Anda di halaman 1dari 21

PENERAPAN PROSEDUR TEKNIK MENGHARDIK PADA PASIEN DENGAN

HALUSINASI PENDENGARAN

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:
RETNO MIFTAHUL JANNAH
NIM: P3.73.20.1.14.039

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA III


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
BEKASI, 2017
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Salam sejahtera bagi kita semua. Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa atas Rahmat dan karuniaNya saya masih diberikan kesehatan sehingga dapat
menyelesaikan tugas ini. Dalam tugas ini saya berkesempatan dalam membuat Proposal
KTI yang terfokuskan pada Keperawatan Jiwa dengan judul “Penerpan Prosedur Teknik
Menghardik Pada Pasien Dengan Halusinasi Pendengaran. Pada kesempatan ini saya
menyampaikan terimakasih atas bimbingan, bantuan, dan dukungan yang diberikan
selama saya menyusun proposal ini, kepada yang terhormat:
1. Dra. Maryanah, M.Kes. Selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Jakrta III
2. Yeti Resnayeti, SKp., Mkes. Selaku Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Jakarta III
3. Ns. Ulty Desmarnita, SKp.,Mkes.,SpMat. Selaku Ketua Prodi DIII Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
4. Endang Banon, SPd.,Mkep,Ns.,Sp.Kep.J selaku pembimbing Karya Tulis Ilmiah.
5. Seluruh civitas akademika yang telah membantu dalam penyusunan Proposal KTI
serta seluruh teman-teman yang sudah mendukung dan membantu dalam penyusunan
proposal.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini masih terdapat beberapa
kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu saya meminta kesediaan para
pembimbing untuk dapat memberikan kritik maupun saran untuk menjadikan
proposal KTI ini menjadi lebih baik lagi. Terima kasih.

