikospinalis bertanggung jawab terhadap

gangguan motorik perkembangan karena ini merupakan jalur akhir untuk

memediasi pengaruh motoneurons dari batang otak dan sumsum tulang belakang

dari hampir semua eferen serebelum dan ganglia basal (semua melalui perantara

19
relay di talamus). Otak kecil dan ganglia basal juga berpengaruh dalam menentukan

tonus otot pada CP (Laquerriere, A, 2013).

E. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis cerebral palsy tergantung dari bagian dan luasnya jaringan

otak yang mengalami kerusakan, yaitu :

1. Paralisis Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia,

triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran.

2. Gerakan involunter. Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan

tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran.

3. Ataksia Gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan serebelum. Penderita

biasanya memperlihatkan tonus yang menurun (hipotoni), dan menunjukkan

perkembangan motorik yang terlambat. Mulai berjalan sangat lambat, dan semua

pergerakan serba canggung.

4. Kejang Dapat bersifat umum atau fokal.

5. Retardasi mental Ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral palsy

terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia. Cerebral palsy

yang disertai dengan retardasi mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia

serebri yang cukup lama, sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh.

Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila korteks serebri tidak mengalami

kerusakan menyeluruh dan masih ada anggota gerak yang dapat digerakkan

secara volunter. Dengan dikembangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh

anggota gerak,perkembangan mental akan dapat dipengaruhi secara positif.

20
6. Gangguan penglihatan (misalnya: hemianopsia, strabismus, atau kelainan

refraksi), gangguan bicara, gangguan sensibilitas.

7. Problem emosional terutama pada saat remaja (Miller ED, 2007)

F. Prognosis

Beberapa faktor berpengaruh terhadap prognosis penderita cerebral palsy

seperti tipe klinis, keterlambatan dicapainya milestones, adanya reflek patologik

dan adanya defisit intelegensi, sensoris dan gangguan emosional. Anak dengan

hemiplegi sebagian besar dapat berjalan sekitar umur 2 tahun, kadang diperlukan

short leg brace, yang sifatnya sementara. Didapatkannya tangan dengan ukuran

lebih kecil pada bagian yang hemiplegi, bisa disebabkan adanya disfungsi sensoris

di parietal dan bisa menyebabkan gangguan motorik halus pada tangan tersebut.

Lebih dari 50% anak tipe diplegi belajar berjalan pada usia sekitar 3 tahun, tetapi

cara berjalan sering tidak normal dan sebagian anak memerlukan alat bantu.

Aktifitas tangan biasanya ikut terganggu, meskipun tidak tampak nyata. Anak

dengan tipe diplegi, 25% memerlukan perawatan total, sekitar 33% dapat berjalan,

biasanya setelah umur 3 tahun. Gangguan fungsi intelegensi paling sering

didapatkan dan menyertai terjadinya keterbatasan dalam aktifitas. Keterlibatan otot-

otot bulber, akan menambah gangguan yang terjadi pada tipe ini.

Sebagian besar anak yang dapat duduk pada umur 2 tahun dapat belajar berjalan,

sebaliknya anak yang tetap didapatkan reflek moro, asimetri tonic neck reflex,

ekstensor thrust dan tidak munculnya reflek parasut biasanya tidak dapat belajar

berjalan. Hanya sedikit anak yang tidak dapat duduk pada umur 4 tahun akan belajar

berjalan (Grant A D, 1995)

21
G. Teknologi Fisioterapi

Beberapa teknologi fisioterapi yang dapat dilakukan untuk kasus CP adalah

sebagai berikut :

1. Bobath

Bobath atau Neuro Development Treatment (NDT) yaitu suatu

teknik yang dikembangkan oleh Karel dan Bertha Bobath pada tahun

1997. Metode ini khususnya ditujukan untuk menangani gangguan

sistem saraf pusat pada bayi dan anak-anak. Metode NDT mempunyai

beberapa teknik, yaitu Inhibisi yang bertujuan untuk mencegah postur

dan pola gerakan yang abnormal, Fasilitasi yang bertujuan untuk

memperkuat pola postur yang normal sebagai dasar gerakan, dan

Stimulasi Propriosepsi yang bertujuan untuk mengatur koordinasi dan

mempengaruhi tonus postural yang normal. Bagian penting yang tidak

dapat dilupakan adalah mengedukasi keluarga pasien atau ibu pasien

untuk memposisikan anaknya pada saat dirumah, baik itu dari cara

menggendong, posisi memberi makan dan kegiatan lain.

