Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN MAKALAH SEMINAR

“ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


DENGAN KEGAWATDARURATAN PEDIATRIC”

KELOMPOK 3B :
1. Azizah Hania Elsandi 18031050
2. Marcthia Lyora Shinta 18031052
3. Hafizah Usna 18031059
4. Siti Nurasia 18031064
5. Tri Novea Gumelinsi 18031065
6. Shintia Rosdina 18031066
7. Dita Rustanti 18031067
8. Mardiangra Defrilianda 18031070
9. Tri Yuda Juniansyah 18031071
10. Winda 18031075
11. Lilis Azura Damayanti 18031084
12. Lisa Indriani 18031086
13. Rahmi Devid Novelia 18031092

Dosen Fasilitator :
Ns. Bayu Saputra, M.kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
HANG TUAH PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR

Asslamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah swt karena berkat rahmat
dan karunia-nya kami dapat menyelesaikan makalah “Asuhan keperawatan gawat
darurat pediactric.” Dengan segala pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki
dalam penulisan makalah ini kami ucapkan terimakasih kepada bapak sebagai dosen
fasilitator mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat yang telah memberikan tugas ini
kepada kami.

Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kami. Kami juga menyadari sepenuhnya dalam pengerjaan tugas ini
terdapat kekurangan-kekurangan. Dengan ini, kami memohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata, kalimat maupun bahasa yang kurang berkenan dan kami mohon kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Pekanbaru, 04 Juni 2021

Kelompok 2B
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ......................................................................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Kegawatdaruratan Pediatric .......................................................................... 4
2.2 Definisi Kegawatdaruratan Pediatric .......................................................................... 9
2.2.1 Klasifikasi Kegawatdaruratan Pediatric ................................................................... 9
2.2.2 Etiologi Kegawatdaruratan Pediatric ....................................................................... 9
2.2.3 Manifestasi Klinis Kegawatdaruratan Pediatric ................................................... 11
2.2.4 Penatalaksanaan .................................................................................................... 12
2.2.5 Definisi Sidrom Bayi Mati Mendadak ................................................................... 14
2.2.6 Etiologi Sindrom Bayi Mati Mendadak ................................................................. 14
2.2.7 Pencegahan Sidrom Bayi Mati Mendadak ............................................................. 15
2.2.8 Penatalaksanaan ..................................................................................................... 16
2.2. 10 Definisi Demam Kejang ...................................................................................... 18
2.2.11 Etiologi Demam Kejang ....................................................................................... 19
2.2.12 Manifestasi Klinis ................................................................................................. 19
2.2.13 Patofisiologi ......................................................................................................... 20
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Asuhan Keperawatan ................................................................................................ 21
3.2 Pengkajian Primer Skunder ....................................................................................... 22
3.3 Intervensi Keperawatan ............................................................................................. 25
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan .................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pasien anak merupakan pasien yang memiliki resiko untuk mengalami penurunan
kondisi klinis secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan pernapasan atau henti jantung
(cardiac arrest) hingga berakhir pada kematian, meskipun peralatan dan obat-obatan yang
tersedia sangat memadai. Tim medik reaksi cepat atau rapid respon team (RRT) telah
ditempatkan dibanyak rumah sakit untuk menangani masalah ini. Angka kejadian anak yang
mengalami henti jantung (Cardiac arrest) selama masa perawatannya di rumah sakit sekitar
0,7% - 3%. Ketika hal ini terjadi kondisi anak akan semakin memburuk dan diperkirakan
hanya 15 - 36% anak yang dapat diselamatkan (Nadkarni et. al, 2006). Henti jantung di rumah
sakit biasanya didahului oleh tanda-tanda yang dapat diamati, yang sering muncul 6 sampai
dengan 8 jam sebelum henti jantung tersebut terjadi. Studi menunjukkan banyak pasien
memperlihatkan tanda-tanda dan gejala kerusakan medis yang tidak ditangani sebelum
serangan jantung (Merisdawati, Indah & Dwi2015).
Anak dengan kondisi memerlukan tindakan kegawatdaruratan segera untuk
menghindari terjadinya kematian dan kecacatan yang lebih serius. Kecacatan akibat kondisi
gawat darurat pada anak tidak hanya bersifat fisik tetapi juga psikologis yang merupakan reaksi
stres umum pada anak-anak setelah cedera. Sekitar 88 % anak-anak mengalami satu gejala
klinis stres akut dan 20% dari anak-anak mengalami gejala tetap stres postraumatic yang
mengganggu fungsi dan perkembangan kognitif, sosial, emosional, dan fisik anak. Selama ini
penangan pasien di UGD berfokus pada pengobatan dan tindakan untuk menstabilkan kondisi
anak. Namun untuk menyukseskan pengobatan dan tindakan tersebut peran keluarga tidak
boleh diabaikan, karena keluarga merupakan sumber utama kekuatan dan dukungan bagi anak
serta memainkan peran integral dalam kesehatan dan kesejahteraan anaks. Melibatkan keluarga
dalam perawatan anak di UGD dapat mengurangi kecemasan dan menghapus keraguan
keluarga tentang kondisi perawatananak, memenuhi kebutuhan keluarga untuk bersama anak
sehingga dapat mempertahankan keutuhan keluarga, dan memudahkan perawat untuk
memfasilitasi proses berduka saat keluarga menerima kematian anak( Wahyudi, Indrianti &
Bayhakki 2014). Trauma merupakan penyebab utama kematian pada anak di atas usia 1 tahun.
Anak kecil mempunyai kemampuan terbatas untuk meng kompensasi gangguan fisiologi dan
keadaan kli- nisnya bisa cepat memburuk karena hal ini. Sehingga teknik transpor gawat
darurat menjadi lebih penting bila melibatkan anak kecil. Penderita anak dengan
kegawatdaruratan medik yang dibawa ke IRD akan ditangani sesuai dengan tingkat
kegawatannya. Label warna biru ditangani di kamar resusitasi, label warna merah ditangani di
kamar periksa medik kesehatan anak, label kuning ditangani di kamar terima atau di kamar
periksa medik kesehatan anak, dan label hijau ditangani di kamar periksa jaga depan.
Diharapkan dengan sistem tersebut pelayanan kesehatan menjadi lebih efektif dan efisien serta
akan meningkatkan kualitas dari pelayanan kesehatan di IRD( Dhamrwati, Arina & Neurinda
2012).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep Kegawatdaruratan Pediatric?
2. Bagaimana Definisi Kegawatdaruratan Pediatric ?
3. Bagaimana Klasifikasi Kegawatdaruratan Pediatric?
4. Bagaimana Etiologi Kegawatdaruratan Pediatric ?
5. BagaimanaManifestasi Klinisi Kegawatdaruratan Pediatric?
6. Bagaimana Penatalaksanaan ?
7. Bagaimana Definisi Sidrom Bayi Mati mendadak ?
8. Bagaimana Etilogi Sidrom Bayi Mati mendadak?
9. Bagaimana Pencegahan Sidrom Bayi Mati mendadak?
10. Bagaimana Penatalaksanaan Sidrom Bayi Mati mendadak?
11. Bagaimana Definisi Demam Kejang ?
12. Bahagaimana Etiologi Demam Kejang ?
13. Bagaimana Manifestasi Klinis Demam Kejang ?
14. Bagaimana Patofisiologi Demam Kejang ?
15. Bagaimana Asuhan Keperawatan ?
16. Bagaimana Pengkajian Primer, Sekunder ?
17. Bagaimana Intervensi Keperawatan ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep kegawatdaruratan pediatric


2. Untuk mengetahui Klasifikasi kegawatdaruratan pediatric
3. Untuk mengetahui Etiologi kegawatdaruratan pediatric
4. Untuk mengetahui Manifestasi klinis kegawatdaruratan pediatric
5. Untuk mengetahui Penatalaksanaan kegawatdaruratan pediatric
6. Untuk mengetahui definisi sidrom bayi mati mendadak
7. Untuk mengetahui etiologi sidrom bayi mati mendadak
8. Untuk mengetahui pencegahan sidrom bayi mati mendadak
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan sidrom bayi mati mendadak
10. Untuk mengetahui definisi demam kejang
11. Untuk mengetahui etiologi demam kejang
12. Untuk mengetahui manifestasi klinis demam kejang
13. Untuk mengetahui Patofisiologi demam kejang
14. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan
15. Untuk mengetahui pengkajian primer skunder
16. Untuk mengetahui intervensi keperawatan
17. Untuk mengetahui Komplikasi Fibrilasi Atrium
18. Untuk mengetahui Pencegahan Fibrilasi Atrium
19. Untuk Mengetahui Pemeriksaan penunjang Fibrilasi Atrium
20. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Fibrilasi
21. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Fibrilasi Atrium
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Kegawatdaruratan Pediatric

Kata “Triage” berasal dari bahasa perancis “trier” yang berarti menyaring atau untuk
menyortir. (Ryan,2008). Lossius et al (2012) mendefenisikan triage adalah proses
mengelompokkan pasien sesuai dengan tingkat keparahan cedera dan menentukan prioritas untuk
perawatan lebih lanjut. Salah satu alat pengkajian yang dapat digunakan pada tahap pertama
triase diunit gawat darurat anak adalah pediatric assessment triangle(PAT). (Fernandez et
al.2016).

Kegawatdaruratan adalah suatu keadaan yang menimpa seseorang yang dapat


menimbulkan ancaman jiwa, dalam arti perlu pertolongan tepat, cermat, dan
tepat.kegawatdaruratan dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan pada siapa saja baik keadaan
sehari-hari maupun musibah massal dan bencana. (Ryan,2008).

2.1.1 Defenisi Kegawatdarutan Pediatric

Pediatric gawat darurat adalah subspesialis ilmu kesehatan anak.Pediatric adalah


spesialisasi ilmu kedokteran yang berkaitan dengan fisik,mental dan sosial kesehatan anak sejak
lahir sampai dewasa.metode triage pada anak salah satunya adalah jumpSTART. (Jumstart,
2008 dalam Stein, L.,2008).

2.2 Klasifikasi Kegawatdaruratan Pediatric

2.2.1 Kegawatan pernafasan


2.2.1.1 Definisi apnea of infancy (AOI)/apnea pada bayi muda
Sebuah kondisi bayi lain yang sering dicampuradukan dengan sindrom kematian
mendadak adalah apnea bayi. Apnea adalah berhentinya pernapasan untuk sementara waktu.
Hanya sejumlah kecil korban sindrom kematian mendadak yang mengalami serangan apnea
sebelum kematian. Apnea patologis yang berlangsung selama setidaknya 20 detik: apnea selama
kurang dari sama dengan 15 detik biasa dialami anak pada segala rentang usia. Apnea menjadi
membahayakan hidup jika ia berkepanjangan. Apnea yang berkepanjangan akan menyebabkan
bayi tersedak atau tersumbat, atau menjadi pincang. Warna kulit menjadi pucat dan kebiruan atau
keabuan. Banyak anak yang mengalami apnea berkepanjangan memberi respon positif terhadap
RJP. Kebanyakan anak sembuh dengan sendirinya dari apnea pada usia 6 bulan.
2.2.1.2 Faktor risiko apnea
1. Sepsis
2. Kejang
3. Kelainan saluran napas atas
4. Refluks gastroesofagus
5. Hipoglikemia
6. Kesulitan untuk mengatur jam tidur atau menyusu

2.2.1.3 Manifestasi klinis apnea


Biasanya terjadi sebagai peristiwa yang mengancam jiwa :
1. Sianosis

2. Pucat

3. Hipotonia

4. Bradikardia

2.2.1.4 Intervensi terapeutik


1. Pemantauan irama jantung dan pernapasan secara secara terus-menerus

2. Obat stimulasi pernapasan (misalnya kafein)


3. Pengobatan dihentikan setelah 2 sampai 3 bulan jika apnea sudah tidak signifikan atau
episode apnea pendek

2.2.1.5 Asuhan keperawatan pada anak-anak yang mengalami apnea


1. Pengkajian/analisis
a. Ketakutan dan kekhawatiran orang tua
b. Pengetahuan orang tua mengenai pemantauan dirumah, resusitasi jantung paru (RJP)
c. Gambaran kondisi mengancam jiwa
2. Perencanaan/implementasi
a. Pantau jenis dan kualitas episode apnea
b. Berikan informasi kepada orang tua: pemantauan dirumah: pemberian stimulasi atau
resusitasi pada anak
c. Bantu orang tua untuk mengidentifikasi masalah pada anak dan memanfaatkan sistem
dukungan
3. Evaluasi/hasil
a. Fungsi pernapasan dapat dipertahankan
b. Orang tua mampu mendemonstrasikan penggunaan alat-alat tertentu untuk memantau
anak dirumah
c. Orang tua dapat mendemonstrasikan RJP
d. Orang tua mengungkapkan kekhawatiran terhadap kondisi anak
e. Orang tua mampu mengidentifikasi sistem dukungan
2.2.2 Sindrom Bayi Mati Mendadak/Sudden Infant death Syndrome (SIDS)

SIDS atau sudden infant death syndrome adalah kematian mendadak pada bayi
yang berusia di bawah 1 tahun, dan terjadi tanpa menimbulkan gejala-gejala terlebih
dahulu. Sebagian besar kematian terjadi ketika bayi sedang tertidur, tapi tidak menutup
kemungkinan bahwa kematian juga dapat terjadi saat bayi tidak sedang tidur. (Heny, N &
Sulastri, T., 2019)

2.2.2.1 Faktor Risiko


a. Berat badan lahir rendah
b. Skor apgar rendah
c. Gangguan sistem saraf pusat
d. Terjadinya mutasi atau kelainan gen
e. Gangguan pernapasan (misalnya dysplasia bronkopulmoner)
f. Pajanan asap rokok dilingkungan sekitar.
g. Saudara kandung yang meninggal akibat SIDS
h. Maternal:kehamilan di usia sangat muda, merokok saat hamil, penggunaan obat-
obatan terlarang (Heny, N & Sulastri, T., 2019)
2.2.2.2 Temuan Klinis
a. Cairan yang berbusa dan bernoda darah di mulut dan dihidung
b. Popok basah dan penuh dengan tinja (sesuai dengan jenis kematan yang tiba-tiba)
c. Saat otopsi ditemukan edema paru dan pendarahan intratoraks (Heny, N & Sulastri, T.,
2019)

2.2.2.3 Pencegahan
Belum ada metode yang secara pasti dapat mencegah SIDS. Namun, terdapat beberapa upaya
yang diduga dapat menurunkan risikonya, yakni:
a. Tidurkan bayi pada posisi telentang. Hindari bayi tidur pada posisi miring atau telungkup,
dan tidurkan bayi dengan posisi telentang, setidaknya untuk tahun pertamanya. Posisi
tidur miring atau telungkup dapat menyebabkan bayi mengalami kesulitan beranapas.
b. Jaga dan atur tempat tidur bayi dengan baik. Hindari menggunakan tempat tidur yang
tebal dan terlalu empuk. Jangan juga meninggalkan bantal atau mainan yang empuk di
boks bayi.
c. Gunakan pakaian hangat dan nyaman. Berikan bayi pakaian yang mampu menjaga suhu
tubuh agar tetap hangat, tanpa harus dibedong atau dibalut lagi dengan kain atau selimut
tambahan. Hindari juga menyelimuti kepala bayi dengan benda apa pun.
d. Berbagi ruangan. Tidurkan bayi pada kamar yang sama dengan orang tua, namun beda
tempat tidur. Hal itu bertujuan agar orang tua dapat dengan mudah mengawasi sekaligus
menghindari kejadian diluar kendali yang dapat memicu SIDS, seperti tertindih atau
pernapasannya terhalang.
e. Berikan ASI, setidaknya untuk 6 bulan.
f. Imunisasi. (Heny, N & Sulastri, T., 2019)
2.2.2.3 Intervensi Terapeutik
a. Hindari menuduh adanya kesalahan, kekerasan, atau pengabaian terhadap orang tua
b. Beri dukungan terhadap orang tua
c. Tunjukan sikap tidak menghakimi terhadap upaya orang tua dalam melakukan resusitasi.
d. Asuhan keperawatan pada keluarga yang anak nya mengalami sindrom kematian bayi
mendadak (SIDS)
 Pengkajian/analisis
- Pengetahuan orang tua mengenai sindrom kematian bayi mendadak
- Sistem dukungan orang tua
a) Perencanaan atau implementasi
- Identifikasi perbedaan antara tanda SIDS dengan tanda kekerasan atau pengabaian pada
anak
- Hindari ucapan atau perilaku yang bisa menimbulkan rasa bersalah pada orang tua
- Yakinkan orang tua bahwa mereka tidak dapat mencegah kematian atau meramalkan
kejadian itu
- Meyakinkan bahwa otopsi harus dilakukan untuk memastikan diagnosis
- Atur kunjungan kerumah untuk membahas penyebab kematian; Bantu orang tua Untuk
mengatasi perasaan bersalah pada proses berduka.
- Rujuk orang tua ke kelompok SIDS nasional
b) Evaluasi/ Hasil
- Keluarga menunjukkan perilaku kopong yang positif
- Keluarga mau menggunakan layanan dukungan
- Keluarga menunjukkan perilaku berduka yang efektif
- Orang tua menjaga hubungan suportif dengan anak-anak lain (Heny, N & Sulastri, T.,
2019)
2.2.3 Defenisi demam kejang

Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai dibidang
neurologi anak dan terjadi pada 25% Anak. kejang demam mengalami kejang tanpa
demam atau epilepsi di kemudian hari. Kejadian kejang demam ada kaitannya dengan
faktor genetik. Anak dengan kejang demam 25 – 40 % mempunyai riwayat keluarga
dengan kejang demam (Ismet, 2017).
2.2.3.1 Etiologi demam kejang
1. Riwayat kejang demam pada keluarga
2. problem disaat neonatus
3. perkembangan terlambat
4. anak dalam perawatan khusus kadar natrium serum yang rendah
5. temperatur tubuh yang tinggi merupakan faktor risiko terjadinya kejang demam

Bila ada 2 atau lebih faktor risiko, kemungkinan terjadinya kejang demam sekitar 30%.
1. Faktor Risiko Kejang Demam Berulang Kemungkinan berulangnya kejang demam
tergantung faktor risiko : adanya riwayat kejang demam dalam keluarga, usia kurang dari
12 bulan, temperatur yang rendah saat kejang dan cepatnya kejang setelah demam. Bila
seluruh faktor risiko ada, kemungkinan 80 % terjadi kejang demam berulang. Jika hanya
terdapat satu faktor risiko hanya 10 – 20 % kemungkinan terjadinya kejang demam
berulang.
2. Faktor Risiko Menyadi Epilepsi Risiko epilepsi lebih tinggi dilaporkan pada anak – anak
dengan kelainan perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama, adanya
riwayat orang tua atau saudara kandung dengan epelepsi, dan kejang demam kompleks.
Anak yang tanpa faktor risiko, kemungkinan terjadinya epilepsi sekitar 2% , bila hanya
satu faktor risiko 3% akan menjadi epilepsy, dan kejadian epilepsi sekitar 13 % jika
terdapat 2 atau 3 faktor resiko (Ismet, 2017).

2.2.3.2 Menifestasi klinis demam kajang


Kejang demam tanpa komplikasi merupakan kejang menyeluruh yang berlangsung
kurang dari 15 menit yang terjadi hanya sekali dalam masa 24 jam. Jika bersifat fokal, lama, atau
multipel, kejang tersebut dinamakan kejang kompleks berikut ini menifestasi klinis:
1. Suhu tubuh mencapai 39⁰C
2. Anak sering hilang kesadaran saat kejang
3. Kepala anak seperti tertampar ke atas, mata medelik
4. Tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala kejang
bergantu pada jenis kejangnya
5. Kulit pucat dan mungkin menjadi biru (Susanti, Yurika Elizabeth & Wahyudi, 2020)
2.2.3.3 Patofisiologi demam kejang

Pada demam, kenaikan suhu 1 0 C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 -


15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena
itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan membran sel neuron dan dalam waktu
singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. dengan bantuan
”neurotransmitter”, perubahan yang terjadi secara tiba-tiba ini dapat menimbulkan kejang
(Kejang et al., 2017)
2.2.3.4 Penatalaksanaan kegawatdaruratan demam kejang
Pada Anak yang sedang mengalami kejang, penderita dimiringkan agar jangan terjadi
aspirasi ludah atau lendir dari mulut. Jalan nafas dijaga agar tetap terbuka, agar suplai oksigen
tetap terjamin, bila perlu diberikan oksigen. Fungsi vital, keadaan jantung, tekanan darah,
kesadaran perlu diikuti dengan seksama. Suhu yang tinggi harus segera diturunkan dengan
kompres dan pemberian antipietik. 20 Obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah
diazepam, dengan dosis intravena 0,3 – 0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 12 mg/menit
atau dalam waktu 35 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Dirumah, orang tua dapat
menggunakan diazepam rektal ( Level II, - 2, Level II-3, rekomendasi B ) dengan dosis 0,5 –
0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10
mg untuk berat badan lebih dari 10 kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak di bawah usia 3
tahun atau 7.5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.

a. Bila kejang belum berhenti, diulang dengan cara dan dosis yang sama dengan interval
waktu 5 menit

b. Bila masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dirumah sakit dapat diberikan
diazepam intravena dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kg

c. Bila kejang belum berhenti, berikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 20
mg/kg/kali kali dengan kecepatan 1 mg/kg/ menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila
kejang berhenti, dosis selanjutnya 4 – 8 mg /kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal

d. Bila kejang belum berhenti, pasien dirawat diruang rawat intensif.Bila kejang telah
berhenti, harus ditentukan apakah perlu pengobatan profilaksis (Ismet, 2017).
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus

An. M. usia 1 tahun, datang ke Rumah Sakit Abdul Moeloek (RSAM) bersama ibunya
dengan keluhan kejang. Dua hari sebelum masuk RSAM pasien mengalami demam naik
turun yang disertai batuk pilek. Kemudian 2 jam sebelum masuk RSAM pasien mengalami
kejang sebanyak 1x selama ±10 menit, kejang pada seluruh bagian tubuh (tonik-klonik) dan
tidak mengeluarkan lendir atau busa. Setelah kejang berhenti anak langsung menangis dan
dibawa ke UGD RSAM untuk mendapati pengobatan dengan keluhan kejang 2 jam sebelum
masuk RSAM. Ibu pasien juga mengatakan bahwa kakak pasien pernah mengalami hal
serupa pada 7 tahun yang lalu. Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama
sebelumnya.

Pada pemeriksaan fisik tanggal 11 September 2012 didapatkan pasien dengan keadaan
kompos mentis, keadaan umum tampak sakit sedang, status gizi baik (berdasarkan Z score
Berat Badan/Umur, 8,9kg/12bl), nadi:166 x/menit, regular, respirasi: 40 x/menit, dengan
temperatur aksila 39 oC. pada pemeriksaan mata pada konjungtiva palpebra tidak pucat,
sklera tidak kuning, tidak ada edema palpebra, pada pemeriksaan THT, hidung terdapat
sekret di kedua mukosa hidung. Pemeriksaan thoraks tampak simetris, suara nafas vesikuler,
ronkhi tidak ada, suara mengi (wheezing) tidak ada. Suara jantung S1 dan S2 tunggal,
murmur dan gallop tidak ada. Pemeriksaan abdomen tidak tampak distensi, bising usus
normal, hepar dan lien tidak teraba. Pemeriksaan ekstremitas dingin, tidak ditemukan edema
dan sianosis. Pada pemeriksaan rangsang meningeal tidak ada kelainan. Dari pemeriksaan
laboratorium tanggal 11 September 2012 didapatkan Hb: 9,8 gr/dl, Leukosit: 25.100/ul.
Kesan: Leukositosis.
3.2 Pengkajian Keperawatan
3.2.1 Pengkajian Primer
a. Airway
Kaji dan pertahankan jalan napas, gunakan alat bantu untuk jalan napas jika perlu.
Jelaskan: tidak ada
b. Breathing
Kaji saturasi oksigen, berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non breathing mask
dan kaji jumlah pernapasan.
Jelaskan: RR 40x/ menit
c. Circulation
Kaji heart rate dan ritme pernapasan dan kaji peningkatan JVP. Lakukan pemeriksaan
EKG.
Jelaskan: HR 166x/ menit.
d. Disability
Kaji tingkat kesadaran pasien dengan menggunakan GCS.
Jelaskan: kompos mentis.
e. Exposure
Jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik lainnya.
Jelaskan: tidak ada

3.2.2 Pengkajian Sekunder


1. History, dilakukan meliputi poin penting mencakup SAMPLE sebagai berikut:
a. S (Sign/Symptoms)

Jelaskan : Dua hari sebelum masuk RSAM pasien mengalami demam naik turun
yang disertai batuk pilek. Kemudian 2 jam sebelum masuk RSAM pasien
mengalami kejang sebanyak 1x selama ±10 menit, kejang pada seluruh bagian
tubuh (tonik-klonik) dan tidak mengeluarkan lendir atau busa. Ibu pasien juga
mengatakan bahwa kakak pasien pernah mengalami hal serupa pada 7 tahun yang
lalu. Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
b. A (Allergies)

Jelaskan : tidak ada


c. M (Medication)

Jelaskan : tidak ada


d. P (Past medical history)

Jelaskan : tidak ada


e. L (Last oral intake)

Jelaskan : tidak ada


f. E (Events prior to the illness or injury)

Jelaskan : tidak ada


2. Vital sign
a. Pulse : 166 x/menit
b. Respiration rate : 40 x/menit
c. Blood pressure : Tidak Ada
d. Temperature : Aksila 39 0C
Pertimbangkan :
a. Saturasi oksigen : tidak ada
b. Glasgow coma scale/GCS : Tidak ada
c. Cardiac monitor/ECG 12 lead : tidak ada
d. Blood glucose level (kadar gula darah) : tidak ada
3. Head to toe
1) Kepala

Rambut & kulit kepala: tidak ada

Mata: konjungtiva palpebra tidak pucat, sklera tidak kuning, tidak ada edema palpebra

Telinga: tidak ada

Hidung: hidung terdapat sekret di kedua mukosa hidung

Mulut: tidak ada


2) Leher: tidak ada
3) Dada

Paru-paru: simetris, ronkhi (-), wheezing (-).

Jantung: S1 dan S2 tunggal, murmur dan gallop tidak ada


4) Abdomen : tidak tampak distensi, bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba.
5) Genitalia: tidak ada
6) Rektum & anus: tidak ada
7) Kaki: ekstremitas dingin , edema (-)
8) Punggung: tidak ada

Pemeriksaan Penunjang
Hb: 9,8 gr/dl, Leukosit: 25.100/ul. Kesan: Leukositosis.
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan

No. NANDA NOC NIC


Hipertermi ditandai Status Neurologi 0909 Pengaturan suhu 3900
1.
dengan demam naik Def: Kemampuan sistem saraf Def: Mencapai atau memelihara
turun disertai batuk perifer dan pusat untuk menerima, suhu tubuh dalam batas normal
pilek, nadi 166 memproses, dan menangapi
kali/menit, respirasi 44 stimulus internal dan eksternal. aktivitas-aktivitas:
kali/menit, temperatur 1. Monitor suhu paling tidak
aksila 39ºC, Hb 9,8 Kriteria Hasil: setiap 2 jam, sesuai kebutuhan
gr/dl, leukosit 25.100 /ul, 1. Denyut nadi radial (O)
kejang 1 kali selama dipertahankan pada sangat 2. Monitor tekanan darah, nadi,
kurang lebih 10 menit. terganggu (1) ditingkatkan ke dan respirasi, sesuai kebutuhan
tidak terganggu(5) (O)
2. Laju pernapasan dipertahankan 3. Tingkatkan intake cairan dan
pada sedikit terganggu (4) nutrisi adekuat (N)
ditingkatkan ke tidak terganggu 4. Diskusikan pentingnya
(5) termoregulasi dan
3. Hipertermia dipertahankan kemungkinan efek negatif dari
pada sangat terganggu (1) demam yang berlebihan,
ditingkatkan ke tidak terganggu sesuai kebutuhan (N)
(5) 5. Gunakan matras pendingin,
4. Aktivitas kejang dipertahankan selimut yang mengsirkulasikan
pada berat (1) ditingkatkan ke air, mandi ar hangat, kantong
ringan (4) es atau bantalan jel, dan
kateterisasi pendingin
intravaskuler untuk meurunkan
sushu tubuh, sesuai kebutuhan
(N)
6. Sesuaikan suhu lingkungan
untuk kebutuhan pasien (N)
7. Berikan medikasi yang tepat
untuk mencegah atau
mengontrol menggigil (C)
8. Berikan pengobatan
antipireutik, sesuai kebutuhan
(C)

Pencegahan Kejang 2690

Def: Pencegahan atau


meminimalkan terjadinya potensi
cedera yang terus menerus
dialami pasien yang menderita
gangguan kejang yang telah
diketahui/diperkirakan.

1. Sediakan tempat tidur yang


rendah, dengan tepat (N)
2. Bawa pasien keluar selama
aktivitas di luar bangsal ,
dengan tepat (N)
3. Monitor pengelolaan obat (C)
4. Monitor kepatuhan dalam
mengkonsumsi obat antu
epileptik (O)
5. Minta pasien atau SO
membuat catatan mengenai
pengobatan yang dikonsumsi
dan kejadian dari aktivitas
kejang (C)
6. Instruksikan pasien untuk tidak
menyetir (E)
7. Instruksikan pasien mengenai
pengobatan dan efek samping
(E)
8. Instruksikan keluarga atau SO
mengenai pertolongna pertama
pada kejang (E)
9. Singkirkan objek potensial
yang membahayakan yang ada
di lingkungan (N)
10. Jaga alat suction berada di
sisi tempat tidur (N)
11. Jaga ambu bag berada di sisi
tempat tidur (N)
12. Jaga jalan nafas oral atau
nasopharyngeal berada di sisi
tempat tidur (N)
13. Gunakan penghalang tempat
tidur yang lunak (O)
14. Instruksikan kelurag pasien
untuk memanggil jika dirasa
tanda akan terjadinya kejang
(E)
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pediatric gawat darurat adalah subspesialis ilmu kesehatan anak.Pediatric adalah spesialisasi
ilmu kedokteran yang berkaitan dengan fisik,mental dan sosial kesehatan anak sejak lahir
sampai dewasa.metode triage pada anak salah satunya adalah jumpSTART.(Jumstart,2008 dalam
Stein,L.,2008).Pasien anak merupakan pasien yang memiliki resiko untuk mengalami penurunan
kondisi klinis secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan pernapasan atau henti jantung
(cardiac arrest) hingga berakhir pada kematian, meskipun peralatan dan obat-obatan yang
tersedia sangat memadai. Tim medik reaksi cepat atau rapid respon team (RRT) telah
ditempatkan dibanyak rumah sakit untuk menangani masalah ini. Angka kejadian anak yang
mengalami henti jantung (Cardiac arrest) selama masa perawatannya di rumah sakit sekitar 0,7%
- 3%. Ketika hal ini terjadi kondisi anak akan semakin memburuk dan diperkirakan hanya 15 -
36% anak yang dapat diselamatkan (Nadkarni et. al, 2006). Henti jantung di rumah sakit
biasanya didahului oleh tanda-tanda yang dapat diamati, yang sering muncul 6 sampai dengan 8
jam sebelum henti jantung tersebut terjadi. Studi menunjukkan banyak pasien memperlihatkan
tanda-tanda dan gejala kerusakan medis yang tidak ditangani sebelum serangan jantung
(Merisdawati, Indah & Dwi 2015). Sebuah kondisi bayi lain yang sering dicampuradukan dengan
sindrom kematian mendadak adalah apnea bayi. Apnea adalah berhentinya pernapasan untuk
sementara waktu. Hanya sejumlah kecil korban sindrom kematian mendadak yang mengalami
serangan apnea sebelum kematian. Apnea patologis yang berlangsung selama setidaknya 20
detik: apnea selama kurang dari sama dengan 15 detik biasa dialami anak pada segala rentang
usia. SIDS atau sudden infant death syndrome adalah kematian mendadak pada bayi yang
berusia di bawah 1 tahun, dan terjadi tanpa menimbulkan gejala-gejala terlebih dahulu. Sebagian
besar kematian terjadi ketika bayi sedang tertidur, tapi tidak menutup kemungkinan bahwa
kematian juga dapat terjadi saat bayi tidak sedang tidur. (Heny, N & Sulastri, T., 2019)
DAFTAR PUSTAKA

Budi. A .(2017) NANDA International Nursing Diagnosis: Definition and Clasificatiom 2018-
2020 : Jakarta . KDT

Gloria. B (2013) Nursing Interventions (NIC) : Singapore. United kingdom

Moorhead. S (2013) Nursing Outcomes Classification : singapore . United kindom


Heny, N & Sulastri, T. (2019). Tinjauan Elsevier Keperawatan anak Edisi 1. Singapore:
Elsevier
Ismet, I. (2017). Kejang Demam. Jurnal Kesehatan Melayu, 1(1), 41.
https://doi.org/10.26891/jkm.v1i1.13
Kejang, K., Pada, D., Usia, A., & Tahun, B. (2017). FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN PENANGANAN PERTAMA DI PUSKESMAS ( Related Factors With The First
Handling Of Febrile Convulsion In Female Children 6 Months - 5 Years In The Health
Center ). 1(1), 32–40.
Susanti, Yurika Elizabeth & Wahyudi, T. (2020). Di Rumah Sakit Baptis Batu Clinical
Characteristics of Children With Febrile Seizure in the Baptist Hospital Batu. Journal of
Medicine, 19(2), 91–98.
Sutriningsih.Ani.(2018).Aplikasi pediatric triage metode jumstart mempengaruhi kesiapan
penanaganan awal kegawatdaruratan pada anak.Vol 6 No 3.Hal 286-29

Merisdawati, Winarni, I., & Rachmawati, S. D. (2015). Studi Fenomenologi : Hambatan Dan
Kebutuhan Perawat Dalam Melibatkan Keluarga Pada Perawatan Kegawatdaruratan Anak
Di Unit Gawat Darurat Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Banda Aceh. Medika Respati, 10(4),
12–20. http://medika.respati.ac.id/index.php/Medika/article/view/101/97
Wahyudi, P., Indriati, G., & Bayhakki. (2014). Gambaran Skor Pediatric Early Warning Score (
Pews ) Pada Pola Rujukan Pasien Anak Di Instalasi Gawat Darurat. Jom Psik, 1(2), 1–8.
Wardhani, A. K. (2013). Kejang demam sederhana pada anak usia satu tahaun. Jurnal
Medula, Volume 1, Nomor 1. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Purwatu, N. H & Sulastri, T. (2019). Keperawatan anak. Singapore: Elsevier
Jones & Publishers, B. (2001). Pediatric first aid and. Jakarta: Arcan

Anda mungkin juga menyukai