Bekasi, 16 Maret 2017

PENULIS
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
2. Rumusan Masalah ................................................................................... 3
3. Tujuan Studi Kasus ................................................................................. 3
4. Manfaat Studi Kasus ................................................................................ 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
1. Konsep Dasar
a. Pengertian Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi ........................... 4
b. Faktor Predisposisi ............................................................................. 4
c. Faktor Presipitasi .............................................................................. 5
d. Manisfestasi Perilaku ......................................................................... 6
e. Mekanisme Koping ........................................................................... 8
f. Sumber Koping ................................................................................. 8
2. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian ......................................................................................... 8
b. Diagnosa ............................................................................................ 8
c. Perencanaan ...................................................................................... 8
d. Pelaksanaan ....................................................................................... 10
e. Evaluasi ............................................................................................. 10
B. Prosedur Teknik Mengontrol Halusinasi Dengan Cara Menghardik.
a. Pengertian .......................................................................................... 11
b. Tujuan ................................................................................................ 11
c. Pentingnya Teknik Menghardik ........................................................ 11
d. Cara Melakukan Teknik Menghardik Halusinasi .............................. 11
e. Hal Yang Harus Diperhatikan ........................................................... 12
BAB III METODE PENULISAN
1. Rancangan Studi Kasus ..................................................................... 13
2. Subjek Studi Kasus ........................................................................... 13
3. Fokus Studi Kasus ............................................................................. 14
4. Definisi Operasional ......................................................................... 14
5. Instrumen Studi Kasus ....................................................................... 15
6. Prosedur Pengumpulan Data ............................................................. 16
7. Tempat Dan Waktu Studi Kasus ....................................................... 16
8. Analisis Data Dan Penyajian Data .................................................... 16
9. Etika Studi Kasus .............................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 18
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Masalah kesehatan jiwa di Indonesia masih menjadi suatu masalah kesehatan
yang tergolong serius. Salah satu gangguan yang banyak terjadi yakni gangguan
persepsi sensori: halusinasi. Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana
pasien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,
pengelihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus
yang sebetulnya tidak ada (Damayanti dalam Yosep 2010). Gangguan persepsi
sensori sendiri menjadi salah satu fokus penting dalam proses keperawatan karena
dalam hal ini masalah persepsi pasien terganggu sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan pola perilaku pada diri pasien.
Pasien yang mengalami masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi
biasanya muncul dari beberapa faktor pemicu yang berasal dari dalam dan atau luar
diri pasien sendiri. Pasien dengan gangguan seperti ini juga mengalami hal yang
berawal dari masalah kehidupan pasien sebelum sakit, ditandai dengan lebih
seringnya pasien menyendiri atau menarik diri yang kemudian muncul suatu sensorik
yang mengakibatkan halusinasi. Bila masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi
ini tidak dilakukan secara benar maka akan menyebabkan resiko perilaku kekerasan
akibat tidak efektifnya latihan prosedur. Hal ini diakibatkan karena banyaknya isi dari
halusinasi tersebut bersifat memerintah penderita untuk melakukan tindakan yang
membahayakan orang lain. Oleh karena itu intervensi keperawatan pada pasien
halusinasi sangat perlu dilakukan dengan mengidentifikasi masalah halusinasi (isi,
jenis, waktu, frekuensi, respon) menggunakan teknik menghardik, mengkonsumsi
obat, bercakap-cakap, dan melakukan kegiatan.
Indonesia menjadi peringkat pertama dengan gangguan jiwa terbanyak.
Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas, 2013) prevalensi gangguan jiwa
berat pada penduduk Indonesia 1,7 permil (rata rata lebih dari 1 setiap 1000
penduduk). Gangguan jiwa berat terbanyak di DIY (2,7%), Aceh (2,7%), Sulawesi
Selatan (2,6%), Bali (2,3%), dan Jawa Tengah (2,3%). Studi kasus di bangsal rawat
inap jiwa di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang di peroleh data dari rekam medis bulan
Desember 2015 adalah sebagai berikut: total pasien di rawat per har 400 orang dari
440 kapasitas tempat tidur yang tersedia. Dari jumlah tersebut sekitar 65%mengalami
masalah halusinasi dan 90% nya mengalami jenis halusinasi pendengaran. Efektifitas
teknik menghardik sebagai cara mengontrol halusinasi pada pasien didapatkan hasil
yang berbeda-beda. Penggunaan teknik ini selalu diajarkan pada pasien halusinasi
pendengaran sehingga informasi keberhasilan bisa mudah diperoleh (Perbedaan
Efektifitas Cara Kontrol Halusinasi Menggunakan Teknik Menghardik Dengan
Teknik Berdzikir Terhadap Intensitas Tanda Dan Gejala Halusinasi Pada Pasien
Dengan Halusinasi Pendengaran Di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang tahun 2015).
Perawat sebagai sumber daya manusia yang memberikan pelayanan di rumah
sakit diharapkan mampu meningkatkan aspek pelayanan pada pasien. Diharapkan
perawat mampu mendampingi pasien dalam proses penyembuhan penyakitnya.
Pelayanan kesehatan jiwa akan menunjukkan hasil yang maksimal bila didukung
dengan kemampuan perawat yang berkompeten dalam menjalankan asuhan
keperawatan jiwa. Untuk mendukung hal tersebut maka perlu dilakukan beberapa
proses untuk meningkatkan asuhan keperawatan salah satunya dengan melakukan
studi kasus pada pasien dengan masalah kesehatan jiwa. Selain itu diperlukan pula
pelatihan serta pendidikan lanjutan demi tercapainya asuhan keperawatan yang
maksimal. Dengan melakukan kegiatan tersebut nantinya perawat akan mampu
membandingkan keefektifan metode tindakan asuhan keperawatan yang akan
dilakukan pada pasien.
Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan, pada pasien dengan
gangguan persepsi sensori: halusinasi dengan teknik menghardik masih belum
optimal. Pola strategi pertemuan serta latihan yang dilakukan saat munculnya
halusinasi dan jadwal aktivitas yang harus dilakukan pasien dalam melatih teknik
menghardik belum optimal. Sehingga terjadi kesenjangan antar pasien yang
menimbulkan perbedaan tingkat keberhasilan tindakan teknik menghardik halusinasi
pada pasien A dan B. Sehingga menyebabkan lamanya proses penyembuhan pasien
dengan masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui perbedaan efektifitas cara kontrol halusinasi menggunakan teknik
menghardik terhadap dua pasien dengan intensitas tanda dan gejala halusinasi pada
halusinasi pendengaran di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
2. Rumusan Masalah
Bagaimanakah penerapan tindakan keperawatan mengontrol halusinasi pendengaran:
menghardik halusinasi dapat menurunkan tingkat munculnya stressor halusinasi
pendengaran?

