Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIK PADA REMAJA


Disusun guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan
Praktik Kebidanan Asuhan Kebidanan Holistik Pada Remaja

Program Studi Pendidikan Profesi Bidan

Disusun Oleh :
ENDANG MARTINI
NIM : PO6224222551

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA
PRODI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN
2022
2

LEMBAR PERSETUJUAN

Disusun guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan


Praktik Kebidanan Holistik pada remaja
Program Studi Pendidikan profesi Bidan
Poltekkes Kemenkes palangka Raya

Disusun oleh :
Nama : Endang Martini
NIM : PO6224222546

Banjarmasin, Agustus 2022

Koordinator Mata Kuliah Pembimbing Institusi


Stase I Asuhan Kebidanan Holistik Pada Remaja

Erina Eka Hatini, SST., MPH Riny Natalina, SST.,M. Keb


NIP. 19800608 200112 2 001 NIP. 19791225 200212 2 001

Mengetahui
Ketua Prodi sarjana Terapan Kebidanan
Dan Pendidikan Profesi Bidan

Erina Eka Hatini, SST., MPH


NIP. 19800608 200112 2 001
3

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan
ini yang berjudul “Asuhan Kebidanan Holistik pada Remaja”.
Saya telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan untuk
Menyusun laporan ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Sumber dari
laporan ini adalah literatur-literatur dari berbagai sumber baik media cetak
maupun di dunia maya.
Laporan ini terselesaikan berkat adanya bantuan dari banyak pihak,
sehingga pada kesempatan ini saya tak lupa menyampaikan banyak terima kasih,
kepada:
1. Ibu Erina Eka Hatini, SST., MPH selaku Ketua Program Studi Sarjana
Terapan Kebidanan dan pendidikan Profesi Bidan dan selaku Koordinator
Stase I Asuhan Kebidanan Holistik pada Remaja dan Pranikah yang telah
memberikan kesempatan untuk Menyusun laporan ini.
2. Ibu Riny Natalina, SST., M.Keb selaku Pembimbing Institusi yang telah
memberikan bimbingan sehingga laporan ini dapat terselesaikan.
3. Bidan Lisdha Yantie, SST.,M.Keb Bidan selaku pembimbing lahan praktik
Stase 1 Asuhan Kebidanan Holistik Pada Remaja Dan Pranikah yang telah
memberikan bimbingan dan membantu penulis selama di lahan praktik.
4. Teman-teman seperjuangan yang telah mendukung penulis sehingga bisa
menyelesaikan laporan ini tepat waktu.
Kami menyadari, bahwa laporan yang kami buat ini masih jauh dari kata
sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa
mendatang.
Semoga laporan ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.
Banjarmasin, Agustus 2022

Penulis
4

DAFTAR ISI

Cover ....................................................................................................... i
Lembar Persetujuan ......................................................................................... ii
Kata Penagntar ................................................................................................. iii
Daftar Isi ....................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................... 2
C. Tujuan..................................................................................... 3
D. Manfaat .................................................................................. 3
BAB II KONSEP REMAJA DAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN
PADA REMAJA............................................................................ 4
A. Pengertian Remaja.................................................................. 4
B. Pubertas,Perubahan Fisik dan Psikis Pada Remaja Putri........ 6
C. Kesehatan Reproduksi Remaja .............................................. 8
D. Gizi Seimbang Pada Remaja.................................................. 10
E. Anemia Pada Remaja Putri..................................................... 11
F. HIV / AIDS dan Infeksi Menular Seksual.............................. 14
G. Narkotika, Psikotroika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA)..... 15
BAB III EVIDENCE BASED MIDWIFERY ASUHAN
KEBIDANAN HOLISTIK PADA REMAJA............................... 17
A. Masalah Gizi Remaja............................................................... 17
B. Gangguan menstruasi pada remaja.......................................... 23
C. Upaya penanganan pemakaian NAPZA.................................. 28
D. Infeksi Menular Seksual Dan HIV/AIDS................................ 29
E. Skrining Kesehatan Pada Remaja............................................ 30
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia.


Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak kanak
ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan
perubahan sosial. Di sebagian besar masyarakat dan budaya masa remaja
pada umumnya dimulai usia 10 - 13 tahun dan berakhir pada usia 18- 22
tahun (Notoatmodjo, 2007).
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak anak yang
dimulai saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun
sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda ditandai dengan
adanya perubahan fisik, perilaku, emosional dan psikis, perubahan fisik yang
cepat berupa pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis, perubahan
bentuk tubuh dan adanya perkembangan karakteristik seksual yang juga
disebabkan oleh stimulasi hormon (Haryanto, Wahyuningsih and Nandiroh,
2015).
Remaja mempunyai kebutuhan nutrisi yang spesial, karena pada saat
tersebut terjadi perubahan yang pesat dan terjadi perubahan kematangan
fisiologis sehubungan dengan timbulnya pubertas. Remaja yang sehat adalah
remaja yang produktif sesuai dengan tingkat perkembangannya. Remaja
adalah harapan bangsa, sehingga berlebihan jika dikatakan bahwa masa depan
bangsa yang akan datang akan ditentukan pada keadaan remaja saat ini masa
remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.
Perubahan pada masa remaja akan memengaruhi kebutuhan , absropsi serta
penggunaan zat gizi  hal ini di sertai dengan pembesaran organ dan jaringan
organ tubuh yang pesat. Perubahan hormon yang menyertai pubertas juga
menyebabkan banyak perubahan fisiologis yang memengaruhi kebutuha Hasil
Survei Penduduk Antar Sensus 2015 menunjukkan bahwa penduduk usia 15-

1
2

24 tahun mencapai 42.061,2 juta atau sebesar 16,5 persen dari total penduduk
Indonesia. Tingginya jumlah remaja di Indonesia, disertai pula dengan
problematika yang dihadapi oleh mereka. Dari berbagai permasalahan remaja
yang mencuat, masalah seksualitas adalah yang paling banyak mendapat
sorotan dari berbagai kalangan. Masalah seksualitas merupakan masalah yang
pelik bagi remaja, karena masa remaja merupakan masa dimana seseorang
dihadapkan pada berbagai tantangan dan masalah, baik itu masalah
perkembangan maupun lingkungan. Tantangan dan masalah ini akan
berdampak pada perilaku remaja, khususnya perilaku seksualnya
(Rahma,2019)
Pengetahuan kesehatan reproduksi sangat penting untuk membatasi
perilaku seksual yang kian bebas pada usia remaja terlebih pada masa remaja
awal. Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang
menyangkut system, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki remaja.
Pengertian sehat disini tidak semata-mata berarti bebas dari penyakit atau
bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial (Romulo,
Akbar and Mayangsari, 2016). Dilihat dari sudut pandang kesehatan,
tindakan menyimpang yang akan mengkhawatirkan adalah masalah yang
berkaitan dengan seks bebas (unprotected sexuality), penyebaran penyakit
kelamin, kehamilan di luar nikah atau kehamilan yang tidak
diinginkan(adolescent unwanted pregnancy)di kalangan remaja.Selain
masalah kehamilan pada remaja masalah yang juga sangat
menggelisahkan berbagai kalangan dan juga banyak terjadi pada remaja
adalah banyaknya remaja yang mengidap HIV/AIDS( Sarwono, 2013)
Tambahkan kebijakan pemerintah/peran bidan untuk mengatasi masalh2
remaja

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah laporan pendahuluan ini adalah bagaimana Asuhan
kebidanan pada permasalahan kesehatan pada remaja.
3

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mampu menerapkan teori, konsep dan prinsip kebidanan dalam
memberikan asuhan pada remaja
2. Tujuan khusus : tentang Konsep Remaja dan teori Asuhan Kebidanan
Holistik Pada Remaja yaitu :
a. Mengtahui Pengertian remaja
b. Mengetahui Pubertas, Perubahan fisik dan psikis pada remaja putri
c. Mengetahui Kesehatan Reproduksi Remaja
d. Mengetahui Gizi seimbang pada remaja
e. Mengetahui Anemia pada remaja putri
f. Mengetahui tentang HIV/AIDS dan infeksi menular seksual pada
remaja
g. Mengetahui akibat Narkotika, Psikotopika dan Zat Adiktif Lainnya
(NAPZA) pada remaja

D. Manfaat
1. Mahasiswa
Mahasiswa profesi mampu melakukan Asuhan Kebidanan Holistik Pada
Remaja dan dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh serta
mendapatkan pengalaman dalam melaksanakan asuhan kebidanan secara
langsung pada Remaja sehingga dapat digunakan sebagai berkas penulis
didalam melaksanakan tugas sebagai bidan dengan manajemen
kebidanan sesuai kasus yang ditemukan di lahan praktik.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan sumber kepustakaan dan perbandingan pada Asuhan
Kebidanan Holistik Pada Remaja
3. Bagi Rumah Sakit
4

Memberikan informasi pada klien/pasien terutama tentang kasus Asuhan


Kebidanan Holistik Pada Remaja

BAB II
5

KONSEP REMAJA DAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN


PADA REMAJA

A. Pengertian Remaja
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-
anak dan masa kehidupan orang dewasa yang ditandai dengan pertumbuhan
dan perkembangan biologis dan psikologis. Secara biologis ditandai dengan
tumbuh dan berkembangnya seks primer dan seks sekunder sedangkan
secara psikologis ditandai dengan sikap dan perasaan, keinginan dan emosi
yang labil atau tidak menentu. Hurlock (1990) membagi fase remaja
menjadi masa remaja awal dengan usia antara 13-17 tahun dan masa remaja
akhir usia antara 17-18 tahun. Masa remaja awal dan akhir menurut
Hurlock memiliki karakteristik yang berbeda dikarenakan pada masa
remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih
mendekati dewasa.
Menurut Desmita (2011) masa remaja ditandai dengan sejumlah
karakteristik penting yang meliputi pencapaian hubungan yang matang
dengan teman sebaya, dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria
atau wanita dewasa yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, menerima
keadaan fisik dan mampu menggunakanya secara efektif, mencapai
kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya, memilih
dan mempersiapkan karier dimasa depan sesuai dengan minat dan
kemampuannya, mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan hidup
berkeluarga dan memiliki anak, mengembangkan keterampilan intelektual
dan konsep-konsep yang diperlukan sebagai warga negara, mencapai
tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial dan memperoleh
seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman dalam bertingkah laku.
(Hidayati dan Farid.,2016).
Remaja merupakan masa kehidupan individu dimana terjadi
perkembangan psikologis untuk menemukan jati diri. Pada masa peralihan
tersebut, remaja akan dapat mengembangkan bakat dan kemampuan yang

