Anda di halaman 1dari 37

PENGARUH PERMAINAN CATUR TERHADAP PENINGKATAN

FUNGSI KOGNITIF LANSIA DENGAN DEMENSIA

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana


Keperawatan pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada Semarang

Oleh :

Sindy Septi Verawati


NIM. 1703057

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmatNya sehingga makalah ini dapat tersusun sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini tentang Proposal Penelitian Kuantitatif.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Metodologi
Penelitian guna agar proses perkuliahan berjalan dengan lancar.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat dukungan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Fery Agusman MM, M.Kep,Sp.Kom selaku ketua Yayasan


Stikes Karya Husada yang memberikan sarana dan prasarana di kampus
dan selaku dosen pembimbing saya yang memberikan bimbingan,
masukan kepada saya.
2. Ibu Ns. Eni Kusyati, M.Si.Med selaku dosen wali yang banyak
memberikan materi pendukung, masukan, bimbingan kepada saya.
3. Ibu Ns. Dwikustriyanti, M.Kep selaku dosen pengajar mata kuliah
Metodologi Penelitian
4. Ibu Ns. Yunani, M.Kep, Sp.MB selaku dosen pengajar mata kuliah
Metodologi Penelitian
5. Bapak Ns. Achmad Syaifudin, S.Kep, M.Kep selaku dosen pengajar mata
kuliah Metodologi Penelitian

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tatabahasanya. Oleh karena itu
saya sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca demi kempurnaan
makalah ini.
Semarang, Oktober 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 3
1.5 Originalitas Penelitian .............................................................................. 4
BAB II ..................................................................................................................... 7
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 7
A. Tinjauan Teori .............................................................................................. 7
1. Pengertian Demensia ................................................................................ 7
2. Penyebab Demensia ................................................................................. 7
3. Faktor Risiko Terjadinya Demensia ......................................................... 8
4. Patofisiologis Demensia Alzheimer ....................................................... 10
5. Klasifikasi Demensia .............................................................................. 11
6. Manifestasi Klinis Demensia.................................................................. 14
7. Tahapan Demensia ................................................................................. 15
8. Fungsi Kognitif....................................................................................... 16
9. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perkembangan Kognitif ................. 16
10. Aspek-Aspek Kognitif ........................................................................ 17
11. Kognitif Pada Lansia .......................................................................... 18
12. Tanda dan Gejala Gangguan Fungsi Kognitif .................................... 19
13. Permainan Catur ................................................................................. 19
B. Kerangka Teori........................................................................................... 21
C. Kerangka Konsep ....................................................................................... 22
D. Variabel Penelitian ..................................................................................... 22

iii
E. Hipotesa...................................................................................................... 22
BAB III ................................................................................................................. 23
METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 23
A. Jenis dan Desain Penelitian ........................................................................ 23
B. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................... 23
C. Definisi Operasional................................................................................... 23
D. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling..................................................... 24
E. Alat Pengumpulan Data ............................................................................. 25
F. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 26
G. Pengolahan Data......................................................................................... 28
H. Analisa Data ............................................................................................... 29
I. Etika Penelitian .......................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 31

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demensia Alzheimer adalah gangguan penurunan fisik otak yang
mempengaruhi emosi, daya ingat dan pengambilan keputusan dan biasa
disebut pikun. Kepikunan seringkali dianggap biasa dialami oleh lansia
sehingga Alzheimer seringkali tidak terdeteksi, padahal gejalanya dapat
dialami sejak usia muda (early on-set demensia) dan deteksi dini
membantu penderita dan keluarganya untuk dapat menghadapi pengaruh
psiko-sosial dari penyakit ini dengan lebih baik. Kepikunan agaknya
dianggap sebagai suatu hal yang lazim bagi masyarakat Indonesia pada
umumnya, sehingga penderita demensia tidak dapat terdeteksi sejak dini.

Penyakit Alzheimer paling sering ditemukan pada orang tua


berusia > 65 tahun, tetapi dapat juga menyerang orang yang berusia sekitar
40 tahun. Berikut adalah peningkatan persentase Penyakit Alzheimer
seiring dengan pertambahan usia, antara lain: 0,5% per tahun pada usia 69
tahun, 1% per tahun pada usia 70-74 tahun, 2% per tahun pada usia 75-79
tahun, 3% per tahun pada usia 80-84 tahun, dan 8% per tahun pada usia >
85 tahun.

Angka kejadian demensia di dunia cukup tinggi. Pada tahun 2015


terdapat sekitar 46,8 juta orang di seluruh dunia hidup dengan demensia
kemudian meningkat hingga 50 juta orang pada tahun 2018 (Patterson,
2018). Angka ini diperkirakan akan meningkat hampir 4 kali pada tahun
2050. Hal tersebut berkaitan dengan lebih tingginya harapan hidup pada
masyarakat di negara maju, sehingga populasi penduduk lanjut usia juga
bertambah. Indonesia sebagai negara berkembang dengan jumlah
penduduk terbanyak ke-4 di dunia. Dampak keberhasilan pembangunan
kesehatan antara lain terjadinya penurunan angka kelahiran, angka
kesakitan dan angka kematian serta peningkatan angka harapan hidup

1
penduduk Indonesia. Di Indonesia, usia harapan hidup meningkat dari 68,6
tahun (2004) meningkat menjadi 72 tahun (2015).

Sebagian besar peningkatan jumlah penderita demensia berada di


negara-negara berpenghasilan rendah hingga menengah. Pada tahun 2015,
jumlah lansia demensia di wilayah Asia Pasifik berjumlah sekitar
23.279.000 jiwa (Alzheimer’s Disease International, 2014). Untuk
Indonesia, berdasarkan data dari Alzheimer’s Disease International (2014),
jumlah penderita demensia yang terdata di Indonesia adalah sebanyak
1.033.000 orang atau sekitar 0,4% dari total seluruh penduduk di
Indonesia pada tahun tersebut. Jumlah tersebut menempatkan Indonesia
pada posisi ke-4 (setelah Cina, India, dan Jepang) dengan jumlah penderita
demensia terbanyak di wilayah Asia-Pasifik.

Demensia berkembang secara bertahap dan membuat penderitanya


harus mampu beradaptasi dengan perubahan yang dialaminya. Secara
umum tanda dan gejala lansia yang mengalami demensia yaitu kehilangan
memori yang memengaruhi kemampuan sehari-hari; kesulitan melakukan
tugas sehari-hari; masalah dengan bahasa; disorientasi dalam ruang dan
waktu; gangguan dalam pengambilan keputusan; bermasalah pada
pemikiran abstrak; lupa tempat menyimpan barang; perubahan alam
perasaan dan perilaku; perubahan personality; serta kehilangan inisiatif
(Jeffrey Model Foundation, 2014).
Pada lansia dengan demensia ditemukan adanya kerusakan pada
bagian otak yaitu terdapat kematian sel sel di dalam otak dan kekurangan
suplai darah di otak. Kerusakan di dalam otak tersebut dapat
mengakibatkan gangguan kerja otak pada lansia (Dyah Nastiti,
2015).Kemunduran kognitif pada demensia biasanya diawali dengan
kemunduran memori/ daya ingat (pelupa). Bila lansia mengalami demensia
atau kepikunan, hal itu merupakan proses menua sehingga sering dianggap
sebagai hal yang wajar. Demensia apabila tidak segera ditangani akan
menimbulkan dampak buruk bagi lansia, diantaranya akan terjadi

2
perubahan perilaku pada penderita seperti, melupakan dirinya, memusuhi
orang-orang sekitar, dan pada lansia biasanya akan mengalami keluyuran
sendiri sehingga akan mudah hilang karena tidak ingat akan arah jalan
pulang (Dyah Nastiti, 2015).

