Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS PREKLINIK

YAYASAN PENDIDIKAN ANAK CACAT

“PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA GANGGUAN


TUMBUH KEMBANG ANAK BERDIRI DAN BERJALAN ET
CAUSA AUTISME”

OLEH :

GABRIELA FEBRIADUM RANDA

PO.71.4.241.18.1.017

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV

JURUSAN FISIOTERAPI

TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus praktek klinik atas nama Gabriela Febriadum Randa dengan NIM
PO714241181017 di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Makassar mulai tanggal 12 April 2021
sampai dengan 24 April 2021 dengan judul kasus “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Gangguan
Tumbuh Kembang Anak Berdiri Dan Berjalan Et Causa Autisme”. Telah disetujui oleh
Pembimbing Lahan (Clinical Educator) sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan praktek
klinik di Yayasan Pembinaan anak Cacat (YPAC) Makassar.

Makassar, ............................................

Clinical Educator, Preceptor,

Dwi Rustyanto

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat
dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyusun laporan kasus ini yang
berjudul “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Gangguan Tumbuh Kembang Anak Berdiri dan
Berjalan Et Causa Autisme”.

Laporan kasus ini merupakan salah satu dari tugas praktek pre klinik di Yayasan
Pendidikan Anak Cacat. Selain itu juga laporan kasus ini bertujuan memberikan informasi
mengenani penatalaksaan fisioterapi untuk kasus tersebut. Tidak lupa pula saya ucapkan
terima kasih kepada berbagai pihak yang memberikan arahan selama menyusun laporan ini.

Saya menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak kekurangan, oleh
sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan
penyempurnaan laporan ini. Dan semoga dengan selesainya laporan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan teman-teman yang membutuhkan.

Makassar , 23 April 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................................. i

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 2

A. Tinjauan Anatomi Fisiologi............................................................................................. 2

B. Tinjauan Kasus Autism Spectrum Disorder ....................................................................

D. Tinjauan Tentang Intervensi Fisioterapi .........................................................................

BAB III HASIL KEGIATAN (PENGAMATAN) ..............................................................

A. Identitas Pasien ...............................................................................................................

B. History Taking ................................................................................................................

C. Inspeksi/Observasi ..........................................................................................................

D. Program Intervensi Fisioterapi .......................................................................................

E. Evaluasi Fisioterapi .........................................................................................................

BAB IV ...............................................................................................................................

PENUTUP ...........................................................................................................................

A. Kesimpulan ....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan tumbuh kembang pada anak merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak
terjadi di kehidupan masyarakat. Kemajuan teknologi dan informasi dalam ilmu kesehatan di
masyarakat tidak begitu banyak berpengaruh dalam menekan angka kejadian bayi lahir dengan
masalah tumbuh kembang. Terdapat bermacam macam masalah tumbuh kembang anak yang terjadi di
masyarakat. Salah satunya adalah Autisme. Autism spectrum disorder (ASD) yang lebih sering di
kenal oleh masyarakat sebagai autis merupakan masalah tumbuh kembang yang justru meningkat
seiring dengan kemajuan jaman (EsaUnggul). Istilah autis pertama kali dikemukakan oleh Leo Kanner
(1943) psikolog dari Universitas John Hopkins. Ia memakai istilah autis yang secara sosial tidak mau
bergaul dan asyik tenggelam dengan kerutinan, anak-anak yang harus berjuang keras untuk bisa
menguasai bahasa lisan namun tak jarang menyimpan bakat intelektual tinggi. Gejala autis disebabkan
beberapa factor yaitu genetik, infeksi virus rubella atau galo virus saat dalam kandungan, factor
makanan seperti makanan yang mengandung gluten dan kasein, gangguan metabolik yang
menyebabkan kelainan pada system limbik, kondisiibu yang merokok pada saat hamil, serta
pencemaran terhadap logam berat terutama timbal. Autis berasal dari kata autos yang berarti diri
sendiri dan isme yang berarti aliran. Autisme berarti suatu paham yang tertarik hanya pada dunia
sendiri.

Autis diduga akibat kerusakan saraf otak yang bisa muncul karena beberapa faktor,
diantaranya: genetic dan factor lingkungan. (Sari ID 2009). Autis adalah gangguan perkembangan
yang mencakup bidang komunikasi, interaksi, serta perilaku yang luas dan berat. Penyebabnya adalah
gangguan pada perkembangan susunan syaraf pusat yang menyebabkan terganggunya fungsi otak.
Autis bisa terjadi pada siapapun, tanpa ada perbedaan status sosial ekonomi, pendidikan,
golonganetnis, maupun bangsa (Indiarti MT 2007). Autis memerupakan salah satu penyakit gangguan
perkembangan saraf. Data dari Word Health Organization (WHO) pada tahun 2013, prevalensi
Autisme di Indonesia mengalami peningkatan yang tinggi dibandingkan 10 tahun yang lalu, yaitu dari
1per 1000 penduduk. Di Indonesia tahun 2015 diperkirakan 1 per 250 anak mengalami gangguan
autism dan diperkirakan terdapat kurang lebih 12.800 anak penyandang autism dan 134.000
penyandang autisme di Indonesia (Judarwanto, 2015).

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Anatomi Fisiologi


1. Anatomi Otak
Sistem saraf dibagi menjadi system saraf pusat, yang terdiri atas jaras saraf di otak dan
medula spinalis, dan system saraf perifer, yang terdiri atas saraf yang mempersarafi bagian
tubuh lainnya.Koordinasi system saraf pusat dan perifer memungkinkan kita bergerak,
berbicara, berpikir, dan berespons.
a. Bagian-bagian Otak
Perkembangan otak terletak di dalam rongga cranium tengkorak. Otak berkembang
dari sebuah tabung yang mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran : otak awal,
yang disebut otak depan, otak tengah, dan otak belakang.
Otak depan, menjadi belahan otak (hemisferium serebri), korpus striatum dan talami
(thalamus dan hipotalamus). Otak tengah, otak tengah (diensefalon). Otak belakang, pons
Varoli, medulla Oblongata, Batang otak (ketiga bagian ini membentuk serebelum)

Gambar 2.2. Anatomi Otak (Sumber: Longerbaker, 2010)