2. Neuro-sensomotor reflex development and syncronization (NSMRDS)

Neuro-sensomotor reflex development and syncronization adalah

metode yang dikembangkan oleh Alm. Nawang. Metode ini diberikan

dengan pendekatan yang diberikan dengan cara menstimulasi

pembentukan jaringan otak pada anak dengan pertumbuhan dan

perkembangan normal dengan menggunakansensitifitas dan plastisitas

otak. Stimulasi yang diberikan berupa sentuhan dengan pola gerak yang

22
terstruktur. Stimulasi ini diharapkan mampu memperbaiki hubungan

antara sistem saraf (sinaps) yang rusak.

H. Penatalaksanaan Fisioterapi

1. Assesment

Assesment merupakan kegiatan pengumpulan data baik data

pribadi maupun data pemeriksa anak. Hasil dari assesment akan

digunakan untuk menentukan rencana dan program fisioterapi,

mengevaluasi perkembangan anak dan metode yang sesuai dengan

kebutuhan dan kondisi anak. Langkah-langkah yang harus

diperhatikan adalah

a. Anamnesa

Umumnya pada kasus anak, anamnesa dilakukan dalam

bentuk wawancara kepada orang tua anak. Hal-hal yang penting

ditanyain kepada orang tua meliputi:

1) Identitas Pasien

Data umum berisikan data-data pribadi pasien. Data

tersebut sangat penting guna menghindari kesalahan dalam

pemberian intervensi fisioterapi. Data-data tersebut

meliputi; nama, nomor rekam medik, tempat tanggal lahir,

jenis kelamin, alamat, nama orang tua, nomor telepon orang

tua, dan diagnosa medik.

2) Keluhan utama

23
Disampaikan oleh pihak pasien tentang permasalahan

yang dialami pasien (orang tua, wali). Penulisan keluhan

utama berdasarkan bahasa pasien. Sebagian besar keluhan

utama anak dengan CP adalah:

a) Kekakuan pada anggota tubuh

b) Kelemahan pada anggota tubuh

c) Adanya gerakan

(The Center for Children with Special Needs, 2011).

3) Riwayat kehamilan

Berupa penjelasan mengenai kejadian yang dialami oleh ibu

mulai dari proses kehamilan, seperti apa saja permasalahan yang

terjadi saat proses kehamilan (apakah ibu terpapar virus, masalah

dari diri ibu maupun permasalahan yang ada dari kondisi janin),

apakah kehamilan ini adalah kehamilan yang diinginkan, pada

saat usia berapa ibu saat hamil, apakah ibu mengalami ketuban

pecah, pendarahan, menderita penyakit lainnya, mengonsumsi

obat-obatan atau jamu-jamuan tidak.

4) Riwayat kelahiran

Riwayat kelahiran adalah penjelasan dari orang tua

mengenai proses kelahiran dari anak seperti pada saat usia

kandungan berapa bulan anak lahir, dengan cara bagaimana

proses kelahiran dari anak (normal atau operasi, menggunakan

alat bantu atau tidak saat proses kelahiran), bagaimana tangisan

24
anak saat kelahiran, bagaimana kondisi anak saat lahir (normal

atau berwarna biru/kuning), berat badan normal atau tidak setelah

lahir, dan setelah kelahiran apakah anak masuk inkubator atau

tidak dan juga apakah setelah kelahiran anak dirawat di ruang

nicu atau tidak.

5) Riwayat penyakit sekarang

Tahapan anamnesa bagian inilah yang paling penting untuk

menegakkan diagnosis. Riwayat penyakit sekarang merupakan

kronologi dari awal perjalanan penyakit itu ada dan disadari oleh

keluarga sampai datang dilakukan intervensi fisioterapi.

6) Riwayat penyakit dahulu

Merupakan riwayat penyakit fisik maupun psikologik yang

pernah diderita anak sebelumnya, karena seringkali keluhan atau

penyakit yang sedang diderita anak saat ini merupakan kelanjutan

akibat dari penyakit-penyakit sebelumnya. Contohnya apakah

pernah mengalami kejang atau sempat menderita penyakit

tertentu.

7) Riwayat tumbuh kembang

Riwayat tumbuh kembang adalah penjelasan dari orang tua

mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak mulai dari

neonatus sampai usia saat ini.

8) Riwayat obat

25
Riwayat obat adalah penjelasan dari orang tua anak tentang

informasi obat apa saja yang dari dahulu hingga sekarang

dikonsumsi oleh anak.