1.2 Rumusan Masalah


Dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah apakah ada pengruh
perminan catur terhadap peningkatan fungsi kognitif lansia?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi pengaruh


permainan catur terhadap peningkatan fungsi kognitif lansia dengan
demensia

Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan fungsi kognitif lansia dengan demensia sebelum


dilakukan permainan catur.
b. Mendeskripsikan fungsi kognitif lansia dengan demensia setelah
dilakukan permainan catur.
c. Menganalisis pengaruh permainan catur terhadap fungsi kognitif lansia
dengan demensia.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi masyarakat
Hasil penelitian diharapkan supaya memberikan informasi pada
masyarakat khususnya lansia dengan demensia tentang pengaruh
permainan catur untuk peningkatan fungsi kognitif mereka.
2. Bagi institusi Stikes Karya Husada Semarang
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi
pembelajaran, khususnya mengenai permainan catur pada lansia serta
menjadikan acuan penelitian.
3. Bagi tempat penelitian

3
Hasil penelitian diharapkan supaya dapat memberikan informasi pada
warga tentang permainan catur untuk peningkatan kognitif lansia.
4. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan supaya dapat meningkatkan wawasan
peneliti mengenai pengaruh permainan catur untuk peningkatan
kognitif lansia sehingga menjadi bekal bagi peneliti.

1.5 Originalitas Penelitian


Tabel 1.1 Originalitas Penelitian

Nama
Peneliti, Judul Penelitian Metode Hasil Perbedaan
Tahun
Emilyani, Pengaruh Life - Quasy Eksperiment Ho ditolak dan Ha Penelitian dahulu :
Desty, Review Therapy dengan rancangan diterima yang artinya variabel dependen
Awan terhadap penelitian “One Group bahwa ada pengaruh kemampuan kognitive
Dramawan, Kemampuan Pre Test-Post Test. Life Review Therapy lansia, variabel
2019 Kognitif Lansia - Populasi sebanyak 10 terhadap tingkat independen Life Review
Demensia di Orang. Sampel diambil kemampuan kognitif Therapy.
PTSW menggunakan tehnik total (intelektual) lansia
Puspakarma sampling. dengan demensia di Penelitian sekarang :
Mataram - Pengumpulan data teknik PSTW “Puspakarma” variabel independen
studi dokumentasi, Mataram. permainan catur,
wawancara dan observasi. sedangkan variabel
- Instrumen : kuesioner dependen peningkatan
MMSE. kognitif lansia
- Variabel dependen
kemampuan kognitive
lansia, variabel
independen Life Review
Therapy.
- Analisa data uji statistik t-
test dengan signifikan
level 0,05 (5%).
Hatmanti, Senam Lansia - Desain pra eksperimental Hasil penelitian senam Penelitian dahulu :
Nety dan Terapi dengan desain one group lansia dan terapi Desain pra eksperimental,
Mawarda, Puzzle Terhadap pra post tes puzzle terhadap teknik pengambilan
Ana Yunita, Demensia Pada - Populasi seluruh lansia 91 demensia didapatkan sampel probability
2019 Lansia lansia. Sampel didapatkan nilai ρ = 0,015, berarti Sampling dengan jenis
35 responden. ρ <ɑ maka Ho ditolak simple random sampling.
- Tehnik pengambilan artinya ada pengaruh
sampel menggunakan senam lansia dan Penelitian sekarang :
probability Sampling terapi Desain quasi
dengan jenis simple puzzle terhadap eksperimental, teknik
random sampling. demensia pada lansia. pengambilan sampel
- Variabel dalam penelitian Nonprobability Sampling
ini adalah senam lansia, dengan jenis purposive
terapi puzzle dan sampling.
demensia.
- Instrumen : lembar

4
kuisioner yaitu MMSE.
- Data dianalisis dengan uji
statistik T-test.
Andari, Perbedaan - Metode penelitian Hasil analisis data Penelitian dahulu :
Fatsiwi Efektivitas experiment, yaitu Quasi penelitian Teknik total sampling
Nunik, dkk, Senam Otak experiment with pre and menunjukkan dan metode consecutive
2018 terhadap posttest design. bahwa ada perbedaan sampling
Peningkatan - Populasi 35 orang fungsi kognitif antara
Fungsi Kognitif menggunakan tehnik total lansia laki-laki dan Penelitian sekarang :
Antara Lansia sampling dan metode perempuan sesudah Teknik pengambilan
Laki-laki dan consecutive sampling diberikan intervensi sampel Nonprobability
Perempuan didpaat sampel 30 orang senam otak dengan P Sampling dengan jenis
- Instrumen yang digunakan value = 0,025. purposive sampling.
The Short Portable Mental Disimpulkan bahwa
Status Questionnaire ada perbedaan
(SPMSQ). efektivitas senam otak
- Uji t independen terhadap peningkatan
fungsi kognitif antara
lansia aki-laki dan
perempuan. Senam
otak lebih efektif
untuk peningkatan
fungsi kognitif pada
lansia laki-laki.

Wildan Pengaruh Chess - Desain quasy - Hasil pengkajian Penelitian dahulu :


AWL, dkk, Game eksperimental. MoCA skor pikiran Teknik pengambilan
2016 (Permainan - Populasi lansia dengan nyaman (kognitif) sampel multi stage
Catur) terhadap demensia di Lamongan. pada kelompok random sampling
Pikiran Nyaman - Responden dalam kontrol sebelumnya
(Kognitif) pada penelitian ini 20 orang, 20,1 dan setelah 20,0 Penelitian sekarang :
Lansia Demensia melalui multi stage random dengan selisih -0,1, Teknik pengambilan
sampling. - Rerata skor pikiran sampel Nonprobability
- Data dikumpulkan nyaman (kognitif) Sampling dengan jenis
menggunakan Montreal pada kelompok purposive sampling.
Cognitive Assesment perlakuan sebelum
kuesioner dan dianalisis dilakukan
menggunakan Paired T- intervensi chess
Test dan Independent T- game (permainan
Test dengan tingkat catur) yaitu 20,3
signifikansi α ≤ 0,05. dan setelah
dilakukan
intervensi menjadi
23,5, dengan rata-
rata kenaikan skor
sebesar 3,2.
Widyastuti, Gardening - Metode meliputi Pelatihan - Gardening therapy Penelitian dahulu :
Rita Hadi, Therapy: dengan metode ceramah dapat menjadi Meode pelatihan ysitu
dkk, 2019 Alternatif dan praktik mendekteksi alternatif intervensi ceramah dn prktik
Tindakan Dalam dini demensia dan dalam mencegah mrndeteksi dini demensia
Mencegah implementasi TAK. progresifitas
Progresivitas - Partisipan 14 lansia demensia di Panti Penelitian sekarang :
Demensia pada - Instrumen short portable Wreda. Jenis quasi eksperimen
Lansia di Panti Mental State Examination - Adanya peningkatan dengan metode One
Wreda (SPMSQ) dan pelaksanaan pengetahuan Group Pre Test-Post Test.