4
6

ia miliki yang akan ditunjukkan pada orang lain agar terlihat berbeda dari
yang lain. Masa remaja sering disebut dengan masa pubertas yang
digunakan untuk menyatakan perubahan biologis baik bentuk maupun
fisiologis yang terjadi dengan cepat dari masa anak anak ke masa dewasa.
Secara psikologis remaja adalah usia dimana individu menjadi terintegrasi
di dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa dibawah
lebih tua melainkan merasa sama atau sejajar. Remaja digolongkan menjadi
3 yaitu : remaja awal (12-15 tahun) remaja pertengahan (15-18 tahun) dan
remaja akhir (18-21 tahun) (Subekti et., 2022). Remaja pada umumnya
didefinisikan sebagai orang-orang yang mengalami masa peralihan dari
masa masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut organisasi kesehatan
dunia (WHO), remaja (adolescence) adalah mereka yang berusia 10-19
tahun. Sementara dalam terminologi lain PBB (Perserikatan Bangsa-
Bangsa) menyebutkan anak muda (youth) untuk mereka yang berusia 15-24
tahun. Ini kemudian disatukan dalam sebuah terminologi kaum muda
(young people) yang mencakup 10-24 tahun. (Aminah,.2018)
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memberikan batasan mengenai siapa
remaja secara konseptual. Dikemukakannya oleh WHO ada tiga kriteria
yang digunakan; biologis, psikologis, dan sosial ekonomi, yakni: (1)
individu yang berkembang saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda
seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, (2)
individu yang mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi
dari anak-anak menjadi dewasa, dan (3) terjadi peralihan dari
ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang lebih
mandiri. Selanjutnya, Wirawan menjelaskan bahwa untuk mendefinisikan
remaja seharusnya disesuaikan dengan budaya setempat, sehingga untuk di
Indonesia digunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah dengan
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : (Putro,.2017)
1.Usia 11 tahun adalah usia di mana pada umumnya tanda-tanda sekunder
mulai nampak.
7

2. Pada masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil baligh,


baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi
memperlakukan mereka sebagai anak-anak.
3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan
perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas ego (menurut Ericson),
tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual (menurut
Freud), dan tercapainya puncak perkembangan kognitif (menurut
Piaget), maupun moral (menurut Kohlberg).
4. Batas usia 24 tahun adalah merupakan batas maksimal, yaitu untuk
memberi peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih
menggantungkan diri pada orangtua, belum mempunyai hak-hak penuh
sebagai orangtua.
5. Dalam definisi tersebut, status perkawinan sangat menentukan apakah
individu masih digolongkan sebagai remaja ataukah tidak.

B. Pubertas,Perubahan Fisik dan Psikis Pada Remaja Putri


Remaja merupakan masa kehidupan individu dimana terjadi
perkembangan psikologis untuk menemukan jati diri. Masa remaja sering
disebut dengan masa pubertas yang digunakan untuk menyatakan
perubahan biologis baik bentuk maupun fisiologis yang terjadi dengan
cepat dari masa anak anak ke masa dewasa. Secara psikologis remaja
adalah usia dimana individu menjadi terintegrasi di dalam masyarakat
dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa dibawah lebih tua melainkan
merasa sama atau sejajar. Remaja harus siap secara fisik dan psikologis
dalam menghadapi masa pubertas. Kesiapan remaja dipengaruhi oleh
komunikasi orang tua, tingkat pengetahuan dan jumlah sumber informasi.
Remaja memerlukan perhatian, pengasuhan, perhatian dan komunikasi
yang optimal dari orang tua untuk meluruskan persepsi anak agar anak
tidak takut pada masa pubertas. Pada remaja yang tinggal bersama, fungsi
dan peran orang tua pada masa pubertas bisa terpenuhi dengan baik.
(Fidora et al, 2021).
8

Pubertas sering didefinisikan sebagai transformasi fisik seorang anak


menjadi dewasa. Perubahan-perubahan inimencakup bentuk (pematangan
seks), ukuran (peningkatan tinggi dan berat badan) dan komposisi tubuh.
Pertumbuhan dan perkembangan tanda-tanda seks sekunder tersebut dinilai
dengan Tanner Staging atau Sexual Maturation Rating (SMR), penilaian ini
berdasarkan karakteristik organ seksual sekunder, yaitu: penampakan
rambut pubis, perkembangan payudara dan mulainya menstruasi (pada
wanita) atau derajat perkembangan testis dan penis serta penampakan
rambut pubis (pada pria). Pubertas pada perempuan awalnya ditandai
dengan perkembangan payudara kemudian diikuti dengan percepatan
pertumbuhan, rambut pubis dan axilla, perkembangan ini umumnya terjadi
saat usia 8 sampai 13 tahun dan 2 sampai 4 tahun sesudahnya akan
mengalami menstruasi pertama. Keterlambatan menarche dapat diakibatkan
karena kurangnya asupan kalori dan berat badan atau pada atlet. Lama
perkembangan pubertas tergantung dari kadar sex steroid hormone pada
awal pubertas. Umumnya terjadi selama 3 – 3,5 tahun pada perempuan
namun dapat diselesaikan dalam waktu 2 atau bahkan lebih dari 5 sampai 6
tahun. Menarche terjadi kurang lebih 2,5 tahun setelah dimulainya
perkembangan payudara. Menarche merupakan suatu tanda yang penting
bagi seorang wanita yang menunjukkan adanya produksi hormon yang
normal yang dibuat oleh hipotalamus dan kemudian diteruskan pada
ovarium dan uterus. Selama sekitar dua tahun hormonhormon ini akan
merangsang pertumbuhan tanda-tanda seks sekunder seperti pertumbuhan
payudara, perubahan-perubahan kulit, perubahan siklus, pertumbuhan
rambut ketiak, dan rambut pubis serta bentuk tubuh menjadi bentuk tubuh
wanita yang ideal. Tidak ada batasan yang tajam antara akhir masa kanak-
kanak dan awal masa pubertas, akan tetapi dapat dikatakan bahwa masa
pubertas diawali dengan berfungsinya ovarium dan diakhiri saat ovarium
telah berfungsi dengan mantap dan teratur. Sumber pengetahuan tentang
perubahan fisik paling banyak disebutkan remaja wanita adalah guru (61%)
dan teman (29%). Sumber pengetahuan tentang perubahan fisik dari orang
9

tua (ibu dan ayah pada remaja wanita jauh lebih tinggi) (20%)
dibandingkan dengan remaja pria (6%). Peran ibu sebagai sumber
pengetahuan lebih menonjol pada remaja wanita (18%) dibandingkan
remaja pria (4%) menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia.
(Panjaitan et al,.2018)

C. Kesehatan Reproduksi Remaja


Indikator kesehatan wanita di Indonesia diantaranya adalah indikator
kesehatan ibu,kesehatan reproduksi remaja, keluarga berencana,
penghasilan dan pendidikan. Berdasarkan hal tersebut kesehatan reproduksi
remaja adalah salah satu hal yang harus di perhatikan karena dengan
meningkatnya kesehatan reproduksi remaja berarti meningkatkan derajat
kesehatan Indonesia, khususnya wanita. Menurut WHO (World Health
Organization), kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik,
mental, dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau
kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi,
fungsi serta prosesnya. (Aminah,.2018)
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik,mental,dan
sosial secara utuh tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan
dalam suatu yang berkaitan dengan system reproduksi, fungsi dan
prosesnya .Kesehatan reproduksi adalah keadaan sempurna fisik, mental
dan kesejahteraan social dan tidak semata-mata ketiadaan penyakit atau
kelemahan, dalam segala hal yang berkaitan dengan system reproduksi dan
fungsi serta proses.Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan sehat
mental, fisik dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang
berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses reproduksi dan bukan
hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan serta dibentuk
berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual
dan material yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, spiritual
yang memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara anggota
keluarga dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.Kesehatan
10

reproduksi adalah kemampuan seseorang untuk dapat memanfaatkan alat


reproduksi dengan mengukur kesuburannya dapat menjalani kehamilannya
dan persalinan serta aman mendapatkan bayi tanpa resiko apapun (Well
Health Mother Baby) dan selanjutnya mengembalikan kesehatan dalam
batas normal. Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan sehat secara
menyeluruh mencakup fisik, mental dan kehidupan sosial yang berkaitan
dengan alat, fungsi serta proses reproduksi yang pemikiran kesehatan
reproduksi bukannya kondisi yang bebas dari penyakit melainkan
bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan seksual yang aman dan
memuaskan sebelum dan sesudah menikah.(Kemenkes,.2016)
Dalam perkembangan inteligensi, remaja cenderung mengembangkan
cara berpikir abstrak, suka memberikan kritik, ingin mengetahui hal-hal
yang baru, sehingga muncul perilaku ingin mencoba-coba. Sehingga
perubahan-perubahan yang terjadi ini perlu adanya pemberian pemahaman
dan pengetahuan pada remaja khususnya tentang kesehatan reproduksi agar
remaja tidak terjebak pada perilaku yang negatif. Pada masa remaja ini
adalah masa dimana remaja ingin mencoba hal-hal yang baru, hal tersebut
jika didorong oleh rangsangan seksual dapat membawa remaja masuk pada
hubungan seks pranikah dengan segala akibatnya. Beberapa masalah terkait
perilaku seks pranikah ini diantaranya kehamilan yang tidak dikehendaki
yang akan menjurus pada aborsi yang tidak aman serta komplikasinya,
kemudian kehamilan dan persalinan usia muda yang akan menambah risiko
kesakitan dan kematian ibu dan bayi, penularan penyakit kelamin termasuk
HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune
Deficiency Syndrome), ketergantungan narkotika, psikotoprika, zat adiktif,
tindak kekerasan seksual seperti pemerkosaan, pelecehan, dan transaksi
seks komersial. (Aminah,.2018)
11