9) Riwayat imunisasi

Riwayat imunisasi adalah merupakan riwayat pemberian

imunisasi pada anak, terdiri dari BCG, Polio, DPT, Hepatitis B,

dan Campak dan lain-lain.

b. Pemeriksaan Umum

1) Kesadaran

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon

seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat

kesadaran dibedakan menjadi:

a) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal,

sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan

tentang keadaan sekelilingnya.

b) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk

berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak

acuh.

c) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat,

waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi,

kadang berhayal.

d) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran

menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah

26
tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang

(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu

memberi jawaban verbal.

e) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur

lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.

f) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak

ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada

respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga

tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

2) Denyut Nadi

Denyut nadi anak dengan CP sesuai dengan denyut

nadi normal sesuai umur jika tidak disertai dengan gangguan

pada sistem kardiorespirasi.

3) Respiratory Rate

Respiratory Rate pada anak CP sesuai dengan

Respiratory Rate pada anak normal jika tidak disertai dengan

gangguan pada sistem kardiorespirasi.

4) Tekanan darah

Tekanan darah yaitu tekanan yang dialami pada

pembuluh arteri darah ketika darah di pompa oleh jantung ke

seluruh anggota tubuh.

5) Lingkar Kepala

27
Bertujuan untuk melihat pertumbuhan anak dilihat dari

segi perkembangan otak anak.

6) Suhu Tubuh

Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas

yang diproduksi oleh proses tubuh dan jumlah panas yang

hilang ke lingkungan luar.

7) Berat Badan

Berat bdan dilakukan dengan berpakaian minimal,

yang bertujuan untuk melihat status gizi anak tersebut.

8) Tinggi Badan

Tinggi badan diukur dari tumit sampai puncak

kepala,posisi berdiri tegak, pandangan lurus ke depan, dan

kaki menapak pada alas. Tinggi badan anak dengan kasus CP

biasanya di bawah tinggi badan normal pada usianya.

c. Pemeriksaan Khusus

1) Inspeksi

Inspeksi adalah suatu tindakan pemeriksa dengan

menggunakan indera penglihatan untuk mendeteksi karakteristik

normal atau tanda tertentu dari bagian tubuh atau fungsi tubuh pasien.

Inspeksi digunakan untuk mendeteksi bentuk, warna, posisi, ukuran,

tumor dan lainnya dari tubuh pasien.

2) Palpasi

28
Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan

dengan perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan menggunakan

jari atau tangan. Palpasi dapat digunakan untuk mendeteksi suhu

tubuh, adanya getaran, pergerakan, bentuk, kosistensi dan ukuran.

Rasa nyeri tekan dan kelainan dari jaringan/organ tubuh. Dengan kata

lain bahwa palpasi merupakan tindakan penegasan dari hasil inspeksi,

disamping untuk menemukan yang tidak terlihat.

3) Pemeriksaan fungsional tumbuh kembang

Sebagai acuan untuk melihat adanya delay development pada

anak, berikut merupakan perkembangan normal motorik kasar usia 1-

12 bulan menurut Jan S. Tecklin, (2001) dalam buku Pediatric

Physical Therapy.

Perkembangan Usia

Dominan flexi pada seluruh tubuh 1-2 bulan

Mulai ke arah ekstensi 2 bulan

Kepala miring saat posisi prone 1-2 bulan

Kepala ke arah midline 1-2 bulan

Mulai rolling supine to side lying 3 bulan

Head control mulai ke arah midline 3 bulan

Hand support pada posisi prone, kepala 90˚ chin tuck 4 bulan

Tangan ke arah midline 4 bulan

Meraih dengan tangan satu dari arah prone 5 bulan

Rolling prone to supine ( segmental ) 5 bulan

29
Ring sitting, unsupport 6 bulan

Memindahkan mainan dari tangan ke tangan 6 bulan

Melai untuk posisi onggong-onggong 8 bulan

Mulai untuk berdiri full 8 bulan

Berjalan dengan rambatan 10 bulan

Berjalan mandiri 12 Bulan

4) Tes Khusus

Tes khusus adalah pengukuran yang digunakan untuk beberapa kasus

tertentu yang bertujuan untuk penegakan diagnosa dan menjadi acuan

progresi atau perkembangan evaluasi. Beberapa tes khusus yang dapat

dilakukan untuk kasus CP Diplegi yaitu:

a. Asworth Scale

30
b. GMFM

No Dimensi Nilai (FT1)


1 A 92, 1%
2 B 81,6 %
3 C 71,4 %
4 D 0%
5 E 0%
Total 49,02 %

c. Reflek Primitif

Level Reflek Kanan Kiri Interpretasi

Spinal (Phasic Moro Reflex + Abnormal

Reflek) Palmar Grasp - - Normal

Plantar Grasp + + Abnormal

Flexor Withdrawal - - Normal

Extensor Thrust - - Normal

Supporting Steping - - Normal

Brainstem ATNR - Normal

(Tonic Reflek) STNR - Normal

TLRS - Normal

31
TLRP - Normal

Sub Cortical Optical Righting + + Normal

(Postural Neck Righting + + Normal

Reflek) Body Righting + + Normal

Protective Righting + + Normal

Cortical Rolling + + Normal

(Automatic Standing - Normal

Reflek) Crawling - - Abnormal

Walking - Normal

5) Pemeriksaan Penunjang

Merupakan data-data yang dapat dijadikan referensi dalam

mengetahui kondisi anak dan diagnosa medis. Pemeriksaan penunjang

diantaranya adalah CT Scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI),

Rontgen, Pemeriksaan Radiologi dan Pemeriksaan Laboratorium.

