Anda di halaman 1dari 68

LAPORAN KASUS PROFESI FISIOTERAPI

MANAJEMEN FISIOTERAPI GANGGUAN TUMBUH KEMBANG (DELAY


DEVELOPMENT) AKIBAT CEREBRAL PALSY SPASTIC DIPLEGI E.C.
MIKROSEFALI DENGAN USIA TUMBANG 26 BULAN
DAN USIA KALENDER 3 TAHUN 9 BULAN

OLEH :

ANITA RAHAYU, S.Ft


R 024181033

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
HALAMAN PERSETUJUAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menerangkan bahwa mahasiswa berikut :

Nama : Anita Rahayu, S.Ft


NIM : R024181033

Adalah benar telah menyelesaikan telaah kasus dengan judul “Manajemen


Fisioterapi Gangguan Tumbuh Kembang (Delay Development) Akibat Cerebral
Palsy Spastic Diplegi e.c Mikrosefali Dengan Usia Tumbang 26 Bulan dan Usia
Kalender 3 Tahun 9 Bulan” pada bagian Pediatri Mother and Child RS Wahidin
Sudirohusodo dan telah mendiskusikannya dengan pembimbing.

Makassar, 24 Oktober 2019

Mengetahui,

Clinical Instructor Clinical Educator

(Tiwi Marannu, S.Ft, Physio) (Nahdiah Purnamasari, S.Ft, Physio, M.kes)

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan yang maha Esa atas berkat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus pada bagian pediatri RS Wahidin
Sudirohusodo. Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan stase.
Dengan ini perkenankan penulis dengan tulus hati dan rasa hormat menyampaikan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: Orang tua saya, Bapak
dan Ibu serta saudara-saudara yang telah memberikan doa dan motivasi kepada
penulisan laporan ini. Nahdiah Purnamasari, S.Ft., Physio, M.Kes., selaku Clinical
Educator yang telah banyak memberikan ilmu, waktu, serta tenaga dalam memberikan
bimbingan selama proses penyusunan laporan. Tiwi Marannu, S.Ft, Physio, selaku
Clinical Instructur pembimbing dan selaku penanggung jawab tempat stase telah banyak
memberikan ilmu, waktu, serta tenaga dalam memberikan bimbingan selama proses
stase di Moteher and Child RSWS. Amelia Latif, S.Ft., Physio, selaku kepala ruangan
Fisioterapi Mother and Child RSWS. Akhir kata semoga Laporan Kasus ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.
Demikianlah laporan kasus ini penulis buat, mohon maaf bila ada kesalahan
dalam kata dan penulisan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga
laporan kasus ini bermanfaat bagi kita semua.

Makassar, 24 Oktober 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................................ii
KATA PENGANTAR..................................................................................................iii
DAFTAR ISI................................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................vi
BAB I.............................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf Pusat.........................................................3
1.3 Konsep Pertumbuhan dan perkembangan..........................................................6
BAB II.........................................................................................................................12
2.1 Kerangka/ mind mapping teori.........................................................................12
2.2 Definisi.............................................................................................................13
2.3 Etiologi.............................................................................................................16
2.4 Epidemiologi....................................................................................................17
2.5 Patofisiologi......................................................................................................19
2.6 Manifestasi Klinis.............................................................................................20
2.7 Pemeriksaan dan Penegakan Diagnosis............................................................21
2.8 Diagnosa Banding.............................................................................................33
2.9 Penatalaksanaan Fisioterapi..............................................................................35
BAB III........................................................................................................................39
3.1 Identitas Pasien.................................................................................................39
3.2 Pemeriksaan Fisioterapi (CHARTS)................................................................39
3.3 Diagnosis Fisioterapi........................................................................................45
3.4 Problem Fisioterapi...........................................................................................45
3.5 Tujuan Penanganan Fisioterapi.........................................................................45
3.6 Intervensi Fisioterapi........................................................................................46
3.7 Evaluasi Fisioterapi..........................................................................................47
3.8 Home Program..................................................................................................47

iii
3.9 Modifikasi.........................................................................................................47
3.10Kemitraan.........................................................................................................48
3.11Dokumentasi.....................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................50
LAMPIRAN................................................................................................................52

iv
DAFTAR GAMBAR

1. Brain Steam ..............................................................................................2

2. Cerebellum ...............................................................................................3

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan saling terhubung satu sama lain, tetapi

sangatlah berbeda. Pertumbuhan merupakan peningkatan dalam ukuran anak yang

bisa nampak, seperti tinggi badan, berat badan dan lingkar kepala. Sedangkan

perkembangan meliputi peningkatan kemampuan dalam semua aspek kehidupan

anak. Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak usia dini salah satunya

adalah mengenai nutrisi dan gizi yang didapatkan anak baik saat masih dalam

kandungan maupun saat setelah lahir (Jatnika, R., 2017).

Selain itu masalah lain yang mempengaruhi tumbuh kembang adalah

pengecilan kepala pada anak (mikrosefalus) yang akan menyebabkan terjadinya

masalah pada otak sehingga akan menyebabkan terjadinya keterlambatan tumbuh

kembang, kelainan intelektual, masalah pada penglihatan dan pendengaran dan

epilepsy (World Health Organization, 2016). Keterlamabatan tumbuh kembang

atau disebut dengan Delay Development (DD) adalah suatu ketertinggalan secara

signifikan pada fisik, kemampuan kognitif, perilaku, emosi atau perkembangan

sosial seorang anak bila dibandingkan dengan anak normal seusianya. Seorang anak

dengan DD akan tertunda dalam mencapai satu atau lebih perkembangan

kemampuan (Apriyani, A.N., 2013).

Masalah tumbuh kembang anak yang sering di jumpai salah satunya adalah

delay development (DD) atau keterlambatan tumbuh kembang, Fisioterapi berperan

1
2

penting dalam meningkatkan kemampuan fungsional anak khususnya yang

mengalami keterlambatan tumbuh kembangnya Waspada, 2010). Salah satu

pendekatan yang telah di kembangkan untuk menangani kondisi tersebut adalah

dengan teknik Neuro Development Treatment (NDT) yang di temukan oleh Bobath

pada tahun 1966. Teknik tersebut adalah sebagai suatu teknik terapi yang tujuannya

untuk menangani gangguan system saraf pusat pada bayi dan anak-anak

menggunakan 3 metode yaitu, inhibisi, fasilitasi dan stimulasi.

Pada anak yang mengalami mikrosefali biasanya terdapat gangguan tumbuh

kembang. Kondisi perkembangan otak yang terhadap pada mikrosefali

menyebabkan penderitanya rentan mengalami gangguan lumpuh otak/cerebral

palsy. Selain itu anak dengan mikrosefali lebih beresiko untuk mengalami epilepsy,

gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran [ CITATION Jes19 \l 1033 ]

Cerebral Palsy (CP) yang dikenal sebagai gangguan yang berefek pada

gerakan dan postur. Cerebral palsy adalah gangguan pada otak yang bersifat non

progresif, gangguan ini dapat disebabkan oleh adanya lesi atau gangguan

perkembangan pada otak (Sheperd, 1995). Sedangkan menurut (Bobath, 1966)

cerebral palsy adalah akibat dari lesi atau gangguan pekembangan otak, bersifat

non-progresif dan terjadi akibat bayi lahir terlalu dini (premature). Defisit motorik

dapat ditemukan pada pola abnormal dari postur dan gerakan.


3

1.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf Pusat

Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang yang

dilindungi oleh os. cranium dan canal vertebra yang berfungsi untuk

menyelenggarakan kerjasama yang rapi dalam organisasi dan koordinasi kegiatan

tubuh (Maududi, 2012). Sistem saraf pusat terdiri atas:

a. Otak

Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak), terdiri atas semua bagian

sistem saraf pusat (SSP) diatas korda spinalis. Otak terdiri dari sel- sel otak yang

disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal sebagai glia, cairan

serebrospinal, dan pembuluh darah.

Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf pusat yang terdiri atas tiga

bagian yaitu:

1) Batang Otak (brainsteam) Brainstem berfungsi untuk mengatur seluruh

proses kehidupan yang mendasar yang terdiri atas otak tengah

(mesencephalon) yang menghubungkan pons yang terletak di superior dengan

medulla spinalis yang terletak di inferior, jembatan varol (pons) yang

menghubungkan alur sensoris dari medulla spinalis ke thalamus dan otak

kecil, dan medulla oblongata yang menghubungkan pons yang terletak di

superior dengan medulla spinalis yang terletak di inferior (Hayes, 2017).


4

Gambar 1 Brain Stem


Sumber: gurupendidikan.com, 2019
2) Otak kecil (cerebellum)

Cerebellum terletak di dalam fossa cranii posterior, mempunyai

hubungan dengan medulla oblongata melalui corpus restiforme, pons melalui

brachium pontis, dan mesencephalon melalui brachium conjunctivum.

Cerebellum terdiri dari 2 bagian utama yaitu Vermis Cerebelli yang

terletak di tengah dan Hemispherium Cerebelli pada bagian samping masing-

masing kiri dan kanan. Permukaan cerebrum dibentuk oleh cortex cerebelli

terdiri dari substansia grisea yang berbentuk lipatan-lipatan yang disebut

folia. Lapisan di sebelah profunda mengandung serabut-serabut berselubung

myelin disebut corpus medullare (Maududi, 2012).