3. Tujuan Studi Kasus


Mengidentifikasi pengaruh prosedur tingkat keberhasilan tindakan keperawatan
dengan mengontrol halusinasi pendengaran: menghardik pada klien dengan gangguan
persepsi sensori: halusinasi pendengaran di RSCM.

4. Manfaat Studi Kasus


a. Sebagai gambaran dalam memberikan tindakan asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi.
b. Sebagai gambaran dalam tingkat keberhasilan proses tindakan mengontrol
halusinasi pendengaran: menghardik berdasarkan kesesuaian jadwal kegiatan
untuk mengontrol halusinasi pada klien yang berbeda.
c. Sebagai referensi dalam penerapan keefektifan tindakan mengontrol halusinasi.
d. Sebagai pengalaman dalam mengimplementasikan prosedur mengontrol halusinasi
pendengaran dengan menghardik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi


Pendengaran.
1. Konsep Dasar
a. Pengertian Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran
Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan dari
luar. Walau tampak sebagai sesuatu yang “khayal”, halusinasi sebenarnya
menerapkan bagaian dari kehidupan mental penderita yang “teresepsi” (Yosep,
2010). Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang
datang disertai gangguan respon yang kurang, berlebih, atau distorsi terhadap
stimulus tersebut (Nanda-I, 2012). Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori
dari suatu obyek tanpa adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori
ini meliputi seluruh pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala
gangguan jiwa yang pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau
penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Yusuf dkk,
2015).
b. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2010) faktor predisposisi klien dengan halusinasi adalah:
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilangnya percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3) Faktor Biologis
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress
yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan
suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibatnya stress
berkepanjangan menyebabkan teraktivitasnya neurotransmitter otak.
4) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa
depannya. Pasien lebih memiliki kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam khayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang
schizofrenia cenderung mengalami schizofrenia.
c. Faktor Presipitasi
1) Perilaku
Respon pasien terhadap halusinasi dapat beurpa curiga, ketakutan, perasaan
tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku menarik diri, kurang perhatian,
tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat membedakan keadaan
nyata dan tidak nyata.
2) Stresor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari
kelompok dapat menimbulkan halusinasi.
3) Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta zat
halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas termasuk
halusinasi.
4) Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya gangguan
orientasi realitas. Pasien mengembangkan koping untuk menghindari
kenyataan yang tidak menyenangkan.
d. Manisfestasi Halusinasi
Manifestasi klinik dari halusinasi dengar (Auditory-hearing voices or
sounds) meliputi beberapa fase menurut (Keliat, 2009):
1) Fase I: Sleep Disorder
Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi. Pasien merasa banyak
masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut diketahui orang lain
bahwa dirinya banyak masalah. Sulit tidur berlangsung terus menerus,
sehingga biasa menghayal. Pasien menanggap lamunan-lamunan awal
tersebut terhadap pemecahan masalah.
2) Fase II: Comforting Moderate level of anxiety
Halusinasi secara umum ia terima sebagai sesuatu yang alami. Pasien yang
emosi secara berlanjut seperti adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan
berdosa, ketakutan dan mencoba memusatkan pemikiran pada timbulnya
kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya
dapat ia kontrol bila kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada
kecenderungan pasien merasa nyaman dengan halusinasinya.
3) Fase III: Condemning Severe level of anxiety
Secara umum halusinasi sering mendatangi pasien. Pengalaman sensori
pasien menjadi sering datang dan mengalami bias. Pasien merasa tidak
mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga jarak antara
dirinya dengan objek yang dipersepsikan pasien mulai menarik diri dari
orang lain dengan intensitas waktu yang lama.
4) Fase IV: Controlling Severe level of anxiety
Fungsi sensori menjadi tidak relevan dengan kenyataan. Pasien mencoba
melawan suara-suara atau sensory abnormal yang datang. Pasien dapat
merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai fase
gangguan Psychotic.
5) Fase V: Conquering Panic level of anxiety
Pasien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya. Pengalaman
sensorinya terganggu, pasien mulai merasa terancam dengan datangnya
suara-suara terutama bila pasien tidak dapat menuruti ancaman atau
perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung
selama minimal 4 jam atau seharian bila pasien tidak mendapatkan
komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat.
Selain fase pada halusinasi, terdapat manifestasi klinik lain dalam
bentuk tahap menurut Keliat (2009):
a) Tahap 1: Halusinasi bersifat tidak menyenangkan. Gejala Klinis:
a. Menyeringai/tertawa tidak sesuai