5
gardening therapy. meningkatkan nilai
SPSMQ pada lansia.
Taplo, Yusti Aktivitas - Metode penelitian quasi - Hasil penelitian Penelitian dahulu :
Muzdalifah, Bermain Domino eksperimen, dengan dengan eksperimental, teknik
dkk, 2019 Sebagai Media pendekatan pretest- menggunakan uji pengambilan sampel
untuk posttest with conrol grup. Mann Whitney pada probability Sampling
Meningkatkan - Pengambilan sampel tingkat kemaknaan dengan jenis simple
Kemampuan dilakukan metode total 95%, didapat bahwa random sampling.
Fungsi Kognitif sampling dengan jumlah nilai signifikan
Berhitung pada sampel sebanyak 40 adalah 0,007 atau Penelitian sekarang :
Lansia responden. lebih kecil dari nilai Desain quasi
- Instrument kuisioner signfikan 0,05 eksperimental, teknik
MMSE dan lembar (0,007< 0,05). pengambilan sampel
observasi. - Hasil penelitian ini Nonprobability Sampling
- Uji Shapiro wilk menunjukan bahwa dengan jenis purposive
aktivitas bermain sampling.
domino dapat
meningkatkan
kemampuan fungsi
kognitif berhitung
lansia.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Pengertian Demensia
Demensia adalah suatu proses neurodegeneratif dengan gejala
penurunan kognitif meliputi memori, bahasa, atensi, fungsi eksekutif,
dan visuospasial. Gejala demensia meliputi penurunan ingatan,
kesulitan berkomunikasi, dan perubahan mood dan kebiasaan
(Mardjono, 2010; Grabowski et al, 2004; SIGN, 2006). Demensia
adalah sindrom klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan
memori yang sedemikian beratnya sehingga menggangu aktivitas
hidup sehari-hari dan aktivitas sosial. Demensia adalah keadaan ketika
seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya piker lain secara
nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari. Kemunduran
kognitif pada demensia biasanya diawali dengan kemunduran
memori/daya ingat (pelupa). Demensia terutama disebabkan oleh
penyakit Alzheimer berkaitan erat dengan usia lanjut (Wahjudi, 2008).
Penyakit yang meingkatkan gejala demensia antara lain penyait
Alzheimer, masalah vaskuler seperti demensia multi infark,
hidrosefalus, tekanan normal, penyakit Parkinson, alkoholisme kronis,
penyakit Pick, penyakit Huntington, dan AIDS. Sedikitnya setengah
dari seluruh penghuni panti jompo menderita demensia (Maslow,
1994). Demensia Alzheimer adalah penyakit degenaratif otak yang
progresif, yang mematikan sel otak sehingga mengakibatkan
menurunnya daya ingat, kemampuan berpikir, dan perubahan perilaku.
(Wahjudi, 2008).

2. Penyebab Demensia
Penyebab demensia Alzheimer masih belum diketahui secara
pasti (idiopati), tetapi ada beberapa teori menjelaskan kemungkinan
adanya

7
a. Faktor genetic
b. Radikal bebas
c. Toksin amiloid
d. Pengaruh logam alumunium
e. Akibat infeksi virus
f. Pegaruh lingkungan lain.

3. Faktor Risiko Terjadinya Demensia


Demensia dengan tipe Alzheimer’s memiliki 4 faktor resiko utama
yang perlu diketahui (Williams )
a. Usia
Adapun demensia pada umumnya, kejadian meningkat tajam
dengan usia tua, sehingga usia merupakan yang terkuat dari
semua faktor resiko.
b. Riwayat keluarga
Memiliki orangtua atau saudara dengan demensia tipe
Alzheimer’s meningkatkan risiko mengembangkan penyakit ini
sekitar 3,5 kali. Dalam menafsirkan data epidemiologi untuk
pasien individu meskipun dokter perlu menekankan bahwa
resiko yang diberikan oleh riwayat keluarga positif tergantung
pada berapa lama orang itu hidup. Mereka yang tidak mencapai
usia tua memiliki resiko rendah. Bahkan untuk sanak keluarga
yang hidup sampai usia 90, kemungkinan bahwa mereka
sendiri akan mengembangkan penyakit ini hanya sekitar 50%.
c. Apolipoprotein E Genotipe
Lebih jarang terjadi demensia dini tipe Alzheimer disebabkan
oleh gen tunggal seperti mutasi gen prekursor amiloid pada
kromosom 21 atau gen presenilin pada kromosom 1 dan 14.
Tetapi pada kebanyakan kasus demensia dari jenis Alzheimer,
onset tidak sampai 70 atau 80-an. Dalam kelompok ini, begitu
penting kesehatan masyarakat yang lebih besar, ada beberapa
pengaruh genetik dan lingkungan. Salah satu penemuan yang

8
paling menarik adalah bahwa apolipoprotein E e4 alel pada
kromosom 19 mempengaruhi risiko pengembangan penyakit.
The e4 alel gen ini meningkatkan risiko dan alel e2 dapat
mengurangi itu. Meskipun penelitian awal dengan sampel
klinis menunjukkan hubungan yang sangat kuat antara
apolipoprotein E e4 genotipe dan demensia tipe Alzheimer,
studi lainnya-baru dengan sampel populasi umum
menunjukkan hubungan lemah. Saat ini banyak minat ada
dalam temuan awal bahwa kombinasi memiliki alel e4 dan
terinfeksi dengan herpes simpleks tipe 1 virus memberikan
risiko yang sangat tinggi. Sekarang jelas bahwa meskipun
semua individu dengan alel e4 berada pada peningkatan risiko,
bahkan homozigot dapat hidup sampai usia 90 5 dengan hanya
50 persen kemungkinan terkena demensia a. Usulan menarik
adalah bahwa apolipoprotein E genotipe memprediksi kapan
(bukan apakah) seseorang cenderung untuk mengembangkan
demensia ini. Temuan epidemiologi mungkin dalam waktu
mengarah pada pengembangan metode farmakologis untuk
memperlambat pengendapan b-amiloid.
d. Down Syndrome
Orang dengan sindrom Down mengembangkan perubahan otak
demensia tipe Alzheimer’s sebelum usia 40. Hal ini diyakini
berhubungan dengan mereka memiliki salinan tambahan dari
gen prekursor amiloid pada kromosom 21. Menariknya, mereka
biasanya tidak mengembangkan demensia hingga jauh lebih
tua, yang mungkin berarti bahwa akumulasi amiloid adalah
diperlukan tetapi tidak cukup untuk pengembangan demensia
tipe Alzheimer.

9
4. Patofisiologis Demensia Alzheimer
Dr. Alois Alzheimer pertama kali mendeskripsikan dua jenis
struktur abnormal yang ditemukan pada otak mayat penderita penyakit
Alzheimer : plak amiloid dan kekusutan neurofibril. Terdapat juga
penurunan neurotransmiter tertentu, terutama asetikolin. Area otak
yang terkena penyakit Alzheimer terutama adalah korteks serebri dan
hipokampus, keduanya merupakan bagian penting dalam fungsi
kognitif dan memori.

Amiloid menyebabkan rusaknya jaringa otak. Plak amiloid


berasal dari protein yang lebih besar, protein precursor amiloid
(amyloid precursor protein (APP)). Keluarga dengan awitan dinni
penyakit Alzheimer yang tampak sebgai sesuatu yang diturunkan telah
menjadi penelitian, dan beberapa diantaranya mengambil mutasi pada
gen APP-nya. Mutasi gen APP lainnya berkaitan dengan awitan lambat
AD dan penyakit serebrovaskular juga telah diidentifikasi. Terdapat
peningkatan risiko awitan lambat penyakit Alzheimer dengan
menurunnya alel apo E4 pada kromosom 19. (McDowell,1987).

Simpul neurofibriler adalah sekumpulan serat-serat sel saraf


yang saling berpilin, yang disebut pasangan filament heliks. Peran
spesifik dari simpul tersebut pada penyakit ini sedang diteliti.
Asetikolin dan neurotransmiter lain merupakan zat kimia yang
diperlukan untuk mengirimkan pesan melewati sistem saraf. Deficit
neurotransmiter menyebabkan pemecahan proses komunikasi yang
kompleks di antara sel-sel pada sistem saraf. Tau adalah protein dalam
cairan serebrospinal yang jumlahnya sudah meningkat sekalipun pada
penyakit Alzheimer tahap awal. Temuan-temuan yang ada
menunjukkan bahwa penykait Alzheimer dapat bermula di tingkat
selular, dengan atau menjadi penanda molecular di sel-sel tersebut
(McDowell,1987).