Gambar 2 Cerebellum
Sumber : vectorstock, 2012
5

3) Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari

sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai

dengan sulkus (celah) dan girus (Untari, 2012). Cerebrum dibagi menjadi

beberapa lobus, yaitu:

a) Lobus frontalis

Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih

tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di

hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini mengandung pusat

pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik primer)

dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat

daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur

gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Untari,

2012).

b) Lobus temporalis

Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum

yang berjalan ke bawah dari fisura lateralis dan sebelah posterior dari

fisura parieto-oksipitalis (Sholiha, 2016). Lobus ini berfungsi untuk

mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dalam

pembentukan dan perkembangan emosi.

c) Lobus parietalis

Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di

gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran

(Untari, 2012).
6

d) Lobus oksipitalis

Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi

penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari

nervusopticus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf

lain dan memori (Untari, 2012)

e) Lobus limbic

Lobus limbic berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori

emosi dan bersama hypothalamus menimbulkan perubahan melalui

pengendalian atas susunan endokrin dan susunan otonom (Untari, 2012).

b. Medulla spinalis

Sumsum tulang belakang (medulla spinalis) merupakan lanjutan dari

medulla oblongata. Terletak di dalam 2/3 bagian cranial canalis vertebralis,

mulai dari C1 hingga L2. Ujung caudal medulla spinalis membentuk conus

medullaris dan ke arah cranial melanjutkan diri menjadi medulla oblongata. Di

dalam 1/3 bagian caudal canalis vertebralis terdapat kumpulan serabut nervus

spinalis yang membentuk cauda equina (Maududi, 2012).

1.3 Konsep Pertumbuhan dan perkembangan


Pertumbuhan dan perkembangan saling terhubung satu sama lain, tetapi

sangatlah berbeda. Pertumbuhan merupakan peningkatan dalam ukuran anak yang

bisa nampak, seperti tinggi badan, berat badan dan lingkar kepala. Sedangkan

perkembangan meliputi peningkatan kemampuan dalam semua aspek kehidupan

anak. Perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat

dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya perkembagan sistem neuromuscular,

kemampuan bicara, emosi, dan sosialisasi (Soetjiningsih, 2013).


7

Untuk menilai pertumbuhan anak dilakukan pengukuran antopometri, yang

meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan (panjang badan), lingkar kepala,

lingkar lengan atas dan lingkar dada. Pengukuran berat badan digunakan untuk

menilai hasil peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh,

pengukuran tinggi badan digunakan untuk menilai status perbaikan gizi disamping

faktor genetik, sedangkan pengukuran lingkar kepala dimaksudkan untuk menilai

pertumbuhan otak. Pertumbuhan otak kecil (mikrosefali) menunjukkan adanya

reterdasi mental, apabila otaknya besar (volume kepala meningkat) terjadi akibat

penyumbatan cairan serebrospinal. Pada umur 6 bulan lingkar kepala rata-rata

adalah 44 cm (Soetjiningsih, 2013).

Tahap perkembangan anak dapat dinilai melalui beberapa aspek seperti

tabel berikut ini :

Tabel 1.1. Tahapan Perkembangan Anak

Usia Motorik Kasar Motorik Halus Kemandiri Penyelesaian Sosial/ Emosi Bahasa
masalah
-an

1 bulan Chin up Tangan Mengisap Menatap Membedakan Suara


(tengkurap), mengepal dengan baik benda, suara ibu, berisik
memutar dekat wajah mengikuti Menangis
kepala wajah karena
(terlentang) kesusahan

Usia Motorik Kasar Motorik Halus Kemandiri Penyelesaian Sosial/ Emosi Bahasa
masalah
-an

2 bulan Chest up Mempertahan Membuka Mengikuti Tersenyum: Tersenyum


(tengkurap), kan mainan mulut saat benda-benda merespon
kepala tegak jika diletakkan melihat puting besar, suara dan
(duduk dengan di tangan, atau dot mengenali ibu senyum
bantuan) berpegangan
tangan
8

3 bulan Menggerakan Memeriksa Membawa Mengukuti/ Ekspresi jijik Terkekeh,


tangan/ lengan jari tangan ke menatap objek (rasa asam, Bersuara
saat mulut (telentang) suara nyaring), ketika
tengkurap, Secara visual berbicara
berguling mengikuti dengan
orang yang orang lain
bergerak
melintasi
ruangan

4 bulan Duduk dengan Memainkan Memegang Menatap gabar Senyum Tertawa


dukungan kanci sebentar pada di bulu lebih secara spontan keras,
trunk dipakaiannya dot lama pada bersuara
penglihatan / saat
suara yang sendirian
menyenangka
n, Berhenti
menangis pada
suara orang
tua

5 bulan Duduk dengan Menggenggam Mengunyah Memutar Mengenali Mengekspr


dukungan kubus, makanan yang kepala untuk pengasuh esikan
panggul, memindahkan dihaluskan mencari secara visual, kemarahan
meletakkan benda dari dengan gusi sendok yang Membentuk dengan
tangan di tangan- mulut- jatuh hubungan suara selain
depan saat tangan keterikatan menangis
jatuh, duduk dengan
dengan lengan pengasuh
menyangga
tubuh

6 bulan Duduk tanpa Memindahkan Memakan Merasakan Cemas pada Mendengar


sanggahan benda dari biskut sendiri, refleks orang asing kan, ,
(sebentar), satu tangan ke meletakkan sentuhan dan Tersenyum
mengangkatan tangan lain, botol/dot mengatakanny / bersuara
tangan dan mencapai dengan tangan a ke cermin
kaki saat benda dengan
tengkurap satu tangan
(pivots prone)
9

7 bulan Duduk tanpa Menggenggsm Menolak Mengamati Bermain Meningkat


dukungan, dengan makanan kubus yang dengan objek, kan variasi
meletakkan telapak tangan ketika ditangan, mendatangi suku kata
tangan dan ibujari kenyang menemukan orang tua
disamping objek yang ketika
untuk sebagian membutuhkan
keseimbangan tersembunyi bantuan

8 bulan Merangkak, Menyendok Memegang Mencari objek Terlibat dalam Mengataka


duduk/ setelah botol/ dot setelah jatuh di pemantauan n “Dada”
berlutut dicontohkan, sendiri lantai tatapan: orang (tidak
memegang dewasa spesifik),
gunting membuang m

Usia Motorik Kasar Motorik Halus Kemandiri Penyelesaian Sosial/ Emosi Bahasa
masalah
-an

muka dan menggoyan


anak gkan
mengikuti kepala saat
pandangan berkata
orang dewasa “tidak”
dengan mata
sendiri

9 bulan Berdiri dengan Memegang Menggigit Membunyikan Menggunakan Mengataka


pegangan kubus dengan dan bel suara untuk n “mama”,
semua jari menguyah menarik menirukan
kue perhatian, suara
Kecemasan
akan
perpisahan,
Mengikuti
sebuah poin,
"Oh,
lihatlah.",
Mengenali
orang yang
dikenal secara
visual

10 Memegang Menunjuk Minum Menemukan Pengalaman Mengataka


bulan benda dengan benda dengan sendiri mainan dibalik takut, Terlihat n “daa-daa”
dua tangan, jari telunjuk menggunakan kain, istimewa
berdiri dengan cangkir yang memasukkan ketika nama
satu tangan ada pegangan kubus kedalam dipanggil
dipegang, wadah
berjalan
dengan dua
10

tangan
dipegang

11 Memutar Melempar Berusaha Menemukan Memberikan Mengataka


bulan badan saat benda, memakai baju mainan di objek kepada n kata
duduk, mengaduk sendiri bawah benda, orang dewasa pertama,
memegang dengan sendok dengan melihat untuk tindakan Vokalisasi
benda dengan bantuan gambar dalam setelah ke lagu
satu tangan, buku demonstrasi
berdiri selama (biarkan orang
beberapa dewasa tahu
detik, berjalan dia
dengan satu membutuhkan
tangan bantuan)
dipegang

12 Berdiri dengan Memegang Melepas topi Membuka/ Menunjukkan menunjuk


bulan kaki terentang, crayon, mengangkat bahwa ia ingin untuk
berjalan tanpa mencoret tutup kotak mendapatkan mendapatk
pegangan setelah di mainan objek yang an objek
contohkan diinginkan yang
diinginkan,
Menggunak
an
beberapa
gerakan
dengan

Usia Motorik Kasar Motorik Halus Kemandiri Penyelesaian Sosial/ Emosi Bahasa
masalah
-an

menyuarak
an
(misalnya,
melambaik
an tangan,
menggapai)

13 Berjalan menumpuk Minum dari Mencapai Menunjukkan Menggunak


bulan dengan tangan dua kubus cangkir pengahalang keinginan an tiga kata
terentang dengan sedikit untuk untuk
tinggi tumpahan mendapatkan menyenangka
objek, n pengasuh,
membuka Bermain
bungkus soliter,
mainan Bermain
fungsional
11

14 Berjalan Meniru Memakai Mengeluarkan Mengeksplor Menamai


bulan dengan baik tulisan, kaos kaki dan manik-manik mainan secara satu objek
menumpuk sepatu sendiri, dari dalam sengaja untuk
tiga kubus mengunyah botol setelah coba-coba
dengan baik, dicontohkan
menempatkan
sendok ke
mulut dengan
baik

15 Merangkak Menumpuk Membuka Menunjukkan Menggunak


bulan naik tangga, lebih dari tiga Menggunakan halaman buku empati (orang an tiga
berlari dengan kubus, sendok lain menangis, hingga lima
kaki kaku , memasukkan dengan sedikit anak terlihat kata
memnajat manik-manik tumpahan, sedih), Peluk
furnitur kedalam botol berusaha orang dewasa
menyisir sebagai
rambut sendiri balasan

Sumber : Schraft, R.J., et al., 2016


12

BAB II

ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

2.1 Kerangka/ mind mapping teori

Etiologi
mikrosefali
Sindrom Aspirasi
Mekonium
Primer:
-Genetik Sekunder
-Kromosom

Kelainan
Kelainan
Herpes Sifilis jantung dst
paru-paru
kronik
Mikrosefali

Otak mengacil atau tidak


berkembang

Kelumpuhan
otak/cerebral palsy
13

2.2 Mikrosefali

Mikrosefali adalah suatu kondisi di mana bayi memiliki ukuran kepala

jauh lebih kecil dibandingkan dengan bayi lain pada usia dan jenis kelamin yang

sama. Ukuran kepala adalah ukuran penting untuk memantau pertumbuhan otak

anak. Tingkat keparahan mikrosefali berkisar dari ringan hingga berat.