Mengisi bagian depan dan atas rongga tengkorak, yang masing-masing disebut fosa
kranialis anterior dan fosa kranialis tengah. Serebrum terdiri atas 2 belahan (hemisfer) besar
sel saraf (substansi kelabu) dan serabut saraf (substansi putih).Lapisan luar substansi kelabu
disebut korteks. Kedua hemisfer otak itu dipisahkan celah yang dalam, tetapi bersatu kembali
pada bagian bawahnya melalui korpus kalosum , yaitu masasubstansi putih yang terdiri atas
serabut syaraf. Di sebelah bawahnya lagi terdapat kelompok-kelompok substansi kelabu atau
ganglia basalis.
Fungsi serebrum, Hal ini telah disinggung dalam berbagai hal yang telah
diuraikan di atas. Singkatnya adalah : Korteks serebri mengandung pusat-pusat lebih
tinggi yang berfungsi mengontrol mental, tingkah laku, pikiran, kesadaran, moral,
kemauan, kecerdasan, kemampuan berbicara, bahasa, dan beberapa perasaan khusus.

2
korteks serebri, persis sama seperti melipat sebuah benda yang justru memperpanjang
jarak sampai titik ujung yang sebenarnya. Berbagai daerah pada otak. Fisura-fisura
dan sulkus-sulkus membagi hemisfer otak menjadi beberapa daerah.Korteks serebri
bergulung-gulung dan terlipat secara tidak teratur, sehingga memungkinkan luas
permukaan substansi kelabu bertambah.Lekukan diantara gulungan-gulungan itu
disebut sulkus, dan sulkus yang paling dalam membentuk fisura longitudinal dan
lateralis. Fisura-fisura dan sulkus-sulkus ini membagi otak dalam beberapa daerah
atau “lobus” yang letaknya sesuai dengan tulang yang berada di atasnya, seperti lobus
frontalis, temporalis, parietalis, dan oksipitalis.
Fisura longitudinalis adalah celah dalam pada bidang medial yang membagi serebrum
menjadi hemisfer kanan dan kiri.Sekeping tipis dura mater yang disebut falks serebri
menyelipkan dirinya ke dalam fisura itu. Dengan cara yangsama sebagian kecil dura mater,
yang disebut falks serebeli, membagi serebelum menjadi hemisfer kanan dan kiri.
Sulkus lateralis, atau fisura silvius , memisahkan lobus temporalis dari lobus frontalis
(pada sebelah anterior) dan dari lobus parietalis pada sebelah posterior. Sulkus sentralis atau
fisura Rolando memisahkan lobus frontalis dari lobus parietalis.Lobus oksipitalis terletak di
belakang lobus parietalis dan bersandar pada tentorium serebeli, yaitu sebuah lipatan dura
mater yang memisahkan fosa kranialis tengah dan fosa kranialis posterior di bawahnya.
Korteks serebri terdiri atas banyak lapisan sel saraf yang merupakan substansi kelabu
serebrum. Korteks serebri ini tersusun dalam banyak gulungan-gulungan dan lipatan yang
tidak teratur, dan dengan demikian menambah daerah permukaan.
Substansi putih terletak agak lebih dalam dan terdiri atas serabut saraf milik sel-sel
pada korteks.Substansi putih pada hemisfer otak terdiri atas serabut saraf yang bergerak ke
dan dari korteks, dan menyambungkan berbagai “pusat” pada otak dengan sumsum tulang
belakang.
Korteks serebri dibagi menjadi beberapa daerah , sebagian memiliki fungsi motorik,
dan sebagian lagi memiliki fungsi sensorik.Daerah motorik terletak persis di depan sulkus
sentralis, dan memanjang terus hingga sulkus lateralis. Daerahmotoric korteks mengandung
sel-sel besar yang merupakan awal jalur motorik yang mengendalikan gerakan pada sisi lain
tubuh. Keseluruhan tubuh justru dilukiskan terbalik yaitu : berturut-turut dari atas ke bawah
adalah daerah motorik yang mengendalikan anggota badan bawah, badan, anggota badan atas,
leher, dan akhirnya kepala, seperti yang diperlihatkan dalam.
Pada orang-orang yang lazim menggunakan anggota badannya yang sebelah kanan,
Daerah Broca terletak pada sisi kiri hemisfer, sebaliknya pada orang-orang kidal, Daerah
Broca terletak pada sisi kanan hemisfer.
Korteks sensorik terletak persis di belakang sulkus sentralis.Di sini berbagai sifat
perasaan dirasakan dan lantas ditafsir.Daerah auditorik (pendengaran) terletak pada lobus
temporalis, persis di bawah fisura longitudinalis.Di sini kesan atas suara diterima dan
ditafsirkan.Daerah visual (penglihatan) terletak pada ujung lobus oksipitalis yang menerima
bayangan serta kesan-kesan untuk ditafsirkan. Pusat pengecapan dan penciuman terletak agak
di sebelah depan pada lobus temporalis.

3
Gambar 2.4.Daerah Fungsional Korteks Cerebral

(A) Area Motor yang Mengendalikan Otot Volunter (Hanya Belahan Otak Kiri yang Ditunjukkan).
(B) Daerah Sensorik yang BerkaitanDengan Kulit dan Indera Lainnya(Hanya Belahan Otak Kiri
Ditampilkan) (Sumber: Shier, Butler, and Lewis. 2010).

Penyakit atau kerusakan yang timbul setelah cedera atau yang menyusul kecelakaan
serebrovaskuler pada otak, tergantungdaerah dan neuron yang terserang: bisa menjadi
menyerang saraf motorik dan sensorik yang berjalan melalui kapsula interna dalam
perjalanannya ke dan dari otak.
Paralisa motorik jenis spastic, dengan gejala kaku otot dan reflex meninggi, merupakan
akibat dari neuron atas yang terkena cedera.Hemiplegia hanya dapat menyerang lengan dan
tungkai sebelah saja, sedangkan otot wajah, kepala, leher, dan badan-kendati badan kering
tidak terkena-mungkin terserang juga.
Paralisa sensorik sebagai akibat cedera pada jalur sensorik, Gerak reflex tidak normal
Ketidaknormalan ini melibatkan juga reflex organic pupil mata yang mengalami kontraksi
atau tidak dapat berkontraksi, reflex kandung kemih yang terserang mrnyrbabkan paralisa
sfingter, dan dinding kandung kemih mengalami retensi urin yang melebihi daya tampung
sehingga meluap; selain itu rectum dapat terserang juga dengan akibat adanya gangguan
reflex defekasi.
Karena hemisfer serebri juga merupakan bagian otak, tempat terdapat fungsi-fungsi
yang bernilai tinggi, seperti bicara, penglihatan, pengecapan, penciuman, dan ingatan,
kerusakan pada bagian ini akan menimbulkan banyak gejala.