D. Gizi Seimbang Pada Remaja


Remaja merupakan usia peralihan dari masa kanak-kanak menuju
masa dewasa. Pada usia remaja banyak perubahan yang terjadi. Selain
perbahan fisik karena mulai matangnya sistem hormonal dalam tubuh
mereka, sehingga mempengaruhi komposisi tubuh. Perubahan-perubahan
itu berlangsung sangat cepat baik pertumbuhan tinggi maupun berat
tubuhnya. Hal ini sering disebut masa pubertas dan keadaan ini sangat
mempengaruhi kebutuhan gizi dari makanan mereka. Pada dasarnya
masalah gizi pada remaja timbul karena perilaku gizi yang salah, yaitu
ketidakseimbangan antara konsumsi gizi dengan kecukupan gizi yang
dianjurkan. Keadaan gizi atau status gizi merupakan gambaran apa yang
dikonsumsi dalam jangka waktu lama. Keadaan gizi dapat berupa gizi
kurang , baik atau norma ataupun gizi lebih. Kekurangan salah satu zat gizi
dapat menimbulkan penyakit berupa penyakit defisiensi. Bila
kekukarangan dalam batas marginal menimbulkan gangguan yang sifatnya
lebih ringan atau menurunnya kemampuan fungsional.
Secara nasional di Indonesia prevalensi kurus pada anak umur 5-12
tahun adalah 11,2%, terdiri dari 4,0% sangat kurus dan 7,2% kurus dan
masalah gemuk pada usia 5-12 tahun masih tinggi yaitu 18,8%, terdiri dari
gemuk 10,8% dan sangat gemuk (obesitas) 8,8%. Prevelensi kurus pada
remaja umur 13-15 tahun adalah 11,1% terdiri dari 3,3% sangat kurus dan
7,8% kurus dan prevelensi gemuk pada remaja usia 13-15 tahun di
Indonesia sebesar 10,8%, terdiri dari 8,3% gemuk dan 2,5% sangat gemuk
(obesitas). Prevelensi kurus pada remaja umur 16-18 tahun secara nasional
sebesar 9,4% (1,9%sangat kurus dan 7,5% kurus) dan prevelensi gemuk
seanyak 7,3% terdiri dari 5,7% gemuk dan 1,6% obesitas. Asupan zat-zat
gizi yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan remaja akan membantu
remaja mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Masalah
gizi remaja akan berdampak negatif pada tingkat kesehatan masyarakat,
misalnya penurunan konsentrasi belajar, resiko melahirkan bayi dengan
BBLR ataupun penurunan kesegaran jasmani yang akhirnya akan
12

mempengaruhi kinerja dan produktivitas suatu bangsa. Pengetahuan gizi


memberikan bekal pada remaja bagaimana memilih makanan yang sehat
dan mengerti bahwa makanan berhubungan erat dengan gizi dan kesehatan.
Beberapa masalah gizi dan kesehatan pada saat dewasa sebenarnya bisa
diperbaiki pada saat remaja melalui pemberian pengetahuan dan kesadaran
tentang kebiasaan makan dan gaya hidup yang sehat.(Jayanti et.al,2017)

E. Anemia Pada Remaja Putri


Anemia adalah keadaan dimana terjadi penurunan jumlah masa eritrosit yang
ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit dan hitung
eritrosit. Sintesis hemoglobin memerlukan ketersediaan besi dan protein
yang cukup dalam tubuh. Protein berperan dalam pengangkutan besi ke
sumsum tulang untuk membentuk molekul hemoglobin yang baru. Pada
dasarnya, anemia dipengaruhi secara langsung oleh konsumsi makanan
sehari-hari yang kurang mengandung zat besi. Secara umum, konsumsi
makanan berkaitan erat dengan status gizi. Bila makanan yang dikonsumsi
mempunyai nilai yang baik, maka status gizi juga baik, sebaliknya bila
makanan yang dikonsumsi kurang nilai gizinya, maka akan menyebabkan
kekurangan gizi dan dapat menimbulkan anemia. Secara universal, Iron
Deficiency Anemia (IDA) adalah masalah nutrisi paling umum yang
mempengaruhi sekitar 2 miliar orang di dunia, kebanyakan dari mereka
(89%) berada di negara berkembang. IDA mempengaruhi sekitar 300 juta
anak di seluruh dunia, berusia dari enam bulan sampai lima tahun. Di
negara berkembang, IDA adalah masalah kesehatan umum yang
menyerang bayi, anak prasekolah dan sekolah karena tingkat pertumbuhan
yang cepat dikombinasikan dengan habisnya penyimpanan zat besi, kondisi
hidup yang buruk dan pola makan yang tidak memadai. Secara global,
sekitar 600 juta anak usia prasekolah dan sekolah menderita anemia. China
telah mengalami transisi ekonomi yang cepat selama beberapa dekade
terakhir, pola makan anak dan status gizi telah meningkat pesat dan
prevalensi anemia di antara anak usia sekolah menurun dari 18,8% pada
13

tahun 1995 menjadi 9,9% . Hasil Survei Kesehatan Nasional Indonesia


2013 menunjukkan prevalensi anemia pada anak usia 1-4 tahun, 5-14
tahun, dan 15-24 tahun masing-masing adalah 28,1%, 26,4%, dan 18,4%.
Terjadi peningkatan prevalensi dibandingkan dengan survei sebelumnya
yang dilakukan pada tahun 2007, yaitu masing-masing 27,7%, 9,4% dan
6,9% pada anak usia 1-4 tahun, 5-14 tahun dan 15-24 tahun. Secara khusus,
prevalensi anemia pada anak usia sekolah dan remaja hampir tiga kali lipat.
Menurut data hasil Riskedas tahun 2013 remaja putri mengalami anemia
yaitu 37,1%, mengalami peningkatan menjadi 48,9% pada Riskesdas 2018,
dengan proporsi anemia ada di kelompok umur 15- 24 tahun dan 25-34
tahun. (Kesehatan, 2018). Survei Kesehatan Nasional juga menunjukkan
bahwa prevalensi anemia di pinggiran kota lebih tinggi dibandingkan di
perkotaan. Faktor yang menyebabkan tingginya angka kejadian anemia
pada remaja diantaranya rendahnya asupan zat besi dan zat gizi lainnya
misalnya vitamin A, vitamin C, folat, riboflavin dan B12, kesalahan dalam
konsumsi zat besi misalnya konsumsi zat besi bersamaan dengan zat lain
yang dapat mengganggu penyerapan zat besi tersebut.
Anemia gizi besi adalah anemia yang timbul karena kosongnya
cadangan zat besi di dalam tubuh sehingga pembentukan hemoglobin
terganggu. Hemoglobin adalah bagian dari sel darah merah yang digunakan
untuk menentukan status anemia. Nilai normal kadar hemoglobin pada
wanita adalah 12-16 g/dl. Zat besi merupakan unsur utama yang
dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin. Menurunnya asupan zat besi
dapat menurunkan kadar hemoglobin di dalam tubuh. Hasil penelitian
Kaur, et al menyatakan bahwa asupan zat besi yang kurang dapat
menyebabkan remaja putri mengalami anemia. Penelitian Nelima
menyatakan bahwa remaja putri yang memiliki asupan zat besi yang rendah
akan berisiko 9 kali lebih besar untuk menderita anemia.Gejala anemia
yang timbul adalah seperti kehilangan selera makan, sulit fokus, penurunan
sistem kekebalan tubuh dan gangguan perilaku atau orang awam lebih
mengenal dengan Gejala 5L (lemah, letih, lesu, lelah, lunglai), wajah pucat
14

dan kunang-kunang. Anemia adalah salah satu masalah gizi mikro yang
cukup serius karena menimbulkan berbagai komplikasi pada kelompok
maupun anak baru lahir dan perempuan. Anemia pada remaja akan
berdampak pada penurunan konsentrasi belajar, penurunan kesegaran
jasmani, dan gangguan pertumbuhan sehingga tinggi badan dan berat badan
tidak mencapai normal. Anemia gizi besi pada remaja putri beresiko lebih
tinggi karena menyebabkan seseorang mengalami penurunan daya tahan
tubuh sehingga mudah terkena masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan
remaja putri mengalami menstruasi setiap bulannya dan sedang dalam masa
pertumbuhan sehingga membutuhkan asupan zat besi yang lebih banyak.
Selain itu, ketidakseimbangan asupan zat gizi juga menjadi penyebab
anemia pada remaja. Salah satu faktor pemicu anemia adalah kondisi siklus
menstruasi yang tidak normal. Kehilangan darah yang sebenarnya apabila
mengalami kadar menstruasi yang berlebihan lebih dari 3-4 hari, pembalut
atau tampon selalu basah setiap jamnya dan sering menggantinya. Jika hal
ini terjadi lebih dari 3 hari, maka segera kunjungi dokter, dan apabila pada
saat menstruasi terlihat pucat atau merasa ingin pingsan jangan tunggu
sampai tiga hari. Kehilangan banyak darah saat menstruasi diduga dapat
menyebabkan anemia.
Hasil penelitian Mangalik et al. menunjukkan bahwa kerugian yang
disebabkan oleh Anemia Zat Gizi Besi (AGB) di Indonesia adalah sebesar
Rp 62,02 triliun per tahun atau sekitar US$5,08 miliar, nilai tersebut
merupakan 0,711% dari produk domestik bruto Indonesia. Kerugian
ekonomi tersebut dihitung berdasarkan kerugian akibat penurunan
kecerdasan, produktivitas kerja dan peningkatan biaya perawatan akibat
kejadian Berat. Badan Lahir Rendah (BBLR). Pemerintah Indonesia telah
berupaya mengatasi permasalahan anemia khususnya pada wanita dengan
melakukan program suplementasi zat gizi besi yang pada awalnya hanya
diberikan pada ibu hamil selama masa kehamilannya sebanyak minimal 90
Tablet Tambah Darah (TTD). Saat ini, pemerintah mengembangkan
program suplementasi zat besi dengan sasaran remaja (12-18 tahun)
15

melalui institusi pendidikan.Prevalensi anemia yang tinggi pada remaja


putri memerlukan penanganan yang tepat sasaran dan cepat. Intervensi
yang berkaitan dengan pencegahan dan penanganan anemia perlu
menyertai peningkatan asupan zat gizi melalui diversifikasi pangan dan
fortifikasi zat besi, suplementasi zat besi dan peningkatan sanitasi serta
pelayanan kesehatan.(Nasruddin et al,.2021)