b. Menggerakkan bibir tanpa bicara
c. Gerakan mata cepat
d. Bicara lambat
e. Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b) Tahap 2 : Halusinasi bersifat menjijikan. Gejala klinis :
a. Cemas
b. Konsentrasi menurun
c. Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c) Tahap 3 : Halusinasi bersifat mengendalikan. Gejala klinis :
a. Cenderung mengikuti halusinasi
b. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
c. Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
d. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti
petunjuk).
d) Tahap 4 : Halusinasi bersifat menaklukkan. Gejala klinis :
a. Pasien mengikuti halusinasi
b. Tidak mampu mengendalikan diri
c. Tidak mampu mengikuti perintah nyata
d. Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
e. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah beberapa usaha yang secara langsung dilakukan
individu untuk management stress yang dihadapi. Ada 3 tipe mekanisme
koping menurut Stuart (2009):
1) Koping mekanisme yang berfokus pada masalah, dimana melibatkan usaha
langsung untuk melakukan koping dengan diri sendiri.
2) Mekanisme koping yang berfokus pada kognitif, individu dicoba untuk
mengontrol maksud atau makna dari masalah dan berusaha untuk
menetralisirnya sendiri.
3) Koping mekanisme yang berfokus pada emosi, klien diorientasikan untuk
mengurangi tekanan emosional.
f. Sumber Koping
Menurut Stuart dan Laraia (2005; 2009) sumber koping terdiri atas
kemampuan yang dimilki oleh individu dalam pemecahan masalah, dukungan
sosial baik dari keluarga, kelompok, teman, dan orang-orang disekitarnya, aset
ekonomi, dan keyakinan serta nilai-nilai positif yang dimilki oleh pasien.
Sumber koping yang adekuat akan mampu membuat individu beradaptasi
dengan stressor yang dihadapi dan mengatasi masalah yang ditemui. Keluarga
merupakan salah satu sumber pendukung utama dalam penyembuhan klien
dengan schizofrenia (Videbeck, 2008). Pengetahuan dan intelegensi adalah
sumber koping lainnya yang akan menuntun individu untuk melihat cara lain
dalam menghadapi stress. Dengan demikian sumber koping juga termasuk
identitas ego yang kuat, system nilai dan keyakinan yang stabil dan orientasi
pencegahan untuk kesehatan (Stuart, 2009).
2. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
a) Perubahan sensori perseptual : halusinasi pendengaran
a. Data Subjektif :
Pasien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata. Pasien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat
dan didengar. Pasien mengatakan bahawa ingin memukul/melempar
barang-barang ketika suara muncul. Maka dapat disimpulkan bahwa
pasien mengalami gangguan perubahan sensori perseptual: halusinasi.
(Keliat, 2009).
b. Data Objektif :
Pasien terlihat sering berbicara dan tertawa sendiri. Pasien kerap
bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu yang ada disekitarnya.
Setelah itu pasien akan berhenti bicara ditengah kalimat untuk
mendengarkan sesuatu yang muncul. Respon yang akan muncul
adalah pasien marah – marah tanpa sebab, lalu menutup telinga, dan
ada gerakan tangan atau anggota tubuh lainnya (Yosep, 2009).
c. Diagnosa keperawatan yang muncul adalah gangguan persepsi
sensori: halusinasi pendengaran.
d. Perencanaan
Rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah dengan cara
membantu pasien untuk mengenali halusinasi yang muncul.
Tujuannya adalah agar mengetahui jenis halusinasi dan mengetahui
respon terhadap jenis halusinasi yang muncul. Untuk membantu
pasien mengenali halusinasi, tindakan yang dapat di lakukan dengan
cara berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang di
dengar dan dilihat), waktu terjadinya halusinasi, frekuensi terjadinya
halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan perasaan
pasien saat halusinasi muncul. Setelah mengenali halusinasi yang
muncul di diri pasien maka selanjutnya adalah dengan cara melatih
mengontrol halusinasi. Tujuannya adalah agar pasien mampu
mengontrol berbagai hal yang muncul dalam halusinasinya, Melatih
pasien mengontrol halusinasi dapat dikakukan dengan empat cara.
Keempat cara tersebut adalah: Menghardik halusinasi, bercakap-
cakap dengan orang lain, melakukan aktifitas terjadwal,
menggunakan obat secara teratur.
e. Pelaksanaan
Tindakan keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP):
a) SP 1 P : membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan
cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol
halusinasi.
b) SP 2 P : melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain.
c) SP 3 P : melatih pasien mengontrol halusinasi melaksanakan
aktivitas terjadwal.
d) SP 4 P : melatih pasien menggunakan obat secara teratur.
f. Evaluasi
Evaluasi dapat dibagi menjadi dua yaitu evaluasi proses atau
formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi
hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon pasien
pada tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan. Evaluasi
dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP; S =
respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. O = respon objektif klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan A = analisa ulang atas data
subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih
tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi
dengan masalah yang ada. P = perencanaan atau tindak lanjut
berdasarkan hasil analisa pada respon klien.