4
 Perkembangan Anak Usia 10-12 Tahun
Masa usia 10-12 tahun ialah periode pertengahan pada anak-anak. Dalam periode ini
terjadi perkembangan fisik dan perkembangan regulasi sistem saraf terjadi pada periode ini.
Terdapat beberapa aspek yang terjadi pada periode ini:
a. Aspek Emosi
Periode usia 10-12 tahun disebut juga tahap anoperasional konkret dalam mengendalikan
dan mengontrol ekspresi emosi yang meliputi kemampuan untuk mengenali emosinya
sendiri, mengelola suasana hati, memotivasi diri sendiri, membangun dan
mempertahankan hubungan dengan orang lain.
b. Aspek Bahasa
Terdapat dua factor penting yang mempengaruhi perkembangan bahasa pada periode ini :
- Proses untuk berkata-kata.
- Proses belajar, yang berate bahwa anak yang telah matang untuk berbicara lalu
mempelajari bahasa orang lain dengan jalan meniru ucapan atau kata-kata yang
didengarnya. Keterampilan berkomunikasi dengan orang lain, menyatakan isi hatinya
(perasaan), memahami keterampilan mengolah informasi yang diterima, berfikir
(menyatakan gagasan atau pendapat), mengembangkan kepribadiannya, seperti
menyatakan sikap dan kenyakinan juga terjadi pada periode 10-12 tahun.
c. Aspek motoric
Seiring perkembangan fisiknya yang beranjak matang, maka perkembangan motorik
anak sudah dapat terkoordinasi dengan baik pada usia 10-12 tahun. Pada masa ini ditandai
dengan kelebihan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia ini
merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik
ini, seperti menulis, menggambar, melukis, mengetik (komputer), berenang, main bola,
dan atletik.
Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu factor penentu kelancaran
proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan maupun keterampilan. Oleh karenaitu,
perkembangan motorik sangat menunjang keberhasilan belajar peserta didik. Pada masa
usia sekolah dasar kematangan perkembangan motorik ini pada umumnya dicapainya,
karena itu mereka sudah siap menerima pelajaran keterampilan.
d. Aspek intelegensi
Pada usia 10-12 tahun anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau
melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau
kemampuan kognitif (membaca, menulis dan menghitung). Periode ini ditandai dengan
tiga kemampuan atau kecakapan baru, yaitu mengklasifikasikan (mengelompokkan),
menyusun, atau mengasosiasikan (menghubungkan atau menghitung) angka-angka atau
bilangan Di samping itu, pada masa ini anak sudah memiliki kemampuan memecahkan

5
masalah (problem solving) yang sederhana. Kemampuan intelektual pada masa ini sudah
cukup untuk menjadi dasar diberikannya berbagai kecakapan yang dapat
mengembangkan pola piker atau daya nalar.

2. Fisiologi
Terdapat perbedaan perkembangan dari anak hingga mencapai dewasa yang
dibedakan menurut teori Freud dan teori Erikson.

Tabel 2 Perkembangan fisiologis anak hingga dewasa

Dari table diatas dapat diketahui tahap-tahap perkembangan anak hingga dewasa, dan
jika dilihat dari periode 0 sampai 12 tahun merupakan periode kunci untuk meningkatkan
aspek kognitif, intelegensia, dan psikologis anak dengan memberikan pelatihan yang
berpengaruh terhadap semua aspek perkembangan anak sehingga diharapkan anak memiliki
life skill yang lebih baik.

6
B. Tinjauan Tentang Autism spectrum disorder
1. Definisi Autism spectrum disorder
Istilah autis pertama kali dikemukakan oleh Leo Kanner (1943) psikolog dari
Universitas John Hopkins. Ia memakai istilah autis yang secara sosial tidak mau bergaul dan
asyik tenggelam dengan kerutinan, anak-anak yang harus berjuang keras untuk bisa
menguasai bahasa lisan namun takjarang menyimpan bakat intelektual tinggi. Gejala autis
disebabkan beberapa factor yaitu genetik, infeksi virus rubella atau galo virus saat dalam
kandungan, factor makanan seperti makanan yang mengandung gluten dan kasein, gangguan
metabolik yang menyebabkan kelainan pada system limbik, kondisi ibu yang merokok pada
saat hamil, serta pencemaran terhadap logam berat terutama timbal.
Autis berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme yang berarti aliran.
Autisme berarti suatu paham yang tertarik hanya pada dunia sendiri. Autis diduga akibat
kerusakan saraf otak yang bisa muncul karena beberapa faktor, diantaranya: genetic dan
factor lingkungan. (Sari ID 2009).
Autisa dalah gangguan perkembangan yang mencakup bidang komunikasi, interaksi,
serta perilaku yang luas dan berat. Penyebabnya adalah gangguan pada perkembangan
susunan syaraf pusat yang menyebabkan terganggunya fungsi otak.
Autis bisa terjadi pada siapapun, tanpa ada perbedaan status sosial ekonomi,
pendidikan, golongan etnis, maupun bangsa (Indiarti MT 2007).
Menurut Handojo (2003), deteksi dini autis pada anak yang dianjurkan untuk
diwaspadai oleh para orang tua adalah anak usia 30 bulan belum bisa bicara untuk
komunikasi, hiperaktif dan acuh kepada orang tua dan orang lain, tidak bisa bermain dengan
teman sebayanya, ada perilaku aneh yang diulang-ulang.
Menurut Faisal Y (2003) dalam Hidayat (2004), autism terdiri dari tiga jenis:
a. Autisme persepsi
Autisme persepsi merupakan autisme yang timbul sebelum lahir dengan gejala
adanya rangsangan dari luar baik kecil maupun kuat yang dapat menimbulkan kecemasan.
b. Autisme reaktif
Autisme reaktif ditunjukkan dengan gejala berupa penderita membuat gerakan-
gerakan tertentu yang berulang-ulang dan kadang-kadang disertai kejang dan dapat
diamati pada anak usia 6-7 tahun. Anak memiliki sifat rapuh dan mudah terpengaruh oleh
dunia luar.
c. Autisme yang timbul kemudian
Jenis autism ini diketahui setelah anak agak besar dan akan mengalami kesulitan
dalam mengubah perilakunya kerena sudah melekat atau ditambah adanya pengalaman
yang baru.

7
2. Klasifikasi Autisme
Menurut Cohen & Bolton (1994) dalam Hadrian J (2008), autism dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan gejalanya. Klasifikasi ini dapat
diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale (CARS). Skala ini menilai derajat
kemampuan anak untuk berinteraksi dengan orang lain, melakukan imitasi, member respon
emosi, penggunaan tubuh dan objek, adaptasi terhadap perubahan, memberikan respon visual,
pendengaran, pengecap, penciuman dan sentuhan. Selain itu, Childhood Autism Rating Scale
juga menilai derajat kemampuan anak dalam perilaku takut/gelisah melakukan komunikasi
verbal dan non verbal, aktivitas, konsistensi respon intelektual serta penampilan menyeluruh.
Pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut:
a. Autis ringan
Pada kondisi ini, anak autis masih menunjukkan adanya kontak mata walaupun tidak
berlangsung lama. Anak autis ini dapat memberikan sedikit respon ketika dipanggil
namanya, menunjukkan ekspresi-ekspresi muka, dan dalam berkomunikasi secara dua
arah meskipun terjadinya hanya sesekali. Tindakan-tindakan yang dilakukan masih bisa
dikendalikan dan dikontrol dengan mudah. Karena biasanya perilaku ini dilakukan masih
sesekali saja, sehingga masih bisa dengan mudah untuk mengendalikannya.
b. Autis sedang
Pada kondisi ini, anak autis masih menunjukkan sedikit kontak mata, namun tidak
memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif atau hiperaktif,
menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang stereotipik cenderung agak sulit
untuk dikendalikan tetapi masih bisa dikendalikan.
c. Autis berat
Anak autis yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-tindakan yang
sangat tidak terkendali. Biasanya anak autis memukul-mukulkan kepalanya ketembok
secara berulang-ulang dan terus-menerus tanpa henti. Ketika orang tua berusaha
mencegah, namun anak tidak memberikan respon dan tetap melakukannya, bahkan dalam
kondisi berada dipelukan orang tuanya, anak autis tetap memukul-mukulkan kepalanya.
Anak baru berhenti setelah merasa kelelahan kemudian langsung tertidur. Kondisi yang
lainnya yaitu, anak terus berlarian didalam rumah sambal menabrakkan tubuhnya
kedinding tanpa henti hingga larut malam. Keringat sudah bercucuran di sekujur
tubuhnya, anak terlihat sudah sangat kelelahan dan tak berdaya. Tetapi masih terus berlari
sambal menangis. Seperti ingin berhenti, tapi tidak mampu karena semua diluar
kontrolnya. Hingga akhirnya anak terduduk dan tertidur kelelahan.
Menurut Handojo (2008) klasifikasi anak dengan kebutuhan khususnya(Special
Needs) adalah :
a. Autisme infantile atau autisme masa kanak-kanak

8
Tata laksana dalam pengenalan ciri-ciri anak autis diatas 5 tahun usia ini.
Perkembangan otak anak akan sangat melambat. Usia paling ideal adalah 2-3 tahun,
karena pada usia ini perkembangan otak anak berada pada tahap paling cepat.
b. Sindroma Aspeger
Sindroma Aspeger mirip dengan autisme infantile, dalam hal kurang interaksi sosial.
Tetapi mereka masih mampu berkomunikasi cukup baik.Anak sering memperlihatkan
perilakunya yang tidak wajar dan minat yang terbatas.
c. Attention Deficit Hiperactive Disorderatau (ADHD)
ADHD dapat diterjemahkan dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan hiper
aktivitas atau GPPH. Hiperaktivitas adalah perilaku motorik yang berlebihan.
d. Anak “Giftred”
Anak Giftred adalah anak dengan intelegensi yang mirip dengan intelegensi yang
super atau genius, namun memiliki gejala-gejala perilaku yang mirip dengan autisme.
Dengan intelegensi yang jauhdiatas normal, perilaku merek asering kali terkesan aneh.
Prasetyono (2008) berpendapat bahwa autis merupakan gangguan perkembangan
pervasive.

3. Etiologi Autisme
Penyebab autism adalah multifaktorial. Faktor genetic maupun lingkungan diduga
mempunyai peranan yang signifikan. Sebuah studi mengemukakan bahwa apabila 1 keluarga
memiliki 1 anak autis maka risiko untuk memiliki anak kedua dengan kelainan yang sama
mencapai 5%, risiko yang lebih besar dibandingkan dengan populasi umum. Di lain pihak,
lingkungan diduga pula berpengaruh karena ditemukan pada orang tua maupun anggota
keluarga lain dari penderita autis tidak menunjukkan kerusakan ringan dalam kemampuan
sosial dan komunikasi atau mempunyai kebiasaan yang repetitif. Akan tetapi penyebab secara
pasti belum dapat dibuktikan secara empiris.
Menurut Gayatri Pamoedji (2007) penyebab autis adalah gangguan perkembangan
pada anak yang disebabkan oleh gangguan pada fungsi susunan otak. Penyebab utama dari
gangguan ini hingga saat ini masih terus diselidiki oleh para ahli meskipun beberapa
penyebab seperti keracunan logam berat, genetik, vaksinasi, populasi, komplikasi sebelum
dan setelah melahirkan disebut-sebut memiliki andil dalam terjadinya autisme. Menurut Para
ahli penyebab autis dan diagnose medisnya adalah:
a. Konsumsi obat pada ibu menyusui
Obat migrain, seperti ergotamine obat ini mempunyai efek samping yang buruk pada
bayi dan mengurangi jumlah ASI.
b. Faktor Kandungan (Pranatal)

