KEDOKTERAN
Kelompok 15:
Afiif Eko Wibowo (1710911310002)
Alvy Yanoor (1710911210007)
Dian Mutia Rahmawati (1710911220017)
Eka Dewi Yanti (1710911120012)
GT. Tsania Nur Rahmatya (1710911320017)
Muhammad Geraldy Isfandiary (1710911310032)
Rafida Ikhsania Camalis (1710911120030)
Raja Pardomuan Harahap (1710911210044)
` Salsabella Firqah Najiyah (1710911220045)
Sharon Angieta (1710911220062)
Yasril Ananta Zakariya (1710911310047)
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan dan rahmat,
inayah, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Adapun makalah kami
merupakan tugas yang diberikan oleh dosen kami yang berjudul Bioetika dan Hukum
Kedokteran.
Makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu saya harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan yang bersifat membangun bagi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar ......................................................................................................... i
Daftar isi ...................................................................................................................ii
1.2 Tujuan
Makalah ini kami susun dengan tujuan untuk:
Mengetahui dan mehamami prinsip dasar kaidah hukum bioetika kedokteran
Mengenal isi dari kode etik
Mempelajari pasal – pasal mengenai kesehatan, kedokteran, rumah sakit, tenaga
kesehatan, praktik kedokteran, dan aborsi, dan
Menyelesaikan kasus – kasus yang dihikmahkan kepada kami.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Pertanyaan:
1. Apakah kamu akan mengusulkan pasangan ini untuk memilih melakukan aborsi?
Jelaskan argumenmu.
Rincian Kasus 1
Dengan demikian berarti bahwa kerusakan sel-sel saraf pada sumsum tulang
belakang menyebabkan hilangnya kemampuan kontrol motorik, terutama pada otot-otot
2
yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan seperti merangkak, berjalan,
mengunyah, kontrol kepala dan leher dan bahkan pernafasan.
Dalam hal ini otot-otot kaki dan pernafasan lebih sering dan lebih parah
mengalami kelumpuhan dibanding otot-otot lain. Kelumpuhan menyebabkan otot tidak
pernah digunakan, sehingga membuatnya mengecil (atrofi), terutama terlihat pada kaki.
Kasus 1 Pertanyaan 1
Diketahui bahwa SMA tipe 1 memiliki harapan hidup yang sangat rendah dimana
hamper semua meninggal dibawah usia 2 tahun karena kegagalan pernafasan. Jika janin
tersebut diketahui telah mengidap penyakit SMA tipe 1 maka dapat diperkirakan bahwa
janin akan lahir cacat dan kondisi hidupnya akan sulit jika dipertahankan sampai lahir.
Aborsi dilarang, tidak diperbolehkan karena hal ini melanggar pelanggaran martabat
manusia yang berhak untuk hidup. Dan dalam agama pun dilarang untuk melakukan
aborsi.
3
karena kemungkinan sulitnya mempertahankan hidup dan banyaknya
kemungkinan terjadi berbagai kesulitan akan meninggal kurang dari waktu
2 tahun. Maka pasangan tersebut diperbolehkan untuk meminta dilakukan
aborsi terhadap janin yang memasuki usia 14 minggu. Karena apabila
dipertahankan akan menyebabkan kesulitan bagi bayi dan orangtuanya
saat setelah dilahirkan kelak.
Kasus 1 Pertanyaan 2
Saran kami untuk pasangan ini adalah tidak melakukan aborsi dan tetap melanjutkan
kehamilan, karena ibu dalam kasus ini tidak terancam keselamatannya. Dan dengan
melakukan aborsi akan melanggar martabat dan hak hidup dari bayi tersebut dan dengan
sengaja kita akan melakukan pembunuhan. Kemudian Janin tersebut masih ada
kemungkinan hidup jika dilahirkan. Setelah diahirkan disegerakan melakukan perawatan
sesuai dengan perawatan bayi dengan SMA type 1, yaitu: terapi fisik, terapi okupasi,
pemantauan fungsi pernapasan dan status gizi, perawatan tulang belakang dan perawatan
adaptif. Selain itu, pasangan tersebut bisa memanfaatkan alat bantu pernapasan yang
disebut BiPAP ( bi-level Positive Airway Pressure.
4
Dr. L telah menyepakati untuk meminta pasiennya dalam Randomly Control Trial
(RCT) yang dirancang untuk menguji obat baru yang tujuannya untuk merawat dan
mengobati penyakit dengan 70% kemungkinan fatal. Salah satu dari partisipan dalam
uji coba ini (BW) telah menjadi pasien dr. L selama 11 tahun. Ada 90 partisipan
dalam percobaan obat baru tersebut. Tak satupun dari partisipan diberitahu perlakuan
mana yang akan mereka terima meskipun mereka semua mengetahui bahwa mereka
mengambil bagian dalam RCT. Setelah 24 dari 36 pasien mengalami placebo dan 15
diantara mereka yang menerima obat baru meninggal, BW bertanya kepada dr. L
apakah dia menerima placebo dan apakah ada alasan yang bagus untuk berfikir
bahwa obat baru itu efektif. Dr. L mengetahui bahwa BW adalah penerima placebo
dan sejauh ini data yang didapatkan cenderung mendukung pandangan bahwa obat
eksperimental efektif dan mencegah kematian. Dr. L dan dokter lain yang terlibat
dalam percobaan memilih untuk tidak mengakhirinya saat ini karena kekhawatiran
tentang validitas penelitian itu jika dihentikan sebelum waktunya.
Pertanyaan:
1. Haruskah penelitian dihentikan dan pasien yang tersisa diberhentikan
secepatnya?
2. Haruskah dr. L menolak memberikan BW informasi yang dimintanya?
3. Apakah dr. L memiliki kewajiban kepada pasiennya, BW, yang harus
diutamakan daripada kekhawatiran tentang penetapan validasi hasil
RCT?
Rincian Kasus 2
Placebo adalah istilah medis untuk terapi baik dalam bentuk obat – obatan
maupun prosedur – prosedur medis yang tidak memiliki bukti kegunaan bagi kesembuhan
pasien, bukanlah obat palsu tetapi tindakan medis yang “dipalsukan” oleh dokter yang
diyakini memiliki dampak positif bagi pasien.
5
Randomized Controlled Trial (RCT) adalah prosedur yang umumnya
digunakan pada uji coba obat atau prosedur medis. Randomized Controlled Trial atau
RCT melibatkan proses pemberian perlakuan kepada subjek secara acak.
Kasus 2 Pertanyaan 1
Harus dihentikan karena ada 15 pasien yang setelah diberikan obat baru tersebut
meninggal dunia. Hal itu merupakan pelanggaran terhadap martabat manusia. Padahal
hukum suci dalam etika medis yang sudah dirumuskan sejak zaman dahulu mengatakan
“kita tidak boleh menyembuhkan orang dengan cara membunuh orang lain”. Dan dengan
berdasarkan pada salah satu prinsip dasar etis yaitu justice (menjaga kelompok yang
rentan), maka pasien yang tersisa harus diberikan pengobatan secepatnya untuk
menghindari resiko yang sama yaitu meninggal.
Kasus 2 Pertanyaan 2
Kami menolak memberi tahu pasien karena pengobatan ini efektif dan lebih banyak hal
yang benar daripada hal yang dilanggar. Jika saya menolak memberi tahu. Hal yang
dianggar:
- Otonomi (tidak berterus terang, tidak informed consent)
- Non-maleficence (memandang pasien sebagai objek percobaan)
- Beneficence (menghargai hak pasien secara keseluruhan, memandang
pasien/keluarga/sesuatu tak hanya sejauh menguntungkan dokter)
- Justice (menghargai hak sehat pasien)
6
- Menjaga kelompok yang rentan. (Justice)
Kasus 2 Pertanyaan 3
7
Dua orang pasien (suami istri) dibawa ke ED karena sebuah kecelakaan mobil. Sang
suami tidak dapat diselamatkan setelah dilakukan upaya resusitasi (upaya untuk
menyadarkan pasien). Sang istri masih dalam keadaan sadar. Tapi ia harus menjalani
operasi karena pendarahan internal (thorax & abnominal). Sebelum memasuki OR
(Operation Room), dia bertanya kepadamu tentang kondisi suaminya.
Pertanyaan etis dari kasus ini adalah : “Haruskah kamu memberikan informasi yang
berpotensi kurang menyenangkan mengenai pasien kritis atas permintaan sang istri?”
2. Tulislah daftar semua nilai etik dan kepentingan yang dipertaruhkan dalam
kasus ini.
4. Buatlah pertanyaan etis! Lengkapi kalimat ini: Ketika pasien yang sakit kritis
meminta informasi tentang orang yang kritis atau mati, dan anda mengetahui
informasinya.
Kasus 3 Pertanyaan 1
8
Jujur kepada pasien bahwa suaminya tidak bisa diselamatkan (otonomi: tidak
berbohong kepada pasien meskipun untuk kebaikan pasien)
Menunda kejujuran, meminta pasien untuk fokus kepada operasi yang akan
dijalaninya. Setelah operasi selesai dan berjalan lancer, jujur kepada pasien,
mengatakan bahwa suaminya tidak bisa diselamatkan.
Kasus 3 Pertanyaan 2
Nilai etik yang ada :
Kasus 3 Pertanyaan 3
9
dan abdominal) bisa memperburuk keadaan, itulah sebabnya agar mendahulukan
tindakan operasi tanpa memberitahukan kondisi sang suami. (Bioetchis as a
Transdiscipline, Prof. Soenarto hal 6)
Kasus 3 Pertanyaan 4
Ketika seorang pasien yang sedang kritis meminta informasi tentang seseorang yang
mungkin kritis atau sudah meninggal dunia, dan kamu mengetahui informasi tersebut,
kamu harus meminta persetujuan kepada pasien yang ditanyakan apabila pasien tersebut
dalam keadaan kritis. Atau jika pasien yang ditanyakan sudah meninggal dunia maka
pilihannya adalah kamu harus terpaksa berbohong atau menunda informasi itu untuk
diberitahukan karena melihat keadaan pasien yang kritis tidak memungkinkan untuk
mengetahui informasi tersebut.
Kasus 3 Pertanyaan 5
Jangka pendek : Pasien akan mendapat tekanan emosi (stres) dan dapat
mengakibatkan perlambatan proses pemulihan pasca operasi.
Jangka panjang : Pasien yang terus mengalami stres lama kelamaan berpotensi
mengalami gangguan jiwa.
BAB III
10
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Dari paparan, pembahasan,dan penjelasan di atas, maka kami menyimpulkan
bahwa setiap problema atau kasus yang dihadapi oleh seorang dokter diselesaikan dengan
prinsip-prinsip moral (prima facie) dan peraturan perundang-undangan setempat.
Pengambilan keputusan didasari dengan keseimbangan antara keterampilan dan hati
nurani atau sifat kemanusiaan yang dimiliki oleh seorang dokter. Sikap yang bisa kami
ambil dalam menghadapi setiap pasien baik dalam keadaan emergency maupun
nonemergency adalah melayani dengan kemampuan sesuai dengan ilmu pengetahuan
semaksimalnya dan mengusahakan minimalisir dampak buruk yang ditimbulkan.
2. SARAN
Menyadari bahwa kami masih jauh dari kata sempurna, ke depannya kami akan
lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber –
sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
11
Felenditi D. Paternalisme dalam tindakan medis. Jurnal Biomedik volume 2 nomor 3
2010.
Suryadi T. Prinsip-prinsip Etika dan Hukum Dasar Dalam Profesi Kedokteran. Jurnal
Etika 2009.
Astuti, Niken Fitria. Hubungan Tingkat Stres dengan Penyembuhan Luka Diabetes Melitus.
Gunung Sitoli, 2014.
12