B. Prosedur Teknik Menghardik pada Pasien Gangguan Persepsi Sensori:


Halusinasi Pendengaran.
Pada klien dengan halusinasi pendengaran ada beberapa tindakan keperawatan
yang dilakukan, salah satunya adalah dengan teknik menghardik yang akan
diterapkan pada Karya Tulis Ilmiah.
a. Pengertian Teknik Menghardik
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi
dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan
tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya.
Kalau ini bisa dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak
mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada namun dengan
kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam
halusinasinya.
b. Tujuan
Tujuan diberikan teknik menghardik adalah agar pasien mampu mengenali jenis
halusinasi yang terjadi dan dapat mengontrol setiap kali pemicu halusinasi
muncul dan pada akhirnya pasien mampu melakukan aktivitasnya secara
optimal.
c. Pentingnya teknik menghardik yang dilakukan pada pasien dengan halusinasi
pendengaran.
Teknik menghardik pada pasien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran karena dengan cara menghardik pasien mampu mengontrol
halusinasinya dan mengalihkan suara yang muncul.
d. Cara melakukan teknik menghardik pada halusinasi pendegaran:
a) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik :
b) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya dan
diskusikan dengan klien mengenai isi, waktu, frekuensi halusinasi,
situasi yang menimbulkan halusinasi, hal yang dirasakan jika
berhalusinasi, hal yang dilakukan untuk mengatasi, serta dampak yang
dialaminya.
c) Identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi.
d) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi.
e) Bantu klien memilih satu cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk
mencobanya.
e. Hal yang harus diperhatikan.
Hal yang perlu diperhatikan adalah kondisi pasien saat menjalankan latihan
teknik mengontrol halusinasi dengan menghardik. Selain kondisi adalah posisi
serta tempat yang nyaman dan sesuai dengan kesepakatan antara pasien dan
perawat. Jika sebelumnya sudah dilakukan kontrak dengan pasien untuk
menemuinya, maka segera menepati janji tersebut agar pasien menjadi percaya
dan lebih terbuka dengan perawat.
BAB III
Metode Studi Kasus