Mikrosefali dapat hadir saat lahir (bawaan) atau dapat berkembang setelah lahir

(didapat) (WHO, 2018).

Diagnosis dini mikrosefali terkadang dapat dilakukan dengan USG janin.

Ultrasonografi memiliki kemungkinan diagnosis terbaik jika dilakukan pada

akhir trimester kedua, sekitar 28 minggu, atau pada trimester ketiga kehamilan.

Seringkali diagnosis dibuat saat lahir atau pada tahap selanjutnya (WHO, 2018).

Bayi harus diukur lingkar kepalanya dalam 24 jam pertama setelah lahir

dan dibandingkan dengan standar pertumbuhan WHO. Hasilnya akan ditafsirkan

dalam kaitannya dengan usia kehamilan bayi, dan juga berat dan panjang bayi.

Kasus-kasus yang dicurigai harus ditinjau oleh dokter anak, dilakukan


14

pemindaian otak, dan pengukuran lingkar kepalanya setiap bulan pada awal

masa bayi dan dibandingkan dengan standar pertumbuhan. Dokter juga harus

menguji penyebab mikrosefali yang diketahui (WHO, 2018).

Ada banyak penyebab potensial mikrosefali, tetapi seringkali penyebabnya

tetap tidak diketahui. Penyebab paling umum termasuk: infeksi selama

kehamilan: toksoplasmosis (disebabkan oleh parasit yang ditemukan pada

daging yang kurang matang), Campylobacter pylori, rubella, herpes, sifilis,

cytomegalovirus, HIV dan Zika; pajanan terhadap bahan kimia beracun, pajanan

ibu terhadap logam berat seperti arsenik dan merkuri, alkohol, radiasi, dan

merokok, cedera pra dan perinatal pada otak yang sedang berkembang (hipoksia-

iskemia, trauma); kelainan genetik seperti sindrom Down; dan malnutrisi berat

selama kehidupan janin (WHO, 2018).

Berdasarkan tinjauan sistematis literatur hingga 30 Mei 2016, WHO telah

menyimpulkan bahwa infeksi virus Zika selama kehamilan adalah penyebab

kelainan otak bawaan, termasuk mikrosefali; dan bahwa virus Zika adalah

pemicu sindrom Guillain-Barré (WHO, 2018).

Banyak bayi yang lahir dengan mikrosefali mungkin tidak menunjukkan

gejala lain saat lahir tetapi terus mengembangkan epilepsi, cerebral palsy,

ketidakmampuan belajar, gangguan pendengaran dan masalah penglihatan.

Dalam beberapa kasus, anak-anak dengan mikrosefali berkembang secara

normal (WHO, 2018).


15

Tidak ada pengobatan khusus untuk mikrosefali. Tim multidisiplin penting

untuk menilai dan merawat bayi dan anak-anak dengan mikrosefali. Intervensi

awal dengan stimulasi dan program bermain dapat menunjukkan dampak positif

pada pembangunan. Konseling dan dukungan keluarga untuk orang tua juga

sangat penting (WHO, 2018).

2.2 Definisi Cerebral Palsy

Cerebral palsy (CP) adalah kelainan perkembangan yang ditandai oleh

sekelompok gerakan dan gangguan postural yang terjadi sebagai akibat lesi di pusat

motor serebral dan salah satu alasan paling umum untuk kecacatan fisik masa kecil.

Meskipun lesi non-progresif, kelainan ini sangat mempengaruhi kehidupan anak

sejak dini dan dampaknya terhadap sistem muskuloskeletal berubah seiring dengan

pertumbuhan anak. Masalah yang muncul dapat mempengaruhi keterampilan hidup

sehari-hari anak dan perencanaan program pengobatan harus mendukung

pengembangan fungsi motorik dan tujuan untuk memfasilitasi partisipasi anak

dalam kegiatan dan adaptasi terhadap kehidupan sehari-hari (Lowing, dkk., 2009).

William Little, yang pertama kali mempublikasikan kelainan ini pada tahun

1843, menyebutkan dengan istilah Cerebral Diplegia, sebagai akibat dari

prematuritas atau asfiksia neonatorum. Pada waktu itu, kelainan ini dikenal sebagai

penyakit dari Little. Sigmund Freud menyebut kelainan ini dengan istilah Infantil

Cerebral Paralysis, sedangkan Sir William Osler pertama kali memperkenalkan

istilah Cerebral Palsy. Nama lainnya adalah Static Encephalopathies of Childhood

(Soetjiningsih. 2014).
16

Menurut (Dorlan, 2005) CP spastic diplegi adalah bersifat atau ditandai

dengan spasme, hipertonik, dengan demikian otot-otot kaku dan gerakan kaku.

Diplegi adalah paralisis yang menyertai kedua sisi tubuh, paralisis bilateral (Dorlan,

2005). Diplegia merupakan salah satu bentuk CP yang utamanya mengenai kedua

belah kaki (Dorlan, 2005). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa CP Spastik

Diplegi adalah suatu gangguan tumbuh kembang motorik anak yang disebabkan

karena adanya kerusakan pada otak yang terjadi pada periode sebelum, selama dan

sesudah kelahiran yang ditandai dengan kelemahan pada anggota gerak atas,

dengan karakteristik tonus postural otot yang tinggi terutama pada region trunk

bagian bawah menuju ekstremitas bawah. Pada CP spastic diplegi kadang-kadang

disertai dengan retardasi mental, kejang dan gambaran ataksia.

Mikrosefali adalah kasus malformasi congenital otak yang paling sering

dijumpai. Ukuran otak pada kasus ini relatife amat kecil, dan karena

pertumbuhannya terhenti maka ukuran tengkorak sebagai wadahnya pun juga kecil

(sebenarnya nama yang lebih tepat adalah mikroensefalus). Perbandingan berat otak

terhadap badan yang normal adalah 1 : 30, sedangkan pada kasus mikrosefalus,

perbandingannya dapat menjadi 1 : 100. Bila kasus bisa hidup sampai usia dewasa,

biasanya berat otaknya hanya kurang dari 900 gram (bahkan ada yang hanya 300

gram (Satyanegara, 1998).

2.3 Etiologi

Menurut Allen, (2012) Cerebral Palsy merupakan hasil dari kerusakan yang

terjadi pada otak, biasanya terjadi pada area motorik pada anak khususnya Ganglia
17

basalis dan atau Cerebellum. Kerusakan yang terjadi pada otak tersebut dapat

disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut

1. Faktor Pre-Natal

Kebanyakan kasus Cerebral Palsy dapat disebabkan oleh gangguan-

gangguan pada saat kehamilan biasanya karena penyakit bawaan dari ibu.

Adapun faktor-faktor pencetus berupa infeksi virus Herpes, adanya

Toxoplasmosis, Hyperthyroidism, Diabetes, Rh sensitization, malnutrisi selama

masa kehamilan, kejadian trauma yang menimpa sang ibu dan bayinya,

kelainan pertumbuhan bayi.

2. Trauma Kelahiran

Cerebral Palsy dapat terjadi akibat kekurangan oksigen yang dialami oleh

bayi pada saat kelahiran dikarenakan adanya “mechanical blockage” yang

menghambat proses kelahiran. Gangguan pernapasan dan trauma kepala juga

dapat meningkatkan resiko terjadinya kerusakan pada otak.

3. Faktor Post-Natal

Cerebral Palsy juga dapat terjadi setelah bayi tersebut lahir dengan

selamat namun dalam masa awal perkembangan dan pertumbuhannya, anak

tersebut mengalami trauma kepala yang biasanya disebabkan oleh kecelakaan

mobil atau suatu bentuk kekerasan pada anak “shaken baby syndrome”, infeksi

(Meningitis atau Encephalitis), gangguan pembuluh darah, pendarahan otak,

gangguan pertumbuhan otak.

Mikrosefali menyiratkan otak kecil, yang dapat mencerminkan pertumbuhan

otak kurang. Penyebab mikrosefali dapat dibagi menjadi primer dan sekunder.
18

Mikrosefal primer meliputi kondisi otak kecil karena tidak pernah terbentuk baik

karena genetik atau kelainan kromosom (Fenichel, 2009). Lingkar kepala kecil

sejak lahir dan seterusnya dengan pengecualian beberapa kelainan kromosom di

mana lingkar kepala mungkin normal saat lahir. Dalam mikrosefal sekunder

pertumbuhan otak normal akan tetapi terganggu oleh proses penyakit yang

diperoleh. Dalam kondisi ini lingkar kepala mungkin normal saat lahir, tetapi

kepala gagal tumbuh setelahnya (Menounou, 2011).