F. HIV / AIDS dan Infeksi Menular Seksual


Penyakit menular seksual adalah penyakit yang menular yang paling
umum. Hampir separo dari orang Amerika yang ditulari PMS berusia
dibawah umur 25 tahun. Banyak di antara remaja yang saat ini tengah
menderita PMS tanpa menyadarinya. Bebereapa jenis PMS akan merusak
organ reproduksi dalam jika dibiarkan tidak diobati sekalipun tanpa
menimbukan gejala seperti nyeri, gatal, atau keluarnya cairan. Walaupun
menghadapi bahaya yang ditimbulkan oleh PMS, banyak orang yang
merasa segan dan ragu-ragu membicarakan hal ini dengan pasangan seknya
Penyaki Menular Seksual (PMS) merupakan salah satu masalah kesehatan
yang saat ini banyak menyita perhatian karena angka kejadian PMS
cenderung terus meningkat. Perbedaan signifikan antara metode ceramah
dan diskusi terhadap peningkatan pengetahuan siswa tentang Penyakit
Menular Seksual terdapat peningkatan dari kejadian PMS ditengah-tengah
masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah semakin banyaknya remaja
yang melakukan kegiatan seksual, kebanyakan tanpa mengenakan
pelindung (seks dengan kondom dianggap ‘seks terlindung’). AIDS
(Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah syndrom yang timbul
akibat adanya virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. HIV/AIDS dapat menular
melalui darah, sperma, cairan vagina, dan ASI (Air Susu Ibu). IMS dan
komplikasi mereka di peringkat lima teratas kategori penyakit yang dewasa
mencari perawatan kesehatan. Infeksi dengan IMS dapat menyebabkan
gejala akut, infeksi kronis dan konsekuensi tertunda serius seperti
16

infertilitas, kehamilan ektopik, kanker leher rahim dan kematian mendadak


bayi dan orang dewasa.(Betan dan Pannyiwi,.2020).

G. Narkotika, Psikotroika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA)


Narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA) atau dikenal
dengan narkoba telah ada sejak peradaban Mesir. Pemakaian NAPZA
secara terus menerus dan berlebihan dapat mengakibatkan ketergantungan
fisik dan atau psikologis, serta dapat menyebabkan kerusakan sistem saraf
dan organ penting lainnya. Masalah penyalahgunaan narkoba di Indonesia
saat ini sangat memprihatinkan, salah satu kelompok yang rentan untuk
ikut terbawa arus adalah remaja, khususnya remaja jalanan. Kelompok
umur 10-19 tahun di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik adalah 22%,
terdiri dari 50,9% remaja laki-laki dan 49,1% remaja perempuan.Prevalensi
penyalahguna narkoba di Indonesia pada tahun 2012 telah mencapai 3,8
juta orang dengan usia antara 10 sampai 60 tahun. 21,2% tersangka kasus
NAPZA berada pada kelompok umur 17–24 tahun. Prevalensi
penyalahguna NAPZA tertinggi adalah anak jalanan yaitu
28,2%.Penyalahgunaan NAPZA akut maupun kronik menyebabkan
gangguan pada semua level sistem neurokognitif sehingga menyebabkan
gangguan atensi, verbal, memori, fungsi eksekutif, working memory,
recall, kecepatan proses informasi, kecepatan psikomotor, transmisi,
respons untuk menahan diri dan kesulitan belajar. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa penyalahgunaan NAPZA menyebabkan penurunan
fungsi kognitif menyatakan penyalahgunaan NAPZA meningkatkan risiko
gangguan kognitif pada remaja sebesar 8,2 kali. (Ningrum et al,.2016)
Berridge et al menyatakan bahwa sistem umpan balik menyebabkan
adanya rasa kegemaran dan terus ingin mencari NAPZA. Penyalahgunaan
NAPZA menyebabkan gangguan neurotransmiter otak, seperti kokain yang
merupakan antagonis reseptor dopamin, amphetamin yang merupakan
penghambat reseptor dopamin, dan phencyclidine (PCP) sebagai non
kompetitif antagonis reseptor glutamat, menyebabkan gangguan fungsi
17

kognitif. Toro et al mengungkapkan bahwa hal yang mempengaruhi fungsi


kognitif remaja jalanan antara lain: pendidikan yang rendah, status gizi,
gangguan psikiatri, dan penyalahgunaan NAPZA. Di antara hal tersebut
yang paling berpengaruh adalah penyalahgunaan NAPZA. Sedangkan
Fritsch et al menyatakan bahwa tingkat pendidikan, usia, dan jenis kelamin
tidak mempengaruhi penurunan fungsi kognitif pada penyalahguna
NAPZA. penelitian Weinrieb & O’Brien yang menyatakan bahwa semakin
lama penyalahgunaan NAPZA menyebabkan defisit kognitif yang
persisten. Penyalahgunaan NAPZA sejak usia muda dan dalam jangka
waktu lama menyebabkan kerusakan konektivitas otak yang berakibat
gangguan neurogenesis pada subgranular zone (SGZ) hipokampus.
Penyalahgunaan narkotika jenis ganja diketahui meningkatkan risiko
gangguan kognitif lebih besar dibanding jenis NAPZA lainnya. Efek
menyenangkan dari NAPZA yang diharapkan oleh para penyalahguna lebih
cepat tercapai dengan cara injeksi. Namun, risikonya lebih buruk untuk
dibanding cara lain, termasuk risiko penurunan fungsi kognitifnya pun
lebih cepat. Department of Sosial Protection melaporkan bahwa
penyalahgunaan NAPZA dengan cara injeksi menghambat reuptake
dopamin di NAc lebih cepat daripada cara lain. Hal ini menyebabkan efek
ketergantungannya lebih besar, akibatnya penurunan fungsi kognitif lebih
cepat. Anker menyatakan bahwa penyalahgunaan NAPZA dengan cara
injeksi mempercepat efek yang diharapkan oleh penyalahgunanya, namun
hal ini menyebabkan kerusakan konektivitas di otak lebih cepat juga
sehingga berakibat lebih buruk terhadap fungsi kognitif. (Ningrum et
al,.2016).
18

BAB III
EVIDENCE BASED MIDWIFERY ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIK
PADA REMAJA

Evidence based artinya berdasarkan bukti. Artinya tidak lagi berdasarkan


pengalaman atau kebiasaan semata. Semua harus berdasarkan bukti. Bukti ini pun
tidak sekadar bukti tapi bukti ilmiah terkini yang bias dipertanggung jawabkan.
Evidence based Midwifery adalah pemberian informasi kebidanan berdasarkan
bukti dari penelitian yang bisa dipertanggung jawabkan. Praktik dalam kebidanan
yang di utamakan adalah lebih didasarkan pembuktian ilmiah hasil
observasi/penelitian dan pengalaman praktik terbaik dari semua para praktisi dari
seluruh penjuru dunia. Rutinitas yang tidak terbukti manfaatnya kini tidak
dianjurkan lagi.
Dalam beberapa tahun terakhir atau tepatnya beberapa bulan terakhir kita
sering mendengar tentang evidence based. Evidence based artinya berdasarkan
bukti, tidak lagi berdasarkan pengalaman atau kebiasaan semata. Semua harus
berdasarkan bukti dan bukti inipun tidak sekedar bukti. Tapi bukti ilmiah terkini
yang bisa dipertanggungjawabkan. Hal ini terjadi karena ilmu kedokteran dan
kebidanan berkembang sangat pesat. Temuan dan hipotesis yang diajukan pada
waktu yang lalu secara cepat digantikan dengan temuan yang baru yang segera
menggugurkan teori yang sebelumnya. Sementara hipotesis yang diujikan
sebelumnya bisa saja segera ditinggalkan karena muncul pengujian – pengujian
hipotesis baru yang lebih sempurna. Evidanced based Midwifery (EBM) ini
sangat penting peranannya pada dunia kebidanan karena dengan adanya EBM
maka dapat mencegah tindakan-tindakan yang tidak di perlukan/ tidak bermanfaat
bahkan merugikan bagi pasien.
A. Masalah Gizi Remaja
1. Anemia Pada Remaja
Anemia adalah suatu kondisi tubuh dimana kadar hemoglobin
(Hb) dalam sel darah merah lebih rendah dari normal (WHO,
2011). Hemoglobin berfungsi untuk mengikat oksigen dan