1. Rancangan Studi Kasus


Dalam penulisan studi kasus menggunakan teknik deskriptif dengan bentuk
case study atau studi kasus. Teknik deskriptif ini sendiri adalah teknik penulisan
penelitian dengan tujuan memberikan kejadian secara objektif. Desain penelitian ini
digunakan untuk menjawab atau memecahkan masalah yang sedang dihadapi saat ini.
Selain itu penelitian deskriptif merupakan cara untuk menemukan makna baru,
menjelaskan sebuah kondisi yang sedang akan diteliti. Rancangan penelitian
deskriptif bertujuan untuk menerangkan atau menggambarkan masalah penelitian
yang terjadi berdasarkan karakteristik orang, tempat dan waktu. Rancangan dalam
penulisan kali ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif. Bersifat mencari
informasi faktual dan dilakukan secara mendetail. Studi kasus deskriptif ini sifatnya
adalah mengidentifikasi masalah atau untuk mendapatkan justifikasi keadaan yang
aktual terhadap subjek yang diteliti. Metode ini bercirikan nonnumerik dan lebih
kepada model naratif (Nursalam, 2008).
2. Subjek Studi Kasus
Subjek dalam studi kasus yang digunakan saat ini adalah dengan
menggunakan dua pasien yang memilki masalah kesehatan yang sama. Subjek yang
digunakan adalah pasien yang mengalami gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran di RSCM Jakarta. Pasien yang dijadikan subjek merupakan pasien yang
baru pertama kali mengalami gangguan dengan pasien yang sudah lebih dari satu kali
mengalami gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran. Pasien dipilih tanpa
mengenal gander dan usia. Dengan mengambil subjek studi kasus 2 orang pasien
diharapkan akan muncul perbedaan saat dilakukan asuhan keperawatan dengan teknik
menghardik. Respon yang muncul diharapkan berbeda pada saat setelah diberikan
latihan menghardik halusinasi yang nantinya akan menjadi bahasan pada studi kasus
ini. Subjek studi kasus dirumuskan dengan kriteria inklusi atau dengan kata lain,
subjek studi kasus kali ini adalah pasien dengan penyakit utama yang spesifik tanpa
penyakit penyerta lain. Kriteria inklusi ini dipilih agar dapat lebih mudah saat
melakukan studi kasus serta lebih terfokus pada gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran saja. Sehingga data yang diperoleh lebih valid. Dalam studi kasus kali
ini penulis hanya menekankan pada pasien dengan kriteria inklusi. Namun apabila di
lapangan terdapat kriteria ekslusi, maka penulis akan menerapkannya dengan memilih
pasien dengan masalah kesehatan lain selain gangguan kejiwaan.
3. Fokus Studi
Fokus studi yang diambil adalah penerapan prosedur teknik mengontrol
halusinasi dengan menghardik. Fokus studi dipilih berdasarkan studi kasus terdahulu
mengenai jenis gangguan kejiwaan. Dengan pasien terbanyak adalah dengan masalah
gangguan persepsi sensori: halusinasi. Teknik mengontrol yang dipilih dalam studi
kasus ini yakni menghardik dengan alasan bahwa teknik SP pertama pada pasien
gangguan persepsi sensori: halusinasi penengaran ini terkadang masih mendapatkan
kesulitan dalam keberhasilannya. Hal ini menyebabkan pasien masih kerap
mengalami gangguan suara dari luar sehingga halusinasi muncul. Teknik menghardik
ini juga masih mendapatkan kendala dari ketidakjujuran pasien ketika suara muncul,
pasien juga kurang terbuka kepada perawat sehingga terkadang banyak pasien yang
justru jatuh dan terbawa kedalam halusinasi hingga terkadang perilaku yang muncul
membahayakan pasien dan orang sekitar.
4. Definisi Operasional