2. Diagnosa Fisioterapi

Hasil dari pengkajian data dan pemeriksaan yang telah dilakukan

disimpulkan ke dalam bentuk diagnosis. Dalam menentukan diagnosa fisioterapi

mengacu kepada International Classification Functioning and Health (ICF), yaitu:

Problematika Fisioterapi

a. Body Function and Structure Impairment

1) Adanya spastisitas

b. Activity Limitation

32
1) Belum bisa meraih objek

2) Bisa menggenggam objek

3) Pasien belum mampu berdiri dengan lutut

c. Participation Restriction

Tidak dapat aktif bermain bersama keluarga dan teman-teman

sebayanya.

3. Prognosa

Prognosis adalah sebuah prediksi kemampuan maksimal yang bisa

dilakukan pasien setelah diberikan intervensi. Prognosis pada anak

Cerebral palsy tergantung pada tingkat keparahan dan banyaknya

permasalahan yang dialami pasien. Umumnya kemampuan pasien dapat

meningkat setelah dilakukan intervensi berkala.

4. Perencanaan Fisioterapi

Planning atau perencanaan dimulai dengan pertimbangan kebutuhan

intervensi dan biasanya menuntun kepada pengembangan intervensi,

termasuk hasil sesuai dengan tujuan yang terukur yang disetujui pasien atau

klien, keluarga atau petugas kesehatan lainnya dan menjadi pemikiran

perencanaan alternatif untuk dirujuk kepada pihak lain bila dipandang

kasusnya tidak tepat untuk fisioterapi.

a. Tujuan Jangka Pendek

Dibuat berdasarkan prioritas masalah yang utama. Dalam membuat

tujuan jangka pendek ini harus disertai dengan bagaimana tujuan atau

rencana tersebut akan dicapai, alokasi waktu pencapaian, dan

33
kondisikondisi seputar pasien dan lingkungan yang memungkinkan

tujuan tersebut dapat tercapai.

b. Tujuan Jangka Panjang

Tujuan yang dibuat berdasarkan prioritas masalah, tetapi bukan

masalah utama atau segera. Tujuan jangka panjang harus sesuai realistis

sesuai dengan patologi dan kondisi pasien. Tujuan jangka pendek dan

panjang pada pasien CP dapat ditentukan dari pemeriksaan yang telah

dilakukan. Untuk tujuan jangka pendek dapat diperkirakan melalui

beberapa pemeriksaan yang telah dilakukan sesuai juga dengan

kemampuan yang dimiliki sehingga memungkinkan untuk dicapai,

sedangkan untuk jangka panjang dilihat dari prognosa pasien.

c. Intervensi

Neuro-Developmental Treatment (NDT) / Bobath Approach Neuro

Developmental Treatment (NDT) atau dikenal juga Bobath Approach

dikembangkan oleh Bobath di Inggris pada awal tahun 1940-an. Fokus

tretament ini adalah dengan pendekatan pemecahan masalah untuk

assessment dan treatment pada individu dengan gangguan fungsi,

gerakan dan kontrol postural karena lesi dari sistem saraf pusat (SSP),

dan dapat diterapkan untuk individu dari segala usia serta semua derajat

kecacatan fisik dan fungsional. Tujuan dari teknik ini adalah

meningkatkan kualitas dan efisiensi pergerakan fungsional pada anak

dengan gangguan neuromotorik.

34
Fokus NDT adalah memfasilitasi kontrol postural dan sikap postur

yang optimal. Teori yang mendasari konsep Bobath adalah sistem motor

control, konsep plastisitas, prinsip motor learning, serta pemahaman dan

penerapan gerakan fungsional manusia. NDT bukanlah sebuah teknik

tapi lebih ke proses perkembangan dari motor control dan motor

komponen yang diperlukan untuk aktivitas fungsional (KEMENKES,

2012). Metode ini mempunyai beberapa teknik, yaitu :

1) Inhibisi: bertujuan untuk menghambat tonus yang abnormal.