2.4 Epidemiologi

Di Negara Indonesia, cerebral palsy termasuk jenis kelainan yang mendapat

perhatian khusus karena termasuk dari delapan jenis kecacatan yang di data oleh

pemerintah. Sejak tahun 2007 data penyandang disabilitas di Indonesia

dikumpulkan melalui Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar). Berdasarkan hasil survei

Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) yang diselenggarakan oleh kementrian

kesehatan, prevalensi anak dengan cerebral palsy di Indonesia adalah 0,09% dari

jumlah anak berusia 24-59 bulan pada tahun 2013 (Buletin jendela data dan

informasi, 2014). Jumlah anak penderita palsi serebral dilaporkan meningkat 30

tahun terakhir dikarenakan semakin canggihnya teknologi di bidang

kegawatdaruratan neonatologi sehingga bayi prematur yang kritis bisa

terselamatkan. Namun bayi yang terselamatkan tersebut mengalami masalah

perkembangan saraf dan kerusakan neurologis.4 Angka kejadian palsi serebral

berkisar 1,2 -2,5 anak tiap 1000 anak usia sekolah dini, sedangkan untuk prevalensi

palsi serebral derajat sedang sampai berat mencapai 1,2 per 1000 anak usia 3

tahun.14 Sedangkan menurut data Riskesdas 2010, presentase untuk palsi serebral
19

pada anak usia 24-59 bulan yang memiliki kelainan/cacat di Indonesia sebesar 0,09

%.15 Menurut sumber lain, prevalensi di Indonesia mencapai 1-5 per 1000

kelahiran hidup[ CITATION Kem14 \l 1033 ].

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kaindl et al. (2010), insidensi

mikrosefali saat lahir adalah 1,3 dan 150 per 100.000 kelahiran hidup. Tingkat

kejadian penyakit tergantung pada jumlah populasi dan ambang batas yang menjadi

definisi dari mikrosefali. Insidensi dan prevalensi mikrosefali di dunia sangatlah

jarang, di Inggris angka kejadian mikrosefali tahun 2002 sebanyak 1,02 per 10000

kelahiran hidup, penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa sebanyak 2 neonatus

yang dapat lahir hidup dengan menderita mikrosefali, sebanyak satu kasus dengan

diagnosis prenatal mikrosefali yang mengalami abortus dan tidak ada yang lahir

mati dengan menderita mikrosefali. Angka kejadian mikrosefali di Amerika Serikat

pada tahun 2003 sebanyak 1 per 666.666 (0.00%) kelahiran hidup atau sekitar 407

orang menderita mikrosefali per tahunnya dan sebanyak 33 orang per bulan

menderita mikrosefali (Ashwal, 2009).

2.5 Patofisiologi

Cerebral Palsy terjadi karena adanya kerusakan pada sel-sel otak

yang berfungsi untuk mengontrol pergerakan otot. Ketika sel-sel tersebut mati,

maka tidak ada lagi impuls yang diteruskan ke sel otot. Ataupun hilangnya kontrol

pada otot dapat terlihat pada gejala-gejala yang terdapat pada penderita Cerebral

Palsy. Lesi otak pada suatu paralisis otak walaupun bersifat permanen tetapi tidak

progresif. Hilangnya fungsi neuron otak menyebabkan terjadinya pelepasan sistem

kontrol yang menyebabkan beban berlebihan dan disebut release phenomenon.


20

Gambaran lesi otak pada anak-anak dibagi berdasarkan luas dan lokasi

lesi, termasuk pada korteks motoris serebral, ganglia basalis atau serebelum

(Muliati, 2011).

Infeksi otak dapat mengakibatkan perlengketan meningen, sehingga terjadi

obstruksi ruangan subaraknoid dan timbul hidrosefalus. Perdarahan dalam otak

bisa meninggalkan rongga yang berhubungan dengan ventrikel. Trauma lahir

akan menimbulkan kompresi serebral atau perobekan sekunder. Trauma lahir

ini menimbulkan gejala yang irreversibel. Lesi irreversibel lainnya akibat trauma

adalah terjadi sikatriks pada sel-sel hipokampus yaitu pada kornu ammonis, yang

akan bisa mengakibatkan bangkitan epilepsi (Muliati, 2011).

CP spastic diplegi dari beberapa literature diasumsikan oleh karena adanya

haemorage dan periventricular leukomalacia pada area substansi alba yang

merupakan area terbesar dari kortek motor. Periventrium leukomalacia adalah

nekrosis dari substansi alba sekitar ventrikel akibat menurunnya kadar oksigen dan

arus darah pada otak yang biasanya terjadi pada spastic diplegi. Periventricular

leukomalacia sering terjadi bersamaan dengan lesi haemoragic dan potensi terjadi

selama apnoe pada bayi premature.

Mikrosefali adalah gangguan langka yang menyebabkan kepala bayi

mengecil atau tidak berkembang sempurna yang dapat terjadi saat bayi masih

dalam kandungan ibu atau dalam beberapa tahun pertama sejak kelahiran. Pada

kasus yang berat pertumbuhan otak akan berhenti sehingga mengakibatkan masalah

kesehaan yang lain yaitu kelumpuhan otak (cerebral palsy) dan

epilepsy[ CITATION Bre18 \l 1033 ]


21

2.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi dari gangguan motorik atau postur tubuh dapat berupa spastisitas,

rigiditas, ataksia, tremor, atonik / hipotonik, tidak adanya reflek primitif (pada fase

awal) atau reflek primitif yang menetap (pada fase lanjut), diskinesia (sulit

melakukan gerakan volunter). Kelainan fungsi motorik terdiri dari: spastisitas,

tonus postural yang berubah, koreoatetosis, ataxia, gangguan pendengaran,

gangguan berbicara, dan gangguan penglihatan.

Menurut Sherrill, 1984, ciri fisik yang sering ditemui adalah sebagai berikut:

1) Pada kasus ini Assymetrical Tonic Neck Reflex dan Moro Reflex atau ATNR

yang harusnya sudah hilang pada usia 6 bulan, masih ada.

2) Kepala dan leher cenderung ke arah ekstensi, hal ini dapat disebabkan oleh

gangguan visual.

3) Persendian bahu atau shoulder cederung ke arah abduksi disebabkan adanya

hipertonus.

4) Lengan bawah atau forearm akan cendurung ke arah pronasi.

5) Pergelangan tangan atau wrist seringkali dalam posisi fleksi, sedangkan jari-

jari tangan dalam posisi mengepal.

6) Sendi panggul atau hip cenderung dalam posisi adduksi, yang menyebabkan

tungkai dan kaki dalam posisi menggunting dan menyebabkan terjadinya

dislokasi hip. Dislokasi ini terjadi karena adanya gaya yang berlebih yang

menyebabkan sendi melampaui batas normal anatominya.

7) Sendi lutut atau knee akan cenderung dalam posisi semifleksi.


22

8) Ankle joint akan cenderung dalam posisi plantar fleksi, karena terjadi ketengan

dari tendong achilles.

9) Masalah keseimbangan, terjadi karenan adanya kerusakan pada cerebellum.

Anak dengan pola jalan menggunting akan rawan untuk jatuh ke depan.

10) Spastik sering berpengaruh pada otot-otot pernafasan.

11) Keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan.

Pada kebanyakan kasus Cerebral Plasy Spastic Quadriplegia, anak berguling

dan keduduk dengan flexi patron dan tanpa rotasi trunk

2.7 Pemeriksaan dan Penegakan Diagnosis

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pemeriksaan fisik pada anak dengan

CP spastik dapat ditemukan tanda-tanda :

Pemeriksaan terdiri dari:

1.1 Pemeriksaan Umum mencakup cara datang, normal, digendong, atau


menggunakan alat bantu, kesadaran, koperatif atau tidak, tensi,
pemeriksaan lingkar kepala, nadi, respirasi rate, status gizi, suhu
tubuh.

a. Kesadaran
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon
seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran
dibedakan menjadi :

1. Compos Mentis atau conscious, yaitu kesadaran normal, sadar


sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya.
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi berupa orang, tempat, waktu,
23

memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.


4. Somnolen atau Obtundasi, Letargi, yaitu kesadaran menurun,
respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran
dapat pulih bila dirangsang atau mudah dibangunkan tetapi jatuh
tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.

5. Stupor atau soporo koma, yaitu keadaan seperti tertidur lelap,


tetapi ada respon terhadap nyeri.