Studi kasus penerapan prosedur keperawatan yakni fokus pada teknik
mengontrol dengan menghardik halusinasi. Gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran adalah masalah gangguan kejiwaan dimana pasien mengalami masalah
atau persepsi sensori (pengindraan) muncul dari luar tubuh yang sebenarnya bersifat
palsu/khayal yang jika di dalami akan membahayakan pasien serta lingkungan.
Gangguan pengindraan yang muncul dapat berupa pendengaran, pengelihatan,
penghinduan, penciuman, dan perabaan. Dalam studi kasus kali ini pasien mengalami
gangguan persepsi sensori: pendengaran yang berasal dari luar yang sifatnya
membawa pasien kedalam kondisi khayal sehingga perilaku atau respon yang muncul
dapat membahayakan bila tidak dengan segera di lakukan tindakan keperawatan.
Teknik menghardik halusinasi merupakan teknik mengontrol halusinasi
dengan cara menutup bagian alat indra, dalam studi kasus kali ini adalah halusinasi
pendengaran sehingga cara mengontrolnya dengan menutup telinga pasien dan minta
pasien untuk mengatakan “pergi kamu! Kamu palsu, saya tidak mendengar kamu!
Kamu palsu! Pergi... pergi... pergi...!!!” dilakukan beberapa kali sampai suara yang
muncul hilang dan pasien mampu melakukan aktivitasnya kembali.
5. Instrumen Studi Kasus
Jenis instrumen yang digunakan yakni;
a. Biofisiologis; dalam studi kasus menggunakan pengukuran yang berorientasi pada
dimensi fisiologis pasien. Studi kasus ini menggunakan pengukuran dengan
mengukur fisiologis aktual pasien halusinasi pendengaran.
b. Observasi
Observasi yang dilakukan dapat menggunakan beberapa model instrumen antara
lain;
a) Catatan anecdotal, yaitu dengan mencatat gejala-gejala khusus yang muncul
selama studi kasus dengan pasien. Selain mencatat kejadian khusus, anecdotal
juga dapat mencatat kejadian luar biasa berdasarkan urutan kejadian yang
terjadi selama proses studi kasus.
b) Catatan berkala, yaitu mencatat setiap kegiatan atau gelaja secara urut dengan
waktu yang tidak terus menerus namun berkala.
c) Daftar ceklist, yaitu menggunakan daftar yang membuat nama observer disetai
jenis gejala yang diamati. Contoh dari daftar ceklist adalah daftar kegiatan
harian yang disetujui oleh pasien dan perawat (peneliti).
c. Wawancara
Dalam studi kasus dapat dilakukan wawancara secara struktur dan tidak
terstruktur yang dilakukan oleh pasien dan peneliti. Dalam studi kasus kali ini
menggunakan wawancara terstrukur.
d. Kuesioner
Pengumpulan data yang dilakukan secara formal untuk menjawab pertanyaan
yang diberikan penulis secara tertulis.
e. Skala penilaian
Skala penilaian digunakan guna mengetahui tingkat keberhasilan dari studi kasus
yang dilakukan oleh penelti.
6. Prosedur Pengumpulan Data
Pada studi kasus kali ini menggunakan prosedur pengumpulan data secara
wawancara terstruktur dengan melibatkan subjek yakni pasien dengan gangguan
persepsi sensori: halusinasi pendengaran. Metode ini digunakan karena dapat dengan
langsung berkomunikasi dengan pasien dan dapat melihat secara langsung ekspresi
serta respon pasien ketika halusinasi muncul. Manfaatnya adalah dapat menemukan
data secara aktual dan data objektif lebih terlihat.
7. Tempat dan Waktu Studi Kasus
Tempat yang digunakan selama studi kasus bertempat di RSCM dan dilakukan
dalam waktu 8 hari terhitung dari tanggal 17-21 April 2017.
8. Analisis Data dan Penyajian Data
Data riset kualitatif biasanya berbentuk teks naratif yang berasal dari
wawancara tertulis. Dalam studi kasus kali ini digunakan jenis fenomenologi yang