17
19

menghantarkan oksigen ke seluruh sel jaringan tubuh, termasuk otot dan


otak sehingga berjalan sesuai fungsinya. Kekurangan oksigen
menyebabkan gejala kurangnya konsentrasi dan kurang bugar dalam
melakukan aktivitas. Hemoglobin dibentuk dari gabungan protein dan
zat besi dan membentuk sel darah merah. Remaja putri lebih rentan
mengalami anemia dibandingkan remaja laki-laki (Nurrahman, 2020).
Anemia adalah masalah kesehatan masyarakat global pada remaja putri
yang dipengaruhi oleh faktor kehilangan darah, pola makan, aktivitas fisik
dan kondisi sosial ekonomi. Anemia menimbulkan berbagai dampak yaitu
terhadap pertumbuhan dan perkembangan, daya tahan terhadap penyakit
infeksi, aktivitas, konsentrasi, dan kecerdasan.(Sriningrat, Yuliyatni, and
Ani 2019) Menurut Buku modul Asuhan Kebidanan Holistik pada remaja
dan pra nikah, 2018, mengatakan bahwa Kebutuhan gizi pada masa remaja
sangat erat kaitannya dengan besarnya tubuh hingga kebutuhan yang
tinggi terdapat pada periode pertumbuhan yang cepat (grow spurt). Pada
remaja putri grow spurt dimulai pada umur 10-12 tahun. Pada remaja putra
grow spurt terjadi pada usia 12-14 tahun. Kebutuhan gizi remaja relatif
besar,karena mereka masih mengalami pertumbuhan. Selain itu, remaja
umumnya melakukan aktivitas fisik lebih tinggi dibanding usia lainnya,
sehingga diperlukan zat gizi yan Dan Pada umumnya remaja
membutuhkan dukungan dari keluarga yang memberikan pengaruh yang
bermakna pada tindakan pencegahan terhadap anemia.
Hubungan Pengetahuan remaja putri tentang anemia dapat mencegah
terjadinya anemia disaat remaja putri menstruasi.(Mularsih 2017). g lebih
banyak.
Menurut Admin,et al 2020 mengatakanPada dasarnya anemia
dipengaruhi secara langsung oleh konsumsi makanan sehari-hari yang
kurang mengandung banyak zat besi, selain faktor infeksi sebagai
pemicunya. Secara umum, konsumsi makanan berkaitan erat dengan
status gizi serta pengaruh lamanya menstruasi. Remaja sangat beresiko
tinggi menderita anemia, dalam masa Pertumbuhan yang pesat, perubahan
20

psikologis yang dramatis serta peningkatan aktivitas yang menjadi


karakteristik masa remaja, menyebabkan peningkatan kebutuhan zat gizi.
Terpenuhi atau tidak terpenuhinya kebutuhan ini akan mempengaruhi
status gizi remaja,maka itu kebiasaan sarapan pagi untuk remaja juga
mempengaruhi terjadinya anemia.(Arisnawati and Zakiudin 2018)
2. Kekurangan Energi Kronis (KEK)
Masalah gizi masih merupakan beban berat bagi bangsa, hakekatnya
berpangkal dari keadaan ekonomi dan pengetahuan masyarakat, sehingga
berpengaruh pada daya beli dan prilaku masyarakat menyebabkan
terjadinya penurunan status gizi. Kurang Energi Kronik (KEK) adalah
salah satu dari empat masalah gizi utama di Indonesia selain Gangguan
Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Kekurangan Vitamin A (KVA),
dan Anemia Gizi Besi (AGB). Di Indonesia banyak terjadi kasus Kurang
Energi Kronik (KEK) terutama yang kemungkinan disebabkan karena
adanya ketidakseimbangan asupan gizi, sehingga zat gizi yang dibutuhkan
tubuh tidak tercukupi. Hal tersebut mengakibatkan pertumbuhan tubuh
baik fisik ataupun mental tidak sempurna seperti yang seharusnya.
Banyak anak yang bertubuh sangat kurus akibat kekurangan gizi atau
sering disebut gizi buruk. Jika sudah terlalu lama maka akan terjadi
Kurang Energi Kronik (KEK) ini.
Tanda-tanda dan penyebab Kurang Energi Kronik (KEK)
Adapun tanda-tanda terjadinya Kurang Energi Kronik (KEK), yaitu :
a. Lingkar Lengan Atas sebelah kiri kurang dari 12,5 cm
b. Kurang cekatan dalam bekerja.
c. Sering terlihat lemah, letih, lesu, dan lunglai.
d. Jika hamil cenderung akan melahirkan anak secara prematur atau jika
lahir secara normal bayi yang dilahirkan biasanya berta badan lahirnya
rendah atau kurang dari 2.500 gram.
Dari tanda-tanda ini, dapat diketahui penyebab dari kekurangan
energi kronik (KEK), yaitu :
21

a. Faktor ekonomi, seperti kemiskinan sehingga tidak mampu


memenuhi kebutuhan sehari-hari.
b. Keinginan untuk kurus demi pekerjaan atau obsesi terhadap tubuh
yang kurus.
c. Faktor pola konsumsi, pola konsumsi dapat mempengaruhi status
kesehatan remaja putri , dimana pola konsumsi yang kurang baik
dapat menimbulkan suatu gangguan kesehatan atau penyakit pada
remaja. Penyakit infeksi dapat bertindak sebagai pemula terjadinya
kurang gizi sebagai akibat menurunnya nafsu makan, adanya
gangguan penyerapan dalam saluran pencernaan atau peningkatan
kebutuhan zat gizi oleh adanya penyakit.
d. Faktor perilaku, seperti kebiasaan merokok dan mengkonsumsi
kafein. Kafein bukan merupakan salah satu zat gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh, karena efek yang ditimbulkan kafein lebih
banyak yang negative daripada positifnya, salah satunya adalah
gangguan pencernaan. Dengan adanya gangguan pencernaan
makanan maka akan menghambat penyerapan zat-zat gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh dan janin.
Mencegah Kurang Energi Kronik (KEK)
a. Indeks massa tubuh yang normal pada usia remaja dapat
menghindarkan dari kondisi penyakit yang terkait gizi pada usia
remaja. Hal ini dapat diwujudkan dengan makan makanan yang
bervariasi dan cukup mengandung kalori dan protein, termasuk
makanan pokok seperti nasi, ubi, kentang, daging, ikan, telur, kacang-
kacangan atau susu sekurang-kurangnya sehari sekali. Minyak dari
kelapa atau mentega dapat ditambahkan pada makanan untuk
meningkatkan pasokan kalori, terutama pada anak-anak atau remaja
yang tidak terlalu suka makan. Hanya memberikan ASI kepada bayi
sampai usia 6 bulan mengurangi resiko mereka terkena muntah dan
mencret (muntaber) dan menyediakan cukup gizi berimbang.
22

b. Remaja dan anak-anak yang sedang sakit sebaiknya tetap diberikan


makanan dan minuman yang cukup. Kurang gizi juga dapat dicegah
secara bertahap dengan mencegah cacingan, infeksi, muntaber melalui
sanitasi yang baik dan perawatan kesehatan, terutama mencegah
cacingan.
c. Selain itu, pemberdayaan ekonomi masyarakat sehingga mereka
mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka, terutama dalam
mencukupi kebutuhan akan makanan bergizi. Memberikan pengertian
bagi mereka dengan profesi yang menuntut memiliki tubuh kurus
tentang bahaya tubuh yang terlalu kurus apalagi jika mereka
menguruskan badan dengan cara tidak lazim, seperti anoreksia atau
bulimia.
Mengatasi risiko Kurang Energi Kronik (KEK).
a. Salah satu ukuran untuk mengetahui risiko Kurang Energi Kronik
(KEK) pada WUS adalah ukuran lingkar lengan atas (LILA) < 23.5
cm. Caranya dengan menggunakan pengukuran Lingkar Lengan Atas
(LILA).
b. LILA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko Kurang Energi
Kronik (KEK) wanita usia subur termasuk remaja putri. Pengukuran
LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi
dalam jangka pendek. Pengukuran dilakukan dengan pita LILA dan
ditandai dengan sentimeter, dengan batas ambang 23,5 cm (batas
antara merah dan putih). Apabila tidak tersedia pita LILA dapat
digunakan pita sentimeter/metlin yang biasa dipakai penjahit pakaian.
Apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau di bagian merah pita
LILA, artinya remaja putri mempunyai risiko Kurang Energi Kronik
(KEK). Bila remaja putri menderita risiko Kurang Energi Kronik
(KEK) segera dirujuk ke puskesmas/sarana kesehatan lain untuk
mengetahui apakah remaja putri tersebut menderita Kurang Energi
Kronik (KEK) dengan mengukur IMT. Selain itu remaja putri tersebut
harus meningkatkan konsumsi makanan yang beraneka ragam.
23

Remaja putri memiliki risiko lebih besar menderita anemia


dibandingkan dengan remaja putra. Anemia banyak terdapat di negara
maju maupun negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Di
Indonesia, angka prevalensi anemia pada perempuan usia 15-49 tahun
sebanyak 28.8%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
kurang energi kronik (KEK) dan wasting dengan kejadian anemia pada
remaja putri. KEK merupakan keadaan dimana remaja mengalami
kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau
menahun, pola makanan adalah salah satu faktor yang berperan penting
dalam terjadinya KEK. Terlebih, saat ini remaja putri erat hubungannya
dengan body image atau faktor emosional seperti takut gemuk seperti
ibunya atau merasa malu dipandang lawan jenisnya memiliki tubuh yang
gemuk, sehingga selalu ingin menjaga bentuk tubuh dan adapun yang
ingin menurunkan berat badan secara drastis. Sedangkan anemia
merupakan proses kimiawi yang berkaitan dengan proses metabolisme
dan paling sering ditemukan khususnya pada perempuan dan mengalami
menstruasi/haid, sebab dari proses terjadinya anemia salah satunya berasal
dari pola konsumsi.(Mutmainnah, Sitti Patimah, and Septiyanti 2021)
3. Obesitas
Obesitas adalah keadaan terjadinya peningkatan ukuran dan jumlah
sel lemak yang menyebabkan keadaan berat badan seseorang melebihi
berat badan normal. Berdasarkan data RISKESDAS tahun 2018, proporsi
obesitas pada usia 15 tahun di Indonesia mengalami kenaikan yaitu
sebanyak 31,0%. Masalah gizi merupakan masalah kesehatan utama di
Indonesia, yang meliputi gizi kurang dan gizi lebih, masalah gizi kurang
belum teratasi sepenuhnya sudah timbul masalah gizi lebih. Gizi kurang
banyak dihubungkan dengan penyakit- penyakit infeksi, sedangkan gizi
lebih dianggap sebagai sinyal awal munculnya kelompok penyakit-
penyakit degeneratif yang sekarang ini banyak terjadi di seluruh wilayah
Indonesia. Fenomena ini sering dikenal dengan sebutan New World
Syndrom atau Sindrom Dunia Baru. Peningkatan jumlah obesitas ini
24

terjadi karena lebih sering mengkonsumsi fast food modern yang dapat
dikategorikan junk food, yang lebih banyak mengandung energi dan
sedikit serat. Hal tersebut perlu mendapat perhatian, sebab gizi lebih yang
muncul pada usia remaja cenderung berlanjut hingga dewasa dan lansia.
Sementara gizi lebih itu sendiri merupakan salah satu faktor risiko
penyakit degeneratif. Junk food dideskripsikan sebagai makanan yang
tidak sehat atau memiliki kandungan gizi yang tidak seimbang. Junk food
umumnya banyak mengandung gula, tepung, lemak trans, lemak jenuh,
garam serta zat pengawet atau pewarna, tetapi sedikit mengandung
vitamin dan serat.(Pratiwi, Masitha Arsyati, and Nasution 2022)
Rendahnya aktivitas fisik merupakan faktor utama yang
mempengaruhi obesitas. Proporsi obesitas lebih tinggi pada siswa yang
berpengetahuan rendah tentang gizi dan sering mengkonsumsi fast food,
hal ini disebabkan karena remaja dengan pengetahuan gizi yang baik
dapat mengetahui zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dan menghindari
makanan yang memberikan dampak buruk bagi dirinya . Proporsi obesitas
pada siswa yang sering mengkonsumsi fast food lebih tinggi, jelas
disebabkan menu makanan fast food merupakan makanan yang tinggi
akan kalori, garam dan kadar lemak.(Sri Mulyani et al. 2020)

