KELOMPOK 3B :
1. Azizah Hania Elsandi 18031050
2. Marcthia Lyora Shinta 18031052
3. Hafizah Usna 18031059
4. Siti Nurasia 18031064
5. Tri Novea Gumelinsi 18031065
6. Shintia Rosdina 18031066
7. Dita Rustanti 18031067
8. Mardiangra Defrilianda 18031070
9. Tri Yuda Juniansyah 18031071
10. Winda 18031075
11. Lilis Azura Damayanti 18031084
12. Lisa Indriani 18031086
13. Rahmi Devid Novelia 18031092
Dosen Fasilitator :
Ns. Bayu Saputra, M.kep
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah swt karena berkat rahmat
dan karunia-nya kami dapat menyelesaikan makalah “Asuhan keperawatan gawat
darurat pediactric.” Dengan segala pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki
dalam penulisan makalah ini kami ucapkan terimakasih kepada bapak sebagai dosen
fasilitator mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat yang telah memberikan tugas ini
kepada kami.
Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kami. Kami juga menyadari sepenuhnya dalam pengerjaan tugas ini
terdapat kekurangan-kekurangan. Dengan ini, kami memohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata, kalimat maupun bahasa yang kurang berkenan dan kami mohon kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Kelompok 2B
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ......................................................................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Kegawatdaruratan Pediatric .......................................................................... 4
2.2 Definisi Kegawatdaruratan Pediatric .......................................................................... 9
2.2.1 Klasifikasi Kegawatdaruratan Pediatric ................................................................... 9
2.2.2 Etiologi Kegawatdaruratan Pediatric ....................................................................... 9
2.2.3 Manifestasi Klinis Kegawatdaruratan Pediatric ................................................... 11
2.2.4 Penatalaksanaan .................................................................................................... 12
2.2.5 Definisi Sidrom Bayi Mati Mendadak ................................................................... 14
2.2.6 Etiologi Sindrom Bayi Mati Mendadak ................................................................. 14
2.2.7 Pencegahan Sidrom Bayi Mati Mendadak ............................................................. 15
2.2.8 Penatalaksanaan ..................................................................................................... 16
2.2. 10 Definisi Demam Kejang ...................................................................................... 18
2.2.11 Etiologi Demam Kejang ....................................................................................... 19
2.2.12 Manifestasi Klinis ................................................................................................. 19
2.2.13 Patofisiologi ......................................................................................................... 20
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Asuhan Keperawatan ................................................................................................ 21
3.2 Pengkajian Primer Skunder ....................................................................................... 22
3.3 Intervensi Keperawatan ............................................................................................. 25
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan .................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Kata “Triage” berasal dari bahasa perancis “trier” yang berarti menyaring atau untuk
menyortir. (Ryan,2008). Lossius et al (2012) mendefenisikan triage adalah proses
mengelompokkan pasien sesuai dengan tingkat keparahan cedera dan menentukan prioritas untuk
perawatan lebih lanjut. Salah satu alat pengkajian yang dapat digunakan pada tahap pertama
triase diunit gawat darurat anak adalah pediatric assessment triangle(PAT). (Fernandez et
al.2016).
2. Pucat
3. Hipotonia
4. Bradikardia
SIDS atau sudden infant death syndrome adalah kematian mendadak pada bayi
yang berusia di bawah 1 tahun, dan terjadi tanpa menimbulkan gejala-gejala terlebih
dahulu. Sebagian besar kematian terjadi ketika bayi sedang tertidur, tapi tidak menutup
kemungkinan bahwa kematian juga dapat terjadi saat bayi tidak sedang tidur. (Heny, N &
Sulastri, T., 2019)
2.2.2.3 Pencegahan
Belum ada metode yang secara pasti dapat mencegah SIDS. Namun, terdapat beberapa upaya
yang diduga dapat menurunkan risikonya, yakni:
a. Tidurkan bayi pada posisi telentang. Hindari bayi tidur pada posisi miring atau telungkup,
dan tidurkan bayi dengan posisi telentang, setidaknya untuk tahun pertamanya. Posisi
tidur miring atau telungkup dapat menyebabkan bayi mengalami kesulitan beranapas.