10
5. Klasifikasi Demensia
Klasifikasi Demensia (Sjahrir, 1999) Demensia terbagi atas 2 dimensi:
a. Menurut umur, terbagi atas:
1) Demensia senilis, onset > 65 tahun
2) Demensia presenilis, onset < 65 tahun
b. Menurut level kortikal
1) Demensia kortikal
2) Demensia subkortikal

Klasifikasi lain berdasarkan korelasi gejala klinik dengan patologi


anatomisnya:

a. Anterior : Frontal premotor cortex Perubahan behavior, kehilangan


kontrol, anti sosial, reaksi lambat.
b. Posterior: lobus parietal dan temporal Gangguan kognitif: memori
dan bahasa, akan tetapi behaviour relatif baik.
c. Subkortikal: apatis, forgetful, lamban, adanya gangguan gerak.
d. Kortikal: gangguan fungsi luhur; afasia, agnosia, apraksia.

Subtipe Demensia (Ong dkk, 2015)

a. Penyakit Alzheimer Penyakit Alzheimer masih merupakan


penyakit neurodegeneratif yang tersering ditemukan (60-80%).
Karakteristik klinis berupa penurunan progresif memori episodik
dan fungsi kortikal lain. Gangguan motorik tidak ditemukan
kecuali pada tahap akhir penyakit. Gangguan perilaku dan
ketergantungan dalam aktivitas hidup keseharian menyusul
gangguan memori episodik mendukung diagnosis penyakit ini.
Penyakit ini mengenai terutama lansia (>65 tahun) walaupun dapat
ditemukan pada usia yang lebih muda. Diagnosis klinis dapat
dibuat dengan akurat pada sebagian besar kasus (90%) walaupun
diagnosis pasti tetap membutuhkan biopsi otak yang menunjukkan
adanya plak neuritik (deposit β-amiloid40 dan βamiloid42) serta

11
neurofibrilary tangle (hyperphosphorylated protein tau). Saat ini
terdapat kecenderungan melibatkan pemeriksaan biomarka
pencitraan Magnetic Resonance Imaging (MRI) struktural dan
fungsional serta pemeriksaan cairan otak (β-amiloid dan protein
tau) untuk menambah akurasi diagnosis (Ong dkk, 2015).
b. Demensia Vaskuler Vascular Cognitive Impairment (VCI)
merupakan terminologi yang memuat defisit kognisi yang luas
mulai dari gangguan kognisi ringan sampai demensia yang
dihubungkan dengan faktor risiko vaskuler (Ong dkk, 2015).
Demensia vaskuler adalah penyakit heterogen dengan patologi
vaskuler yang luas termasuk infark tunggal, demensia multi-infark,
lesi kortikal iskemik, stroke perdarahan, gangguan hipoperfusi,
gangguan hipoksik dan demensia tipe campuran (penyakit
Alzheimer dan stroke/lesi vaskuler). Faktor risiko mayor
kardiovaskuler berhubungan dengan kejadian aterosklerosis dan
VaD. Faktor risiko Universitas Sumatera Utara 13 vaskuler ini juga
memacu terjadinya stroke akut yang merupakan faktor risiko untuk
terjadinya VaD. Cerebral Autosomal Dominant Arteriopathy with
Subcortical Infarcts and Leucoensefalopathy (CADASIL), adalah
bentuk small vessel disease usia dini dengan lesi iskemik luas pada
white matter dan stroke lakuner yang bersifat herediter (Ong dkk,
2015).
c. Demensia Lewy Body dan Demensia Penyakit Parkinson
Demensia Lewy Body (DLB) adalah jenis demensia yang sering
ditemukan. Sekitar 15-25% dari kasus autopsi demensia menemui
kriteria demensia ini. Gejala inti demensia ini berupa demensia
dengan fluktuasi kognisi, halusinasi visual yang nyata (vivid) dan
terjadi pada awal perjalanan penyakit orang dengan Parkinsonism.
Gejala yang mendukung diagnosis berupa kejadian jatuh berulang
dan sinkope, sensitif terhadap neuroleptik, delusi, dan atau
halusinasi modalitas lain yang sistematik. Juga terdapat tumpang

12
tindih dengan temuan patologi antara DLB dengan penyakit
Alzheimer. Namun secara klinis orang dengan DLB cenderung
mengalami gangguan fungsi eksekutif dan visuospasial sedangkan
performa memori verbalnya relatif baik jika dibanding penyakit
Alzheimer yang terutama mengenai memori verbal (Ong dkk,
2015). Demensia Penyakit Parkinson/Parkinson Disease Dementia
(PDD) adalah bentuk demensia yang juga sering ditemukan.
Prevalensi demensia pada penyakit Parkinson 23-32% enam kali
lipat dibanding populasi umum (3-4%). Secara klinis, sulit
membedakan antara DLB dan PDD. Pada DLB, awitan demensia
dan Parkinsonism harus terjadi dalam satu tahun sedangkan pada
PDD gangguan fungsi motorik terjadi bertahun-tahun sebelum
demensia (10-15 tahun) (Ong dkk, 2015).
d. Demensia Frontotemporal Demensia
Frontotemporal/Frontotemporal Dementia (FTD) adalah jenis
tersering dari Demensia Lobus Frontotemporal/ Frontotemporal
Lobar Dementia (FTLD). Terjadi pada usia muda (early onset
dementia/EOD) sebelum umur 65 tahun dengan rerata usia adalah
52,8–56 tahun. Karakteristik klinis berupa perburukan progresif
perilaku dan atau kognisi pada observasi atau riwayat penyakit.
Gejala yang menyokong yaitu pada tahap dini (3 tahun pertama)
terjadi perilaku disinhibisi, apati atau inersia, kehilangan
simpati/empati, perseverasi, stereotipi atau perilaku
kompulsif/ritual, hiperoralitas/perubahan diet dan gangguan fungsi
eksekutif tanpa gangguan memori dan visuospasial pada
pemeriksaan neuropsikologi (Ong dkk, 2015). Pada pemeriksaan
Computed Tomography (CT) atau MRI ditemukan atrofi lobus
frontal dan atau anterior temporal dan hipoperfusi frontal atau
hipometabolisme pada Single-photon Emmision Tomography
(SPECT) atau Positron Emission Tomography (PET). Dua jenis
FTLD lain yaitu Demensia Semantik dan Primary Non-Fluent

13
Aphasia (PNFA), dimana gambaran disfungsi bahasa adalah
dominan disertai gangguan perilaku lainnya. Kejadian FTD dan
Demensia Semantik masing-masing adalah 40% dan kejadian
PNFA sebanyak 20% dari total FTLD (Ong dkk, 2015).
e. Demensia Tipe Campuran Koeksistensi patologi vaskular pada
penyakit Alzheimer sering terjadi. Dilaporkan sekitar 24-28%
orang dengan penyakit Alzheimer dari klinik demensia yang
diautopsi. Pada umumnya pasien demensia tipe campuran ini lebih
tua dengan penyakit komorbid yang lebih sering. Patologi penyakit
Parkinson ditemukan pada 20% orang dengan penyakit Alzheimer
dan 50% orang dengan DLB memiliki patologi penyakit Alzheimer
(Ong dkk, 2015).

6. Manifestasi Klinis Demensia


a. Gangguan daya ingat. Gejalanya diakibatkan karena sering lupa
akan kejadian yang baru saja terjadi, lupa janji, menanyakan dan
menceritakan hal yang sama berulang kali, dan lupa tempat parkir
dimana.
b. Sulit fokus yaitu sulit melakukan aktivitas pekerjaan sehari-hari,
lupa cara memasak, mengoperasikan telepon, tidak dapat
melakukan perhitungan sederhana, bekerja dengan waktu yang
lebih lama dari biasanya.
c. Sulit melakukan kegiatan familiar, yaitu seringkali sulit
merencanakan atau menyelesaikan tugas sehari-hari bingung cara
mengemudi, sulit mengatur keuangan.
d. Disorientasi, bingung akan waktu (tanggal, hari-hari penting),
bingung dimana mereka berada dan bagaimana mereka sampai
disana, tidak tahu jalan kembali ke rumah.
e. Kesulitan memahami visuospasial yaitu sulitnya membaca,
mengukur jarak, membedakan warna, membedakan sendok/garpu,
tidak mengenali wajah sendiri dicermin, menabrak cermin,
menuangkan air digelas namun tumpah/tidak tepat penuangannya.