B. Gangguan menstruasi pada remaja


Kesehatan reproduksi perlu mendapat perhatian khusus apalagi di
kalangan remaja terlebih seorang perempuan.WHO menekankan pentingnya
penyuluhan kesehatan reproduksi remaja muda (younger adolescents) pada
kelompok usia 10-14 tahun, karena pada usia tersebut merupakan masa emas
untuk membentuk landasan kuat pada diri remaja sebagai dasar pengambilan
keputusan yang bijak dalam berperilaku. Menstruasi merupakan perdarahan
dari rahim yang berlangsung secara periodik dan siklik. Hal tersebut akibat
dari pelepasan (deskuamasi) endometrium akibat hormon ovarium (estrogen
dan progesteron) yang mengalami perubahan kadar pada akhir siklus
ovarium, biasanya dimulai pada hari ke-14 setelah ovulasi. Menstruasi
25

merupakan suatu proses alamiah yang biasa dialami perempuan tetapi hal ini
akan menjadi masalah jika terjadi gangguan menstruasi Gangguan menstruasi
dapat berupa gangguan lama dan jumlah darah haid, gangguan siklus haid,
gangguan perdarahan di luar siklus haid dan gangguan lain yang berhubungan
dengan haid. Lama menstruasi normalnya terjadi antara 4-8 hari. Apabila
menstruasi terjadi kurang dari 4 hari maka dikatakan hipomenorea dan jika
lebih dari 8 hari dikatakan hipermenorea. Perempuan biasanya mempunyai
siklus haid antara 21-35 hari. Disebut polimenorea jika siklus haid kurang
dari 21 hari dan oligomenorea jika siklus haid lebih dari 35 hari. Perdarahan
bukan haid adalah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid. Pada
perempuan yang mengalami siklus menstruasi lebih dari 90 hari maka
dikatakan mengalami amenorea. Pada gangguan lain yang berhubungan
dengan menstruasi dapat berupa dismenorea dan premenstrual syndrome
(PMS). Dismenorea adalah rasa sakit atau tidak enak pada perut bagian
bawah yang terjadi pada saat menstruasi sampai dapat mengganggu aktivitas
sehari-hari. Premenstrual syndrome (PMS) muncul pada sebelum menstruasi
dan menghilang ketika menstruasi dengan gejala dapat berupa fisik,
psikologis dan emosional.
1. Amenorhea
Amenorhea adalah absennya perdarahan menstruasi. Amenorhea
normal terjadi pada wanita prepubertal, kehamilan dan postmenopause.
Pada wanita usia reproduksif yang harus diperhatikan pertama kali dalam
mendiagnosa etiologi dari amenorrhea adalah kehamilan. Apabila tidak
ada kehamilan , baru lah harus mencari alternative lainuntuk etiologi dari
amenorrhea itu sendiri. Amenorrhea primer terjadi ketika seorang wanita
tak kunjung mendapatkan siklus menstruasinya, meski ia sudah berusia 15
atau 16 tahun. Biasanya, kondisi ini disebut dengan menstruasi terlambat
atau delayed menarche. Memang, amenorrhea primer sering kali terjadi
karena pubertas yang terlambat. Amenorea merupakan masalah yang
cukup .penting untuk kita ketahui khususnya pada remaja . Amenorea
merupakan keadaan tidak adanya menstruasi untuk sedikitnya 3
26

bulan berturut - turut. Amenorea dapat di bagi menjadi amenorea


primer dan amenorea sekunder. Amenorea primer merupakan apabila
seorang wanita berumur 18 tahun ke atas tidak pernah
mendapatkan menstruasi, sedangkan pada amenorea sekunder remaja
tersebut pernah mendapatkan menstruasi, tetapi kemudian tidak
mendapatkan lagi.(Sitti Rohmah and Rusady 2021)
2. Pre Menstrual Syndrome pada Remaja
PMS ditandai dengan payudara membengkak, puting nyeri dan
bengkak, serta mudah tersinggung, bahkan beberapa wanita mengalami
gangguan yang cukup berat seperti kram akibat dari kontraksi otot-otot
halus rahim, sakit kepala, sakit perut bagian tengah, gelisah, letih, hidung
tersumbat, dan rasa ingin menangis.(Estiani and Nindya 2018)
Premenstrual Syndrome (PMS) dapat dipengaruhi oleh kebiasaan makan .
Makanan yang mengandung zat lemak, protein, karbohidrat dan garam
yang relatif tinggi cenderung disukai oleh golongan remaja pada
umumnya . Magnesium merupakan salah satu zat gizi mikro yang
menunjukkan pengaruhnya dalam menurunkan gejala Premenstrual
Syndrome (PMS). Magnesium dapat mengurangi gejala yang dirasakan
pada Premenstrual Syndrome (PMS) selama fase luteal siklus menstruasi
sampai dengan saat darah menstruasi keluar . Remaja putri dengan status
gizi overweight 3,4 kali lebih berisiko mengalami kejadian Premenstrual
Syndrome (PMS). Oleh karena itu, remaja putri perlu memantau status
gizi secara berkala dengan rutin menimbang berat badan sebulan sekali
dengan tujuan untuk mengetahui jika terdapat masalah gizi berupa
kelebihan berat badan sehingga dapat dipantau lebih cepat dan dilakukan
upaya preventif agar status gizi tetap dalam batasan normal, lebih banyak
remaja putri yang tidak cukup asupan magnesium dibanding yang cukup.
Asupan magnesium yang tidak sesuai kebutuhan juga dapat meningkatkan
risiko terhadap kejadian Premenstrual Syndrome (PMS) pada remaja
putri.(Estiani and Nindya 2018).
27

3. Dysmenorhea Pada remaja


Dysmenorhea adalah Nyeri menstruasi sering terjadi selama periode
menstruasi, biasanya terjadi setelah ovulasi sampai akhir menstruasi.Nyeri
menstruasi kebanyakan terjadi di wilayah perut bagian bawah baik secara
terpusat atau pada samping dan dapat menyebar ke paha atau punggung
bagian bawah.Rasa sakit, cenderung mereda secara bertahap sampai masa
menstruasi berakhir. Pada bagian awal dari siklus menstruasi tubuh wanita
secara bertahap mempersiapkan dinding rahim untuk kehamilan dengan
18 proses penebalan lapisan dalam rahim. Setelah ovulasi jika pembuahan
tidak terjadi, lapisan dalam tersebut akan dikeluarkan dari tubuh melalui
menstruasi. Selama proses ini jaringan akan mengalami kerusakan dari
memproduksi senyawa kimia prostaglandin, yang menyebabkan dinding
otot rahim berkontraksi ini membantu untuk membersihkan jaringan dari
rahim melalui vagina dalam bentuk aliran menstruasi. Namun kontraksi
ini cenderung untuk membuat pembuluh darah dari rahim menyempit,
sehingga mengurangi pasokan oksigen kerahim, dan ini mengakibatkan
rasa sakit yang luar biasa seperti kram saat menstruasi.Rasa nyeri saat
menstruasi cenderung berkurang dengan bertambahnya umur dan juga
anak yang dilahirkan.Namun, ketika rasa nyeri menstruasi terjadi secara
berlebihan dan menyakitkan atau mengganggu kegiatan sehari-sehari
seorang wanita, maka terjadi tidak normal dan secara medis disebut secara
dismenorea. Dismenore menjadi suatu kondisi yang merugikan bagi
banyak wanita dan memiliki dampak besar pada kualitas hidup terkait
kesehatan. Akibatnya, dismenore juga memegang tanggung jawab atas
kerugian ekonomi yang cukup besar karena biaya obat, perawatan medis,
dan penurunan produktivitas. Pada beberapa literatur dilaporkan terdapat
variasi prevalensi secara substansial. Dismenore membuat wanita tidak
dapat beraktifitas secara normal, sebagai contoh siswi yang mengalami
dismenore primer tidak dapat berkonsentrasi dalam belajar dan motivasi
belajar menurun karena nyeri yang dirasakan. Pada beberapa literatur
dilaporkan terdapat variasi prevalensi secara substansial. Dismenore
28

membuat wanita tidak dapat beraktifitas secara normal, sebagai contoh


siswi yang mengalami dismenore primer tidak dapat berkonsentrasi dalam
belajar dan motivasi belajar menurun karena nyeri yang dirasakan .
Dismenore sangat berdampak pada remaja usia sekolah karena dapat
menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari khususnya keterbatasan
dalam melaksanakan aktivitas belajar di sekolah. Kegiatan pembelajaran
pada remaja putri yang mengalami dismenore dapat menyebabkan remaja
tersebut menjadi tidak bersemangat, turunnya konsentrasi sehingga materi
yang disampaikan sulit ditangkap dan tidak dapat diterima dengan baik
bahkan sampai ada yang tidak bisa mengikuti proses pembelajaran seperti
tidak masuk sekolah. (Huda, Ningtyias, and . 2020).
Penatalaksanaan dismenore dapat dilakukan dengan dua
pendekatan, yaitu farmakologis dan non farmakologis. Secara
farmakologis dapat dilakukan dengan pemakaian obat-obatan, seperti:
Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs), cyclooxygenase II
inhibitors, kontrasepsi oral, gliseril trinitrat, magnesium, kalsium
antagonis, vitamin B, dan vitamin E. 4 Sedangkan pendekatan non
farmakologi dapat dilakukan dengan cara pemberian TENS, heat therapy,
compress, akupuntur, akupressur, relaksasi dan exercise. Manajemen
nyeri non farmakologis lebih aman digunakan karna tidak menimbulkan
efek samping dan prosesnya terjadi secara fisiologis (Rigi dkk., 2012)
Terapi Hangat dan Dingin untuk Mengurangi Dismenore pada
Remaja Putri Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko dismenorea
antara lain usia dan usia menarche yang lebih muda, durasi menstruasi
yang lebih lama, volume menstruasi, IMT rendah, merokok dan
alkoholisme, dukungan sosial yang rendah, keluarga. riwayat dismenorea,
konsumsi kafein tinggi, depresi, kecemasan dan stress. Dismenore atau
nyeri pada saat menstruasi terjadi karena adanya peningkatan kadar
prostaglandin. Sebagai respon terhadap produksi progesteron setelah
ovulasi, asam lemak di dalam fosfolipid membran sel akan meningkat.
29

Asam arakidonat dilepaskan dan memulai kaskade prostaglandin dalam


uterus (Maimunah, 2017).
Selanjutnya, penelitian oleh Jo dan lee menggunakan botol berisi air
dengan suhu 40-45oC dalam waktu 10 menit dibungkus kain sehingga
terjadi perpindahan panas dari botol ke lambung yang mengakibatkan
sirkulasi darah halus dan mengurangi ketegangan otot sehingga rasa sakit
berkurang. Teknik ini memberikan kehangatan kepada klien dengan
menggunakan cairan atau alat yang menyebabkan kehangatan di bagian
tubuh yang membutuhkannya. Tinjauan database, yang semuanya adalah
Randomized Controlled Uji coba (RCT), menunjukkan dua penelitian
yang memiliki efek menguntungkan pada penggunaan terapi panas untuk
menstruasi rasa sakit dibandingkan dengan tidak ada terapi panas (Jo dan
Lee, 2018).

C. Upaya penanganan pemakaian NAPZA


Penyalahgunaan Napza (Narkotika, Psikotropika, dan Zat-zat Adiktif)
merupakan suatu pola perilaku yang bersifat patologik, dan biasanya
dilakukan oleh individu yang mempunyai kepribadian rentan atau mempunyai
resiko tinggi, dan jika dilakukan dalam jangka waktu tertentu akan
menimbulkan gangguan bio-psiko-sosial-spiritual. Sifat Napza tersebut
bersifat psikotropik dan psikoaktif yang mempunyai pengaruh terhadap sistem
syaraf dan biasanya digunakan sebagai analgetika (pengurang rasa sakit) dan
memberikan pengaruh pada aktifitas mental dan perilaku serta digunakan
sebagai terapi gangguan psikiatrik pada dunia kedokteran. Obat-obatan ini
termasuk dalam daftar obat G yang artinya dalam penggunaannya harus
disertai dengan control dosis yang sangat ketat oleh dokter. Secara
farmakologik, yang termasuk Napza antara lain ganja, morfin, sabu, ekstasi,
marijuana, putau, kokain, pil koplo, dan sebagainya. Akan tetapi obat-obat
pengurang rasa sakit yang dijual bebas mengandung Napza, dalam dosis yang
telah diatur secara ketat. Penanganan serius perlu dilakukan terutama oleh para
orangtua. Peran orangtua sangat dibutuhkan dalam rangka pencegahan dan
30

penanggulangan penyalahgunaan narkoba. Orangtua dan keluarga merupakan


lingkungan yang paling dekat yang dapat mempengaruhi perilaku anak. Anak
memandang orangtua sebagai figur mereka dan pada akhirnya mereka akan
meniru perilaku orangtuanya(Bunsaman and Krisnani 2020)

D. Infeksi Menular Seksual Dan HIV/AIDS


Infeksi menular seksual (IMS) merupakan infeksi yang mengacu pada
berbagai sindrom klinis dan infeksi yang disebabkan oleh patogen dan
ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak seksual secara vaginal,
oral, anal bahkan melalui kontak kulit-ke-kulit. Infeksi menular seksual tidak
selalu menimbulkan gejala atau mungkin hanya menimbulkan gejala ringan,
seperti pada kasus HIV/AIDS yang masih stadium awal. Jadi mungkin sudah
terdapat infeksi namun orang tersebut tidak mengetahuinya dan
menularkannya kepada orang lain sehingga angka penyebarannya akan
semakin meningkat.Infeksi menular seksual (IMS) adalah infeksi yang
penularannya terutama melalui hubungan seksual. Terdapat lebih dari 30 jenis
kuman berbeda yang diketahui ditularkan melalui kontak seksual. Infeksi yang
paling sering ditemukan antara lain gonore, klamidiasis, trikomoniasis, herpes
genitalis, infeksi Human Papilloma Virus (HPV), hepatitis B, dan sifilis.
Berbagai perubahan pada masa remaja menyebabkan remaja mulai tertarik
pada lawan jenis dan mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Peluang remaja
untuk tertarik dalam hubungan seksual berkembang dalam lingkungan
pergaulan sosial yang kompleks dan dinamik. Pemahaman yang kurang atau
salah mengenai masalah seksual menyebabkan remaja berisiko melakukan
hubungan seksual yang tidak aman, seperti berganti-ganti pasangan, memakai
narkoba, dan tidak menggunakan kondom.(Pandjaitan, Niode, and Suling
2017)
Pada upaya pencegahan agar remaja tidka melakukan perilaku
beriisko, tentunya berpangkal pada peran orangtua. Orangtua memegang
peranan penting untuk mencegah hubungan seksual pranikah. Keterlibatan
keluarga dalam perkembangan anak sangat penting khususnya orangtua.
31

Orangtua terkadang begitu sibuk dengan kegiatannya sendiri tanpa


mempedulikan bagaimana perkembangan anak-anaknya. Orangtua cenderung
hanya memikirkan kebutuhan lahiriah anaknya dengan bekerja keras tanpa
mempedulikan bagaimana anak-anaknya tumbuh dan berkembang. Oleh
karena itu, perlu diketahui lebih mendalam berbagai penjelasan mengenai
fungsi. Fungsi keluarga terdiri atas 6 dimensi yaitu pemecahan masalah,
komunikasi, peran, responsivitas afektif, keterlibatan afektif, kontrol perilaku
(Meitria Syahadatina, dkk, 2020). Penyebaran dan penularan HIV/AIDS di
kalangan remaja sangat berkaitan dengan pengetahuan para remaja mengenai
bahaya HIV/AIDS dan proses penyebarannya.(Santoso, Apsari, and Nabila
2010)

E. Skrining Kesehatan Pada Remaja


Posyandu remaja (Posrem) menjadi salah satu upaya pemerintah melalui
Kementerian Kesehatan dan jajaran dibawahnya untuk menyiapkan kualitas
remaja baik fisik maupun mental agar produktif dan berdaya saing. Pembinaan
posyandu remaja dilakukan ditingkat bawah yang dimulai dari desa. Berbekal
informasi dan edukasi yang diberikan, diharapkan para remaja memiliki
kematangan secara fisik dan mental dalam mempersiapkan masa depannya,
termasuk mengurangi resiko pernikahan dini dan penyalahgunaan obat-obatan
terlarang yang kerap terjadi.Pembinaan dan pengembangan Usaha Kesehatan
Sekolah (UKS) di sekolah dilaksanakan melalui tiga program pokok (dikenal
sebagai trias UKS) yang meliputi pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan,
dan pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat. Pelayanan kesehatan
yang dimaksud meliputi Screening Kesehatan Anak Sekolah, atau dikenal
sebagai penjaringan kesehatan; pemantauan kesehatan; serta penyuluhan
kesehatan. Penjaringan dilakukan setahun sekali pada awal tahun pelajaran
terhadap murid kelas X (sepuluh) yang dilakukan oleh Tim Penjaringan
Kesehatan di bawah koordinasi dengan Puskesmas. Penjaringan kesehatan
merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi pengisian kuesioner oleh
peserta didik, pemeriksaan fisik dan penunjang oleh tenaga kesehatan bersama
32

sama kader kesehatan remaja dan guru sekolah. Kegiatan ini dilaksanakan
untuk memenuhi persyaratan standar minimal pelayanan bidang kesehatan dan
program UKS. Idealnya rangkaian tersebut dilaksanakan seluruhnya, namun
dalam pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
sekolah setempat. Pengisian kuesioner oleh siswa didik digunakan untuk
mengetahui riwayat kesehatan secara umum, informasi kesehatan keluarga,
riwayat imunisasi, gaya hidup, kesehatan intelegensia, kesehatan mental
remaja, kesehatan reproduksi, dan bahan edukasi kelas konseling. Riwayat
kesehatan secara umum diperiksa melalui pengisian delapan pertanyaan yang
meliputi masalah kesehatan secara umum, alergi terhadap makanan tertentu,
alergi terhadap obat tertentu, obat-obatan yang sedang diminum saat ini,
riwayat dirawat di rumah sakit, riwayat cedera serius akibat kecelakaan,
riwayat pingsan/tidak sadarkan diri dalam satu tahun terakhir, dan riwayat
penyakit tertentu yang pernah dialami. Riwayat penyakit tertentu yang
dimaksud adalah anemia/kurang darah, asma, batuk lama dan berulang,
campak, diabetes mellitus, hepatitis, penyakit jantung, kejang, TBC paru, sakit
perut berulang, dan sakit kepala berulang. (Azis 2019).
Masa remaja merupakan masa yang kritis karena terjadi peralihan dari
masa anak-anak menjadi dewasa. Remaja harus mendapat perhatian serius,
termasuk mengenai kondisi kesehatannya, sehingga masalah kesehatan
pada remaja dapat dicegah dan dideteksi secara dini. Salah satu metode
untuk mendeteksi dengan melakukan skrining kesehatan, sehingga tenaga
kesehatan dapat mendapatkan gambaran masalah kesehatan yang dialami
remaja.Tujuan: Mengetahui gejala masalah kesehatan fisik, status gizi, dan
masalah kesehatan reproduksi yang dialami oleh siswa.(Mada 2018)

Teori ini masuk BAB 2 saja


EBM itu adalah asuhan kebidanan berdasarkan bukti ilmiah
1. Terapi mengurangi dismenore
a.bisa dengan kompres hangat
b. aroma terapi
33

2. pengunaan terapi non farmakologis untuk meningkatkan HB


a. jus jambu
b kelakai
c kurma
cari jurnal2 terbaru

DAFTAR PUSTAKA

Aminah, A., 2018. Hubungan Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi


Dengan Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Di SMK PGRI
Rangkasbitung. Jurnal Obstretika Scienta, 6(1), pp.179-191.

Arisnawati, and Ahmad Zakiudin. 2018. “Hubungan Kebiasaan Makan Pagi


Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Di SMA Al Hikmah 2 Benda
Sirampog Brebes.” Jurnal Para Pemikir 7(1): 53–58.

Arniti, N.L., Septriana, S. and Nofiartika, F., 2021. Pencegahan dan


Penanggulangan Anemia Terhadap Pengetahuan, Kepatuhan Konsumsi
Tablet Tambah Darah, dan Kadar Hb pada Remaja Putri. Jurnal GIZIDO,
13(1 Mei), pp.1-6.

Azis, Abdillah. 2019. “The Development of Adolescence Health Information


System in Puskesmas Bantul II, Bantul District.” Jurnal Manajemen
Informasi Kesehatan Indonesia 7(2): 92.

Betan, A. and Pannyiwi, R., 2020. Analisis Angka Kejadian Penyakit Infeksi
Menular Seksual. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 9(2), pp.824-
830.

Bunsaman, Shafila Mardiana, and Hetty Krisnani. 2020. “Peran Orangtua Dalam
Pencegahan Dan Penanganan Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja.”
Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat 7(1): 221.

Estiani, Kartika, and Triska Susila Nindya. 2018. “Hubungan Status Gizi Dan
Asupan Magnesium Dengan Kejadian Premenstrual Syndrome (Pms) Pada
Remaja Putri.” Media Gizi Indonesia 13(1): 20.
34

Fidora, I., Oktarini, S. and Prima, R., 2021. Siap Fisik Dan Psikologis
Menghadapi Masa Pubertas. Jurnal Salingka Abdimas, 1(1), pp.6-10.

Hidayati, K.B. and Farid, M., 2016. Konsep diri, adversity quotient dan
penyesuaian diri pada remaja. Persona: Jurnal Psikologi Indonesia, 5(02),
pp.137-144.

Huda, Afthon Ilman, Farida Wahyu Ningtyias, and . Sulistiyani. 2020. “Hubungan
Antara Status Gizi, Usia Menarche Dengan Kejadian Dysmenorrhea
Primer Pada Remaja Putri Di SMPN 3 Jember.” Pustaka Kesehatan 8(2):
123.

Islamy, A. and Farida, F., 2019. Faktor-faktor yang mempengaruhi siklus


menstruasi pada remaja putri tingkat III. Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ):
Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 7(1), pp.13-18.

Jayanti, Y.D. and Novananda, N.E., 2017. Hubungan Pengetahuan Tentang Gizi
Seimbang Dengan Status Gizi Pada Remaja Putri Kelas Xi Akuntansi 2
(Di Smk Pgri 2 Kota Kediri). Jurnal Kebidanan, 6(2), pp.100-108.

Jo, J. and Lee, S. H. 2018. Heat therapy for primary dysmenorrhea: A systematic
review and metaanalysis of its effects on pain relief and quality of life,
Scientific Reports. Springer US, 8(1), 1–8.

Julaecha, J., 2020. Upaya Pencegahan Anemia pada Remaja Putri. Jurnal Abdimas
Kesehatan (JAK), 2(2), pp.109-112.

Mada, Universitas Gadjah. 2018. “Gambaran Gejala Masalah Kesehatan Fisik ,


Status Gizi , Dan Kesehatan Reproduksi Pada Siswa-Siswi SMA
Description Symptoms of Physical Health Problems , Nutritional Status ,
and Reproductive Problems among Senior High School Students
Departemen Keperawatan Anak Dan Maternitas , Fakultas Kedokteran ,
Kesehatan Masyarakat.

Maimunah, S., Sari, R. D. P. and Prabowo, A. Y. (2017). Effectiveness


Comparison Between Warm And Cold Compress As NonPharmacologic
Therapy for Dysmenorrhea in Adolescens’, Medula, 7(5), 79–83.

Marwoko, C. A. G. (2019) ‘Psikologi Perkembangan Masa Remaja’, Jurnal


Tabbiyah Syari’ah Islam, 26(1),

Melani, Sri Ayu, Hasanuddin Hasanuddin, and Nina Siti Salmaniah Siregar. 2021.
“Hubungan Kepercayaan Diri Dengan Gangguan Makan Anorexia
Nervosa Pada Remaja Di SMAN 4 Kota Langsa.” Jurnal SAGO Gizi dan
Kesehatan 2(2): 170.
35

Misliani, Anita., Mahdalena, dan Syamsul Firdaus. 2019. Penanganan Dismenore


Cara Farmakologi dan Nonfarmakologi. Jurnal Citra Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Banjaramasin Volume 7, No. 1, Juli 2019

Mularsih, Sri. 2017. “Hubungan Pengetahuan Remaja Putri Tentang Anemia


Dengan Perilaku Pencegahan Anemia Pada Saat Menstruasi Di Smk Nusa
Bhakti Kota Semarang.” Jurnal Kebidanan 6(2): 80.

Muntyas, N., 2020. Gambaran Faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Dalam


Menghadapi Pubertas Pada Remaja. Jurnal Mahasiswa Kesehatan, 1(2),
pp.159-165.

Mutmainnah, Sitti Patimah, and Septiyanti. 2021. “Hubungan KEK Dan Wasting
Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Di Kabupaten Majene.”
Window of Public Health Journal (February): 561–69.

Nasruddin, H., Syamsu, R.F. and Permatasari, D., 2021. Angka Kejadian Anemia
Pada Remaja Di Indonesia. Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(4), pp.357-
364.

Ningrum, S.W., Sutarni, S. and Gofir, A., 2016. Penyalahgunaan narkotika,


psikotropika, dan zat adiktif sebagai faktor risiko gangguan kognitif pada
remaja jalanan. Berkala NeuroSains, 15(2), pp.85-95.

Notoadmojo, S. (2011). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Ciptap. 60–


75.Aldriana, N., 2018. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Siklus
Menstruasi pada mahasiswi di Universitas Pasir Pengaraian. Jurnal
Martenity and Neonatal, 6(2), pp.271-271.

Nurbaiti, Nurbaiti. 2019. “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pencegahan


Anemia Pada Remaja Putri Di SMA Negeri 4 Kota Jambi Tahun 2018.”
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi 19(1): 84.

Pandjaitan, Marini C., Nurdjannah J. Niode, and Pieter L. Suling. 2017.


“Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Terhadap Infeksi Menular Seksual
Pada Remaja Di SMA Frater Don Bosco Manado.” e-CliniC 5(2).

Panjaitan, A.A., Angelia, S. and Apriani, N., 2018. Respon Remaja Putri dalam
Menghadapi Perubahan Fisik Saat Pubertas. Jurnal Berkala Kesehatan,
4(2), pp.55-60.

Pratiwi, Irna, Asri Masitha Arsyati, and Andreanda Nasution. 2022. “Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Obesitas Pada Remaja Di Smpn 12
Kota Bogor Tahun 2021.” Promotor 5(2): 156.
36

Prijatni, I., Prijatni, I. and Rahayu, S., 2016. Kesehatan reproduksi dan keluarga
berencana (KEMENKES).

Salamah, Umi. 2019. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Terhadap
Perilaku Penanganan Dismenore. Jurnal Ilmiah Kebidanan Indonesia,
Vol.9 No.3, September 2019.

Santoso, Meilanny Budiarti, Nurliana Cipta Apsari, and Annisa Nabila. 2010.
“Upaya Pencegahan Hiv / Aids Pada Kalangan Remaja.” Share : Social
Work Journal 7(1): 1–129.

Saputro, K.Z., 2018. Memahami ciri dan tugas perkembangan masa remaja.
Aplikasia: Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu Agama, 17(1), pp.25-32.

Sitti Rohmah, and Yulia Paramita Rusady. 2021. “Hubungan Status Gizi Dengan
Kejadian Amenorea Pada Siswi SMP 1 Pandewangi.” Jurnal Satuan Bakti
Bidan Untuk Negeri (Sakti Bidadari) 4(2).
http://www.journal.uim.ac.id/index.php/bidadari/article/view/1178.

Sri Mulyani, Nunung, Suri Hayatul Fitri, Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan
Kemenkes Aceh, and Rsud dr Zainoel Abidin Banda Aceh. 2020. “Faktor
Penyebab Obesitas Pada Remaja Putri Di Aceh Besar Factors Causing
Obesity in Adolescent Girl in Aceh.” Jurnal Riset Gizi 8(1): 44.

Sriningrat, I Gusti Agung Ayu, Putu Cintya Denny Yuliyatni, and Luh Seri Ani.
2019. “Prevalensi Anemia Pada Remaja Putri.” E-Jurnal Medika 8(2): 6.

Wiguna, A.S., Noor, M.S., Istiana, I., Juhairina, J. and Skripsiana, N.S., 2022.
Pengaruh Lingkungan Sekolah terhadap Perilaku Pencegahan Anemia
pada Remaja Putri SMAIT Ukhuwah Banjarmasin. Homeostasis, 5(1),
pp.111-118.

Anda mungkin juga menyukai