6. Coma atau comatos, yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada


respon terhadap rangsangan apapun atau tidak ada respon kornea
maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil
terhadapcahaya.
b. Tensi atau Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding
arteri. Tekanan sistolik adalah tekanan darah pada saat terjadi
kontraksi otot jantung. Sedangkan, tekanan diastolik adalah tekanan
darah yang digambarkan pada rentang di antara grafik denyut
jantung. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan
sistolik terhadap tekanan diastolik. Pengukuran tekanan darah pada
anak-anak dilakukan pada kasus-kasus tertentu.
Jumlah tekanan darah yang normal berdasarkan usia seseorang adalah :
- Bayi usia di bawah 1 bulan :
85/15 mmHg

- Usia 1 – 6 bulan : 90/60 mmHg


- Usia 6 – 12 bulan : 96/65 mmHg
- Usia 1 – 4 tahun : 99/65 mmHg
- Usia 4 – 6 tahun : 160/60 mmHg
- Usia 6 – 8 tahun : 185/60 mmHg
- Usia 8 – 10 tahun : 110/60 mmHg
(Pamela, 1993)

c. LingkaKepala

Mengukur lingkar kepala berfungsi untuk mengetahui


perkembangan otaknya. Meskipun ukuran lingkar kepala anak tidak
berpengaruh pada tingkat kecerdasannya, namun ukuran lingkar
kepala berkaitan dengan volume otaknya. Lingkar kepala anak akan
bertambah sesuai dengan usia dan juga diepngaruhi oleh jenis
kelamin.
Lingkar kepala pada anak laki-laki
25

Grafik lingkaran kepala anak laki-laki (berdasarkan Nelhaus


G. Pediatr. 41: 106; 1986) dalam Arif Mansjoer 2000.

Lingkar kepala pada anak perempuan

Grafik lingkaran kepala anak perempuan


(berdasarkan Nelhaus G. Pediatr. 41: 106;
1986) dalam Arif Mansjoer
2000.

d. Nadi
Mengetahui denyut nadi merupakan dasar untuk melakukan
latihan fisik yang benar dan terukur atau mengetahui seberapa keras
jantung bekerja. Pengukuran nadi dilakukan dengan durasi 1 menit.
Frekuensi denyut nadi normal:

Usia Denyut Nadi


1 minggu 100 – 140 kali/menit
2 – 8 minggu 90 – 130 kali/menit
3 – 12 bulan 90 – 130 kali/menit
1 – 6 tahun 75 – 115 kali/menit
26

7 – 12 tahun 70 – 80 kali/menit
(Pamela, 1993)
Pola nadi yang normal adalah detaknya berirama.

Pola nadi Deskripsi

Bradikardia Frekuensi nadi lambat.


Takikardia Frekuensi nadi meningkat, dalam keadaan tidak pada
ketakutan, menangis, aktivitas meningkat, atau demam
yang menunjukan penyakit jantung.
Aritmia Frekuensi nadi meningkat selama inspirasi, menurun
selama ekspirasi. Sinus Aritmia merupakan variasi
normal pada anak, khususnya selama tidur.

e. Respirasi Rate
Respirasi rate adalah jumlah seseorang mengambil napas per
menit. Tingkat respirasi biasanya diukur ketika seseorang dalam
posisi diam dan hanya melibatkan menghitung jumlah napas selama
satu menit dengan menghitung berapa kali dada meningkat.
Tabel respirasi rate normal pada anak

Usia Pernapasan
1 minggu 30 – 60 kali/menit
2 – 8 minggu 30 – 40 kali/menit
3 – 12 bulan 20 – 30 kali/menit
1 – 6 tahun 19 – 29 kali/menit
7 – 12 tahun 15 – 20 kali/menit
(Pamela, 1993)

f. Suhu Badan
27

Nilai hasil pemeriksaan suhu merupakan indikator untuk menilai


keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran panas. Nilai ini
akan menunjukkan peningkatan bila pengeluaran panas meningkat.
Kondisi demikian dapat juga disebabkan oleh vasodilatasi,
berkeringat, hiperventilasi dan lain-lain. Demikian sebaliknya, bila
pembentukan panas meningkat maka nilai suhu tubuh akan menurun.
Memeriksa suhu badan bias menggunakan punggung tangan. Afebris
berarti dalam batas normal, subfebris berarti demam yang tidak
tinggi atau saat dipalpasi terasa hangat, febris berarti demam.

g. Status Gizi
Status gizi anak dapat dilihat dari pemeriksaan turgor kulit,
konjungtiva mata, dan proporsi tubuh. Namun, untuk lebih
meyakinkannya lagi, dapat dihitung dari rumus:

Panjang badan = 80 + 5n
Berat badan = 8 + 2n

Dimana n adalah umur dalam tahun.


(Arif Mansjoer, 2000)

1.2 Pemeriksaan khusus Pemeriksaan


khusus terdiri dari:

1. Pengamatan Posisi
Pemeriksaan ini berfungsi untuk menilai ada tidaknya gerakan
ekstremitas abnormal, asimetris, posisi dan gerakan yang
abnormal. Pengamatan posisi dilakukan pada saat terlentang,
berguling, telungkup, merayap, ke duduk, duduk, merangkak, ke
berdiri, berdiri, dan berjalan. Pengamatan posisi anak dilakukan
28

sesuai dengan kemampuan anak. Setiap posisi memiliki


komponennya masing – masing.
a. Terlentang
Komponen yang dilihat:
1.) Gerakannya (aktif, simultan, kecenderungan posisi)
2.) Posisi kepala 3.) Posisi trunk (simetris atau tidak
simetris) 4.) Posisi shoulder 5.) Posisi elbow 6.) Posisi
wrist 7.) Posisi jari 8.) Posisi hip 9.) Posisi knee 10.)
Posisi ankle

b. Berguling
Komponen yang dilihat:
1.) Via (hip atau shoulder) 2.) Rotasi trunk (ada atau tidak)

c. Telungkup
Komponen yang dilihat:
1.) Head lifting 2.) Head control 3.) Forearm support 4.) Hand
support 5.) Posisi trunk 6.) Posisi hip 7.) Posisi knee 8.) Posisi
ankle

d. Merayap
Komponen yang dilihat:
1.) Head control 2.) Forearm support 3.) Rotasi trunk 4.)
Gerakannya simultan 5.) Trnsfer weight bearing

e. Duduk
Komponen yang dilihat:
1.) Head control 2.) Trunk control 3.) Hand support 4.) Weight
bearing 5.) Sitting balance 6.) Protective reaction

f. Ke duduk
29

Komponen yang dilihat:


1.) Posisi awal
2.) Proses3.) Head control 4.) Forearm support 5.) Hand support
6.) Fiksasi gerakan 7.) Transfer weight bearing

g. Merangkak
Komponen yang dilihat:
1.) Head control 2.) Weight bearing 3.) Rotasi trunk 4.) Transfer
wieght bearing 5.) Gerakannya simultan atau tidak

h. Berdiri
Komponen yang dilihat
1.) Head control 2.) Posisi shoulder 3.) Posisi elbow 4.) Posisi
wrist 5.) Posisi jari-jari 6.) Posisi trunk 7.) Trunk control 8.) Posisi
hip 9.) Posisi knee 10.) Posisi ankle 11.) Weight bearing 12.)
Standing balance

i. Ke berdiri
Komponen yang dilihat:

1.) Posisi awal 2.) Proses 3.) Head control4.)


Trunk control 5.) Weight bearing 6.) Transfer
weight bearing 7.) Pola ke berdiri

j. Berjalan
Komponen yang dilihat:
1.) Head control 2.) Trunk control 3.) Rotasi trunk4.) Transfer
weight bearing

2. Spastisitas
Spastisitas merupakan fungsi tonus yang meningkat tergantung pada
kecepatan gerakan. Merupakan gambaran lesi pada Upper Motor Neuron.
30

Membentuk ekstrimitas pada posisi ekstensi.Pengukuran spastisitas


dilakukan apabila ada kecurigaan kecenderungan posisi. Skala pengukuran
dapat menggunakan ashworth.
Skala Klinis Spastisitas (ASHWORTH)

1 : Tidak terdapat peningkatan tonus postural.


2 : Sedikit peningkatan tonus, terdapat tahanan minimal di akhir
Lingkup Gerak Sendi.
1+ : Sedikit peningkatan tonus, tahanan sedikit kurang dari
½ Lingkup Gerak Sendi.
3 : Peningkatan tonus lebih nyata hampir seluruh
Lingkup Gerak Sendi, namun masih bisa digerakkan
4 : Peningkatan tonus bermakna, sehingga gerakan pasif sulit
dilakuakan.

5 : Sendi dalam posisi fleksi atau ekstensi atau dalam satu posisi.
(Malene Wesselhoff, 2012)

3. Ankle Clonus
Bila terjadi rileks yang sangat hiperaktif, maka keadaaan ini disebut
klonus. Jika kaki dibuat dorsi fleksi dengan tiba-tiba, dapat mengakibatkan
dua atau tiga kali gerakan sebelum selesai pada posisi istirahat. Kadang-
kadang pada penyakit Sistem Saraf Pusat terdapat aktivitas ini dan kaki
tidak mampu istirahat di mana tendon menjadi longgar tetapi aktivitas
menjadi berulang-ulang.

4. Tightness
a. Pemeriksaan tightness pada m. hamstring
Posisi os : terlentang
Tatalaksana : fleksikan salah satu hip. Positif jika hip
31

pada sisi kontralateral terangkat.

b. Pemeriksaan tightness pada m. illiopsoas


Posisi os : telungkup
Tatalaksana : fleksikan kedua knee. Positif jika hip fleksi.

c. Pemeriksaan tightness tendon achilles


Posisi os : terlentang
Tatalaksana : dorsi fleksikan ankle. Positif jika
ankle sulit didosi fleksikan.

5. Pemeriksaan 7 Refleks
Merupakan salah satu komponen penentu prognosis berjalan.
Pemeriksaan 7 refleks dilakukan mulai usia 1 tahun hingga usia kurang
dari 7 tahun. Pemeriksaan 7 refleks meliputi (Pamela, 1993):
a. ATNR atau Asymetrical Tonic Reflex
Lokasi: brainstem Muncul saat usia 2bulan
Hilang saat usia 4bulan
Cara pemeriksaaan : anak terlentang dengan posisi kepala pada midline,
kemudian kepala dirotasikan ke salah satu sisi. Positif jika elbow dan
knee pada ipsilateral fleksi, dan pada sisi kontralateral: shoulder
abduksi, elbow ekstensi.

b. STNR atau Symetrical Tonic Neck Reflex


Lokasi :
brainstem Muncul saat usia : 4 sampai
6 bulan Hilang saat usia : 10 bulan
Cara pemeriksaaan : anak telungkup dipangkuan pemeriksa. Kemudian
kepala anak difleksikan atau diekstensikan. Positif jika saat kepala
difleksikan, maka kedua lengan fleksi dan tungkai ekstensi. Positif jika
saat kepala ekstensikan, maka kedua lengan ekstensi dan tungkai fleksi.

c. Neck Righting
Lokasi : Midbrain Muncul saat usia lahir
32

Hilang saat usia : 4 sampai 6 bulan


Cara pemeriksaaan : anak dalam posisi terlentang. Kemudian kepala
dirotasikan ke salah satu sisi. Positif jika tubuh berputar mengikuti
kepala, mulai dari shoulder, trunk, dan pelvis, serta anggota gerak
bawah.

d. Extensor Thrust
Lokasi : Spinal

Muncul saat usia: Baru lahir Hilang saat usia1sampai 2 bulan


Cara pemeriksaaan : knee anak dalam posisi fleksi. Kemudian telpak
kaki digores atau disentuh. Positif jika knee menjadi lurus.

e. Moro
Lokasi : Spinal

Muncul saat usia : Baru lahir Hilang


saat usia : 1 sampai 2 bulan
Cara pemeriksaaan : anak dalam posisi terlentang, kepala dan punggung
anak disangga tangan pemeriksa. Kemudian secara tiba-tiba jatuhkan
pegangan kepala anak tanpa ditekan. Positif jika ada reaksi seperti
terkejut, yaitu kedua elbow fleksi dengan forearm supinasi.

f. Parachute
Lokasi : Cortical

Muncul saat usia : 6 sampai 9 bulan


Hilang saat usia : tidak hilang atau sepanjang
usia Cara pemeriksaaan : anak diposisikan
seperti akan terjun,
handling pemeriksa pada bagian torakal, posisi kepala lebih rendah dari
kaki. Positif jika kedua lengan anak lurus, jari-jari tangan diekstensikan
seolah hendak mendarat, atau sering disebut handsupport.
33

g. Foot placement
Lokasi : Cortical

Muncul saat usia : Baru lahir


Cara pemeriksaaan : anak diposisikan berdiri,
handling pada axilla anak. Kemudian punggung tungkai anak
digoreskan pada meja. Positif jika kaki anak naik ke atas meja.

Penilaian 7 refleks:

ATNR (-) : 0
STNR (-) : 0
Neck righting ( - ) : 0
Extensor thrust ( - ) : 0
Moro (-) : 0
Paracute (+) : 0
Foot placement ( + ) : 0

Keterangan:
Jika skor 0, maka anak bisa berjalan.
Jika skor 1, maka anak bisa berjalan tanpa atau dengan
alat bantu.
Jika skor 2 atau lebih dari 2, maka prognosa berjalan jelek.
Untuk menetapkan diagnosis cerebral palsy , diperlukan beberapa kali
pemeriksaan. Terutama untuk kasus baru atau yang belum kita kenal, harus
dipastikan bahwa proses gangguan otak tersebut tidak progresif. Untuk itu,
diperukan anamnesis yang cermat dan pengamatan yang cukup, agar penyakit
atau sindrom lain yang mirip dengan cerebral palsy dapat disingkirkan.

Menurut Soetjiningsih (2016), manifestasi gangguan motorik atau postur


tubuh dapat berupa spastisitas, rigiditas, ataksia, tremor, atonik/hipotonik, tidak
adanya refleks primitif (pada fase awal) atau refleks primitif yang menetap (pada
34

fase lanjut), serta diskinesia (sulit melakukan gerakan volunter). Gejala-gejala


tersebut dapat timbul sendiri-sendiri atau merupakan kombinasi dari gejala-
gejala di atas.
Pada umumnya, diagnosis pada anak di bawah umur 6 bulan sulit
ditegakkan, karena pada umur di bawah 6 bulan, tidak banyak milestone
perkembangan yang bisa di nilai. Padahal, dengan diagnosis dini dan penanganan
yang dini pula, prognosisnya jauh lebih baik. Karena itu, untuk memudahkan
diagnosis, Levine membagi kelainan motorik pada cerebral palsy menjadi 6
kategori (dengan akronim POSTER) berikut:

Tabel 2.1. Kelainan motorik berdasarkan POSTER

Posturing/abnormal Penderita mengalami gangguan posisi tubuh


movements atau gangguan bergerak

Oropharyngeal problems Penderita mengalami gangguan oorofaring,


seperti gangguan menelan dan fokus di lidah

Strabismus Kedudukan bola mata penderita tidak sejajar

Tone Penderita mengalami kelainan tonus, seperti


hipertonus atau hipotonus

Evolutional maldevelopment Evolusi perkembangan penderita terganggu,


terdapat refleks primitif yang menetap, atau
refleks protective equilibrium gagal
berkembang

Refleks Terdapat peningkatan refleks tendon dalam


(deep tendon reflexes) atau menetapnya
refleks babinski
35

Diagnosis dapat ditegakkan, apabila minimal terdapat 4 kelainan pada 6 kategori

motorik di atas dan disertai oleh proses penyakit yang tidak progresif. Untuk

menganamnesis cerebral palsy , selain berdasarkan anamnesis yang teliti dan gejala-

gejala klinis, kalau perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lain, seperti:

1. Pemeriksaan mata dan pendengaran

2. Pemeriksaan serum antibodi terhadap TORCH dan HIV

3. Foto X-Ray, CT Scan atau MRI kepala

4. EEG, EMG, dan BERA

5. Analisis kromosom

6. Tes untuk mencari kemungkinan penyakit metabolik

7. Penilaian psikologik

8. Algoritma evaluasi cerebral palsy

2.8 Diagnosa Banding

Menurut Soetjiningsih (2016), ada beberapa diagnosis banding dari cerebral palsy

yaitu sebagai berikut:

1. Mental subnormal

Sukar membedakan akan cerebral palsy yang disertai retardasi mental dengan

anak yang hanya menderita retardasi mental. Kedua keadaan ini pada umumnya

saling menyertai. Karena itu, kalau ditemukan anak dengan retardasi mental,

harus dicari apakah ada tanda-tanda cerebral palsy , demikian pula sebaliknya.

2. Retardasi motorik terbatas


36

Sukar dibedakan cerebral palsy tipe diplagia ringan dan kelainan motorik

terbatas pada tungkai bawah.

3. Tahanan volunter terhadap gerakan pasif

Anak mungikin didiagnosis sebagai cerebral palsy tipe spastik, padahal

sebenarnya hanya menunjukkan tahanan pada gerakan pasif, biasanya pada

abduksi paha.

4. Kelainan persendian

Keterbatasan abduksi sendi paha dapat terjadi pada dislokasi kongenital.

Gerakan yang terbatas pada arthrogryposis multiplex congenital (AMC)

seringkali dikelirukan dengan cerebral palsy tipe spastik. Pada anak dengan

mental subnormal atau hipotonia berat yang tidur pada satu sisi, dapat terjadi

kontraktur otot yang mengakibatkan gerakan abduksi paha yang terbatas.

5. Penyakit-penyakit degeneratif pada susunan saraf

Penyakit-penyakit seperti lipoidosis, leukonsefalopati, penyakit Schilder

(ensefalitis periaxialis), dan multiple sklerosis sering dikelirukan sebagai

serebral palsy dengan penyebab pranatal. Toksoplasmosis dapat mengakibatkan

kejang-kejang atau spastisitas, sehingga sering mengaburkan penyebab

utamanya. PKU (phenyl ketonuria), walaupun jarang juga dapat menyebabkan

spastisitas.

6. Kelainan pada medula spinalis

Kelainan disini adalah diastematomieli, siringomieli dan disrafisme spinal.

Diastematomieli adalah kelainan kongenital pada medula spinalis yang

menyebabkan paresis progresif pada tungkai bawah. Siringomieli terjadi pada


37

anak yang agak besar, yang ditandi dengan adanya atrofi otot, arthropati,

kelemahan atau spastisitas dan terdapat gangguan pada rasa sakit. Kelainan

kongenital lain adalah tidak terbentuknya tulak sakrum, menyebabkan

kelemahan pada kaki dan disertai gangguan kontrol spingter. Spastis diplegia

atau monoplegia adalah sangat jarang, oleh kareba itu harus dicari gejala–gejala

lain pada ekstremitas atas.

7. Sindrom lain

Kleidokranial diastosis yaitu tidak terbentuknya 1/3 bagian medial klavikula,

kadang–kadang diikuti spastisitas dan mental subnormal. Platibasia dan

kelainan lain pada dasar kepala, kadang–kadang disertai leher yang pendek,

ataksia atau hipotonia.

2.9 Penatalaksanaan Fisioterapi

1. Neuromuskular tehnik

Terapi khusus yang dilakukan secara bersamaan terhadap gangguan fungsi

somatik dengan tujuan restorasi struktural dan normalisasi fungsi myofascio

articular yang mengalami disfungsi. Dalam melakukan assessment

mengandalkan ujung jemari terapis terhadap kelainan myofascial yang berada

pada organ seperti kulit.

2. Pasif ROM dan Aktif ROM

ROM Pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari orang

lain (perawat) atau alat mekanik. Fisioterapis melakukan gerakan persendian

klien sesuai dengan rentang gerak yang normal (klien pasif). Kekuatan otot 50

%. Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
38

persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya

fisioterapi mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. Sendi yang digerakkan

pada ROM pasif adalah seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas

yang terganggu dan klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri.

ROM Aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang (pasien) dengan

menggunakan energi sendiri. Fisioterapi memberikan motivasi, dan

membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendiri secara mandiri

sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif). Keuatan otot 75 %. Hal

ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara

menggunakan otot-ototnya secara aktif. Sendi yang digerakkan pada ROM aktif

adalah sendi di seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien

sendri secara aktif.

3. Stretching Exercise

Stretching Exercise adalah latihan yang dilakukan dengan tujuan untuk

mengulur otot agar lebih rileks (Kisner & Colby, 2012). Stretching adalah teknik

penguluran pada jaringan lunak yang bertujuan untuk menurunkan ketegangan

otot secara fisiologis sehingga otot lebih rileks dan meningkatkan lingkup gerak

sendi.

Fisioterapis memilih intervensi berdasarkan pola kompleksitas dan tigkat

keparahan dari problem. Fisioterapis memilih, mengaplikasikan atau memodifikasi satu

atau lebih prosdur intervensi berdasarkan pada tujuan akhir dan hasil yang diharapkan

yang telah dikembangkan terhadap pasien. Neuro Development Treatment (NDT)


39

merupakah salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengarahkan ke fungsi

motor sehari-hari yang relevan untuk anak-anak dengan gangguan pertumbuhan dan

perkembangan, seperti Cerebral palsy .

Konsep Neuro Development Treatment menekankan pada hubungan antara

normal postural reflex mechanism (mekanisme refleks untuk menjaga postural normal

sebagai dasar untuk melakukan gerak. Metode NDT ini memiliki teknik-teknik khusus

untuk mengatasi pola abnormal aktivitas tonus refleks (wahyono, 2009):

1. Inhibisi

Inhibisi di sini menggunakan Reflex Inhibiting Pattern (RIP) yang

bertujuan untuk menurunkan dan menghambat aktivitas refleks yang

abnormal dan reaksi asosiasi serta timbulnya tonu otot yang abnormal.

Sekuensis dalam terapi ini meliputi bagian tubuh dengan tingkat affected

terkecil didahulukan dan handling dimulai dari proximal.

2. Fasilitasi

Fasilitasi bertujuan untuk memperbaiki tonus postural, memelihara dan

mengembalikan kualitas tonus normal, serta untuk memudahkan gerakan-

gerakan yang disengaja (aktivitas sehari-hari).

3. Proprioceptive Stimulation

Merupakan upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot melalui

proprioseptive dan taktil. Berguna untuk meningkatkan reaksi pada anak,

memelihara posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi

secara otomatis.
40

4. Key Point of Control (KPoC)

Merupakan bagian tubuh(biasanya terletak di proksimal) yang digunakan

untuk handling normalisasi tonus mauapun menuntun gerak aktif yang

normal. Letak KPoC yang utama adalah kepala, bahu, dan panggul.

2.10 Kerangka/Mind Mapping Teknologi Fisioterapi

Modalitas Terpilih:
Gerakan Klinis yang muncul :  NMT
 Stretching excercise
 Gerakan kaku  PROMEX
 Otot Hipotonus  Stabilizing-balancing in
 Gangguan koordinasi dan sitting and standing
keseimbangan  Aproksimasi
 Positioning exercise
 ADL Exercise
Pemeriksaan Fisik

 Vital sign
 Lingkar kepala Keterlambatan lebih dari 1
aspek perkembangan dan
 Skala Asworth pertumbuhan
 Tes Sensorik
 Tes Reflex fisiologis
 Tes Reflex patologis
 Tes koordinasi dan
keseimbangan
 Tes kontrol motoric
 Tes POSTER
 Laboratorium
 CT Scan
BAB III

MANAJEMEN FISIOTERAPI

3.1 Identitas Pasien

Nama : An. M.R

JenisKelamin : Laki-Laki

Usia Kalender : 3 Tahun 9 Bulan

Alamat : Makassar

Agama : Islam

3.2 Pemeriksaan Fisioterapi (CHARTS)

C : Chief of Complain

Hiperekstensi pada kedua tungkai bawah dan kurangnya keseimbangan dan

koordinasi saat berjalan

H : History Taking

Ibu pasien saat mengandung rutin kontrol dan minum vitamin dari dokter. Ibu

memiliki riwayat hipertensi dan kolestrol serta asam urat sehingga ibu rutin

mengkonsumi obat hipertensi. Saat kehamilan diusia 7 bulan 2 minggu ibu

menjalani sesar dikarenakan preeklamsi sehingga masuk ruang icu sehari. Berat bayi

2,2 kg dan dirawat selama 3 minggu dan masuk incubator selama 2 minggu. Sejak

lahir bayi minum asi kurang lebih 2 minggu selebihnya minum susu formula. Ibu

39
40

merasa curiga dengan anaknya dan sadar kalau perkembangan anaknya tidak baik

saat usia anak 1 tahun 10 bulan padahal si anak tidak pernah jatuh, kejang, bahkan

melakukan imunisasi lengkap. Pasien sudah melakukan terapi kurang lebih 2 tahun,

saat awal datang ke fisioterapi anak hanya bisa duduk dan setelah menjalani terapi

ada perkembangan yaitu anak sudah bisa berjalan.

A : Asymmetric

a. Inspeks statis

1) Dapat mengangkat kepala dengan baik

2) Tampak lordosis

3) Coxae tampak kecil

4) Terlihat eversi pada ankle dekstra

5) Ekstremitas inferior bilateral : hiperekstensi pada kedua tungkai

b. Inspeksi dinamis

1) Anak datang dengan berjalan tanpa bantuan tetapi masih ada kelemahan di

tungkai dekstra

2) Terlihat eversi pada kaki kanan saat berjalan

3) Gait kontrol belum normal (pada fase mengayun)

c. PFGD

Ekstremitas Dextra Sinistra :

Dextra Aktif Pasif TIMT


Sinistra
41

Shoulder

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Fleksi DBN

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Ekstensi DBN

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Abduksi DBN

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Adduksi DBN

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Endorotasi DBN

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Eksorotasi Ada tahanan

Elbow

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Fleksi Ada tahaban

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Ekstensi DBN

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Supinasi DBN

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Pronasi DBN

Wrist
42

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Palmar fleksi DBN

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Dorsal fleksi DBN

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Ulnar DBN
deviasi

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Radial DBN
deviasi

Hip

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Fleksi DBN

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Ekstensi DBN

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Abduksi DBN

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Adduksi DBN

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Endorotasi DBN

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Eksorotasi DBN

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Knee DBN
43

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Fleksi DBN

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Ekstensi DBN

Ankle

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Plantar fleksi Ada tahanan

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Dorsal fleksi Ada tahanan

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Inversi DBN

Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Eversi Ada tahanan

d. Palpasi :

1) Suhu : normal

2) Kontur kulit : Adhesive pada area ankle

3) Oedem : (-)

4) Tenderness : (-)

e. Tes orientasi

Meraih barang menggunakan kedua tangan : Mampu

Finger to finger : kurang mampu

Heel to toe : Kurang mampu


44

Berdiri satu kaki : Kurang mampu

R : Restrictif

a. Limitasi ROM

: Full ROM namun ada tahanan di

beberapa Gerakan (flexi elbow, Inversi

dan dorso flexi ankle)


b. Limitasi ADL

: Terbatas pada ADL walking


c. Limitasi pekerjaan

: (-)
d. Limitasi rekreasi

: Terbatas (bermain)

T : Tissue Impairment

a. Musculotendinogen : Kelemahan pada m.quadriceps femoris, spasme

pada m.Gastrocnemius dan pemendekan pada tendon achiless

b. Osteoarthrogen : (-)

c. Neurogen : Brain atrofi lobus frontoparietal bilateral dan

Focal brain hipoplasia

d. Psikogen :-

S : Specific Test

1. Usia kalender : 26 bulan


45

Usia tumbuh kembang : 3 Tahun 9 Bulan

2. Vital sign

Nadi : 100 x/menit

Suhu : 36.6 c

Frekuensi nafas : 24 x/menit

Berat badan : 16 kg

Tinggi badan : 89 cm

3. Lingkar kepala : 49 cm

4. Skala Asworth

Hasil :1

IP : ada peningkatan sedikit tonus otot ditandai dengan terasanya

tahanan minimal pada akhir ROM

5. Tes sensorik (dermatom; kasar-halus, panas-dingin)

Hasil : Hipersensasi

IP : Terdapat indikasi gangguan fungsi sensorik

6. Refleks Fisiologi (Biceps, Achilles pes refleks, Knee pes refleks)

Hasil : Hiperrefleks

IP : Terdapat indikasi gangguan refleks (sistem saraf pusat)

7. Reflex patologis test

- reflex Moro : (-)

- reflex glabella : (-)

IP : normal

- reflex grasp (Hand dan feet) : (-)


46

- reflex Babinski : (-)

- reflex chaddock : (-)

IP: Tidak ada indikasi cedera traktus piramidalis atau upper motor

neuron lesi

8. Tes Koordinasi dan keseimbangan

Finger to finger

Heel to toe

Hasil : Tidak mampu

IP : Terdapat indikasi gangguan koordinasi dan keseimbangan

9. Tes Kontrol Motorik (Kepala, Badan, Tangan, dan Kaki)

Hasil : (kontrol kepala : baik, kontrol tangan : mampu, kontrol badan :

kurang mampu, kontrol kaki : mampu)

IP : Kontrol Motorik cukup baik

10. Tes Denver

Hasil :