14
f. Gangguan berkomunikasi, yaitu kesulitan berbicara dan mencari
kata yang tepat untuk menjelaskan suatu benda, seringkali berhenti
di tengah percakapan dan bingung untuk melanjutkannya.
g. Menaruh barang tidak pada tempatnya dan kadang curiga ada yang
mencuri atau menyembunyikan barang tersebut, juga termasuk
gejala Demensia Alzheimer.
h. Salah membuat keputusan, seperti kesulitan berbicara dan mencari
kata yang tepat untuk menjelaskan suatu benda seringkali berhenti
ditengah jalan dan sulit untuk melanjutkan kembali. Kesembilan,
menarik diri dari pergaulan, tidak memiliki semangat ataupun
inisiatif untuk melakukan aktivitas atau hobby yang biasa
dinikmati, tidak terlalu semangat untuk pergi bersosialisasi.
i. Adanya perubahan perilaku dan kepribadian, emosi berubah seara
drastis, menjadi bingung, curiga, depresi, takut atau tergantung
yang berlebihan pada anggota keluarga, mudah kecewa, marah dan
putus asa baik di rumah maupun dalam pekerjaan (Kemenkes RI,
2013).

7. Tahapan Demensia
a. Stadium I / awal
Berlangsung 2-4 tahun dan disebut stadium amnestik dengan gejala
gangguan memori, berhitung dan aktivitas spontan menurun.
Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal
baru yang dialami, dan tidak menggangu aktivitas rutin dalam
keluarga (Stanley, 2007).
b. Stadium II / pertengahan
Berlangsung 2-10 tahun dan disebut fase demensia. Gejalanya
antara lain, disorientasi, gangguan bahasa (afasia). Penderita
mudah bingung, penurunan fungsi memori lebih berat sehingga
penderita tidak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, gangguan
kemampuan merawat diri yang sangat besar, gangguan siklus tidur,
mulai terjadi inkontinensia, tidak mengenal anggota keluarganya,

15
tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga
mengulanginya lagi. Dan ada gangguan visuospasial yang
menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungan (Stanley,
2007).
c. Stadium III / akhir
Berlangsung 6-12 tahun. Penderita menjadi vegetatif, tidak
bergerak dengan gangguan komunikasi yang parah (membisu),
ketidakmampuan untuk mengenali keluarga dan teman-teman,
gangguan mobilisasi dengan hilangnya kemampuan untuk berjalan,
kaku otot, gangguan siklus tidur-bangun, dengan peningkatan
waktu tidur, tidak bisa mengendalikan buang air besar atau kecil.
Kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan orang lain dan
kematian terjadi akibat infeksi atau trauma (Stanley, 2007).

8. Fungsi Kognitif
Kognitif adalah salah satu fungsi tingkat tinggi otak manusia
yang terdiri dari beberapa aspek seperti; persepsi visual dan konstruksi
kemampuan berhitung, persepsi dan pengguanan bahasa, pemahaman
dan penggunaan bahasa, proses informasi, memori, fungsi eksekutif,
dan pemecahan masalah sehingga jika terjadi gangguan fungsi kognitif
dalam jangka waktu yang panjang dan tidak dilakukan penanganan
yang optimal dapat mengganggu aktifitas sehari-hari (Wibowo, 2014).

9. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perkembangan Kognitif


a. Perkembangan organik dan kematangan sistem syaraf
Ini erat kaitannya dengan pertumbuhan fisik dan perkembangan
organ tubuh. Seseorang yang mengalami kelainan fisik belum tentu
mengalami perkembangan kognitif yang lambat. Begitu juga
sebaliknya seseorang yang pertumbuhan fisiknya sempurna bukan
merupakan jaminan pula perkembangan kognitifnya cepat. Sistem
syaraf turut mempengaruhi proses perkembangan kognitif.
b. Latihan dan Pengalaman

16
Perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh latihan-
latihan dan pengalaman.
c. Interaksi Sosial
Perkembnagan fungsi kognitif juga dipengaruhi oleh hubungan
dengan lingkungan sekitar, terutama situasi sosial, baik itu
interaksi antara teman sebaya maupun orang terdekat.
d. Ekuilibrasi
Proses terjadinya keseimbangan yang mengacu pada keempat thap
perkembangan kognitif.

10. Aspek-Aspek Kognitif


Kognitif manusia mencakup memori, bahasa, orientasi, judgment,
membina hubungan interpersonal, performing action dan penyelesaian
masalah (Kaplan dan Sadock, 2002). Goldman 2003 menjelaskan
bahwa fungsi kognitif seseorang meliputi beberapa fungsi orientasi,
bahasa, atensi, memori, konstruksi, kalkulasi dan penalaran (Ulfi,
2015)

a. Orientasi
Orientasi dinilai dengan pengacauan pada personal, tempat dan
waktu. Orientasi terhadap personal menunjukkan informasi yang
“over-learned”. Orinetasi tempat dengan menanyakan Negara,
provinsi, kota, gedung. Sednagkan orientsi wkatu dinilai dengan
menanyakan tahun, bulan, hari, tanggal.
b. Bahasa
Fungsi bahasa merupakan kemampuan yang meliputi 4 parameter
yaitu kelancaran, pemahaman, pengulanga dan naming. Kelancaran
merujuk pada kemampuan menghasilkan kalimat panjang, ritme,
dan melodu yang normal. Pemahaman merujuk pada kemapuan
untuk memahami suatu perkataan atau peritah, dibuktikan dengan
mampunya seseorang melakukan perintah tersebut. Pengulangan
menilai kemampuan seseornag untuk mengulangi suatu pernyataan

17
atau kalimat yang diucapkan seseorang. Naming merujuk pada
kemampuan seseorang untuk menamai suatu objek beserta bagian-
bagiannya.
c. Atensi
Goldman (2000) menjelaskan bahwa atensi merujuk pada
kemampuan seseorang untuk merespon stimulus spesifik dengan
mengabaikan stimulus yang lain dari lingkungannya.
d. Memori
Memori dibagi 2 bentuk yaitu tersurt dan tersirt. Memori tersurat
berhubungan dengan kesadaran sednagkan memori tersirat tidak
berhubungan dengan kesadaran.
e. Konstruksi, Kalkulasi dan Penalaran
Fungsi konstruksi mengacu pada kemmpuan seseorang untuk
membangun dengan sempurna, dinilai dengan meminta seseorang
untuk menyalin gambar, manipulasi balok . kalkulasi yaitu
kemampuan seseorang unutk menghitung angka sedangkan
penalaran merupakan kemampuan seseorang membedakan baik
burukny suatu hak serta berpikir abstrak.

11. Kognitif Pada Lansia


Perubahan kognitif terjadi pada lansia, meliputi berkurangnya
kemampuan meningkatkan fungsi intelektual, berkurangnya efisiensi
transmisi saraf di otak (menyebabkan proses informasi melambat dan
banyak informasi yang hilang selama transmisi), berkurangnya
kemampuan mengakumulasi informs baru dan mengambil informasi
dari memori, serta kemampuan mengingat kejadian masa lalu lebih
baik dibandingkan kemampuan mengingat kejadian yang baru saja
terjadi (Setiaiti, 2006).

Penurunan menyeluruh pada fungsi sistem saraf pusat dipercaya


sebagai contributor utama dalam kemampuan kognitif dan efisiensi
dalam pemrosesan informasi (Papalia, Olds & Feldman, 2008).

18
Penurunan terkait penuaan ditunjukkan dalam kecepatan, memori
jangka pendek, memori kerja dan memori jangka panjang. Perubahan
ini telah dihubungkan dengan perubahan pada struktur dan fungsi otak
(Myers, 2008).

12. Tanda dan Gejala Gangguan Fungsi Kognitif


Kebanykn pasien denga gangguan kognitif ringan dapat
menjalani hisup normal. Secara umum mereka tidak mengalami
kesuliatn berpikir dan dapat bercakap normal, berpartisipasi dan hidup
bermasyarakat secara normal. Mereka cenderung untuk mudah lupa
dan bila mengerjakan sesuatu selalu berbelit-belit (Harada, N. L dan
Triebel, 2013).
Bila gaangguan kognitif ringan berlnjut, permasalahan memori
menjadi lebih jelas. Kemungkinan keluarga dan teman-teman akan
menjumpai tanda-tanda (Rilianto, 2015) sebagai berikut

a. Mengajukan pertanyaan yang sama berulang-ulang


b. Menceritakan cerita yang sama atau memberikan informasi
berulang kali.
c. Kurang inisiatif pada awal atau menyelesaikan aktivitas
d. Kesulitan membayar pajak
e. Tidak mempu mengikuti tugas yang rumit.

13. Permainan Catur


Melansir Live Science, tim peneliti dari Mayo Clinic, Amerika
Serikat, melakukan penelitian melibatkan dua ribu lansia di Minnesota
selama empat tahun dengan usia rata-rata 70 tahun dan diuji 15 bulan
sekali.
Selama masa penelitian, ilmuwan mengajukan beberapa
pertanyaan terkait keterlibatan lansia dalam kegiatan merangsang
kognitif seperti bermain permainan asah otak seperti catur dan teka-
teki silang, terlibat dalam kegiatan sosial, hingga membuat kerajinan
tangan. Hasil pengamatan menunjukkan lansia yang aktif bermain

19
komputer mengalami penurunan kerusakan kognitif atau daya guna
otak hingga 30 persen. Sementara itu, mereka yang aktif melakukan
kegiatan sosial hingga membuat kerajinan tangan mengalami
penurunan kerusakan daya guna otak sebesar 22 hingga 28 persen.
Harun (1985:28) mengemukakan bahwa permainan catur
merupakan suatu model perang diatas papan catur. sedangkan
permainan catur modifikasi adalah suatu permainan memindahkan
buah catur pada petak yang dimaksudkan sesuai aturan pergerakan
buah catur dan dilakukan diatas papan catur. Permainan catur
modifikasi ini memiliki berbagai keunggulan yaitu mampu
mengembangkan ketelitian, meningkatkan konsentrasi, mengasah daya
ingat

20
B. Kerangka Teori

Penyebab Demensia Klasifikasi Demensia


1. Faktor genetic 1. Menurut umur
2. Radikal bebas 2. Menurut level
3. Toksin amiloid kortikal
4. Pengaruh logam 3. Menurut korelasi
alumunium gejala klinik
5. Akibat infeksi dengan patologi
virus anatomisnya
6. Pegaruh 4. Subtype demensia
lingkungan lain.
DEMENSIA
Faktor Risiko
Tahapan Demensia
1. Usia
1. Stadium I/ awal
2. Riwayat keluarga
2. Stadium II/ tengah
3. Apolipoprotein E 3. Stadium III/ akhir
Genotipe
4. Down Syndrome

Manifestasi Klinis Farmakologi


Perunahan fungsi
kognitif = Gangguan
daya ingat. Non Farmakologi

Permainan Catur

Sumber Williams, Kemenkes RI(2013), Harun(1985)


Bagan 2.1 Kerangka Teori

21
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatau biangan atau kaitan antara konsep-
konsep atau variabel-variabel yang akan diamati (diukur) melalui
penelitian yang dimaksud.

Variabel independen Variabel dependen

Permainan Catur Peningkatan Fungsi Kognitif

Bagan 2.2 Kerangka Konsep

D. Variabel Penelitian
Variable adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau
ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang
sesuatu konsep penelitian tertentu (Notoatmojo, 2012). Dalam penelitian
ini ada 2 variabel yaitu

1. Variabel bebas (Independent Variabel)


Variabel yang memepengaruhi atau nilainya menentukan variabel lain
(Nursalam, 2016). Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah
permainan catur.
2. Variabel terikat (Dependent Variabel)
Variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan variabel lain (Nursalam,
2016). Dalam penelitian ini variabel terikatnya adlaah peningkatan
fungsi kognitif lansia demensia.

E. Hipotesa
Hipotesis merupakan jawaban sementara atas pertanyaan penelitian
yang telah dirumuskan dalam perencanaan penelitian (Notoatmojo, 2012).
Hipotesis dalam penelitian ini adalah
Ho: Tidak Ada pengaruh permainan catur terhadap peningkatan fungsi
kognitif lansia dengan demensia.
Ha: Ada pengaruh permainan catur terhadap peningkatan fungsi kognitif
lansia dengan demensia.

22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian


Jenis penelitian yang dilakukan adalah kuantitatif dengan desain
penelitian yang digunakan adalah quasi eksperiment dengan pendekatan
one group pre test post test design melibatkan kelompok demensia yang
akan diberikan perlakukan permainan catur untuk peningkatan fungsi
kognitifnya.

Pre Test O1 X1 Post Test


O2

Bagan 3.1 Rancangan Penelitian


Keterangan :
X1 : Pelaksanaan permainan catur
O1 : Fungsi kognitif lansia sebelum dilakukan intervensi permainan catur
O2 : Fungsi kognitif lansia sesudah dilakukan intervensi permainan catur

B. Waktu dan Tempat Penelitian


1. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan dari mulai bulan Oktober 2019
hingga Agustus 2020.
2. Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Rowosari dengan alasan
banyak kasus lansia dengan demensia.

C. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Alat Ukur dan
Definisi Opersional Hasil Ukur Skala
Penelitian Cara Ukur
1. Permainan Jenis permaian yang Papan catur, SOP - -
Catur menggunakna daya ingat permainan catur
dan konsentrasi penuh
sehingga nanti dapat
meningkatkan fungsi
kognitif

23
2. Fungsi Salah satu fungsi INA-MoCA, ≤ Gangguan/tidak Nominal
Kognitf memori yang umumnya 26 tidak normal normal dan
pada lansia mengalami normal
penurunan kognitifnya

D. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2010).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia di puskesmas
Rowosari Semarang sebanyak 250.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti
(Arikunto, 2010). Penentuan besar sampel pada penelitian ini
menggunkan rumus Federer sebagai berikut :
(t-1)(r-1) ≥ 15
(2-1)(r-1) ≥ 15
(r-1) ≥ 15
r ≥ 15+1
r = 16
Keterangan :
t = banyaknya kelompok perlakuan
r = besar sampel
Jumlah sampel akhir yang dibutuhkan untuk penelitian dengan
menghitung besar sampel penelitian adalah ≥ 16 orang, sedangkan
untuk mengantisipasi angka drop out pada responden maka perlu
ditambahkan 10% dari jumlah sampel, yaitu 1.6 yang berarti perlu
ditambahkan 2 orang sebagai responden. Jadi perkiraan jumlah smapel
18 orang menjadi kelompok intervensi, 18 orang menjadi kelompok
kontrol. Jadi total sampel adalah 36 orang.
Sampel dipilih dengan menggunakann kriteria inklusi dan kriteria
eksklusi sebagai berikut
a. Kriteria inklusi
1) Usia lanjut 60-70 tahun

24
2) Lansia bersikap kooperatif yaitu bisa diajak kerja sama selama
penelitian berlangsung
3) Lansia yang mengalami kepikunan/ demensia
4) Lansia bersedia menjadi responden
5) Dapat memainkan permainan catur
b. Kriteria Eksklusi
1) Lansia tidak dengan hipertensi
3. Teknik sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasli untuk
dapat mewakili populasi. Teknik Sampling merupakan cara-cara yang
ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang
benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam,
2016). Adapun teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik non-probability sampling dengan tipe purposive
sampling yaitu teknik pegambilan smapel dengan cara peneliti
menentukan kriteria sampel yang akan diteliti (Nursalam, 2016).