b. Jaga dan atur tempat tidur bayi dengan baik. Hindari menggunakan tempat tidur yang
tebal dan terlalu empuk. Jangan juga meninggalkan bantal atau mainan yang empuk di
boks bayi.
c. Gunakan pakaian hangat dan nyaman. Berikan bayi pakaian yang mampu menjaga suhu
tubuh agar tetap hangat, tanpa harus dibedong atau dibalut lagi dengan kain atau selimut
tambahan. Hindari juga menyelimuti kepala bayi dengan benda apa pun.
d. Berbagi ruangan. Tidurkan bayi pada kamar yang sama dengan orang tua, namun beda
tempat tidur. Hal itu bertujuan agar orang tua dapat dengan mudah mengawasi sekaligus
menghindari kejadian diluar kendali yang dapat memicu SIDS, seperti tertindih atau
pernapasannya terhalang.
e. Berikan ASI, setidaknya untuk 6 bulan.
f. Imunisasi. (Heny, N & Sulastri, T., 2019)
2.2.2.3 Intervensi Terapeutik
a. Hindari menuduh adanya kesalahan, kekerasan, atau pengabaian terhadap orang tua
b. Beri dukungan terhadap orang tua
c. Tunjukan sikap tidak menghakimi terhadap upaya orang tua dalam melakukan resusitasi.
d. Asuhan keperawatan pada keluarga yang anak nya mengalami sindrom kematian bayi
mendadak (SIDS)
Pengkajian/analisis
- Pengetahuan orang tua mengenai sindrom kematian bayi mendadak
- Sistem dukungan orang tua
a) Perencanaan atau implementasi
- Identifikasi perbedaan antara tanda SIDS dengan tanda kekerasan atau pengabaian pada
anak
- Hindari ucapan atau perilaku yang bisa menimbulkan rasa bersalah pada orang tua
- Yakinkan orang tua bahwa mereka tidak dapat mencegah kematian atau meramalkan
kejadian itu
- Meyakinkan bahwa otopsi harus dilakukan untuk memastikan diagnosis
- Atur kunjungan kerumah untuk membahas penyebab kematian; Bantu orang tua Untuk
mengatasi perasaan bersalah pada proses berduka.
- Rujuk orang tua ke kelompok SIDS nasional
b) Evaluasi/ Hasil
- Keluarga menunjukkan perilaku kopong yang positif
- Keluarga mau menggunakan layanan dukungan
- Keluarga menunjukkan perilaku berduka yang efektif
- Orang tua menjaga hubungan suportif dengan anak-anak lain (Heny, N & Sulastri, T.,
2019)
2.2.3 Defenisi demam kejang
Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai dibidang
neurologi anak dan terjadi pada 25% Anak. kejang demam mengalami kejang tanpa
demam atau epilepsi di kemudian hari. Kejadian kejang demam ada kaitannya dengan
faktor genetik. Anak dengan kejang demam 25 – 40 % mempunyai riwayat keluarga
dengan kejang demam (Ismet, 2017).
2.2.3.1 Etiologi demam kejang
1. Riwayat kejang demam pada keluarga
2. problem disaat neonatus
3. perkembangan terlambat
4. anak dalam perawatan khusus kadar natrium serum yang rendah
5. temperatur tubuh yang tinggi merupakan faktor risiko terjadinya kejang demam
Bila ada 2 atau lebih faktor risiko, kemungkinan terjadinya kejang demam sekitar 30%.
1. Faktor Risiko Kejang Demam Berulang Kemungkinan berulangnya kejang demam
tergantung faktor risiko : adanya riwayat kejang demam dalam keluarga, usia kurang dari
12 bulan, temperatur yang rendah saat kejang dan cepatnya kejang setelah demam. Bila
seluruh faktor risiko ada, kemungkinan 80 % terjadi kejang demam berulang. Jika hanya
terdapat satu faktor risiko hanya 10 – 20 % kemungkinan terjadinya kejang demam
berulang.
2. Faktor Risiko Menyadi Epilepsi Risiko epilepsi lebih tinggi dilaporkan pada anak – anak
dengan kelainan perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama, adanya
riwayat orang tua atau saudara kandung dengan epelepsi, dan kejang demam kompleks.
Anak yang tanpa faktor risiko, kemungkinan terjadinya epilepsi sekitar 2% , bila hanya
satu faktor risiko 3% akan menjadi epilepsy, dan kejadian epilepsi sekitar 13 % jika
terdapat 2 atau 3 faktor resiko (Ismet, 2017).
a. Bila kejang belum berhenti, diulang dengan cara dan dosis yang sama dengan interval
waktu 5 menit
b. Bila masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dirumah sakit dapat diberikan
diazepam intravena dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kg
c. Bila kejang belum berhenti, berikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 20
mg/kg/kali kali dengan kecepatan 1 mg/kg/ menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila
kejang berhenti, dosis selanjutnya 4 – 8 mg /kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal
d. Bila kejang belum berhenti, pasien dirawat diruang rawat intensif.Bila kejang telah
berhenti, harus ditentukan apakah perlu pengobatan profilaksis (Ismet, 2017).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus
An. M. usia 1 tahun, datang ke Rumah Sakit Abdul Moeloek (RSAM) bersama ibunya
dengan keluhan kejang. Dua hari sebelum masuk RSAM pasien mengalami demam naik
turun yang disertai batuk pilek. Kemudian 2 jam sebelum masuk RSAM pasien mengalami
kejang sebanyak 1x selama ±10 menit, kejang pada seluruh bagian tubuh (tonik-klonik) dan
tidak mengeluarkan lendir atau busa. Setelah kejang berhenti anak langsung menangis dan
dibawa ke UGD RSAM untuk mendapati pengobatan dengan keluhan kejang 2 jam sebelum
masuk RSAM. Ibu pasien juga mengatakan bahwa kakak pasien pernah mengalami hal
serupa pada 7 tahun yang lalu. Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama
sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik tanggal 11 September 2012 didapatkan pasien dengan keadaan
kompos mentis, keadaan umum tampak sakit sedang, status gizi baik (berdasarkan Z score
Berat Badan/Umur, 8,9kg/12bl), nadi:166 x/menit, regular, respirasi: 40 x/menit, dengan
temperatur aksila 39 oC. pada pemeriksaan mata pada konjungtiva palpebra tidak pucat,
sklera tidak kuning, tidak ada edema palpebra, pada pemeriksaan THT, hidung terdapat
sekret di kedua mukosa hidung. Pemeriksaan thoraks tampak simetris, suara nafas vesikuler,
ronkhi tidak ada, suara mengi (wheezing) tidak ada. Suara jantung S1 dan S2 tunggal,
murmur dan gallop tidak ada. Pemeriksaan abdomen tidak tampak distensi, bising usus
normal, hepar dan lien tidak teraba. Pemeriksaan ekstremitas dingin, tidak ditemukan edema
dan sianosis. Pada pemeriksaan rangsang meningeal tidak ada kelainan. Dari pemeriksaan
laboratorium tanggal 11 September 2012 didapatkan Hb: 9,8 gr/dl, Leukosit: 25.100/ul.
Kesan: Leukositosis.
3.2 Pengkajian Keperawatan
3.2.1 Pengkajian Primer
a. Airway
Kaji dan pertahankan jalan napas, gunakan alat bantu untuk jalan napas jika perlu.
Jelaskan: tidak ada
b. Breathing
Kaji saturasi oksigen, berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non breathing mask
dan kaji jumlah pernapasan.
Jelaskan: RR 40x/ menit
c. Circulation
Kaji heart rate dan ritme pernapasan dan kaji peningkatan JVP. Lakukan pemeriksaan
EKG.
Jelaskan: HR 166x/ menit.
d. Disability
Kaji tingkat kesadaran pasien dengan menggunakan GCS.
Jelaskan: kompos mentis.
e. Exposure
Jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik lainnya.
Jelaskan: tidak ada
Jelaskan : Dua hari sebelum masuk RSAM pasien mengalami demam naik turun
yang disertai batuk pilek. Kemudian 2 jam sebelum masuk RSAM pasien
mengalami kejang sebanyak 1x selama ±10 menit, kejang pada seluruh bagian
tubuh (tonik-klonik) dan tidak mengeluarkan lendir atau busa. Ibu pasien juga
mengatakan bahwa kakak pasien pernah mengalami hal serupa pada 7 tahun yang
lalu. Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
b. A (Allergies)
Mata: konjungtiva palpebra tidak pucat, sklera tidak kuning, tidak ada edema palpebra
Pemeriksaan Penunjang
Hb: 9,8 gr/dl, Leukosit: 25.100/ul. Kesan: Leukositosis.
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pediatric gawat darurat adalah subspesialis ilmu kesehatan anak.Pediatric adalah spesialisasi
ilmu kedokteran yang berkaitan dengan fisik,mental dan sosial kesehatan anak sejak lahir
sampai dewasa.metode triage pada anak salah satunya adalah jumpSTART.(Jumstart,2008 dalam
Stein,L.,2008).Pasien anak merupakan pasien yang memiliki resiko untuk mengalami penurunan
kondisi klinis secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan pernapasan atau henti jantung
(cardiac arrest) hingga berakhir pada kematian, meskipun peralatan dan obat-obatan yang
tersedia sangat memadai. Tim medik reaksi cepat atau rapid respon team (RRT) telah
ditempatkan dibanyak rumah sakit untuk menangani masalah ini. Angka kejadian anak yang
mengalami henti jantung (Cardiac arrest) selama masa perawatannya di rumah sakit sekitar 0,7%
- 3%. Ketika hal ini terjadi kondisi anak akan semakin memburuk dan diperkirakan hanya 15 -
36% anak yang dapat diselamatkan (Nadkarni et. al, 2006). Henti jantung di rumah sakit
biasanya didahului oleh tanda-tanda yang dapat diamati, yang sering muncul 6 sampai dengan 8
jam sebelum henti jantung tersebut terjadi. Studi menunjukkan banyak pasien memperlihatkan
tanda-tanda dan gejala kerusakan medis yang tidak ditangani sebelum serangan jantung
(Merisdawati, Indah & Dwi 2015). Sebuah kondisi bayi lain yang sering dicampuradukan dengan
sindrom kematian mendadak adalah apnea bayi. Apnea adalah berhentinya pernapasan untuk
sementara waktu. Hanya sejumlah kecil korban sindrom kematian mendadak yang mengalami
serangan apnea sebelum kematian. Apnea patologis yang berlangsung selama setidaknya 20
detik: apnea selama kurang dari sama dengan 15 detik biasa dialami anak pada segala rentang
usia. SIDS atau sudden infant death syndrome adalah kematian mendadak pada bayi yang
berusia di bawah 1 tahun, dan terjadi tanpa menimbulkan gejala-gejala terlebih dahulu. Sebagian
besar kematian terjadi ketika bayi sedang tertidur, tapi tidak menutup kemungkinan bahwa
kematian juga dapat terjadi saat bayi tidak sedang tidur. (Heny, N & Sulastri, T., 2019)
DAFTAR PUSTAKA
Budi. A .(2017) NANDA International Nursing Diagnosis: Definition and Clasificatiom 2018-
2020 : Jakarta . KDT
Merisdawati, Winarni, I., & Rachmawati, S. D. (2015). Studi Fenomenologi : Hambatan Dan
Kebutuhan Perawat Dalam Melibatkan Keluarga Pada Perawatan Kegawatdaruratan Anak
Di Unit Gawat Darurat Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Banda Aceh. Medika Respati, 10(4),
12–20. http://medika.respati.ac.id/index.php/Medika/article/view/101/97
Wahyudi, P., Indriati, G., & Bayhakki. (2014). Gambaran Skor Pediatric Early Warning Score (
Pews ) Pada Pola Rujukan Pasien Anak Di Instalasi Gawat Darurat. Jom Psik, 1(2), 1–8.
Wardhani, A. K. (2013). Kejang demam sederhana pada anak usia satu tahaun. Jurnal
Medula, Volume 1, Nomor 1. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Purwatu, N. H & Sulastri, T. (2019). Keperawatan anak. Singapore: Elsevier
Jones & Publishers, B. (2001). Pediatric first aid and. Jakarta: Arcan