- Motorik kasar : seusia 26 bulan

- Motorik halus : seusia 38 bulan

- Komunikasi/Berbicara : seusia 16 bulan

- Sosial dan kemandirian : seusia 26 bulan

11. POSTER

Postur : (-)

Orifaringeal : (+)

Strabismus : (+)
47

Tonus : (+)

Evolutional Mall Divalopment : (-)

Refleks : (+)

Hasil : nilai poster 4/6 poin

IP : terindikasi cerebral palsy

12. Bridging test

Hasil: Mampu namun tidak lama

13. CT Scan

Hasil : Mikrosepali

14. Laboratorium

Hasil : Transient Trombositopenia

3.3 Diagnosis Fisioterapi

Adapun diagnosis fisioterapi yang dapatditegakkandarihasil proses

pengukurandanpemeriksaantersebut, yaitu:

“Gangguan Tumbuh Kembang (Delay Development) Akibat Cerebral Palsy

Spastic Diplegi e.c mikrosefali Dengan Usia Tumbang 26 Bulan dan Usia Kalender

3 Tahun 9 Bulan”

3.4 Problem Fisioterapi

Adapun problem fisioterapi yang dapat diuraikan berdasarkan hasil proses

pengukuran dan pemeriksaan tersebut, yaitu:


48

a. Primer : Hiperekstensi tungkai bawah bilateral

b. Sekunder : Gangguan koordinasi dan keseimbangan

c. Kompleks : Limitasi ADL dan rekreasi (bermain)

3.5 Tujuan Penanganan Fisioterapi

Adapun tujuan penanganan fisioterapi yang dapat diuraikan berdasarkan hasil

proses pengukuran dan pemeriksaan tersebut, yaitu:

a. Tujuan jangka panjang:

1) Meningkatkan kemampuan ADL dan rekreasi

b. Tujuan jangka pendek:

1) Mengatasi hiperekstensi tungkai bawah bilateral

2) Mengurangi spastik pada Gerakan flexi elbow

3) Mengatasi gangguan koordinasi dan keseimbangan

3.6 Intervensi Fisioterapi


No. PROBLEM MODALITAS DOSIS
FISIOTERAPI FISIOTERAPI
1 Hiperekstensi Manual therapy F : 1x/hari
tugkai bawah I : 30x
dan pemendekan T : NMT
tendon achiles T : 2 menit
Exercise therapy F : 1x/hari
I : 15 hit 3 rep
T : stretching exercise
T : 1 menit
Exercise therapy F : 1x/hari
I : 8 hit 3 rep
T : PROMEX
T : 3 menit
2 Gangguan Exercise therapy F : 1x/hari
49

balancing dan I : 8 hit 3 rep


koordinasi T : Stabilizing-balancing dan
in sitting and standing
T : 3 menit
Manual Therapy F: 1x/hari
I: 8x 3 rep
T: Aproksimasi
T: 2 menit
Exercise therapy F : 1x/hari
I : 8 rep
T : Koordinasi Exc (meraih
dan menginjak barang)
T : 3 menit
3 Gangguan ADL Exercise therapy F : 1x/hari
dan rekreasi I : 8 hit 3x rep
T : Bridging exc
T : 3 menit

3.7 Evaluasi Fisioterapi

Adapun hasil evaluasi terhadap program fisioterapi yang telah diberikan

sebanyak 2 kali pertemuan pada klien tersebut, adalah sebagai berikut:

No Problem FT Parameter Setelah 2 kali intervensi Interpretasi


Sebelum Setelah
intervensi intervensi
1 Spastisitas Skala 1 1 Tidak terdapat
assworth penurunan
spastisitas
2 Limitasi ADL Inspeksi Mampu Mampu Tidak terdapat
(walking) peningkatan
ADL
50

3 Koordinasi dan Mengangkat 1 Kurang mampu Mampu Ada


balancing kaki dan peningkatan
finger to koordinasi dan
finger keseimbangan

3.8 Home Program

Orang tua diedukasi untuk melakukan stimulasi dengan rangsangan sentuhan

seperti yang telah diajarkan dan penguluran otot-otot serta selalu mengajak

komunikasi anak walaupun belum ada respon.

3.9 Modifikasi
Modifikasi program disesuaikan dengan hasil evaluasi yang didapatkan dari

perkembangan hasil terapi yang dicapai pasien. Modifikasi bisa berupa peningkatan

dosis atau modifikasi jenis latihan. Mengikuti perubahan patofisiologi dan hasil

evaluasi, dosis latihan dapat ditingkatkan jika kondisi makin membaik.


51

3.10 Kemitraan

Melakukan kolaborasi/kemitraan dalam rangka memberikan layanan prima

kepada pasien, di antaranya dengan dokter spesialis anak, dokter spesialis

neurologi, dan psikolog, , dokter spesialis radiologi, terapi wicara, okupasi terapi.

3.11 Dokumentasi
52
DAFTAR PUSTAKA
Allen, and Tina. 2012. Nurturing Touch for the Growing Child. Los Angeles:
LiddleKidz.

Apriyani, Anasta Nur. 2013. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi Delay


Development di Yayasan Pendidikan Anak Cacat Surakarta. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Aras, Djohan. 2013. Buku Ajar Proses dan Pengukuran Fisioterapi. Makassar: Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Ashwal S, Michelson D, Plawner L, Dobyns WB. 2009. Practice Parameter: Evaluation


of the Child with Microcephaly (an evidence-based review): Report of the Quality
Standards Subcommittee of the American Academy of Neurology and the
Practicw Committee of the Chid Neurology Society. Neurology; 73: 887-97.

Berhman RE, Kliegman RM, Arvin AM. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. ECG:
Jakarta

Bobath, K .1966. The Motor Defisit in Patient with Cerebral Palsy. William Heinemann
Medical Books Ltd, Philadelpia.

Brennan, D. (2018, Januari 9). WebMD. Retrieved September 11, 2019, from
http://www.webmd.com

Fenichel GM. 2001. Psychomotor retardation and regression. Dalam: Clinical


Pediatric Neurology: A signs and symptoms approach. Edisi ke-4.Philadelphia:
WB Saunders; .h.117–47

Hayes, C, Hardian, Hardian. 2017. Pengaruh BrainTraining Terhadap Tingkat


Inteligensia Pada Kelompok Usia Dewasa Muda. Semarang: Universitas
Diponegoro.

Jatnika, R. 2017. Faktor yang Mempengaruhi Pertmbuhan dan Perkembangan Anak


Usia Dini. Artikel.

Jessica, G. (2019, Juni 11). SehatQ. Retrieved September 10, 2019, from
http://www.sehatq.com

Kaindl, AM, Passemard S, Kumar P, Kraemer N, Issa L, Zwirner A, et al. 2010. Many
Roads Lead to Primary Autosomal Recessive Microcephaly. Prog Neurobiol.
90(3): 363-83.

50
51

Kementerian Kesehatan RI. (2014, Desember). Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia. Retrieved Oktober 23, 2019, from http://www.depkes.go.id

Kisner, C. & Colby, L.A. 2012. Therapeutic Exercise Foundations and Techniques. 6th
ed. Philadelphia: F.A Davis Company.P.A.

Lowıng K, Bexelıus A, Carlberg EB., 2009. Activity focused and goal directed therapy
for children with cerebral palsy – Do goals make a difference? Disability and
Rehabilitation; 31(22):1808-1816.

Maududi. 2012. Sistem Saraf. Jakarta: No Publication.

Menounou A. 2011. Head size: Is it important. Advances in Clinical Neuroscience and


Rehabilitation. 11(2):16-20.

Muliati. 2011. Gambaran Pemberian Terapi NDT pada Pasien CP berdasarkanLevel


Kemampuan Fungsional. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar: ProgramStudi S1
Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Satyanagara; Cacat Otak Bawaan Dalam Ilmu Bedah Syaraf, ed III, Jakarta, 1998,
Gramedia Pustaka Utama, 253-270.

Sheperd, B. R .1995.Phisioterapy for Pediatric. Third Edition, Facult of Health Science


The University of Sidney, Australia.

Soetjiningsih, 2014, Tumbuh Kembang Anak : Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak


Universitas Airlangga, Surabaya

Tecklin JS. 2015. Pediatic Physical Therapy. Wolter Kluwer: China

Untari, I. 2012. Kesehatan Otak Modal Dasar Hasilkan SDM Handal. Surakarta:
Stikespku

Waspada, E. 2010. FT Pediatri II Surakarta. Surakarta: Universitas Muhammadiyah


Surakarta

Willy, T. (2016, Oktober 22). Alodokter. Retrieved september 10, 2019, from
http:///www.alodokter.com
LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Denver II

Ket: : usia kalender tumbang

52
53

Lampiran 2. Skala Asworth

Skala Interpretasi
0 Tidak ada peningkatan tonus otot
Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan
1 terasanya tahanan minimal pada akhir ROM pada waktu
sendi digerakkan fleksi atau ekstensi
Adanya peningkatan sedikit tonus otot, ditandai adanya
pemberhentian gerakan dan diikuti adanya tahanan minimal
2
sepanjang sisa ROM, tetapi secara umum sendi mudah
digerakkan.
Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian
3
besar ROM, tapi sendi masih mudah digerakkan
Peningkatan tonus otot sangat nyata, gerak pasif sulit
4
dilakukan
Sendi atau ekstremitas kaku/rigid pada gerakan fleksi atau
5
ekstensi
54

Lampiran 3. Hasil MRI


55
56
57

Lampiran 4. Laboratorium

Anda mungkin juga menyukai