E. Alat Pengumpulan Data


1. Instrument penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini untuk
variabel independen menggunakan standar operasional prosedur
permainan catur dan papan catur. Sedangkan untuk variabel dependen
yaitu menggunakan kuesioner dan skor Ina-MoCA. Kuesioner yatu
sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh
informasi dai responden dalam arti laporan tentang hal-hal yang dia
ketahui (Arikunto, 2013). Kuesioner yang digunakan untuk mengukur
variabel dependen dalam penelitian ini adalah fungsi kognitif.
2. Uji validitas
Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti
prinsip keandalan instrument dalam mengumpulkan data (Nursalam,
2016). Kuesioner MoCA sudah dibakukan sebagai kuesioner umum
sejak tahun 1996 dan telah diuji validitas dan reabilitasnya. Validitas

25
dan reabilitas MoCA untuk mendeteksi gangguan kognitif ringan
adalah 90– 96% (sensitifitas) dan 87–95% (spesifisitas) (Doerflinger,
2012). Menurut Doerflinger (2012), MoCA dalam versi Indonesia
(MoCA – Ina) telah diuji oleh Husein et al., (2009). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sensitivitas MoCA-Ina terhadap MMSE untuk
skrining MCI (Mild Cognitive Impairment) adalah 89%, dan untuk
skrining demensia adalah 72%. Spesifisitas MoCA-Ina terhadap
MMSE untuk skrining MCI adalah 48%, dan untuk skrining demensia
adalah 96%. Nilai prediksi positif MoCA-Ina untuk skrining MCI
adalah 66%, dan untuk skrining demensia adalah 80%. Nilai prediksi
negatif MoCA-Ina untuk skrining MCI adalah 80%, dan untuk skrining
demensia adalah 95% (Sangkereng, 2014).
3. Uji realibilitas
Realibilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila
fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam
waktu yang barlainan (Nursalam, 2016). Pengujian reliabilitas
instrumen dilakukan dapat dilakukan secara eksternal maupun internal.
Secara eksternal pengujian dapat dilakukan dengan test-retest
(stability), equivalent, dan gabungan keduanya. Secara internal
reliabilitas instrumen dapat diuji dengan menganalisis konsistensi
butir-butir yang ada pada instrumen dengan teknik tertentu (Sugiyono,
2014).

F. Teknik Pengumpulan Data


1. Jenis data
Penelitian ini menggunakan data primer dari kusioner dan data
sekunder catatan medik (CM) di Puskesmas Rowosari Semarang.
a. Data primer
Data primer merupakan data yang di dapat langsung dari
responden, dari variabel independen yaitu permainan catur yang
menggunakan papan catur, sedangkan untuk variabel dependen yaitu
penigkatan fungsi kognitif menggunakan lembar observasi yaitu

26
mengumpulkan data dengan cara melakukan pengamatan langsung
kepada responden untuk mencari perubahan atau hal-hal yang akan
diteliti (Notoatmodjo, 2010). Dalam hal ini peneliti memilih
observasi terstruktur yaitu secara cermat mendefinisikan yang
diobservasi melalui perencanaan yang matang yaitu permainan catur
c. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang didapat tanpa bertemu
langsung dengan responden atau orang kedua. Dalam penelitian
menggunakan data sekunder rekam medis (CM) pasien atau kelurga
pasien.
2. Prosedur
a. Tahap Persiapan
Prosedur pengumpulan data dilakukan oleh peneliti meliputi
beberapa langkah antara lain :
1) Peneliti mengajukan surat permohonan melakukan penelitian
kepada Ketua STIKES Karya Husada Semarang.
2) Penelitian memberikan Surat Pengantar Peneliti kepada Dinas
kesehatan kabupaten demak dan kepala puskesmas Rowosari
Semarang.
3) Melakukan studi pendahuluan
4) Peneliti menentukan responden yang akan dijadikan sampel
peneliti, kemudian memperkenalkan diri dan menjelaskan
tujuan peneliti kepada responden.
5) Setelah responden setuju untuk dijadikan responden dalam
penelitian, maka responden disarankan untuk mengisi lembar
informed concent.
6) Menjelaskan cara melakukan senam hamil dan jalan kaki
7) Melakukan permainan catur selama 6 minggu, seminggu 3
kali dengan durasi 30 menit.
8) Melakukan penyusunan laporan penelitian.
b. Tahap Pelaksanaan

27
Penelitian melakukan intervensi pada kelompok intervensi
diberikan terapi permainan catur seminggu 3 kali yang dilakukan
selama 3 minggu dengan dibentuk menjadi 3 kelompok kecil yang
terdiri dari 6 orang anggota kecil. Pada pertemuan selanjutnya tetap
menggunakan kelompok tersebut. Sedangkan pada kelompok
kontrol diberikan tindakan yang sama seperti kelompok intervensi
tetapi dilakukan setelah didapatkan hasil post test pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol.
c. Tahap Pelaporan
Mendokumentasikan atau menyusun hasil laporan yang
sudah dilakukan.

G. Pengolahan Data
Analisis penelitian dilakukan untuk mendapatkan informasi yang akurat
dan tepat, ada empat dalam pengolahan data yang harus dilakukan
(Arikunto, 2013) :

1. Editing
Editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan isian formulir
atau kuesioner apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap,
jelas dan konsisten.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan mengubah data berbentuk huruf menjadi
data berbentuk angka/bilangan. Kode biasanya digunakan untuk
mengidentifikasi data demografi responde.
3. Processing
Processing yaitu memproses data agar data yang sudah di-entry dapat
dianalisis.
4. Cleaning
Cleaning merupakan bagian pengecekan kembali data yang sudah di-
entry apakah ada kesalahan atau tidak.

28
H. Analisa Data
a. Analisa Univariat
Analisa Univariat adalah dilaukan terhadap tiap variable dari hasil
penelitian pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan
distribusi dan parameter dari tiap variable (Notoadmojo, 2010). Data
univariat yang di analisis dalam penelitian ini adalah melihat
permainan catur untuk meningkatkan fungsi kognitif lansia
b. Analisa Bivariat
Analisa yang dilakukan yaitu uji normalitas post senam hamil dan
jalan kaki. Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah ada
distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati disribusi normal,
yakni distribusi data yang mempunyai pola seperti distribusi normal
(distribusi data tersebut tidak menceng ke kiri atau ke kanan)
(Sujarweni, 2014).
Penelitian ini memperoleh dua data. Data pertama adalah data hasil
pre test dan post test dari kelompok intervensi dan data kedua adlah
data hasil pre test dan post test dari kelompok control. Setiap data
diatas akan diukur menggunakan uji statistik paired t-test yaitu uji
statisik komparasi dua sampel berpasangan dengan variable skala
interval yang memiliki distribusi data normal menggunakan derajat
kemaknaan ɑ=0,05. Jika hasil analisis penelitian didapatkan nilai p<
0,05 maka hipotesis penelitian diterima yang artinya ada pengaruh
permainan catur terhadpaa peningkatan fungsi kognitif lansia.
Kemudian dilakukan lagi uji statistik independent t-test yaitu uji
statistik komparasi dua sampel bebas dengan distribusi data normal
menggunakan derajat kemaknaan ɑ= 0,05. Uji statistik ini digunakan
untuk mengetahui perbandingan hasil post test fungsi kognitif pada
lansia kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Jika hasil analisis
penelitian didapatkan nilai p< 0,05 maka hipotesis penelitian diterima
yang artinya ada perbedaan antara kelompok intervensi dan kelompok
kontrol.

29
I. Etika Penelitian
Dalam mengambil data klien, peneliti memiliki beberapa aturan
mengenai masalah etika, antara lain :
1. Informed Concent
Lembar persetujuan akan diberikan kepada responden yang memenuhi
kriteria inklusi. Jika pasien bersedia menjadi responden maka harus
menandatangani lembar persetujuan dan pasien yang menolak tidak
akan dipaksa dan tetap menghormati haknya.
2. Anonimity
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama
responden, tetapi hanya member kode tertentu pada setiap responden.
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh
peneliti dan hanya sekelompok data yang dilaporkan dalam hasil
penelitian.
4. Autonomi
Setiap manusia memiliki hak-hak dasar kebebasan individu. Peneliti
akan memberikan terbukanya informasi individu termasuk informasi
yang bersifat pribadi. Sedangkan, tidak semua orang menginginkan
informasi yang diketahui orang lain. Sehingga peneliti perlu
memperhatikan hak-hak dasar individu tersebut.
5. Justice (Keadilan)

Penulis tidak membeda-bedakan status dari responden sesuai dengan

kriteria inklusi, dan memperlakukan hal yang sama antar responden.

6. Protection from discomfort

Protection from discomfort yaitu selama pengambilan data, peneliti

berusaha menjaga kenyamanan partisipasi dengan melakukan

penelitian ditempat yang di ingikan partisipan dan waktu yang

ditentukan oleh partisipan.

30
DAFTAR PUSTAKA

Andari, F. N, dkk. 2018. “Perbedaan Efektivitas Senam Otak Terhadap


Peningkatan Fungsi Kognitif Antara Lansia Laki-Laki dan Perempuan”
dalam Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) Volume 2, No 1
http://ipm2kpe.or.id/journal/index.php/JKS/article/view/14 diaskses pada
30 September 2019.
Ayu, N. M. S dan Devy Kurniawaty. 2017. “Analisis Domain Fungsi Kognitif
Lansia Dengan Demensia Melalui Reminiscene di Panti Werdha Anugerah
Tanjungpinang” http://jurnal.stikeshangtuah-
tpi.ac.id/index.php/jurkep/article/view/86 diaskses pada 30 September
2019.
Balqis, U. M dan Junaiti Sahar. 2019. “Pengalaman Lansia dengan Demensia
Ringan-Sedang Dalam Melakukan Komunikasi dengan Pelaku Rawat:
Systematic Review” dalam Jurnal Endurance : Kajian Ilmiah Problema
Kesehatan Vol 4 (2)
http://ejournal.kopertis10.or.id/index.php/endurance/article/view/4046
diaskses pada 30 September 2019.
Bahan Ajar https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-
content/uploads/2016/09/Bahan-Ajar-4_Alzheimer.pdf diaskses pada 30
September 2019.
Doerflinger, D. M. C. 2012. Mental status assesment in older adults: montreal
cognitive assesment: moca version 7.1 (original version). The Hartford
Institute for Geriatric Nursing. Diambil dari http://bit.ly/1wl7hKt diakses
pada 11 November 2019.
Emilyani, D. 2019. “Pengaruh Life Review Therapy terhadap Kemampuan
Kognitif Lansia Demensia di PTSW Puspakarma Mataram” dalam Jurnal
Keperawatan Terpadu Vol. 1 No. 1 http://jkt.poltekkes-
mataram.ac.id/index.php/home/article/view/28 diaskses pada 30
September 2019.
Harun, Undi. 1985. Seri Teori Bermain Catur. Klaten: PT. Intan.

Hatmanti, N. M dan Ana Yulita. 2019. “Senam Lansia dan Terapi Puzzle
Terhadap Demensia Pada Lansia” dalam Jurnal Keperawatan
Muhammadiyah 4 (1) http://journal.um-
surabaya.ac.id/index.php/JKM/article/view/2422 diaskses pada 30
September 2019
http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=16031000003 diaskses pada 30 September
2019.
https://media.neliti.com/media/publications/247558-pengembangan-media-
permainan-edukatif-te-f23d68a2.pdf diaskses pada 30 September 2019.
https://www21.ha.org.hk/smartpatient/EM/MediaLibraries/EM/EMMedia/Dement
ia-Indonesian.pdf?ext=.pdf diaskses pada 30 September 2019.
Mardjono M, Sidharta P. 2010. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat

31
McDowell, FH, and Cedarbaum, FH: Natural history of dopa treated Parkinson’s
disese: 18 years follow-up. In Rose, FC (ed): Parkinson Disease Clinical
and Experimental Advances: John Libby, London, 1987.
Maslow, K: Current knowledge about special care units: Findings of a study by
the U.S Office of Technology Assesment. Alzheimer Dis Assoc Disird
8(1):14-39, 1994
Mufidah Rahmah. https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jurnal-bk-
unesa/article/view/28119/25723 diaskses pada 30 September2019.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta..
Novitasari Leonard Tanaya dan Dr. Ir. Joyce M. Laurens, M. Arch.
http://publication.petra.ac.id/index.php/teknik-arsitektur/article/view/7816
diaskses pada 30 September 2019.
Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta : EGC.

Nursalam. 2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Pendekatan Praktis


Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.
Ong, P.A., Muis, A., Widjojo, F.S., Rambe, A., Laksmidewi, A.A.A.P., Pramono,

A., dkk. 2015. Diagnosa Dini dan Penatalaksanaan Demensia. Jakarta.

Patricia W, J, dkk. “Perancangan Board Game sebagai Media Terapi Penyakit


Demensia Ringan pada Lansia”
https://media.neliti.com/media/publications/86430-ID-none.pdf diaskses
pada 30 September 2019.
Priherdityo, Endro. 2017. Catur dan TTS Bantu Cegah Pikun pada Lansia CNN
Indonesia https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20170201103254-
255-190481/catur-dan-tts-bantu-cegah-pikun-pada-lansia diakses pada 1
Oktober 2019.
Robbins, Stanley. L et all. 2007. Buku Ajar Patologi edis 7.Buku Kedokteran.
Jakarta: ECG.
Sangkereng, Sheila. 2014. Uji Diagnostik MoCA-Ina Terhadap MMSE Dalam
Skrining MCI Dan Demensia Pada Populasi Usia Lanjut. Karya Tulis
Ilmiah Program Pendidikan Dokter Spesialis, Universitas Hasanuddin
Makassar.
Sujarweni, V. W. 2014. Panduan Penelitian Keperawatan Dengan SPSS.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Taplo, Y. M, dkk. 2019. ”Aktivitas Bermain Domino Sebagai Media untuk
Meningkatkan Kemampuan Fungsi Kognitif Berhitung pada Lansia”
dalam e-journal Keperawatan (eKp) Volume 7 Nomor 1.
Waxman S.G. 2007. The limbic system. In : Clinical Neuroanatomy. The
MacGraw – Hill Companies. New York.
Wibowo MM, Karema W, Sampoerna JMP. Gambaran fungsi kognitif dengan
INA-MoCA dan MMSE pada penderita post stroke di Poliklinik Saraf
BLU RSUP Kandou Manado November – Desember 2014. Jurnal eclinic.
2015;3:754-7.

32
Widyastuti, R. H, dkk. 2019. “Gardening Therapy: Alternatif Tindakan Dalam
Mencegah Progresivitas Demensia Pada Lansia Di Panti Wreda” dalam
Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan Masayarakt Vol. 3 No. 2
http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/JPPM/article/view/4053 diaskses
pada 30 September.
Wildan AWL, dkk. 2016. “Pengaruh Chess Game (Permainan Catur) terhadap
Pikiran Nyaman (Kognitif) pada Lansia Demensia” dalam jurnal
Keperawatan Vol. IX No 2 http://journal.poltekkesdepkes-
sby.ac.id/index.php/KEP/article/viewFile/335/277 diaskses pada 30
September 2019.
Williams Lippincott, Wilkins, komprehensive text book of Psychiatry. 7th edition.
In Kaplan & Sadock’s; Philadelphia. Hal:6214-6217

33

Anda mungkin juga menyukai