9
Kondisi kandungan juga dapat menyebabkan gejala autisme. Pemicu autism dalam
kandungan dapat disebabkan oleh virus yang menyerang pada trimester pertama. Yaitu
syndroma rubella.
c. Faktor Kelahiran
Bayi lahir dengan berat badan rendah, prematur, dan lama dalam kandungan
(lebihdari 9 bulan) beresiko mengidap autis. Selain itu bayi yang mengalami gagal napas
(hipoksa) saat lahir juga beresiko mengalami autis.
d. Peradangan dinding usus
Sejumlah anak penderita gangguan autis, umumnya, memiliki pencernaan buruk dan
ditemukan adanya peradangan usus. Peradangan tersebut diduga disebabkan oleh virus.
e. Faktor Genetika
Gejala autis pada anak disebabkan oleh factor turunan. Setidaknya telah ditemukan
dua puluh gen yang terkait dengan autisme. Akan tetapi, gejala autism baru bisa muncul
jika terjadi kombinasi banyak gen.
f. Keracunan logam berat
Kandungan logam berat penyebab autis karena adanya sekresi logam berat dari tubuh
terganggu secara genetis. Beberapa logam berat,seperti arsetik (As), antimony (Sb),
Cadmium (Cd), air raksa (Hg),dan timbale (Pb), adalah racun yang sangat kuat.
g. Faktor Makanan
Zat kimia yang terkandung dalam makanan sangat berbahaya untuk kandungan. Salah
satunya pestisida yang terpapar pada sayuran. Diketahui bahwa pestisida mengganggu
fungsi gen pada saraf pusat, menyebabkan anak autis.

4. Patofisiologi Autisme
Saat ini telah diketahui bahwa autis memerupakan suatu gangguan perkembangan,
yaitu suatu gangguan terhadap cara otak berkembang. Akibat perkembangan otak yang salah
maka jaringan otak tidak mampu mengatur pengamatan dan gerakan, belajar dan merasakan
serta fungsi-fungsi vital dalam tubuh. Penelitian post-mortem menunjukkan adanya
abnormalitas di daerah-daerah yang berbeda pada otak anak-anak dan orang dewasa
penyandang autisme yang berbeda-beda pula. Pada beberapa bagian dijumpai adanya
abnormalitas berupa substansia grisea yang walaupun volumenya sama seperti anak normal
tetapi mengandung lebih sedikit neuron. Kimia otak yang paling jelas dijumpai abnormal
kadarnya pada anak dengan autis adalah serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu sebagai
neurotransmiter yang bekerja sebagai pengantar sinyal di sel-selsaraf. Anak-anak penyandang
autism dijumpai 30-50% mempunyai kadar serotonin tinggi dalam darah. Perkembangan
norepinefrine (NE), dopamin (DA), dan 5-HT juga mengalami gangguan.

10
5. Gambaran Klinis Autisme
Biasanya tidak ada riwayat perkembangan yang jelas, tetapi jika dijumpai
abnormalitas tampak sebelum usia 3 tahun. Selalu dijumpai daya kualitatif dalam interaksi
sosialnya yang berupa tidak adanya apresiasi adekuat terhadap isyarat sosio emosional, yang
tampak sebagai kurangnya respon terhadap emosi orang lain dan atau kurang modulasi
terhadap perilaku dalam konteks sosial; buruk dalam menggunakan isyarat sosial dan lemah
dalam integrasi perilaku sosial, emosional dan komunikatif; dan khususnya, kurang respon
timbal balik sosio-emosional.
Selain itu juga terdapat hendaya kualitatif dalam komunikasi yang berupa kurangnya
penggunaan sosial dari kemampuan bahasa yang ada; hendaya dalam permainan imaginatif
dan imitasi sosial; buruknya keserasian dan kurangnya interaksi timbal balik dalam
percakapan; buruknya fleksibilitas dalam bahasa ekspresif dan relative kurang dalam
kreatifitas dan fantasi dalam proses pikir; kurangnya respon emosional terhadap ungkapan
verbal dan nonverbal orang lain; hendaya dalam meggunakan variasi irama atau tekanan
modulasi komunikatif; dan kurangnya isyarat tubuh untuk menekankan atau mengartikan
komunikasi lisan.
Kondisi ini juga ditandai oleh pola perilaku, minat dan kegiatan yang
terbatas,pengulangan dan stereotipik. Ini berupa kecenderungan untuk bersifat kaku dan rutin
dalam aspek kehidupan sehari-hari; ini biasanya berlaku untuk kegiatan baru atau kebiasaan
sehari-hari yang rutin dan pola bermain. Terutama sekali dalam masa dini anak, terdapat
kelekatan yang aneh terhadap benda yang tidak lembut. Anak dapat memaksakan suatu
kegiatan rutin seperti ritual dari kegiatan yang sepertinya tidak perlu; dapat menjadi preokuasi
yang stereotipik dengan perhatian pada tanggal, rute dan jadwal; sering terdapat stereotipik
motorik; sering menunjukkan perhatian yang khusus terhadap unsure sampingan dari benda
(seperti bau dan rasa); dan terdapat penolakan terhadap dari rutinitas atau tata ruang dari
kehidupan pribadi (perpindahan dari mebel atau hiasan dalam rumah).

C. Tinjauan Intervensi Fisioterapi


1. Metode Perceptual Motor Program
Metode perceptual motor program adalah metode yang memiliki tujuan untuk
meningkatkan ketrampilan motorik, mengembangkan ketrampilan persepsi dalam bentuk
dan meningkatkan keseimbangan sikap tubuh. Perceptual motor program yang memiliki
tujuan untuk mampu meningkatkan ketrampilan motorik dan mengembangkan
ketrampilan persepsi. Jadi sebelum proses persepsiter bentuk, terjadilah proses atensi atau
perhatian atau pemfokusan pada suatu hal. Proses atensi terbentuk karena seseorang
tersebut mendapatkan stimulus atau rangsangan yang diterima oleh organ indera yang

11
selanjutnya akan di organir dan diintegrasikan sehingga menimbulkan sebuah atensi.
Dimana atensi anak meningkat menggunakan modalitas Perceptual Motor Program yang
menggunakan media mainan untuk meningkatkan proses atensi kemudian setelah anak
tersebut focus atau atensi pada suatu hal meningkat, terbentuklah proses persepsi. Proses
persepsi terjadi karena adanya rangsangan melalui saraf sensoris yang kemudian
diteruskan kedalam otak dalam bentuk pola energy saraf (Keparthdalam Tiara, 2018).
2. Stimulasi Pada Wajah
Bertujuan untuk meningkatkan tonus otot melalui proprioseptif dan tactic. Tujuan
dari Teknik ini untuk meningkatkan reaksi anak serta untuk merangsang otot pada wajah.
3. Neuro Development Treatment (NDT)
Neuro Developmental Treatment (NDT) merupakan salah satu pendekatan yang
paling umum digunakan untuk intervensi anak-anak dengan gangguan perkembangan.
Pendekatan NDT berfokus pada normalisasi otot hypertonus atau hypotonus. Metode NDT
mempunyai beberapa tehnik, yaitu Inhibisi Key Point of Control, Fasilitasi, dan Stimulasi
Propriosepsi. (Uyanik and Kayihan, 2013). NDT telah menjadi intervensi yang digunakan
pada anak-anak cerebral palsy. Elemen kunci dari pendekatan ini adalah untuk memulihkan
gerakan normal melalui penghambatan tonus otot dan refleks dan postur abnormal. (Park and
Kim, 2017).
Konsep dasarnya adalah : (1) normal postur tone merupakan kualitas normal tonus
postural untuk mempertahankan posisi gaya berat selama beberapa waktu untuk memperoleh
gerakan yang lancar dan terkoordinasi. (2) reciprocal innervation yaitu keseimbangan dan
koordinasi antara grup otot agonis dan antagonis dan kerja sama grup sinergis agar terjadi
gerakan terarah,dengan tempo dan gradasi yang tepat halus serta bertujuan (3) adanya variasi
gerak mengarahkan ke kemampuan fungsional.Syarat agar normal postural refleks
mechanism dapat terjadi dengan baik yaitu : (1) righting reaction yang meliputi : labyrinthine
righting reaction, neck righting reaction ,body on body righting reaction, body on head
righting reaction dan optical reaction (2) equilibrium reaction, yang mempersiapkan dan
mempertahankan keseimbangan selama beraktifitas (3) protective reaction yang merupakan
gabungan antara righting reaction dan equilibrium reaction (Bobath Centre London,1996).
Neuro development treatment menganut dua prinsip, yaitu (1) normalisasi tonus otot
abnormal dan membawanya ke pola gerakan yang normal serta eksplorasi gerak (2) fasilitasi
pola gerakan yang normal dalam kehidupan sehari-hari (Bobath Centre London,1996).
Adapun teknik yang digunakan yaitu:
a. Inhibisi
Inhibisi merupakan suatu upaya untuk menghambat dan menurunkan Tonus otot.
Inhibisi dari postur yang abnormal dan tonus otot yang dinamis terdiri dari:

12
1) Inhibisi spastisitas leksor trunk
2) Inhibisi spastisitas Fleksor tungkai
3) Inhibisi fleksor hip dan fleksor knee
4) Inhibisi adductor dan endorotasi hip
5) Inhibisi plantar fleksor ankle
b. Fasilitasi
Fasilitasi merupakan upaya untuk mempermudah reaksi-reaksi automatic dan tekniknya
disebut Key Point of Control. Reaksi sikap dan gerak normal dengan fasilitasi terdiri atas:
1) Fasilitasi duduk dari posisi tengkurap
2) Fasilitasi kepala tegak
3) Fasilitasi badan tegak
4) Fasilitasi keseimbangan duduk
5) Fasilitasi merangkak dari duduk
6) Fasilitasi berlutut dari merangkak
7) Fasilitasi keseimbangan berlutut
8) Fasilitasi berdiri dan berlutut
9) Fasilitasi keseimbangan berdiri
10) Fasilitasi berjalan
c. Stimulasi
Stimulasi merupakan teknik untuk meningkatkan tonus otot melalui proprioseptif dan
tactic. Tujuan dari teknik ini untuk meningkatkan reaksi anak, memelihara posisi, dan
pola gerak yang dipengaruhi oleh gravitasi secara otomatis.
1) Tapping : Untuk grup otot antagonis dari otot yang spastic
2) Placcing dan Holding : Penempatan pegangan
3) Placcing Weight Bearing : Penumpuan berat badan
4. Reflek Menelan (Swallowing)
Dalam kasus Autism ada beberapa pasien yang masih belum bisa menelan air liurnya
sendiri. Seseorang yang memiliki reflex menelan lambat, biasanya akan berpengaruh pada
kemampuan makan dan perkembangan bicara. Apabila refleksnya tidak muncul, menandakan
adanya perkembangan yang lambat pada otak atau adak erusakan otak, missal ada trauma di
kepala Ketika lahir atau kondisi BBLR.
5. Electrical Stimulation
Electrical stimulation merupakan suatu cara penggunaan energy listrik guna
merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit. Arus yang digunakan adalah arus faradic,
adapun efek terapeutik dari arus faradic adalah sebagai berikut :
a. Fasilitasi kontraksi otot
b. Mendidik kembali fungsi kerja otot

13
c. Melatih otot yang paralysis
6. Terapi Perilaku (Behavior Theraphy)
Terapi perilaku yang dilakukan memiliki tujuan untuk menstimulasi perilaku tumbuh
kembang anak yang terhambat serta mengurangi perilaku-perilaku yang tidak wajar guna
menggantikannya dengan perilaku wajar sehingga dapat diterima oleh lingkungan terdekat
dan masyarakat. Terapi perilaku ini adalah titik awal bagi anak autis yang belum patuh
(belum bisa kontak mata dan duduk mandiri) karena program awal terapi perilaku adalah
melatih kepatuhan karena kepatuhan ini sangat dibutuhkan saat anak akan diberi stimulasi
terapi lainnya seperti fisioterapi, Speech Therapist (terapi wicara), terapi okupasi, karena
tanpa kepatuhan ini, terapi yang diikutiakan sulit untuk berhasil.
Pemeriksaan sensoris terdiri dari input dan output sense. Yang terdiri dari input sense
adalah visual, auditory, touch, smell dan taste. Sedangkan out sense adalah. Taktile,
propioseptive dan vestibular. Sensoris berawal dari sebuah persepsi yang ditimbulkan dari
proses motorik, dan tertanam pada otak dan dijadikan memory. Menurut Kephart pula
bahwametode perceptual motor program memiliki tujuan mengembangkan persepsi. Sehingga
dari pengembangan persepsi akan menimbulkan proses motorik yang menjadikan peningkatan
sensoris. Sensoris yang terdiri dari visual, auditory, touch, smell, taste, taktile, propioseptive
dan vestibular mempengaruhi proses kognitif anak (Pigaetdalam Tiara, 2018).
Proses kognitif merupakan bagian dari motor kontrol. Proses kognitif tersebut
memiliki tiga tahap yaitu input, proses dan output. Tahap input merupakan tahap dimana
banyak stimulasi atau rangsangan dari luar yang masuk kedalam reseptor – reseptor panca
indra, sedangkan sensorisn sangat berhubungan erat dengan panca indra.

14
BAB III
HASIL KEGIATAN (PENGAMATAN)

A. Identitas Pasien
Nama : An. I
Umur : 9 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki

B. History Taking
1. Keluhan utama : Belum bisa fleksi knee dari duduk ke berdiri dan berdiri ke duduk
2. Riwayat Perjalanan Penyakit :
 Prenatal : Ibu menderita penyakit campak saat memasuki usia kandungan 4 bulan
 Natal : Pasien lahir dalam usia kehamilan 9 bulan dan berat badan 2,3 kg dengan
proses persalinan normal.
 Postnatal : Pada saat anak lahir tidak menangis. Pada umur 1 tahun dilakukan CT
Scan dan ditemukan adanya microcephalus dan pada umur 3 tahun pasien baru bisa
duduk. Pasien berada di dalam incubator selama 3 bulan.
3. RPP
 Pasien lahir normal dan pasien dilahirkan dengan berat badan 2,3 kg
 Pasien saat lahir di incubator selama 3 bulan.
4. Riwayat Penyakit Sekarang : Sering terjadi epilepsy pada anak

C. Inspeksi/Observasi
1. Statis
a. Anak masuk ke ruangan fisioterapi dengan digendong oleh ibunya. .
b. Mata anak tampak tidak fokus dan memiliki masalah konsentrasi.
c. Dibeberapa situasi pasien tidak tenang saat berbaring
2. Dinamis
a. Anak belum mampu untuk mempertahankan posisi berdiri
b. Pada saat duduk pasien sering menghentak-hentakkan kaki.
c. Pada saat pasien berjalan masih dibantu atau harus memegang suatu tumpuan

D. Pemeriksaan/Pengukuran Fisioterapi
Fisioterapi memberikan rangsangan dengan melakukan goresan halus secara bergantian pada
keempat ekstremitas
1. Palpasi
a. Tonus : Hypertonus
b. Suhu : Normal

22
2. Tes Refleks
a. Reflex Fisiologis
1) Knee Pers Reflex (KPR) : Hyperreflex
2) Achilles Pers Reflex (APR) : Hyperreflex
3) Biceps Reflex : Hiperreflex
4) Trisep Reflex : Hiperreflex

a. Reflex Primiv
1) Reflex Moro : Negatif

2) Babinsky : Positif

3) Reflex Graps : Negatif

1. Tes Sensorik

a. Teknik
Fisioterapi memberikan rangsangan dengan melakukan goresan halus secara bergantian
pada keempat ekstremitas

b. Hasil
Anak merasa tidak nyaman dengan melihat mimik wajah dan suara yang dikeluarkan
serta sikap penolakan berupa menghindar dan memberi perlawanan.

4. Tes Koordinasi

a. Teknik
Fisioterapi meminta anak untuk menunjuk mulut, hidung, mata dan menyentuh kepala dan
menyentuh tangan fisioterapi dengan menggunakan tangannya.
b. Hasil
Anak tidak memberikan respond terkait arahan yang diberikan oleh fisioterapi

5. Test Keseimbangan

a. Teknik
Anak dalam posisi duduk atau berdiri kemudian diberi stimulasi berupa dorongan baik
kedepan, kebelakang maupun kesamping kiri dan kanan.

23
b. Hasil
Anak dapat mempertahankan posisi duduk namun tidak dapat mempertahankan posisi
berdiri.

6. Test 1 Relasi (hubungan) 4 Kognitif


Bagaimana anak berinteraksi dengan orang lain
a. dalam berbagai situasi Teknik
2 Imitasi (peniruan) 3 Anak diajak
Bagaimana anak menirukan kata atau suara dan berbicara
perilaku, apakah harus dengan dorongan paksaan dengan
atau sama sekali tidak pernah menirukan memberikan
beberapa
3 Respon emosional 3
pertanyaan
Bagaimana reaksi anak terhadap situasi yang
atau sekedar
menyenangkan atau tidak menyenangkan
memberi
4 Pengunaan badan atau tubuh baik untuk gerakan 3
sapaan kepada
Koordinasi maupun gerakan-gerakan lain yang
anak.
sesuai keadaan
5 Penggunaan benda-benda (objek) 2
b. Hasil
Minat anak terhadap mainan atau benda lain
Anak tidak
serta bagaimana anak menggunakannya
merespond
6 Adaptasi terhadap perubahan 3
pertanyaan
Kesulitan adaptasi terhadap perubahan hal-hal
atau sapaan yang
yang telah rutin atau berpola dan kesulitan
diberikan oleh
mengubah suatu aktivitas keaktivitas lain
fisioterapi
7 Respon visual 4
Pola-pola perhatian visual yang tidak lazim,
misalnya menghindari kontak mata
8 Respon mendengarkan 3
Perilaku mendengar yang tidak biasanya atau
7. (Chilhood Autism Rating
respon yang tidak lazim terhadap bunyi-bunyian
Scale)
termasuk reaksi anak terhadap suara orang dan
jenis-jenis suara lain
9 Respon, kecap, mencium (membau) dan raba 3
Bagimana respon anak terhadap rangsang bau,
kecap dan raba
10 Ketakukan dan kegelisahan 3
Rasa takut yang tidak wajar dan tidak semestinya
11 Komunikasi (verbal) 4
Perhatian anak dalam mengguanakan kata dan
cara bicara, amati pembendaraan kata, struktur
kalimat, volume dan urin suara
12 Komunikasi non verbal 3
Komunikasi dengan pengguanaan
Ekspresi mimic muka, sikap dan gerak tubuh
serta respon anak terhadap komunikasi non
verbal dengan orang lain
13 Derajat aktivitas 3
Seberapa banyak anak bergerak baik dalam
situasi yang dibatasi maupun yang tidak dibatasi,
apakah aktivitasnya berlebihan atau tampak lesu
14 Derajat dan konsistensi24remaja intelektual 3
perhataian bagaimana anak mengerti dan
menggunakan bahasa, angka dan konsep
15 Kesan umum 3
Total 47
Kriteria penafsiran :
Skor 12 s/d 25 : Bukan autism
Skor 30 s/d 35 : Autism ringan
Skor 40 s/d 50 : Autism sedang
Skor 55 s/d 60 : Autism berat

Skor : 47 (Autism sedang)

A. Problematik Fisioterapi

NO Komponen IFC Pemeriksaan/Pengukuran


Yang Membuktikan
1. Impairment

Keterbatasan gerak dorso Stretching


fleksi
Hiperrefleks tes Refleks
2. Activity Limitation
Kesulitan mempertahankan test koordinasi
posisi berdiri
3. Participation Restriction
Sulit bermain dengan Test kongnitif
teman sebayanya

B. Rencana Intervensi Fisioterapi

1. Tujuan Jangka Pendek

a. Memfasilitasi gerak anak agar dapat mempertahankan posisi berdiri .

b. Memfasilitasi anak agar dapat melangkah.

2. Tujuan Jangka Panjang

Memfasilitasi supaya kedepannya anak tersebut dapat hidup secara mandiri dan tidak
bergantung dengan orang lain serta dapat bermain dan bersekolah seperti teman
sebayanya.

C. Strategi Intervensi Fisioterapi

NO
Tujuan Intervensi
Problematik Fisioterapi Jenis
Intervensi

25
1. Impairment
a. Keterbatasan gerak Menambah lingkup Stetching
a. dorso fleksi gerak sendi Stretching
Menurunkan
b. Hyperreflex spasme otot

2. Activity Limitation

a a. Kesulitan Latihan Koodinasi Latihan


mempertahankan posisi Penguatan Otot-otot Koordinasi
berdiri pada pelvic Latihan
Keseimbangan
b. Kesulitan melangkah

3. Participation Restriction
Sulit bermain dengan teman Agar dapat Latihan
sebayanya memahami apa yang Kongnitif
dibicarakan

D. Prosedur Pelaksanaan Intervensi Fisioterapi

1. Stimulasi
Tujuan : untuk mengurangi hipersensasi
Teknik : pasien berbaring diatas matras, berikan stimulasi sentuhan benda dengan permukaan
kasar pada seluruh permukaan kulit.

2. TENS
Tujuan : Untuk penguatan otot quadriceps dan otot tibialis anterior
Time : 15 Menit

3. Latihan Duduk Berdiri di lingkaran busa


Tujuan : Untuk memfasilitasi posisi berdiri dan koreksi postur anak
Teknik :Anak di posisikan duduk di kursi, kemudian fisioterapis meminta anak untuk berdiri
sambil fisioterapis menginhibisi tungkai agar tidak bergerak dan mengontrol postur.
Time : 30 menit

4. Eye contact, yang bertujuan untuk mengetahui seberapa lama pasien dapat melakukan Eye contact
dengan orang sekitar

E. Edukasi dan Home Program

26
1. Edukasi
 Pasien diharapkan untuk tetap melakukan terapi ke fisioterapis.
 Keluarga pasien diharapkan selalu memberikan motivasi pasien untuk latihan setiap hari.

2. Home Program
Orang tua/ wali pasien dianjurkan untuk membantu latihan berdiri dan berjalan dirumah agar
pasien dapat terlatih, keluarga diharapkan memberikan support kepada anak.

F. Evaluasi Fisioterapi

Evaluasi
Intervensi
N Problematik Awal Akhir
Fisioterapi
o. Terapi Terapi
1. Kelemahan otot extremitas Massage bayi, Belum Sudah
bawah stabilisasi pelvic stimulasi dan mampu mulai
berjalan(NDT) berada paham akan
dalam pola dari
posisi duduk ke
berdiri, dan berdiri dan
berjalan/ berjalan
melangkah
2. Gangguan Keseimbangan Terapi (NDT), Belum Perlahan
Electrical mampu waktu
Stimulation berdiri berdiri
dalam semakin
waktu yang bertambah
lama.

27
BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
1. History Taking
Pemberian History Taking pada pasien bertujuan untuk menganalisa lebih jelas
tentang penyakit yang diderita oleh pasien dan dengan adanya history taking membuat
hubungan pasien dengan fisioterapis dapat terjalin dengan baik sehingga pada saat
penanganan dapat dengan mudah dilakukan

2. Inspeksi
Inspeksi yang dilakukan pada suatu pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati
keadaan pasien secara langsung. Inspeksi dibagi menjadi 2, yaitu inspeksi statis
(inspeksi pada saat diam atau tidak bergerak) dan inspeksi dinamis (inspeksi pada saat
bergerak).

3. Pemeriksaan/Pengukuran Fisioterapi
- Pemeriksaan yang digunakan adalah CARS (Chilhood Autism Rating Scale), yang
bertujuan untuk mengetahui termasuk jenis apakah autis pasien
- Pengukuran yang digunakan adalah Eye contact, yang bertujuan untuk mengetahui
seberapa lama pasien dapat melakukan Eye contact dengan orang sekitar

28
DAFTAR PUSTAKA

American Physical Therapy Asosiation; 2015, about Autism Spectrum


DisorderMoveForward.http://www.moveforwardpt.com/symptomsconditionsdetail.aspx?
cid=a6482e7565c6-4c1fbe36-5f4a847b2042

“Autism Spectrum Disorders (Pervasive Developmental Disorders)”, (2006). National Institute of


Mental Health (NIMH). Available:

https://www.nimh.nih.gov/health/topics/autism-spectrum-disorders-asd/index.shtml

https://www.choosept.com/symptomsconditionsdetail/physical-therapy-guide-to-autism-spectrum-
disorder

31
DOKUMENTASI

32

Anda mungkin juga menyukai