2) Key Point of Control: titik yang digunakan terapis dalam inhibisi

dan fasilitasi. KPoC harus dimulai dari proksimal ke distal.

3) Fasilitasi: bantuan untuk mengarahkan ke gerak normal.

4) Stimulasi Taktil dan Proprioseptif: untuk meningkatkan sensorik

dan motorik. Stimulasi juga dapat merangsang sel otak (sinaps).

Semua teknik tersebut merupakan hal yang sangat dibutuhkan pada

anak CP untuk meningkatkan kemampuan fungsionalnya.

(Tecklin, 2001).

d. Home Program

Merupakan latihan yang disarankan dan diajarkan oleh terapis

untuk dilakukan dirumah bertujuan untuk pencapaian program

tujuan jangka panjang dan jangka pendek. Disini peran orangtua

sangat penting agar bisa bersama-sama dengan terapis untuk

mencapai tujuan yang akan dicapai.

35
e. Evaluasi

Agar dapat melihat perbedaan hasil setelah melakukan

intervensi, terapis wajib melakukan pemeriksaan sebelum dan

sesudah intervensi. Setiap hasil evaluasi ditulis dalam format

subjektif, objektif, assessment, dan planning.

36
BAB III

STATUS KLINIS

A. KETERANGAN UMUM PENDERITA

Nama : A.n F

Umur : 4.8 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan :-

Alamat : Dusun Barukan, Salatiga

No. CM/RM : 14-15-290098

B. DATA-DATA MEDIS RUMAH SAKIT

1. Diagnosis Medis

Pasien di diagnosis cerebral palsy spastik diplegi.

2. Catatan klinis (Hasil : Rontgen, Uji Laboratorium, Ct scan, MRI, EMG,

dll yang terkait dengan permasalahan fisioterapi).

Tidak ada

3. General Treatment:

Fisioterapi : NS dan Terapi latihan.

4. Rujukan Fisioterapi dari Dokter :

Rujukan dari dokter untuk melakukan fisioterapi pada anak.

C. SEGI FISIOTERAPI

1. Pemeriksaan Subjektif

37
a) Keluhan Utama

Pasien mengalami keterlambatan perkembangan, diusianya

yang sekarang pasien belum mampu berjalan.

b) Riwayat Penyakit Sekarang

Saat lahir pasien tidak langsung menangis, pasien berarna

biru dan diinkubator selama 10 hari.

2. Pemeriksaan Objektif

A. Pemeriksaan Tanda Vital

1) Tekanan Darah :-

2) Denyut Nadi : 90x/menit

3) Pernafasan : 27x/menit

4) Temperatur : 36,5oC

5) Tinggi Badan : 95 cm

6) Berat Badan : 17 kg

B. Inspeksi

1) Statis

- Lutut semi fleksi

- Siku kiri fleksi

- Ankle plantar fleksi

2) Dinamis

- Kaki jinjit saat latihan berdiri

- Saat datang pasien digendong karna belum mampu berjalan

C. Palpasi

38
1) Tonus postural: hipotonus

2) Spastisitas: terdapat spastisitas pada siku kiri, kedua lutut dan kedua

ankle.

D. Joint test

1) Pemeriksaan gerak dasar

Gerak Pasif :

Regio Gerakan Dekstra Sinistra End feel

Shoulder Flexi Full Full Soft

Extensi Full Full Elastic

Adduksi Full Full Elastic

Abduksi Full Full Elastic

Elbow Flexi Full Full Soft

Extensi Full Full Hard

Wrist Flexi Full Full Hard

Extensi Full Full Hard

Hip Flexi Full Full Soft

Extensi Full Full Elastic

Abduksi Full Full Elastic

Adduksi Full Full Elastic

Knee Flexi Full Full Soft

Extensi Full Full Hard

Ankle Plantar Full Full Soft

39
Dorsi Full Full Elastic

E. Muscle test

1) Gerak aktif

Pemeriksaan gerak aktif dalam pemeriksaan ini tidak dilakukan

karena anak belum bisa mengerti sepenuhnya intruksi yang diberikan

oleh terapis.

2) Latihan gerak pasif

Grup otot Terapi

anggota 1 2 3 4

gerak Ka Ki Ka Ki Ka Ki Ka Ki

Shoulder X X X X X X X X

Elbow X X X X X X X X

Wrist X X X X X X X X

Hip X X X X X X X X

Knee T X T X T X T X

Ankle X X X X X X X X

F. Neurogical Test

1) Pemeriksaan refleks primitif

Level Reflek Kanan Kiri Interpretasi

40
Spinal (Phasic Moro Reflex - Normal

Reflek) Palmar Grasp - - Normal

Plantar Grasp - - Normal

Flexor Withdrawal - - Normal

Extensor Thrust - - Normal

Supporting Steping - - Normal

Brainstem ATNR - - Normal

(Tonic Reflek) STNR - - Normal

TLRS - - Normal

TLRP - - Normal

Sub Cortical Optical Righting + + Normal

(Postural Neck Righting + + Normal

Reflek) Body Righting + + Normal

Protective Righting + + Normal

Cortical Rolling + + Normal

(Automatic Standing - - Abnormal

Reflek) Crawling + + Normal

Walking - - Abnormal

Keterangan : (+) : reflek positif

(-) : reflek negatif

Dari pemeriksaan reflek primitif yang telah dilakukan, dapat disimpulkan

bahwa pasien berada pada levelmid braind.

41
G. Kemampuan fungsional dan lingkungan aktivitas

1. Kemampuan pasien

Pasien sudah mampu duduk, dan merangkak secara mandiri.

2. Ketidak mampuan pasien

Pasien belum mampu berdiri secara mandiri.

H. Pemeriksaan spesifik

1. Kemampuan sensori

a. Visual : Respon melihat benda cukup baik.

b. Auditori : Baik, anak dapat mengarah ke sumber suara.

c. Propioseptif : kurang baik.

d. Vestibular : kurang baik, anak kurang seimbang saat duduk long

sitting dan berdiri.

2. Pemeriksaan GMFM

a. GMFM antara usia 6-12 tahun

b. Dari hasil pemeriksaan GMFM anak berada pada Level III, karena

anak memenuhi kriteria pada level tersebut.

No Dimensi Nilai

1 A 92,1 %

2 B 81,6 %

3 C 71,4 %

4 D 0%

5 E 0%

Total 49,2%

42
3. Pemeriksaan spastisitas menggunakan asworth

Regio Gerakan Dekstra Sinistra

Shoulder Flexi O O

Extensi O O

Adduksi O O

Abduksi O O

Elbow Flexi 1 1

Extensi O O

Wrist Flexi O O

Extensi O O

Hip Flexi O O

Extensi O O

Adduksi O O

Abduksi O O

Knee Flexi 1 1

Extensi 1 1

Ankle Plantar 1 1

Dorsi 1 1

I. Diagnosis Fisioterapi

1. Impairment

43
a. Body structure impairment

Dari segi body structure didapatkan: (1) adanya atrofi pada lengan

dan tungkai, (2) adanya flatfoot bilateral.

b. Body fucntion impairment

Dari segi body functions didapatkan : hipotonus general.

c. Functional limitation

Anak belum mampu melakukan : (1) jongkok, (2) berdiri.

2. Participation restriction

Anak tidak bisa bersekolah seperti teman sebayanya.

3. Program Fisioterapi

a. Jangka pendek

Mengurangi spastisitas dan menaikkan tonus.

b. Jangka panjang

- Meneruskan tujuan jangka pendek

- Meningkatkan aktivitas fisik dan kemampuan fungsional secara

maksimal.

J. Penatalaksanaan Fisioterapi

a. Neuro Senso (NS)

Posisi pasien: berbaring terlentang diatas matras senyaman

mungkin.

Penatalaksanaan fisioterapi

1) Dengan metode stimulasi sentuh, berikan usapan lembut

mulai dari kepala, ajah, leher, hingga tangan lalu badan

44
dari dada sampai pelvic lanjutkan dari paha sampai ujung

kaki. Berhenti pada setiap sendi tersebut, kemudian

lanjutkan berhenti pada sendi berikutnya.

2) Gerakan selanjutnya, berbrntuk huruf “I” dilakukan

dengan cara tangan kiri terapis berada di umbilicus,

tangan kana mengusap dari umbilicus menuju sternum,

bahu kiri, bahu kanan, panggul kanan dan kiri, tiap

gerakan diulang tiga kali, serta dari umbilicus menuju

punggung dengan pengulangan tiga kali

3) Gerakan berikutnya seperti gelombang dilakukan dengan

tahap yang sama untuk daerah yang diusap.

4) Gerakan berbentuk angka “8” dilakukan dengan urutan

yang sama untuk daerah yang diusap.

b. Terapi Latihan

1. Latihan berdiri dengan lutut

Posisi pasien: berbaring terlentang diatas matras senyaman

mungkin.

Penatalaksanaan fisioterapi:

a) Latihan berdiri dengan lutut / kneeling

Posisi pasien: seperti posisi merangkak

Posisi terapis: terapis berada dibelakng pasien dengan

memfasilitasi pada bagian pelvic.

45
Terapis mengarahkan pelvic tilting anterior sehingga terjadi

dorongan untuk pasien kneeling.

2. Latihan berdiri

Posisi pasein: jongkok dengan hip dan knee flexi, kaki menapak

penuh sebagai tumpuan. Terapis berada dibelakang pasien,

memfasilitasi bagain pelvic. Terapis mengarahkan pelvic tilting

anterior sehingga terjadi dorongan untuk pasien berdiri. fikasis

pada kedua knee pastikan knee extensi dan postur pasien tegak.

Pertahankan posisi berdiri selama 1 menit.

K. Rencana evaluasi

a. XOTR

b. GMFM

c. ASWORTH

L. Prognosis

a. Quo Ad Vitam : Bonam

b. Quo Ad Sanam : Bonam

c. Quo Ad Fungsional : Dubia ad bonam

d. Quo Ad Cosmeticam : Dubia ad bonam

M. Evaluasi

1) XOTR

Semua otot ekstremitas atas dan bawah maupun otot-otot postural

bernilai X pada Fisioterapi pertama, begitu juga pada Fisioterapi ke

empat.

46
2) Evaluasi kemampuan fungsional dengan GMFM

Ft ke-1 Ft ke-4

a) Dimensi A 92,1% 94,1%

b) Dimensi B 81,6% 83,3%

c) Dimensi C 71,4% 71,4%

d) Dimensi D 0% 0%

e) Dimensi E 0% 0%

245,1% 248,8%
Total = 49,02% = 49,76%
5 5

3) Evaluasi Spastisitas dengan skala Asworth

Ft ke-1 Ft ke-4

Siku Kiri 1 1

Tungkai 1 1

N. Hasil akhir

Pasien dengan nama FHN umur 4,8 tahun dengan diagnosa fisioterapi

spastisitas pada siku kiri dan tungkai dan hipotonus mendapatkan fisioterapi

dengan modalitas NS dan terapi latihan yang dilakukan sebanyak 4 kali

didapatkan hasil: belum ada peningkatan kekuatan otot, penurunan

spastisitas dan peningkatan kemampuan fungsional.

47
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

Pada hari Senin tanggal 9 September 2019, telah dilakukan

heteroanamnesis dengan ibu pasien. Dari anamnesa tersebut diperoleh data dengan

keluhan utama yaitu pasien mengalami keterlambatan perkembangan, diusianya

yang sekarang pasien belum mampu berjalan. Dari anamnesis juga diperoleh data

riwayat penyakit sekarang yaitu pasien tidak langsung menangis saat lahir, berarna

biru dan riwayat incubator 10 hari.

Pasien atas nama FHN berumur 4,8 tahun berjenis kelamin perempuan

merupakan pasien yang di diagnosa Cerebral palsy Spastik Diplegi. Berdasarkan

uraian dari kasus ini sendiri terapis menggunakan GMFM untuk mengetahui

keterlambatan pada kemampuan fungsional pasien.

Pengkajian fisioterapis selanjutnya adalah pemeriksaan. Terapis melakukan

beberapa proses pemeriksaan yang terdiri dari : (1) anamnesis, (2) kesan awal saat

bertemu pasien, (3) kemampuan sensorik, (4) kemampuan dan tidak kemapuan

pasien, (5) tonus postural, (6) pemeriksaan khusus.

Untuk melakukan pemeriksaan fisioterapi diperlukan waktu yang cukup

lama karena dalam melakukan pengkajian fisioterapi diperlukan ketelitian dari

terapis serta kerjasama yang baik dari pasien dan orang tua pasien. Dalam

pelaksanaaan pemeriksaan fisioterapi, tidak terdapat hambatan atau kendala yang

dialami oleh terapis.

48
A. Pemeriksaan dan pengukuran

Pada pasien Cerebral palsy Spastik Diplegi terapis menyusun rencana

untuk menggali data pasien melalui anamnesis dan pemeriksaan yang bertujuan

untuk mengetahui problematik pasien. Untuk melakukan pemeriksaan fisoterapi

diperlukan waktu yang cukup lama karena dalam melakukan pengkajian fisioterapi

diperlukam ketelitian dari terapis serta kerja sama yang baik antara pasien dan orang

tua pasien.

a. Vital sign

Pada pemeriksaan vital sign, terapis mengalami kendala saat

melakukan pemeriksaan tekanan darah karena tidak tersedianya alat

mengukur tekanan darah khusus anak. Namun meskipun tidak

didapatkan hasil pengukuran tekana darah tidak berpengaruh dalam

penatalaksanaan dan hasil terapi.

b. Anamnesis

Hambatan yang dialami terapis saat melakukan anamnesis yaitu

orang tua pasien yang kurang antusias dan sedikit cuek ketika ditanya

tentang anaknya, dan juga tidak ada data penunjang seperti CT-Scan.

c. Pemeriksaan spesifik

Sedangkan hambatan saat pemeriksaan spesifik yaitu memeriksa

spastisitas maupun reflek fisiologis sulit dilakukan.

d. Pemeriksaan GMFM

Pada GMFM terdapat beberapa dimensi yang akan diperiksa oleh

terapis, yaitu dimensi A adalah dimensi terlentang dan tengkurap,

49
dimensi B adalah dimensi duduk, dimensi C adalah dimensi merangkak

dan berdiri dengan lutut, dimensi D adalah dimensi berdiri dan dimensi

E adalah dimensi berjalan, lari dan melompat.

B. Penatalaksanaan Terapi

Terapi yang dilaksanakan pada kasus cerebral palsy spastik diplegi yaitu

dengan Bobath, Neurosenso, terapi latihan yang terdiri dari latihan kneeling, dan

latihan berdiri. Pelaksanaan Bobath disesuaikan dengan kemampuan anak yang

sudah ada, karena melihat kondisi pasien yang spastisitas yang masih ringan dan

menjaga vital sign pasien maka terapis memberikan mobilisasi pada persendian

anggota gerak atas maupun bawah agar kondisi pasien semakin membaik dan agar

tidak bertambah kekakuannya. Dalam penatalaksaan Bobath terapis mengalami

beberapa hambatan yaitu pasien dengan umur 4,8 tahun sudah berbadan besar dan

agak sulit kesulitan ketika melakukan terapi, anak sering kembali ke pola nya.

C. Hasil terapi

Pasien Cerebral palsy Spastik Diplegi didalam makalah ini telah diberikan

penatalaksanaan Bobath, Neurosenso, terapi latihan yaitu latihan kneeling dan

latihan berdiri. Setelah dilakukan penatalaksanaan tersebut didapatkan hasil

sebagai berikut : belum adanya peningkatan pada kekuatan otot, penurunan

spastisitas dan peningkatan kemampuan fungsional.

50
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan pemberian tindakan fisioterapi sebanyak 4 kali berupa Bobath,

Neurosenso, terapi latihan yaitu latihan kneeling dan latihan berdiri pada a.n FHN

yang menderita Cerebral palsy Spastik Diplegi belum memberikan effek berupa

peningkatan kekuatan otot, penurunan spastisitas dan peningkatan kemampuan

fungsional.

B. Saran

Pada kasus ini ditemukan beberapa kendalam dalam proses penatalaksanaan

fisioterapi, dari kendala yang ditemukan dapat dijelaskan beberapa saran untuk

mempermudah proses penatalaksanaan fisioterapi terapi, adapun saran tersebut

adalah, pada saat latihan anak sering kali tidak semangat dan cenderung malas,

saran untuk fisioterapis yaitu sebaiknya fisioterapis menganjurkan kepada orang tua

agar bisa turut andil dalam pelaksanaan terapi karena anak akan merasa nyaman

dan semangat ketika orang tua berada di sekitarnya.

51
DAFTAR PUSTAKA

Aker, J., & Anderson, D. (2007). AANA Journal Course - Perioperative care of

patients with cerebral palsy. AANA Journal Course, 129-134.

Azizah, N. (2005). Meningkatkan Kemampuan Berkomunikasi Anak Cerebral

Palsy. Jurnal Pendidikan Khusus, 137-146.

Chusid, J. (2010). Neuro Anatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional. Yogyakarta:

Universitas Gajah Mada.

Dorland WA, N. (2010). Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.

Grant A D, S. (1995). PROGNOSIS FOR AMBULATION IN. Developmental

Medicine and Child Neurology, 1020-1026.

KEMENKES. (2012). PEDOMAN PENANGANAN KASUS RUJUKAN

KELAINAN TUMBUH. Direktorat Bina Kesehatan Anak Kementerian

Kesehatan R.I.

Kurniawan, R., Muhimmah, I. and Jannah Roichatul, H. (2008) ‘Perkembangan

Anak Berbasis Denver Development Screening Test’, pp. 305–314.

Laquerriere, A, V. M. (2013). Pathophysiology of Cerebral Palsy.

Miller ED, F. (2007). Physical therapy of cerebral palsy. New York. Rogers &

Wong. (2016). Pathophysiology of Cerebral Palsy.

http://phatophys.org/cerebralpalsy/#Pathophysiology.Tecklin, S. (2001).

Pediatric Physical Therapy. 275.

Trombly, C. A. (1989). Occupational Therapy for Physical Dysfunction. USA.

52

Anda mungkin juga menyukai