merupakan riset tentang pengalaman. Teknik analisis data yang digunakan dalam riset
fenomenologi meliputi data hasil wawancara dengan subjek studi untuk menemukan
tema atau kategori pengalaman yang dipandang dari perspektif subjek.
9. Etika Studi Kasus
Etika keperawatan adalah nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang diyakini oleh
profesi keperawatan dalam melaksanakan tugasnya yang berhubungan dengan pasien,
masyarakat, teman sejawat, maupun bagian organisasi profesi, serta pengaturan dalam
praktik keperawatan itu sendiri. Critical ethical analysis (pengambilan keputusan
sesuai etik) (Yosep, 2009);
a. Meliputi pengumpulan informasi untuk mengklarifikasi latar belakang issue
tersebut,
b. Mengidentifikasi komponen etik atau keadaan dilema yang terjadi, seperti adakah
faktor kebebasannya (dilihat dari sudut pandang pemaksaan) atau adakah faktor
ancaman (dilihat dari sudut hak untuk dapat menolak layanan)
c. Mengklarifikasi hak dan tanggung jawab yang ada pada seluruh pihak. Ini
meliputi pasien, perawat, dan mungkin juga pihak lain seperti keluarga pasien. Hal
ini alternatif eliminasi agar tidak terjadi pelanggaran hak atau tampak
membahayakan. Karena fungsi primer keperawatan jiwa berhubungan dengan
manusia, maka sengat penting untuk mengulas kembali bagaimana filosofi
merawat pasien agar membantu perawat untuk membedakan pendekatan mana
yang akan digunakan. Untuk itu ada 4 pendekatan, yakni:
a) Utilitarianism,
b) Egoism,
c) Formalism,
d) Fairness.
d. Yang terakhir adalah solusi yang diimplementasikan kedalam tindakan. Dalam
konteks memenuhi harapan sosial dan sesuai dengan hukum yang berlaku,
perawat memutuskan kedalam tujuan dan metode implementasi.
Dalam studi kasus ini penulis juga memntingkan etika keperawatan dalam
melaksankan tindakan keperawatan kepada pasien. Dengan menggunakan prinsip
otonomi (menghargai hak pasien untuk memilih dan membuat keputusan),
confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien), justice (keadilan dalam
melaksanakan tindakan keperawatan). Tujuan memperhatikan etika keperawatan
kepada pasien adalah agar terjalin rasa saling percaya, rahasia, terbuka, dan
empati kepada pasien. Sehingga asuhan keperawatan dapat dijalankan dengan
baik.
Daftar Pustaka

http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/5/01-gdl-devianggra-250-1-p10013-
d-i.pdf (diperoleh pada 15 Maret 2017)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24963/4/Chapter%20II.pdf (diperoleh
pada 15 Maret 2017)
Keliat, BA., dkk. 2007. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas:CMHN (Basic
Courese). Jakarta: EGC.
Keliat, BA., dkk. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
Nasir Abdul. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa: Pengantar dan Teori. Jakarta:
Penerbit Salemba Medika.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Stuart Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta;EGC.
Tirto Jiwo. 2015. Pusat Pemulihan dan Pelatihan bagi Penderita Gangguan Jiwa:
Cara Mengatasi Halusinasi. Diperoleh 16 Maret 2017.
mengatasi%20halusinasi%20_%20Tirto%20Jiwo.html.
Videbeck. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Watik Ahmad. 2007. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian dan Kesehatan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Yosep Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung:PT. Refika Aditama Edisi Ketiga.
Yusuf. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai