Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEBIDANAN BALITA SAKIT PADA An.

T UMUR 2,1TAHUN

DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT(ISPA)

DI PUSKESMAS LIANG

TAHUN 2022

Disusun Oleh :

MARNI ITARIA PORSIANA

NIM. B.1911033

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PASAPUA AMBON

PRODI DIII KEBIDANAN

TAHUN 2022
BAB I

PENDAHULUHAN

A. Latar Belakang
Anak balita merupakan salah satu populasi paling beresiko terkena
bermacam gangguan kesehatan (kesakitan dan kematian). Menurut survei
demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2009, Angka Kematian
Balita (AKB) di Indonesia sebesar 44 per 10.000 kelahiran hidup.
Penyebab utama kesakitan dan kematian balita di Indonesia yaitu
Infeksisaluran Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yaitu sebesar 28% (depkes
RI, 2010).
Secara umum efek pncemaran udara terhadap saluran pernapasan
dapat menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku
bahkan dapatberhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran
pernapasan akibat iritasi oleh baha pencemar. Produksi lender akan
meningkat sehingga menyebabkan
Penyakit ISPA merupakan salah satu penyebab utama morbiditas
dan mortalitas penyakit menular di dunia (WHO, 2007). ISPA merupakan
salah satu penyakit pernafasan yang menyebabkan kematian paling sering
pada anak-anak usia di bawah lima tahun (Elyana dan Candra, 2009).
Penyakit batuk pilek pada anak usia dibawah lima tahun (balita) di
Indonesia diperkirakan sebesar 2 sampai 3 kali setiap tahun (Kemkes RI,
2012). Pada banyak negara berkembang, lebih dari 50% kematian pada
umur anak-anak balita disebabkan karena infeksi saluran pernafasan akut,
yakni infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru. Salah satu yang
termasuk dalam infeksi saluran nafas bagian atas adalah batuk pilek biasa,
radang tenggorokan, dan influenza (BPOM RI, 2013).
Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun,
menghadapi banyak masalah kesehatan masyarakat. Penyakit infeksi dan
kurang gizi masih termasuk penyebab kematian balita, terutama ISPA
merupakan penyakit yang termasuk dalam daftar 10 penyakit utama.
Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen
Kesehatan Republik Indonesia 2004 menyatakan bahwa ISPA menempati
peringkat pertama 10 penyakit utama pasien rawat jalan di Rumah Sakit
dengan persentase 15,1% (Depkes RI, 2007).
Angka kematian balita (AKB) berdasarkan hasil Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 adalah 32 per 1000 kelahiran
hidup. Angka tersebut menunjukkan penurunan yang lambat dibandingkan
AKB pada tahun 2007, yaitu 34 per 1000 kelahiran hidup (Kemkes RI,
2013). AKB di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 10,75/1000
kelahiran hidup, meningkat dibandingkan tahun 2011 sebesar 10,34/1000
kelahiran hidup (Dinkes Jawa Tengah, 2012). Hal ini berlawanan dengan
tujuan MDGs yang seharusnya turun, namun angka ini sudah memenuhi
angka target MDGs ke-4, dimana tahun 2015 yaitu AKB sebesar 23/1000
kelahiran hidup (Bappenas RI, 2004).
Kurangnya pengetahuan ibu tentang Imunisasi DPT menyebabkan
banyaknya balita terkena ISPA, imunisasi DPT yakni imunisasi yang
diberikan agar balita tidak rentan terkena Infeksi Saluran Pernafasan.
Diperkirakan kasus pertusis sejumlah 51 juta dengan kematian lebih dari
600.000 orang, namun hanya 1,1 juta penderita dilaporkan dari 163 negara
dalam tahun 1983. Hampir 80% anak-anak yang tidak di imunisasi
menderita sakit pertusis sebelum umur 5 tahun. Kematian karena pertusis,
5 0 % terjadi pada bayi (umur < 1 tahun) (WHO, 2007).
Di Indonesia berdasarkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2007
menunjukan prevalensi nasional ISPA 25,5%, dan khusus untuk Jawa
Tengah memiliki angka prevalensi lebih tinggi dari angka nasional yaitu
29,1%. Prevalensi di atas Provinsi Jawa Tengah, ditemukan di 16
Kabupaten/Kota, salah satunya adalah Kabupaten Sragen yaitu 32,5%
(Kemkes, 2009). Hasil riset terbaru menunjukkan penurunan prevalensi
nasional dari 25,5% menjadi 25,0% dan prevalensi provinsi Jawa Tengah
dari 29,1% menjadi 26,6% (Kemkes RI, 2013).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan penulis di BPS Ngudi
Waras, Jabung Plupuh Sragendidapatkan data dari rekam medik selama
tahun 2014, pada bulan Januari 2014 sampai September 2014 terdapat
jumlah kasus balita sakit sebanyak 350 balita dengan 145balita dengan
febris (41,43 %), balita dengan ISPA sebanyak 148 balita (42,29%), balita
dengan diare sebanyak 33 balita (9,43%), balita dengan dermatitis
sebanyak 24 balita (6,86%). Adapun balita dengan ISPA diketahui balita
dengan ISPA ringan 105 balita, balita dengan ISPA berat sebanyak 43
balita (Register BPS Ngudi waras, 2014).
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk
mengambil kasus dengan judul “Asuhan Kebidanan Balita Sakit pada An.
Aumur 1 tahun dengan ISPARingan di BPS Ngudi Waras Jabung Plupuh
Sragen” dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan Varney
yang diharapkan dapat memberikan asuhan kebidanan yang lebih baik,
bermanfaat dan berkualitas.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mampu memberikan asuhan kebidanan balita sakit pada An. T
dengan ISPA Ringan, dengan menggunakan manajemen kebidanan
7 langkah Varney.
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian data pada An. T
umur 2 tahun 1bulan dengan ISPA ringan.
b. Penulis mampu menginterpretasikan data yang meliputi
diagnosa kebidanan, masalah dan kebutuhan pada An. T
umur 2 tahun 1 bulan dengan ISPA ringan.
c. Penulis mampu menentukan diagnosa potensial yang timbul
pada An. T umur 2 tahun 1bulan dengan ISPA ringan.
d. Penulis mampu menerapkan antisipasi/ tindakan segera
pada An. T umur 2 tahun 1 bulan dengan ISPA ringan.
e. Penuis mampu menyusun rencana asuhan kebidanan pada
An. T umur 2 tahun 1 bulan dengan ISPA ringan.
f. Penulis mampu melaksanakan tindakan asuhan kebidanan
pada An. M umur 2 tahun 1 bulan dengan ISPA ringan
sesuai pelayanan secara efisien dan aman.
g. Penulis mampu mengevaluasi hasil asuhan kebidanan yang
telah dicapai pada kasus An. T umur 2 tahun 1 bulan
dengan ISPA ringan.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan teori
1. Balita
a. Definisi
Balita adalah kelompok anak yang berada pada rentang usia
0-5 tahun (wirjatmadi, 2012). Masa balita merupakan periode
penting dalam proses tumbuh kembang manusia dikarenakan
tumbuh kembang berlangsung cepat. Perkembangan dan
pertumbuhan di masa balita menjadi faktor keberhasilan
pertumbuhan dan perkembangan anak di masa mendatang
(Prasetyawati, 2011).
b. Tumbuh kembang
Menurut Marmi dan Rahardjo (2012), tahapan
perkembangan balita sebagai berikut:
1) Umur 12–18 bulan
 Berdiri sendiri tanpa berpegangan.
 Membungkuk memungut mainan kemudian berdiri
kembali.
 Berjalan mundur 5 langkah.
 Memanggil ayah dengan kata “papa”, memanggil ibu
dengan kata “mama”.
 Menumpuk 2 kubus.
 Memasukkan kubus di kotak.
 Menunjuk apa yang diinginkan tanpa menangis atau
merengek, anak bisa mengeluarkan suara yang
menyenangkan atau menarik tangan ibu.
 Memperlihatkan rasa cemburu atau bersaing.
2) Umur 18-24 bulan
 Berdiri sendiri tanpa berpegangan selama 30 detik.
 Berjalan tanpa terhuyung-huyung.
 Bertepuk tangan, melambai-lambai.
 Menumpuk 4 buah kubus.
 Memungut benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk.
 Menggelindingkan bola ke arah sasaran.
 Menyebut 3-6 kata yang mempunyai arti.
 Membantu atau menirukan pekerjaan rumah tangga.
 Memegang cangkir sendiri, belajar makan – minum
sendiri.
3) Umur 24-36 bulan
 Jalan naik tangga sendiri.
 Dapat bermain dan menendang bola kecil.
 Mencoret-coret pensil pada kertas.
 Bicara dengan baik, menggunakan 2 kata.
 Dapat menunjuk 1 atau lebih bagian tubuhnya ketika
diminta.
 Melihat gambar dan dapat menyebut dengan benar nama 2
benda atau lebih.
 Membantu memungut mainannya sendiri ataau membantu
mengangkat piring jika diminta.
 Makan nasi sendiri tanpa banyak tumpah.
 Melepas pakaiannya sendiri.
4) Umur 36-48 bulan
 Berdiri 1 kaki 2 detik.
 Melompat kedua kaki diangkat.
 Mengayuh sepeda roda tiga.
 Menggambar garis lurus.
 Menumpuk 8 kubus.
 Mengenal 2-4 warna.
 Menyebut nama, umur, tempat.
 Mengerti arti kata di atas, di bawah, di depan.
 Mendengarkan cerita.
 Mencuci dan mengeringkan tangan sendiri.
 Bermain bersama teman, mengikuti aturan permainan.
 Mengenakan sepatu sendiri.
 Mengenakan celana panjang, kemeja, baju.
5) Umur 48-60 bulan
 Berdiri 1 kaki 6 detik.
 Melompat-lompat 1 kaki.
 Menari.
 Menggambar tanda silang.
 Menggambar lingkaran.
 Menggambar orang dengan 3 bagian tubuh.
 Mengancing baju atau pakaian boneka.
 Menyeebut nama lengkap tanpa dibantu.
 Senang menyebut kata-kata baru.
 Senang bertanya tentang sesuatu.
 Menjawab pertanyaan dengan kata-kata yang benar.
 Bicaranya mudah dimengerti.
 Bisa membandingkan atau membedakan sesuatu dari
ukuran dan beentuknya.
 Menyebut angka, menghitung jari.
 Menyebut nama-nama hari.
 Berpakaian sendiri tanpa dibantu.
 Menggosok gigi tanpa dibantu.
 Bereaksi tenang dan tidak rewel ketika ditinggal ibu.
c. Penyakit yang umum diderta bayi dan balita
Untuk menangani bayi dan balita sakit, WHO
memperkenalkan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) pada
tahun 1996. MTBS merupakan suatu sistem untuk mempermudah
serta meningkatkan mutu pelayanan di puskesmas. Beberapa
penyakit yang termasuk MTBS yaitu infeksi, diare, ikterus, BBLR,
dan permasalahan dalam pemberian ASI (Marmi dan Rahardjo,
2012).
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang banyak ditemui
pada masyarakat.Pembagian penyakit infeksi dasar utamanya adalah
dasar penyebabnya.
Adapun faktor penyebabnya adalah :
1) Bakteri misalnya pada penyakit Difteri, Tetanus, TBC, Typhus.
2) Virus misalnya pada penyakit Demam Berdarah, Influenza.
3) Jamur misalnya pada anak-anak yang menderita gangguan
imunologis tanda-tandanya warna putih pada mulut anak, bisa
juga terjadi pada anak-anak yang menderita penyakit lama yang
menyebabkan daya tahan tubuh menurun.

Penyakit infeksi yang dimaksud dalam MTBS yaitu salah


satunya adalah ISPA

2. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)


a. Definisi
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah radang akut
saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh
infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun reketsia tanpa atau
disertai dengan radang parenkim paru. ISPA merupakan masuknya
mikroorganisme (bakteri, virus, reketsia) ke dalam saluran
pernafasan yang menimbulkan gejala penyakit yang dapat
berlangsung sampai 14 hari (wijayaningsih,2013).
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan
akut, adalah penyakit saluran pernafasan atas atau bawah, biasanya
menular yang dapat menimbulkan berbagai spectrum penyakit yang
berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai
penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen
penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu (WHO, 2007).
b. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis virus, bakteri dan
rickettsia serta jamur. Vrus penyebab ISPA antara lain golongan
miskovirus (termasuk didalamnya virus influenza, virus para-
influensa), Adenovirus, Koronavirus, Mikoplasma, Herpesvirus.
Bakteri penyebab ISPA antara lain Streptokokus hemolittikus,
stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus influenza, Bordetella
pertussis, korinebakterium diffteria. Bakteri dan virus yang paling
sering menjadi penyebaran ISPA adalah bakteri stafilokokus dan
streptokokus serta virus influenza yang berada di udara bebas
masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas
(wijayaningsih, 2013).
Faktor lain yang menyebabkan ISPA mudah menjangkit
adalah lemah dan belum sempurnanya kekebalan tubuh bayi,
sehingga lebih mudah terjangkit ISPA. Rendahnya asupan gizi,
status gizi kurang dan buruknya sistem sanitasi lingkungan juga
diperkirakan berkontribusi dalam kejadian ISPA, terlebih lagi
apabila pada peralihan musim kemarau ke musim hujan
(wijayaningsih, 2013).
c. Patofisiologi
ISPA disebabkan oleh lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan
ricketsia. Virus merupakan penyebab tersering infeksi saluran nafas.
Pada paparan pertama virus akan menyebabkan mukosa
membengkak dan menghasilkan banyak lendir sehingga akan
menghambat aliran udara melalui saluran nafas. Batuk merupakan
mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeluarkan lendir keluar dari
saluran pernafasan. Bakteri dapat berkembang denga mudah dalam
mukosa yang terserang virus, sehingga hal ini menyebabkan infeksi
sekunder, yang akan menyebabkan terbentuknya nanah dan
memperburuk penyakit (Nurhidayah. Dkk, 2008).
d. Tanda dan gejala
Menurut Wijayaningsih (2013), adapun pembagian tanda
dan gejala ISPA sebagai berikut:
1) ISPA ringan
Di tandai dengan satu atau lebih gejala berikut:
 Batuk tanpa pernafasan cepat atau kurang dari 40
kali/menit
 Hidung tersumbat atau berair
 Telinga berair
 Tenggorokan merah
2) ISPA sedang
Meliputi gejala ISPA ringan di tambah satu atau lebih gejala
berikut:
 Pernafasan cepat tanpa stridor
 Gendang telinga merah
 Sakit/keluar cairan dari telinga kurang dari 2 minggu
 Faringitis purulen dengan pembesaran kelenjar limfe
leher yang nyeri tekan.
3) ISPA berat
Meliputi gejala ISPA sedang / ringan tambah satu atau lebih
gejala berikut:
 Pernafasan cepat dan stridor
 Membran keabuan di faring
 Bibir / kulit kebiruan (sianosis)
 Kejang, apnea, dehidrasi berat
e. Faktor-faktor risiko yang dapat mempengaruhi ISPA
Menurut Kemkes RI (2012), faktor-faktor risiko yang dapat
mempengaruhi peningkatan morbiditas dan mortalitas ISPA antara
lain:
1) Usia
Anak yang usianya leih muda, kemungkinan unuk menderita
atau terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan
dengan anak yang usianya lebih tua karena daya tahannya lebih
rendah (Wijayaningsih, 2013).
2) Status gizi balita
Asupan gizi seseorang dapat mempengaruhi kerentanan tubuh
terhadap infeksi. Balita merupakan kelompok yang rentan
terhadap berbagai permasalahan kesehatan dan apabila asupan
gizinya kurang maka akan sangat mudah terserang oleh infeksi.
3) Imunisasi
Imunisasi merupakan salah satu cara untuk mendapatkan
kekebalan tubuh agar terhindar dari infeksi. Imunisasi yang
lengkap terdiri dari vaksin polio, vaksin campak, vaksin BCG,
vaksin DPT, dan vaksin Toxoid Difteri. Imunisasi yang tidak
lengkap dapat menjadi salah satu faktor risiko terjadinya
penyakit ISPA karena tubuh balita menjadi lebih rentan.
4) Polusi udara dan lingkungan
Polusi udara dapat menimbulkan penyakit ISPA dan dapat
memperberat kondisi seseorang yang sudah menderita
pneumonia, terutama pada balita. Asap dapur yang masih
menggunakan kayu bakar dapat menjadi faktor penyebab polusi
apabila ventilasi rumah kurang baik dan tata letak rumah yang
kurang sesuai. Selain itu asap rokok yang terdapat pada udara
rumah juga dapat menjadi salah satu faktor penyebab ISPA.
Pajanan di dalam ruangan terhadap polusi udara sangat penting
karena anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya di
rumah.
5) Perilaku hidup bersih dan sehat
Perilaku hidup bersih dan sehat menjadi salah satu kebutuhan
dasar yang penting untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah
perilaku yang tidak sehat menjadi perilaku sehat dan
menciptakan lingkungan sehat di rumah tangga. Keluarga yang
melaksanakan PHBS dapat meningkatkan derajat kesehatan
keluarga tersebut dan anggota keluarganya menjadi tidah
mudah sakit.
f. Upaya pencegahan penyakit ISPA
Bagian yang penting dalam pencegahan dan penanggulangan
penyakit menular adalah dengan memutus rantai penularan.
Pemutusan rantai penularan dapat dilakukan dengan menghentikan
kontak agen penyebab penyakit dengan pejamu.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
penyakit ISPA pada anak antara lain (Wijayaningsih, 2013):
1) Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik
diantaranya dengan cara memberikan makanan kepada anak
yang mengandung cukup gizi.
2) Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya
tahan tubuh terhadap penyakit baik.
3) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap
bersih.
4) Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satunya
adalah dengan memakai penutup hidung dan mulut bila kontak
langsung dengan anggota keluarga atau orang yang sedang
menderita penyakit ISPA.
g. Upaya Penatalaksanaan penyakit ISPA
Menurut Maryunani (2010), penanganan terhadap ISPA
disesuaikan dengan tingkatannya antara lain:
1) Penanganan ISPA berat
Penderita ISPA berat harus dirawat di Rumah Sakit dan yang
dilakukan adalah dengan memberikan antibiotik parenteral dan
oksigen.
2) Penanganan ISPA Ringan
Pengobatan dan perawatan penderita ISPA ringan dapat
dilakukan di rumah. Jika anak menderita ISPA ringan maka
yang harus dilakukan adalah:
 Tanpa pemberian obat antibitoik, untuk batuk dapat
digunakan obat batuk tradisional, misalnya pengobatan
dengan jeruk nipis atau kencur atau obat batuk lain yang
tidak mengandung zat yang merugikan sepertikodein,
dekstromertofan dan antihistamin.
 Bila demam diberikan obat penurun panas. Untuk anak
yang di bawah umur 6 tahun menggunakan paracetamol,
ibuprofen atau asetosal.

B. Manajamen kebidanan menurut 7 langkah varney


1. Pengertian Manajemen Kebidanan
Menurut Varney yang dikutip oleh Sari (2012), manajemen
kebidanan adalah proses pemecahan masalah digunakan sebagai
metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan
teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan, dan rangkaian atau
tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus
pada klien.
Proses manajemen kebidanan menurut Varney terdiri dari tujuh
langkah yaitu sebagai berikut:
a. Langkah I: Pengkajian (Pengumpulan Data Dasar)
Pengumpulan data dasar dilakukan dengan melakukan pengkajian
melalui proses pengumpulan data yang diperlukan untuk
mengevaluasi keadaan pasien secara lengkap. Teknik pengumpulan
data ada 3, yaitu observasi, wawancara, dan pemeriksaan. Data
diklasifikasikan menjadi data subyketif dan data obyektif (Sari,
2012).
1) Data Subyektif
Data subyektif berupa data fokus yang dibutuhkan untuk
menilai keadaan pasien sesuai dengan kondisinya (Romauli,
2011). Data subyektif terdiri dari:
a) Identitas
Menurut Matondang (2013), Identitas diperlukan untuk
memastikan bahwa yang diperiksa benar-benar anak yang
dimaksud, dan tidak keliru dengan anak lain. Kesalahan
identifikasi pasien dapat berakibat fatal, baik secara medis,
etika, maupun hukum. Identitas tersebut meliputi:
 Nama balita
Nama harus jelas dan lengkap, bila perlu nama
panggilan sehari-hari agar tidak keliru dalam
memberikan penanganan (Ambarwati dan Wulandari,
2010).
 Umur
Dikaji untuk mengingat periode anak yang mempunyai
kekhasannya sendiri dalam morbiditas dan mortalitas,
usia anak juga diperlukan untuk menginterpretasikan
apakah data pemeriksaan klinis anak tersebut sesuai
umurnya (Matondang, 2013).
 Jenis Kelamin
Dikaji untuk membedakan dengan balita lain, juga
untuk penilaian data pemeriksaan klinis (Matondang,
2013).
 Anak ke
Dikaji untuk mengetahui jumlah keluarga pasien
(Matondang, 2013).
 Nama orang tua
Dikaji agar dituliskan dengan jelas agar tidak keliru
dengan orang lain mengingat banyak nama yang sama
(Matondang, 2013).
 Umur orang tua
 Sebagai tambahan identitas, dapat menggambarkan
kakuratan data yang akan diperoleh serta dapat
ditentukan pola pendekatan dalam anamnesis
(Matondang, 2013).
 Agama
Agama dikaji untuk mengetahui keyakinan pasien
tersebut untuk membimbing atau mengarahkan pasien
dalam berdoa (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
 Pendidikan
Dikaji untuk memperoleh keakuratan data yang
diperoleh serta dapat ditentukan pola pendekatan
anamnesis. Tingkat pedidikan orang tua juga berperan
dalam pemeriksaan penunjang pasien selanjutnya,
sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai
dengan pendidikannya (Ambarwati dan Wulandari,
2010).
 Pekerjaan
Dikaji untuk mengetahui kemampuan orang tua untuk
membiayai perawatan anaknya, selain itu juga
mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut (Ambarwati
dan Wulandari, 2010).
 Alamat
Alamat dikaji untuk kejelasan, misalnya pasien menjadi
sangat gawat dan perlu tindakan segera sehingga
sewaktu-waktu dapat dihubungi. Disamping itu, setelah
pasien pulang mungkin diperlukan kunjungan rumah
(Matondang, 2013).
b) Keluhan datang
Menurut Matondang (2013), dikaji untuk mengetahui
keluhan klien datang ke tempat pelayanan kesehatan. Pada
kasus ISPA, ibu klien mengatakan bahwa ingin
memeriksakan anaknya karena batuk pilek dengan atau
tanpa demam, tenggorokan merah (Wijayaningsih, 2013).
c) Keluhan utama
Menurut Matondang (2013), keluhan utama adalah keluhan
atau gejala yang menyebabkan klien dibawa berobat. Pada
kasus ISPAkeluhan yang dirasakan balita biasanya adalah
batuk, pilek,demam dan rewel. Secara teoritis pada klien
dengan ISPA didapatkan data-data antara lain demam,
batuk, pilek, sakit tenggorokan (Wijayaningsih, 2010).
d) Riwayat kesehatan yang lalu
 Imunisasi
Status imunisasi klien diperlukan untuk mengetahui
status perlindungan pediatrik yang diperoleh dan juga
membantu menentukan diagnosis, dan untuk
memperoleh data balita tentang imunisasi apakah yang
sudah didapat oleh anak (Matondang, 2013).
 Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji untuk memperoleh gambaran keadaan sosial,
ekonomi, budaya dan kesehatan keluarga pasien.
Berbagai penyakit bawaan dan penyakit keturunan
seperti terdapat riwayat hipertensi, riwayat kembar, dan
penyakit seperti asma, hepatitis, jantung dan lain-lain
karena penyakit-penyakit tersebut mempunyai pengaruh
negatif pada balita, misalnya dapat mengganggu
metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang
permasalahan makanan balita (Matondang, 2013).
e) Riwayat sosial
Menurut Matondang (2013), riwayat sosial dapat diketahui
dari:
 Yang mengasuh
Dikaji untuk mengetahui aktifitas balita dalam
kesehariannya.
 Hubungan dengan anggota keluarga
Dikaji untuk mengetahui hubungan balita dengan
anggota keluarga.
 Hubungan dengan teman sebaya
Dikaji untuk mengetahui keharmonisan balita dengan
teman sebayanya.
 Lingkungan rumah
Dikaji untuk mengetahui hubungan balita dengan
lingkungan sekitar rumah.
f) Pola kebiasaan sehari-hari
 Pola nutrisi
Pola nutrisi menggambarkan tentang pola makan dan
minum, frekuensi, banyaknya, jenis makanan, makanan
pantangan. (Ambarwati dan Wulandari, 2010).Pasien
dengan ISPA ringan biasanya nafsu makannya
berkurang (Maryunani, 2010).
 Pola istirahat/tidur
Pola istirahat/tidur menggambarkan pola istirahat dan
tidur pasien, berapa jam pasien tidur, kebiasaan
sebelum tidur misalnya membaca, mendengarkan
musik, kebiasaan tidur siang, penggunaan waktu luang
(Ambarwati dan Wulandari, 2010).Pasien dengan ISPA
ringan cenderung anak gelisah dan menyebabkan anak
susah tidur (Maryunani, 2010).
 Pola hygiene
Pola hygiene dikaji untuk mengetahui apakah selalu
menjaga kebersihan tubuh dengan baik (Ambarwati dan
Wulandari, 2010).
 Pola aktivitas
Pola aktivitas menggambarkan pola aktivitas pasien
sehari-hari. Pada pola ini perlu dikaji pengaruh aktivitas
tehadap kesehatannya (Ambarwati dan Wulandari,
2010).Pasien dengan ISPA ringan pola aktivitasnya
terganggu karena terdapat anak cenderung rewel dan
gelisah (Maryunani, 2010).
 Pola eliminasi
Pengkajian tentang pola eliminasi menggambarkan pola
fungsi sekresi ayitu kebiasaan buang air besar meliputi
frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta kebiasaan
buang air kecil (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
2) Data Obyektif
Data objektif diperlukan untuk melengkapi data subyektif
dalam menegakkan diagnosis (Romauli, 2011).
a) Keadaan umum
Penilaian keadaan umum pasien mencakup kesan keadaan
sakit, kesadaran, dan kesan status gizi (Matondang, 2013)
 Kesan Keadaan sakit
Kesan keadaan saki dilihat dari apakah pasien tidak
tampak sakit, sakit ringan, sakit sedang, ataukah sakit
berat (Matondang, 2013).
 Kesadaran
Penilaian kesadaran dinyatakan sebagai composmentis,
apatis, somnolen, soper, koma, delirium. Pasien dengan
dermatitis kesadarannya composmentis. Pasien dengan
ISPA ringan kesadarannya composmentis (Matondang,
2013).
 Kesan status gizi
Kesan status gizi dapat dilihat dari bagaimana proporsi
atau postur tubuhnya, apakah baik, kurus, atau gemuk
(Matondang, 2013).
b) Tanda-tanda vital meliputi :
 Denyut jantung
Pemeriksaan denyut jantung dinilai dari frekuensi atau
laju nadi, irama, isi atau kualitas dan ekualitas nadi.
Denyut jantung normal pada anak adalah 80-115
x/menit. Denyut jantung pada pasien dengan ISPA
ringan biasanya cepat 120 x/menit (Matondang, 2013).
 Pernafasan
Pemeriksaan pernafasan mencakup laju pernafasan,
irama atau keteraturan, kedalama, dam tipe atau pola
pernafasan. Tipe pernafasan anak dalam keadaan
normal adalah abdominal atau diafragmatik
(Matondang, 2013). Pasien dengan ISPA ringan
pernafasannyacepat, yaitu kurang dari 40 x/menit
(Wijayaningsih, 2013).
 Temperatur
Suhu tubuh yang normal adalah 36-37,5oC. Suhu tubuh
lebih dari 37oC perlu diwaspadai adanya infeksi
(Romauli, 2011). Temperatur pada pasien dengan ISPA
ringan biasnaya mengalami peningkatan diatas 37,5°C
(Wijayaningsih, 2013).
c) Pemeriksaan Antropometri
Pemeriksaan atropometri meliputi :
 Berat badan : Parameter pertumbuhan yang
paling sederhana, mudah diukur
dan diulang, merupakan indeks
nutrisi (Matondang, 2013).
 Panjang badan : Untuk mengukur tinggi badan,
hasilnya dikaitkan dengan berat
badan memberikan informasi terkait
status nutrisi dan pertumbuhan fisik
anak (Matondang, 2013).
 Lingkar kepala : Dipengaruhi oleh status gizi
anak hingga usia 3 tahun,
pengukuran untuk mengetahui
pertumbuhan otak (Matondang,
2013).
d) Pemeriksaan sistematis
 Kulit
Pemeriksaan kulit meliputi warna kulit, turgor kulit,
kelembaban kulit, dan tekstur kulit.Pada pasienISPA
ringan kulitnya terasa hangat (Matondang, 2013).
 Kepala
Pemeriksaan kepala meliputi bentuk dn ukuran kepala,
kontrol kepala, rambut, dan kulit kepala (Matondang,
2013).
 Muka
Pemeriksaan muka meliputi apakah wajah simetri,
terjadi pembengkakan atau tidak, normal atau tidak
(Matondang, 2013).
 Mata
Adakah kotoran di mata, konjungtiva merah muda,
sklera putih, kelopak mata tidak cekung, pasien dengan
dermatitis tampak merah muda, kelopak mata tidak
cekung (Priharjo, 2007).
 Telinga
Adakah cairan atau kotoran, bagaimana keadaan tulang
rawannya (Priharjo, 2007).
 Hidung
Adakah kotoran yang membuat jalan nafas sesak dan
terganggu (Matondang, 2013).Pasien denganISPA
ringan, hidungnya tersumbat dan berair (Wijayaningsih,
2013).
 Mulut
Bibir berwarna kemerahan, lidah kemerahan sedangkan
pada pasien dengan ISPA ringan bibir kemerahan
(pucat) (Matondang, 2013).
 Leher
Adakah pembesaran kalenjar tiroid, kalenjar limfe dan
kalenjar gondok (Priharjo, 2007).
 Dada
Adakah retraksi pada dada atau tidak, simetris atau
tidak (Priharjo, 2007).
 Perut
Untuk menilai perut kembung atau tidak, turgornya baik
atau buruk, pasien dengan ISPA ringan biasanya tidak
kembung.(Matondang, 2013).
 Ekstremitas
 Berbagai kelainan congenital dapat terjadi pada
ekstremitas superior maupun inferior, diantaranya
Amelia (tidak terdapatnya semua anggota gerak),
ekstromelia (tidak ada salah satu anggota gerak),
fokomelia (anggota gerak bagian proksimal yang
pendek), sindaktili (bergabungnya jari-jari), atau
polidaktili (jumlah jari lebih dari normal) (Matondang,
2013).
 Anogenital
Pemeriksaan genitalia pada anak dilakukan dengan cara
inspeksi dan palpasi. Pemeriksaan genitalia pada
neonates sangat penting untuk deteksi dini beberapa
kelainan bawaan (Matondang, 2013).
e) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan yang dilakukan
di luar pemeriksaan fisis. Pemeriksaan penunjang
dimaksudkan untuk alat diagnostik, petunjuk tata laksana,
dan petunjuk prognosis (Matondang, 2013).Pada kasus
ISPA ringan, tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
(Somantri, 2007).

b. Langkah II : Interpretasi data dasar


Interpretasi data dasar dilakukan dengan mengidentifikasi
data secara benar terhadap diagnosa atau masalah kebutuhan pasien
(Sari, 2012). Pada langkah ini data yang telah dikumpulkan
diinterpretasikan menjadi diagnosa kebidanan, masalah, dan
kebutuhan.
1) Diagnosa kebidanan
Diagnosa kebidanan adalah pengolahan atau analisa data
yaitu menggabungkan dan menghubungkan data satu dengan
lainnya sehingga tergambar fakta. Diagnosa untuk anak dengan
ISPA ringan adalah sebagai berikut (Hidayat dan Sujiyatini,
2010):
a) Data subjektif (Hidayat dan Sujiyatini, 2010):
 Ibu mengatakan anaknya berumur ….
 Ibu mengatakan balitanya berjenis kelamin ….
 Ibu mengatakan balitanya batuk dan hidungnya
tersumbat sejak … hari yang lalu.
b) Data objektif (Hidayat dan Sujiyatini, 2010):
 Keadaan umum :Baik
 Kesadaran :Composmentis
 TTV :S: °C, R : x/menit, N :
x/menit.
2) Masalah
Permasalahan yang muncul berdasarkan pernyataan
pasien berdasarkan data dasar yang berupa data subyektif dan
data obyektif (Ambarwati dan Wulandari, 2010). Permasalahan
yang terjadi pada ISPA ringan adalah anak rewel dan susah
tidur (Wijayaningsih, 2013).
3) Kebutuhan
Kebutuhan disesuaikan dengan kebutuhan pasien saat
itu (Wildan dan Hidayat, 2011). Kebutuhan untuk
pasien ISPA adalah mengusahakan pernafasan normal,
menurunkan suhu dengan pemberian ibuprofen, istirahat yang
cukup, dan pemenuhan nutrisi (Hartono dan Rahmawati, 2012).

c. Langkah III : Identifikasi Diagnosa & Masalah Potensial


Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial yang
mungkin akan terjadi.Pada langkah ini diidentifikasikan masalah
atau diagnosa potensial berdasarkan rangkaian masalah dan
diagnosa, hal ini membutuhkan antisipasi, pencegahan, bila
memungkinkan menunggu mengamati dan bersiap-siap apabila hal
tersebut benar-benar terjadi (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
Diagnosa potensial yang dapat muncul pada bayi dengan
ISPA ringan adalah potensial terjadi ISPA sedang, berat atau
bahkan pneumonia (Kemkes, 2009).

d. Langkah IV : Identivikasi dan Penetapan Kebutuhan yang


Memerlukan penanganan segera
Langkah ini memerlukan kesinambungan dari manajemen
kebidanan. Identifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera
oleh bidan atau dokter dan atau untuk dikonsultasikan atau
ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain sesuai
dengan kondisi pasien (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
Antisipasi yang dilakukan agar ISPA ringan tidak semakin
parah dapat dilakukan dengan pemberian vaksin ulangan influenza
dan pneumonia (Somantri, 2007).

e. Langkah V : Perencanaan Asuhan Secara Menyeluruh (Intervensi)


Langkah-langkah ini ditentukan oleh langkah-langkah
sebelumnya yang merupakan lanjutan dari masalah atau diagnosa
yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Rencana asuhan yang
menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah dilihat dari
kondisi pasien atau dari setiap masalah yang berkaitan (Ambarwati
dan Wulandari, 2010).
Perencanaan yang dilakukan untuk penanganan ISPA
ringan dapat dilakukan dengan (Hartono dan Rahmawati, 2012):
1) Usahakan pernafasan normal pada anak
2) Berikan istirahat yang cukup
3) Buat anak menjadi nyaman
4) Lakukan pencegahan penyebaran infeksi, untuk anak yang
batuk bisa dengan diminta menggunakan masker
5) Turunkan suhu anak menjadi normal
6) Berikan nutrisi yang cukup

f. Langkah VI : Pelaksanaan Perencanaan (Implementasi)


Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan dari semua rencana
sebelumnya, baik terhadap masalah pasien ataupun diagnosis yang
ditegakkan (Wildan dan Hidayat, 2011).Pelaksanaan asuhan pada
balita dengan ISPA ringan disesuaikan dengan rencana tindakan.
Pelaksanaan penanganan ISPA ringan dilakukan sesuai
dengan perencanaan (Hartono dan Rahmawati, 2012) yaitu:
1) Mengusahakan pernafasan normal pada anak
2) Memberikan istirahat yang cukup
3) Membuat anak menjadi nyaman
4) Melakukan pencegahan penyebaran infeksi, untuk anak yang
batuk diminta menggunakan masker.
5) Menurunkan suhu anak menjadi normal
6) Memberikan nutrisi yang cukup

g. Langkah VII : Evaluasi


Merupakan tahap terakhir dalam manajemen kebidanan,
yakni dengan melakukan evaluasi dari perencanaan maupun
pelaksanaan yang dilakukan bidan (Wildan dan Hidayat, 2011).
Hasil yang diharapkan setelah melakukan asuhan kebidanan pada
balita sakit dengan ISPA ringan adalah (Hartono dan Rahmawati,
2012):
1) Pernafasan anak dalam batas normal
2) Anak istirahat dan tidur yang nyenyak
2. Data perkembangan
Menurut Rismalinda (2014), metode pendokumentasian yang
digunakan dalam asuhan kebidanan pada balita dengan ISPA ringan
adalah SOAP, adalah sebagai berikut:
S : Subjektif

Data yang berhubungan/masalah dari sudut pandang pasien.


Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhan yang
dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan
berhubungan langsung dengan diagnosis (Rismalinda,
2014).

O : Objektif

Data obyektif hasil observasi yang jujur, hasil pemeriksaan


fisik pasien, pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan
diagnostik lain (Rismalinda, 2014).

A : Assesment

Merupakan pendokumentasian hasil analisis dan


interpretasi dari data subyektif dan obyektif (Rismalinda,
2014).

P : Planning

Planning adalah membuat rencana asuhan saat ini dan akan


datang untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien
yang sebaik mungkin atau menjaga/mempertahankan
kesejahteraannya (Rismalinda, 2014)
BAB III

TINJAUAN KASUS

PENGKAJIAN MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA BALITA


ISPA DI PUSKESMAS NEGERI LIANG

NO. Reg :-

Masuk tanggal/ jam : 17 februari 2022 / 10.12

Nama pengkaji : Marni Itaria Porsiana

I. PENGKAJIAN
A. Data Subyektif
1. Identitas anak
Nama : An. T
Umur : 2 tahun 1 bulan
Jenis kelamin : perempuan
TTL : wainuru, 21-01-2020
2. Identitas orang tua/ penanggung jawab
Identitas Ayah
Nama : Tn. F
Umur : 25 tahun
Agama : Kristen
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Suku/ bangsa : Indonesia
Alamat : wainuru 002/01
Identitas ibu
Nama : Ny. M
Umur : 23 tahun
Agama : Kristen
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Suku/ bangsa : Indonesia
Alamat : Wainuru 002/01
3. Anamnesa
a. Keluhan utama
Ibu pasien mengatakan anaknya batuk berdahak sejak 2 hari
yang lalu, di sertai demam dan pilek dan sudah minum
paracetamol tetapi sampai sekarang belum sembuh.
b. Lamanya keluhan
Ibu pasien mengatakan anaknya sudah batuk berdahak selama 2
hari tetapi belum sembuh
c. Riwayat kesehatan anak
1) Pemberian nutrisi
ASI : ASI diberikan dari 0 bulan sampai 1
tahun
PASI : PASI diberikan susu Formula dari 1
tahun hingga sekrang
MP-ASI : Biasa diberikan bubur yang dimasak
sendiri
2) Alergi : tidak ada alergi
3) Imunisasi
BCG : Ibu mengatakan anaknya mendapat
imunisasi BCG pada tanggal 21maret
2020.
DPT : Ibu mengatakan anaknya mendapat
imunasi DPT 1 pada tanggal 21 april 2020,
DPT 2 pada tanggal 21 mei 2020 dan DPT
3 pada 20 Juli 2020
Hepatitis B : Ibu mengatakan anaknya mendapat
imunisasi HB 1 pada tanggal 21 Mei 2020,
HB 2 pada tangal 20 Agustus 2020 dan HB
3 pada tanggal 20 September 2020
Polio : Ibu mengatakan anaknya mendapat
imunisasi Polio 1 pada tanggal 21 maret
2020, imunisasi polio 2 pada tanggal 21
april 2020, imunisasi polio 3 pada tanggal
20 juni 2020 dan imunisasi polio 4 pada
tanggal 20 juli 2020.
Campak : Ibu mengatakan anaknya mendapat
imunisasi Campak 1 pada tanggal 10
september 2020, dan imunisasi campak
pada tanggal 10 juni 2021.
d. Riwayat penyakit
1) Riwayat penyakit sekarang
Sebelum datang ke puskesmas Pasien batuk berdahak di
sertai demam sejak 2 hari yang lalu tanggal 15 februari
2022, pasien di bawa ke puskesmas Liang jam 10.12 wit
2) Riwayat penyakit yang lalu
Ibu pasien mengatakan pasien sebelumnya pernah datang
ke puskesmas sebanyak 2 kali dengan penyakit common
cold dan juga ISPA.
3) Riwayat penyakit keluarga
Ibu mengatakan keluarga dari pasien tidak pernah
menderita penyakit keturunan seperti Asma, Diabetes
mellitus, dan TBC.
e. Riwayat sosial
1) Yang mengasuh : Diasuh oleh ibu dan ayah
kandung
2) Hubungan dengan anggota keluarga : Ibu dan
ayah
kandung
3) Lingkungan rumah : baik
4) Hubungan dengan teman sebaya : baik
f. Pola kebiasaan sehari-hari

Pola kebiasaan Sebelum sakit Selama sakit


Makan Frekuensi : Frekuensi
3-4 x sehari 1-2 x sehari

Jenis makanan : Jenis makanan :


Nasi, sayur, lauk, Nasi, sayur, lauk,
buah, susu buah, susu
Istirahat / tidur Frekuensi : Frekuensi :
Tidur siang dan Tidur siang dan
malam malam

Lamanya tidur : Lamanya tidur :


± 3-4 jam/hari ± \9-10 jam/hari
Personal hygiene Mandi : 2x sehari Mandi : 3x sehari
Gosok gigi :1x Gosok gigi : 2x
sehari sehari
Keramas :1x2 hari Keramas :1x sehari
Ganti pakaian :2x Ganti pakaian : 3x
sehari sehari
Aktivitas Anak bermain di Anak istirahat,
dalam rumah makan, minum,
dengan ibu dan dan minum obat
keluarga yang cukup
Eliminasi BAK BAK
Frekuensi :3-4x Frekuensi :2-3x
sehari sehari
Warna :kuning Warna : kuning
Bau : pesing Bau : pesing

BAB BAB
Frekuensi :1-2x Frekuensi :2-3x
sehari sehari
Konsistensi : Konsistenis :
lembek lembek

B. Data objektif
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Anak tampak lemah
Kesadaran : compos mentis
Nadi : 110x/m
Pernafasan : 42x/ m
Suhu : 37,8˚c
2. Pemeriksaan antropometri
PB : 65 cm
BB : 10 kg
LILA : 5,3 cm
LK : 43 cm
LD : 34 cm
3. Pemeriksaan sistematis
a. Kulit
Tugor : baik
Kebersihan : baik
b. Muka
Simetris : bentuk simetris
Oedema : tidak ada oedema
Pucat : tidak pucat
c. Mata
Simetria : mata simetris
Conjungtiva : Konjungtiva tidak dinamis
Sclera : sclera tidak iktrus
d. Telinga
Simetris : bentuk simetris
Serumen : tidak ada serumen
Cairan : tidak ada pengeluaran cairan
e. Hidung
Simetris : bentuk simetris
Cairan : tampak lendir dan secret
f. Mulut
Warna : merah
Mukosa : mukosa bibir merah
Kebersihan : bersih
Stomatitis : tidak ada stomatitis
Gusi : baik
Labioskiziz : tidak adanya labioskiziz
Labiopalatoskiziz : tidak adanya labiopalatoskiziz
g. Dada
Simetris : bentuk simetris
h. Perut
Kembung : tidak ada pengembungan
Bising usus : baik
i. Genetalia : tampak baik
j. Anus : tampak baik
k. Ekstremitas
 Tangan
Simetris : bentuk simetris
Kelengkapan jari : jari lengkap ada 10
Kebersihan kuku : bersih
 Kaki
Simetris : bentuk simetris
Kelengkapan jari : jari lengkap
Kebersihan kuku : bersih
4. Pemeriksaan tingkat perkembangan
a. Perkembangan motoric kasar : baik
b. Perkembangan motoric halus : baik
c. Perkembangan bahasa : baik
d. Perkembangan tingkah laku sosial : baik
5. Pemeriksaan penunjang ; tidak dilakukan

II. Interpretasi data dasar


Tanggal : 17 februari 2022
Jam : 10.12 WIT

A. Diagnose kebidanan
An. T umur 2 tahun 1 bulan, jenis kelamin perempuan dengan ISPA
ringan.

Data Dasar

1. Ibu mengatakan anaknya bernama An. T umur 2 tahun 1 bulan.


2. Ibu mengatakan anaknya berjenis kelamin perempuan.
3. Ibu mengatakan anaknya batuk dan pilek dan sudah diberi obat
paracetamol sejak semalam (1 hari) tapi tidak sembuh
4. Ibu mengatakan anaknya rewel.
5. Ibu mengatakan anaknya makan dalam porsi dan minum susu
formula sedikit.

Data obyektif

1. Keadan umum : Baik


2. Kesadaran : Composmentis
3. TTV -R : 42 x/menit
-N : 110 x/menit
-S : 37,8°C
4. BB/TB: 10 kg / 65 cm
5. Pemeriksaan Fisik
a) Hidung : Simetris, terdapat cairan/ lendir berwarna
jernih dan encer, kulit hidung bagian luar tampak
kemerahan dan tidak ada benjolan.
b) Mulut : bibir berwarna merah muda, lidah bersih,
tidak ada stomatis, gusi tidak bengkak,
tenggorokan kemerahan.
c) Dada : Simetris, tidak ada tarikan dinding dada saat
bernapas, tidak ada bunyi stridor dan tidak ada
bunyi weezing.

III. Identifikasi diagnosa dan masalah potensial


A. Diagnosa Potensial
Berlanjut menjadi ISPA sedang atau berat.
B. Masalah potensial
Anak rewel dan susah tidur karena batuk dan pilek.

IV. Identifikasi dan penetapan kebutuhan yang memerlukan penanganan


segera
A. Kebutuhan
memberitahukan ibu pasien agar anaknya istirahat cukup dan anjurkan
ibu untuk menenangkan anaknya dengan sabar.
B. Antisipasi
Memberikan terapi secara mandiri berupa obat batuk dan pilek
a. Satu sendok teh Amox syrup 3x1 sehari
b. Satu sendok teh peacedine syrup 3x1 sehari

V. Perencanaan asuhan secara menyeluruh (intervensi)


Tanggal : 17 februari 2022
Jam : 10.15 WIT

A. Beritahu hasil pemeriksaan anaknya pada ibu.


B. Anjurkan ibu untuk memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi yang
seimbang pada anaknya.
C. Anjurkan ibu untuk menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
D. Anjurkan ibu untuk rajin membersihkan hidung anak jika anak pilek
E. Anjurkan ibu untuk menenangkan anak agar dapat beristirahat cukup.
F. Anjurkan ibu untuk kunjungan ulang jika obat habis atau jika anak
belum sembuh.
G. Beritahu ibu rencana kunjungan rumah yaitu pada tanggal 22 Maret
2022.

VI. Pelaksanaan perencanaan (implementasi)


Tanggal : 17 februari 2022
Jam : 10.30 WIT

A. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan anaknya bahwa anaknya


menderita ISPA ringan.
B. Menganjurkan ibu untuk memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi yang
seimbang pada anaknya yaitu makanan yang mengandung karbohidrat
(nasi), protein (lauk pauk), mineral (sayuran), lemak (minyak kelapa
dan minyak ikan) dan vitamin (buah dan sayur) dan cairan
secukupnya.
C. Menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan perorangan dan
lingkungan yaitu dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah
memegang anak dan membersihkan lingkungan di sekitar rumah agar
terbebas dari penyakit.
D. Menganjurkan ibu untuk membersihkan hidung jika anak pilek
menggunakan tissu dan kain bersih.
E. Menganjurkan ibu untuk menenangkan anak agar dapat beristirahat
cukup yaitu tidur siang ± 2 jam dan tidur malam ± 10 jam.
F. Menganjurkan ibu untuk kunjungan ulang jika obat amox syrup di
minumnya 3x1 sehari 1 sendok teh - 2,5 ml dan peacedine syrup 3x1
sehari 1 sendok teh - 2,5 ml sampe habis atau jika anak belum sembuh.
G. Memberitahu ibu rencana kunjungan rumah yaitu pada tanggal 22
februari 2022.

VII. Evaluasi
Tanggal : 17 februari 2022
Jam : 11. 00 WIT

A. Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan anaknya.


B. Ibu bersedia untuk memenuhikebutuhan cairan dan nutrisi yang
seimbang pada anaknya.
C. Ibu bersedia untuk menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
D. Ibu bersedia untuk membersikan membersihkan hidung jika anak pilek
E. Ibu bersedia untuk menenangkan anak agar dapat beristirahat cukup.
F. Ibu bersedia untuk kunjungan ulang jika obat habis atau jika anak
belum sembuh.
G. Ibu bersedia untuk dilakukan kunjungan rumah untuk pemeriksaan
pada anaknya
BAB IV

PEMBAHASAN

Asuhan kebidanan pada An. T umur 2 tahun 1 bulan dengan ISPA ringan
di Puskesmas Hatiwe Kecil. Pengkajian ini untuk mengetahui ada tidaknya
kesenjangan antara teori dan praktek pada asuhan kebidanan balita sakit dengan
ISPA ringan.

Asuhan kebidanan ini menggunakan manajemen kebidanan 7 langkah


Varney yang terdiri dari: Pengkajian, Interpretasi Data dasar, Identifikasi
Diagnosa & Masalah Potensial, Identifikasi dan Penetapan Kebutuhan Yang
Memerlukan Penanganan Segera, Perencanaan Asuhan Secara Menyeluruh
(Intervensi), Pelaksanaan Perencanaan (Implementasi), Ealuasi.

A. Pengkajian
Keluhan datang / data subyektif pada balita sakit adalah ibu klien
mengatakan bahwa ingin memeriksakan anaknya karena batuk pilek dengan
atau tanpa demam, tenggorokan merah ( wijayaningsih, 2013).
Pada data obyektif di dapatkan keadaan umum tampak sakit, sakit
ringan, sakit sedang, ataukah sakit berat, kesadaran composmentis, apatis,
somnolen, soper, koma, delirium Tanda-tanda vital meliputi Denyut jantung
normal pada anak adalah 80-115 x/menit (matondang, 2013).
Pernafasannya cepat, yaitu kurang dari 40 x/menit, Temperatur pada
pasien dengan ISPA ringan biasnaya mengalami peningkatan diatas 37,5°C
(Wijayaningsih, 2013). Pemeriksaan sistematis: telinga : Adakah cairan atau
kotoran, bagaimana keadaan tulang rawannya (Priharjo, 2007). hidung :
Pasien dengan ISPA ringan, hidungnya tersumbat dan berair (Wijayaningsih,
2013). Mulut : pasien dengan ISPA ringan bibir kemerahan (pucat)
(Matondang, 2013). Dada : Adakah retraksi pada dada atau tidak, simetris atau
tidak(Priharjo, 2007).
Hasil pengkajian pada tanggal 07 Mei 2015 diperoleh data subyektif
berupa data identitas pasien, ibu dan bapak. Keluhan ibu pasien datang ke BPS
adalah ibu mengatakan bahwa anaknya batuk dan pilek sehingga anaknya
menjadi rewel dan susah tidur. Data obyektif hasil keadaan umum baik,
kesadaran composmentis, TTV : R : 33 x/menit, N : 110 x/menit, dan S :
37°C, pemeriksaan fisik yaitu pada terdapat cairan/lendir yang encer keluar
dari hidung, kulit hidung bagian luar tampak kemerahan, tenggorokan juga
kemerahan.
Sehingga pada kasus ini tidak terdapat kesenjangan antara teori dan
praktek dalam pengkajian.

B. Interprestasi Data
(Sari, 2012). Pada langkah ini data yang telah dikumpulkan
diinterpretasikan menjadi diagnosa kebidanan, masalah, dan
kebutuhan.Diagnosa kebidanan adalah pengolahan atau analisa data yaitu
menggabungkan dan menghubungkan data satu dengan lainnya sehingga
tergambar fakta. Diagnosa untuk anak dengan ISPA ringan adalah sebagai
berikut (Hidayat dan Sujiyatini, 2010). Diagnisa kebidanan pada kasus ini
adalah An.T umur 2 tahun 1 bulan jenis kelamin perempuan dengan
Permasalahan yang muncul berdasarkan pernyataan pasien berdasarkan data
dasar yang berupa data subyektif dan data obyektif (Ambarwati dan
Wulandari, 2010). Permasalahan yang terjadi pada ISPA ringan adalah anak
rewel dan susah tidur (Wijayaningsih, 2013). Kebutuhan disesuaikan dengan
kebutuhan pasien saat itu (Wildan dan Hidayat, 2011). Kebutuhan untuk
pasien ISPA adalah mengusahakan pernafasan normal, menurunkan suhu
dengan pemberian ibuprofen, istirahat yang cukup, dan pemenuhan nutrisi
(Hartono dan Rahmawati, 2012).
Pada kasus ini diagnosa kebidanan yaitu An. A umur 2 tahun 1 bulan,
jenis kelamin perempuan, dengan ISPA ringan. Masalah yang timbul pada
anak yaitu anak rewel dan sulit tidur karena batuk. Sedangkan kebutuhan pada
kasus ini yaitu memberikan anjuran kepada ibu untuk menenangkan anaknya
sehingga anaknya tidak bertambah rewel dan bisa beristirahat lebih lama.
Sehingga pada kasus ini terdapat kesenjangan antara teori dan praktek
dalam menurunkan suhu anak karena dalam kasus anak tidak mengalami
demam.

C. Diagnosa Potensial
Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial yang mungkin akan
terjadi.Pada langkah ini diidentifikasikan masalah atau diagnosa potensial
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa, hal ini membutuhkan antisipasi,
pencegahan, bila memungkinkan menunggu mengamati dan bersiap-siap
apabila hal tersebut benar-benar terjadi (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
Diagnosa potensial yang dapat muncul pada bayi dengan ISPA ringan adalah
potensial terjadi ISPA sedang, berat atau bahkan pneumonia (Kemkes, 2009).
Dalam kasus ini diagnosa yang dapat timbul yaitu ISPA sedang dan
ISPA berat. Pada kasus ini tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktek
dalam diagnosa potensial.

D. Antisipasi
Langkah ini memerlukan kesinambungan dari manajemen kebidanan.
Identifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter
dan atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim
kesehatan lain sesuai dengan kondisi pasien (Ambarwati dan Wulandari,
2010). Antisipasi yang dilakukan agar ISPA ringan tidak semakin parah dapat
dilakukan dengan pemberian vaksin ulangan influenza dan pneumonia
(Somantri, 2007).
Dalam kasus ini, pasien diberikan terapi obat amox syrup dan
peacedine syrup.
Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara teori dan praktek
yaitu dalam pemberian vaksin ulang influenza dan pemberian obat penurun
panas paracetamol dan ibuprofen karena di kasus anak tidak mengalami
demam.

E. Perencanaan
Langkah-langkah ini ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya
yang merupakan lanjutan dari masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi
atau diantisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa
yang sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari setiap masalah yang berkaitan
(Ambarwati dan Wulandari, 2010). Perencanaan yang dilakukan pada kasus
ini merujuk pada langkah-langkah yang disampaikan hartono dan rahmawati
(2012) sertaMaryunani (2010), yaitu memberitahu ibu untuk: Mengusahakan
pernafasan normal pada anak caranya dengan membersihkan hidung anak
ketika hidung meler, Memberikan istirahat yang cukup, Membuat anak
menjadi nyamanLakukan pencegahan penyebaran infeksi, untuk anak yang
batuk bisa dengan diminta menggunakan masker, Menurunkan suhu anak
menjadi normal, dilakukan dengan pemberian paracetamol dan ibuprofen,
Memberikannutrisi yang cukup.
Pada studi kasus ini perencanaan yang dilakukan adalah: Beritahu hasil
pemeriksaan anaknya pada ibu, Anjurkan ibu untuk memenuhi kebutuhan
cairan dan nutrisi yang seimbang pada anaknya, Anjurkan ibu untuk menjaga
kebersihan perorangan dan lingkungan, Anjurkan ibu untuk membersikan
membersihkan hidung jika anak pilek, Anjurkan ibu untuk menenangkan anak
agar dapat beristirahat cukup, Anjurkan ibu untuk kunjungan ulang jika obat
amox syrup 3x1 sehari 1 sendok teh dan 3x1 sehari 1 sendik teh sampai habis
atau jika anak belum sembuh, Beritahu ibu rencana kunjungan rumah yaitu
pada tanggal 21februari 2022.
Terdapat kesenjangan antara teori dan praktek dalam perencanaan pada
kasus An. A dengan ISPA ringan ini karena tidak menggunakan masker dalam
pencegahan infeksi dan tidak diberikan obat penurun suhu paracetamol dan
ibuprofen karena An. A tidak mengalami demam / panas.

F. Pelaksanaan
Tahap ini merupakan tahapan pelaksanaan dari semua rencana
sebelumnya, terhadap masalah pasien ataupun diagnosis yang ditegakkan
(Wildan dan Hidayat). Pelaksanaan asuhan pada balita dengan ISPA ringan
disesuaikan dengan rencana tindakan. Pelaksanaan penanganan ISPA ringan
dilakukan sesuai dengan perencanaan (Hartono dan Rahmawati, 2012) yaitu:
Mengusahakan pernafasan normal pada anak, Memberikan istirahat yang
cukup, Membuat anak menjadi nyaman, Melakukan pencegahan penyebaran
infeksi, untuk anak yang batuk diminta menggunakan masker Menurunkan
suhu anak menjadi normal, Memberikan nutrisi yang cukup.
Pada langkah ini penulis melaksanakan tindakan yang telah
direncanakan pada klien yaitu memberitahu hasil pemeriksaan anaknya pada
ibu, menganjurkan ibu untuk memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi yang
seimbang pada anaknya,menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan
perorangan dan lingkungan, menganjurkan ibu untuk membersihkan hidung
jika anak pilek, menganjurkan ibu untuk menenangkan anak agar dapat
beristirahat cukup, menganjurkan ibu untuk kunjungan ulang jika obat amox
syrup 3x1 sehari 1 sendok teh / 2,5 ml dan 3x1 sehari 1 sendok teh / 2,5 ml
sampai habis atau jika anak belum sembuh.memberitahu ibu rencana
kunjungan rumah yaitu pada tanggal 18 februari 2022
G. Evaluasi
Merupakan tahap terakhir dalam manajemen kebidanan, yakni dengan
melakukan evaluasi dari perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan
bidan (Wildan dan Hidayat, 2011). Hasil yang diharapkan setelah melakukan
asuhan kebidanan pada balita sakit dengan ISPA ringan adalah (Hartono dan
Rahmawati, 2012): Pernafasan anak dalam batas normal, Anak istirahat dan
tidur yang nyenyak
Evaluasi pada kasus An. T dengan ISPA ringan, dilakukan selama 1
minggu dari 17-22 februari 2022. Ibu pasien memperhatikan dengan baik
anjuran dari tenaga kesehatan sehingga pada hari kelima sudah menunjukkan
hasil yang cukup baik, yaitu batuk mulai berkurang. Ibu pasien cukup berhati-
hati menjaga kebersihan, nutrisi, dan istirahat pasien. Sehingga, selama satu
minggu batuk dan pilek sudah sembuh.
Pada proses evaluasi ini tidak terdapat kesenjangan antara teori dan
praktek.

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan apa yang penulis dapatkan dalam studi kasus dan pembahasan
pada asuhan kebidanan pada An. T umur 2 tahun 1 bulan dengan ISPA ringan
di Puskesmas Negeri Liang maka penulis mengambil kesimpulan :
1. Pengkajian pasien ISPA ringan dengan melibatkan ibu dan keluarga serta
diperlukan pengkajian yang teliti pada daerah yang berhubungan langsung
dengan saluran pernapasan atas yaitu pada daerah hidung, tenggorokan,
dan dada.
2. Pada langkah interprestasi data untuk menentukan diagnosa, masalah, dan
kebutuhan diperlukan data yang cukup mendukung yaitu data dasar yang
terdiri dari data subyektif dan data obyektif. Sehingga diagnosa kebidanan
yang didapatkan adalah adalah An. T umur 2 tahun 1 bulan jenis kelamin
perempuan dengan ISPA ringan, masalah yang muncul adalah anak
menjadi rewel dan susah tidur, dan kebutuhan pada kasus ini adalah
menganjurkan ibu untuk menenangkan anaknya sehingga tidak bertambah
rewel dan bisa beristirahat lebih lama.
3. Diagnosa potensial pada kasus balita sakit dengan ISPA ringan yaitu
potensial terjadi kekambuhan ISPA sedang atau berat, tetapi pada kasus ini
tidak terjadi karena An. T telah mendapatkan perawatan dan penanganan
yang baik dari tenaga kesehatan dan orang tua pasien.
4. Antisipasi yang dilakukan untuk menangani diagnosa potensial pada balita
sakit dengan ISPA ringan adalah dengan memberikan terapi amox
syrup3x1 sehari 1 sendok teh dan peacedine syrup 3x1 sehari 1 sendok teh.
5. Perencanaan dilakukan dengan memberikan anjuran kepada ibu untuk
memberikan terapi obat dan ditekankan untuk memberikan nutrisi yang
cukup pada pasien.
6. Pelaksanaan tindakan asuhan kebidanan pada An. T dengan ISPA ringan
dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan perencanaan yang telah
disusun dan mendapatkan hasil yang maksimal karena adanya dukungan
keluarga.
7. Evaluasi dilakukan selama satu minggu dari 7-15 Mei 2022 sehingga
memastikan bahwa pasien sembuh, dan ibu tetap memberikan nutrisi yang
baik bagi anaknya.
8. Ada kesenjangan antara teori dan praktek, namun tidak terlalu signifikan
misalnya pada pemeriksaan sistematis dan antisipasi yang menggunakan
terapi obat bukan pemberian vaksin influenza.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis akan menyampaikan
beberapa saran yang bermanfaat :
1. Bagi Profesi
Di harapkan untuk tenaga kesehatan terutama bidan untuk lebih
meningkatkan pemberian penyuluhan tenntang perawatan pada balita sakit
dengan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) agar balita dapat terhindar
dari masalah yang berpotensi terjadi.
2. Bagi Ibu dan Keluarga
Ibu dan keluarga diharapkan dapat mengenali tanda – tanda gejala ISPA
yang muncul dengan membaca buku atau mencari informasi melalui media
seperti internet agar keluarga dapat mengantisipasi, sehingga tidak terjadi
komplikasi yang lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, E.R., dan D. Wulandari. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas.


Yogyakarta: Nuha Medika.

BPOM RI. 2013. Informasi tentang Infeksi Saluran Pernafasan.


http://www.pom.go.id/pom/publikasi/artikel/artikel02.html diakses 30
November 2014

Depkes RI. 2007. Profil Kesehatan Indonesia 2005. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI.

Dinkes Jateng. 2012. Capaian Kinerja Dinas Kesehatan Provinsi Jawa


Tengah Tahun 2008-2012. Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah.

Elyana dan candra. 2009. Hubungan Frekuensi ISPA dengan Status Gizi
Balita.http://download.portalgaruda.org/article.php?article=72033&val
=1248 diakses tanggal 10 Desember 2014.

Hartono, R. dan D. Rahmawati. 2012. ISPA: Gangguan Pernafasan pada


Anak, Panduan bagi Tenaga Kesehatan dan Umum. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Hidayat, AA. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis


Data. Surabaya : Salemba.

Ika Kunti Rini. 2014. Asuhan Kebidanan Balita Sakit pada Anak I Umur 15
Bulan dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Ringan di BPS
Margi Lestari Kabupaten Sragen. Surakarta: STIkes Kusuma Husada.

Kementrian Kesehatan RI. 2009. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar


(RISKESDAS) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Kementrian Kesehatan RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


149/Menkes/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Marmi, dan K. Rahardjo. 2012. Asuhan Neonatus. Bayi. Balita. dan Anak
Prasekolah.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Maryunani, A. 2010.Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta :


Trans Info Media.

Matondang, CS. dkk. 2013. Diagnosis Fisis pada Anak. Edisi ke 2.Jakarta:
CV.Sagung Seto.

Notoatmodjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka


Cipta.

Nurhidayah, I., dkk. 2008. Upaya Keluarga dalam Pencegahan dan


Perawatan ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) di Rumah pada Balita
di Kecamatan Ciawi Kabupaten Tasikmalaya. Bandung: Lembaga
Penelitian Univesitas Padjajaran.

Priharjo. R. 2007. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta : Buku


Kedokteran EGC.

Reni Istiyantiningsih. 2012. Asuhan Kebidanan Balita pada An. dengan


ISPA Ringan di BPS Indarwati Mranggen.Jatinom. Klaten: Stikes
Muhammadiyah Klaten.

Rismalinda, P.H. 2014. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta: Penerbit In


Media.

Riwidikdo, H. 2013. Statistik Kesehatan. Yogyakarta : Yayasan Bina


Pustaka.

Romauli, S. 2011. Asuhan Kebidanan 1: Konsep Dasar Asuhan


Kehamilan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Sari, R.N. 2012. Konsep Kebidanan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Somantri, I. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan


Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

WHO. 2007. Pencegahan dan Pengendalian Infeks Saluran Penapasan


Akut (ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Pedoman Interim WHO.
http://www.who.int/csr/resources/publications/ diakses 30 November 2014

Wijayaningsih, K.S. 2013. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: Trans


Media Info.
Wildan, M. dan Hidayat, A.A.A. 2011. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai