Anda di halaman 1dari 33

Case Report Sesion

STROKE ISKEMIK DAN PARKINSON DISEASE

Disusun Oleh :

Cici Indrayani 2310070200022

Yeny Elfiyanti 2310070200035

Ikhwanul Heriyandi 2310070200044

Preseptor :

dr. H. EdiNirwan, Sp.S, M. Biomed

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN

NEUROLOGI RSUD ACHMAD MOCHTAR

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

BAITURRAHMAH

2023

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang Maha

Pengasih dan Maha Penyayang atas limpahan rahmat dan anugerah dari-Nya

sehingga penulis dapat meyelesaikan case yang berjudul “Parkinson Disease” ini

dengan baik. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada

junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita

semua jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi

anugerah terbesar bagi seluruh alam semesta.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. H. Edi Nirwan Sp.S, M.Biomed

yang telah memberikan bimbingan serta arahan, sehingga case ini dapat

diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak

kekurangan dalam penulisan tugas ilmiah ini karena keterbatasan pengetahuan,

kemampuan serta pengalaman yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat

menghargai kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Semoga

tugas ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan

terutama dibidang ilmu kedokteran dan kesehatan dan juga bagi penulis sendiri.

Bukittinggi, November 2023

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR....................................................................................ii

DAFTAR ISI ...............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................1

1.2 Tujuan Penulisan..................................................................................2

1.3 Batasan Masalah..................................................................................2

1.4 Metode Penulisan.................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................3

2.1 Definisi Parkinson................................................................................3

2.2 Epidemiologi Parkinson.......................................................................3

2.3 Etiologi dan Patogenesis Parkinson....................................................3

2.4 Diagnosis Parkinson............................................................................6

2.5 Diagnosis Banding..............................................................................8

2.6 Penatalaksanaan Parkinson.................................................................8

2.6.1 Non farmakologik......................................................................8

2.6.2 Terapi Farmakologik..................................................................9

2.6.3 Terapi Pembedahan..................................................................11

BAB III LAPORAN KASUS.......................................................................12

3.1 Identitas Pasien .................................................................................12

i
3.2 Anamnesa...........................................................................................12

3.3 Pemeriksaan Fisik..............................................................................13

3.4 Diagnosis............................................................................................24

3.5 Terapi.................................................................................................24

BAB IV PEMBAHASAN............................................................................25

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................28

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Parkinson (PP) adalah salah satu penyakit neurodegeneratif yang
paling umum, dan menempati urutan ke dua setelah penyakit Alzheimer. Telah
1
diketahui bahwa sebanyak 0,3% dari populasi umum telah mengalami PP.
Penyakit ini digambarkan sebagai "shaking palsy" oleh Dr. James Parkinson. Efek
degeneratif pada mobilitas dan kontrol otot dapat dilihat melalui gejala yang
sekarang dikenal sebagai tiga tanda utama PP seperti tremor saat istirahat (resting
tremor), gerakan yang lambat (bradikinesia), dan kekakuan otot (rigiditas) yang
disebabkan oleh berkurangnya produksi dopamin dalam otak. Sekitar 1 juta orang
Amerika saat ini mengidap penyakit tersebut, di mana terdapat 20 kasus per
100.000 orang per tahun dengan total sejumlah 60.000 pasien dengan PP per
tahun,2 namun masih tidak sebanyak penyakit Alzheimer yang dihadapi oleh 5
juta orang Amerika.3
Obat untuk mengendalikan gejala yang timbul akibat PP bervariasi pada
tiap pasien sehingga tidak ada satu obat pasti yang menjadi pilihan. Hal ini
mungkin karena alasan nonklinis seperti latar belakang sosial ekonomi dan ras. 4
Namun, obat yang paling umum digunakan untuk mengendalikan gejala PP antara
lain Levodopa, agonis dopamin, inhibitor kolinesterase, obat antimuskarinik,
inhibitor monoamine oksidase-B (MAO-B), dan amantadine. 5 Obat-obat tersebut
sebagian memiliki kemampuan untuk melewati sawar darah otak dan digunakan
secara terus menerus untuk mengendalikan gejala PP bila telah mempengaruhi
kualitas hidup pasien, terutama untuk mengontrol gejala motorik PP.6
Selain obat, tindakan bedah juga dapat dilakukan untuk mengendalikan
gejala yang terjadi pada pasien dengan PP. Stereotactic brain lesion seperti
talamotomi maupun palidotomi telak banyak digunakan oleh para ahli sejak lama.
Pemasangan Deep Brain Stimulation (DBS) juga merupakan tindakan yang dapat
dilakukan untuk mengendalikan gejala yang timbul akibat PP. Tindakan bedah ini
dilakukan jika pasien masih menunjukkan respon dengan Levodopa, namun masih

1
belum optimal mengontrol gejala PP, atau pasien PP yang durasi efek obatnya
(periode ON) sangat pendek. Kombinasi antara tindakan bedah dan
medikamentosa merupakan pilihan yang dapat dipertimbangkan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien dengan PP.7-
1.2 Tujuan Penulisan
1. Sebagai bahan bacaan anggota Kepaniteraan Klinik Senior. Melengkapi
syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Rumah Sakit Umum Daerah
Achmad Mochtar tahun 2023
2. Untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik senior (KKS) di bagian Prodi
Rumah Sakit Umum Achmad Mochtar tahun 2023
1.3 Batasan Masalah
Penulisan laporan kasus ini membahas tentang definisi, etiologi,
epidemiologi, patofisiologi, diagnosis, dan tatalaksana parkinson

1.4 Metode Penulisan


Makalah ini ditulis dengan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk
kepada literature.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Parkinson


Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif sistem
ekstrapiramidal yang merupakan bagian dari Parkinsonism yang secara patologis
ditandai oleh adanya degenerasi ganglia basalis terutama di substansia nigra pars
kompakta (SNC) yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (lewy
bodies). Parkinsonism adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor pada waktu
istirahat, kaku otot (rigiditas), gerakan menjadi melambat (bradikinesia) dan
hilangnya refleks postural akibat penurunan dopamine dengan berbagai macam
sebab yang diproduksi oleh hormon dopaminergik di otak.10
2.2 Epidemiologi Parkinson
Penyakit Parkinson banyak terjadi pada usia lanjut tetapi jarang pada usia
dibawah 30 tahun. Pada usia 40-70 tahun penyakit Parkinson dapat muncul.
Prevalensi Parkinson diperkirakan 160 per 100.000 populasi dengan insiden
diperkirakan 20 per 100.000 orang. Seiring dengan bertambahnya usia, prevalensi
penyakit ini akan meningkat, mengenai kira-kira 1-2% pasien usia 60 tahun dan
4% pasien usia 80 tahun. Di Indonesia laki-laki lebih sering terkena Parkinson
daripada perempuan. Insiden di Indonesia sekitar 10 orang per tahun, dan
diperkirakan saat ini terdapat 200.000-400.000 orang pasien yang penyakit ini.10

2.3 Etiologi dan Patogenesis Parkinson


Pada manusia, pergerakan melibatkan kerjasama sistem neuromuskuler
yang kompleks. Kendali terhadap pergerakan manusia dilakukan oleh interkoneksi
fungsional antara sistem motorik, yang terdiri dari traktus piramidalis, traktus
ekstrapiramidalis dan serebelum. Pengaturan pergerakan berupa pergerakan yang
tidak dapat dikendalikan (involunter) pada manusia merupakan kerja dari sirkuit
ganglia basalis. Ganglia basalis terletak pada bagian basal dari hemisfer serebri.
Ganglia basalis terdiri dari empat bagian, yaitu korpus striatum, substansia nigra,
nukleus subtalamikus dan amigdala. Ganglia basalis menerima input aferen dari
area motorik lobus frontalis ipsilateral di korteks serebri, input ini bersifat

3
eksitasiglutaminergik yang akhirnya diterima oleh reseptor D1 dan D2 di striatum,
kemudian input diteruskan ke globus palidus dan menuju substansia nigra.
Kemudian sinyal diteruskan kembali ke korteks serebri melalui thalamus.
Kerusakan pada ganglia basalis menyebabkan terjadinya gerakan yang tidak
terkontrol seperti tremor. Berkurangnya dopaminergik (neurotransmitter
dopamine) dari substansia nigra ke striatum terjadi pada penyakit parkinson. Kerja
dopamine di otak diperantai oleh reseptor protein dopamin. Protein D1 dan D2
adalah reseptor protein yang banyak ditemukan pada striatum.

Reseptor D1 pada striatum akan mengaktivasi jalur langsung, sedangkan


reseptor D2 akan mengaktivasi jalur tidak langsung. Jalur langsung dibentuk oleh
neuron di striatum yang memproyeksikan langsung ke substansia nigra pars
retikulata (SNR) dan globus palidus interna (Gpi), kemudian diteruskan ke
thalamus dan memberikan input rangsangan positif terhadap korteks. Dopamin
yang ditangkap oleh reseptor D1 menyebabkan GABA dihasilkan dalam jumlah
banyak ke Gpi/SNR, hal ini menyebabkan aktivitas Gpi dalam menghasilkan
GABA dihambat. Sehingga terjadi disinhibisi jaras palidotalamik yang
mengakibatkan terjadinya peningkatan arus rangsangan ke korteks mtorik secara
adekuat melalui jaras talamokortikal.

Pada jalur tidak langsung, stimulus reseptor D2 diproyeksikan oleh


neuron striatal menuju globus palidus eksterna (Gbe) lalu menginervasi nucleus
subthalamikus (STN) dengan menggunakan neurotransmitter GABA, kemudian
dilanjutkan ke SNR dan Gpi dengan menggunakan glutaminergik yang bersifat
inhibitorik yang menginhibisi sel-sel thalamus, sehingga rangsangan dari
thalamus ke korteks motorik berkurang. Pelepasan dopamin di striatum cenderung
meningkatkan aktivitas jalur langsung dan mengurangi aktivitas jalur tidak
langsung. Dari uraian di atas disimpulkan bahwa jaras langsung bersifat
mengeksitasi korteks 4yskine dan jaras tidak langsung bersifat
menghambatnya.11,12

Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena


penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron yang memberikan inervasi
dopaminergik ke striatum di substansia nigra pars kompakta sebesar 40 – 50%

4
yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies). Gejala
penyakit Parkinson muncul apabila lebih dari 50% sel saraf dopaminergik rusak
dan dopamin berkurang 80%. Kematian neuron ini menyebabkan terjadinya
penurunan kadar dopamin sehingga kontrol gerakan otot akan menurun. Dopamin
yang menurun menyebabkan terjadinya inhibisi arus keluar dari SNR dan Gpike
thalamus dan berkurangnya rangsangan terhadap korteks motorik.

Bradikinesia dapat terjadi karena kurangnya input dopamin pada reseptor


D1 di korpus striatum yang menyebabkan berkurangnya produksi GABA ke
Gpi/SNr, sehingga Gpi/SNr mengeluarkan GABA dalam jumlah banyak ke
thalamus, sehingga thalamus terinhibisi untuk memberikan input ke korteks
motorik. Pada reseptor D2, kurangnya dopamin mengakibatkan produksi GABA
ke Gpe meningkat, sehingga proyeksi GABA dari Gpe ke STN berkurang dan
produksi glutamat dari STN ke Gpi/SNr meningkat. Gpi/SNr teraktivasi sehingga
memproyeksikan banyak GABA ke talamus yang mengakibatkan produksi
glutamat dari talamus ke korteks serebri berkurang. Inhibisi pada jaras
thalamokortikal yang kemudian dilanjutkan dengan penurunan aktivitas jaras
kortikospinal inilah yang mengakibatkan terjadinya bradikinesia/akinesia.

Sel-sel tremor lebih banyak ditemukan pada nukleus ventrolateral


talamus. Sel-sel talamus yang berada dalam keadaan over-inhibisi akibat input
GABA yang berlebihan mengalami keadaan hiperpolarisasi. Pada fase ini, kanal
kalsium terbuka dan terjadilah influks kalsim ke dalam sel-sel talamus yang
akhirnya memicu aktivitas osilasi sel tersebut, dan memberikan input berupa
gerakan spontan dan ritmis pada korteks serebri. Selain itu, tremor juga dapat
terjadi karena pada saat saat striatum kekurangan dopamin, sehingga asetilkolin
(Ach) menjadi tidak tertandingi, hal ini mengakibatkan otot agonis dan antagonis
bekerja secara cepat dan bergantian, mengakibatkan terjadinya tremor.

Rigiditas diakibatkan oleh gangguan jaras retikulospinal. Karena ativitas


korteks serebri menurun, maka aktivitas retikoretikular menurun, akibatnya terjadi
peningkatan jaras retikulospinal yang mengakibatkan peningkatan aktivititas alfa
motor neuron, hal ini mengakibatkan tonus otot fleksor dan ekstensor pada
ekstremitas menjadi meningkat.11

5
2.4 Diagnosis Parkinson

Keadaan penderita pada umumnya diawali oleh gejala non spesifik yaitu
kelemahan umum, kekakuan pada otot, pegal-pegal atau kram otot, distonia fokal,
gangguan keterampilan, kegelisahan, gejala sensorik (parastesia) dan gejala
psikiatrik (ansietas atau depresi).
Gejala klinis utama sebagai gejala primer pada penyakit Parkinson
dikenal denganTrias Parkinson yaitu tremor, rigiditas dan bradikinesia.13,14
a. Tremor
Tremor merupakan gejala pertama yang timbul, dimulai dari satu tangan
kemudian diikuti oleh tungkai sisi yang sama. Kemudian sisi yang lain
juga mengalami tremor. Tremor yang terjadi adalah tremor pada saat
istirahat, dengan frekuensi 4-7 gerakan per detik. Tremor akan meningkat
sesuai dengan keadaan emosi dan hilang saat tidur.
b. Rigiditas
Rigiditas disebabkan oleh peningkatan tonus pada otot antagonis dan otot
dyskinesia dan terdapat pada kegagalan inhibisi aktivitas motorneuron
otot dyskinesia dan otot antagonis sewaktu gerakan. Meningkatnya
aktivitas alfamotoneuron pada otot dyskinesia dan otot antagonis
menghasilkan rigiditas yang terdapat pada seluruh luas gerakan dari
ekstremitas yang terlibat.
c. Bradikinesia
Gerakan akinesia menjadi lamban sehingga gerak asosiatif menjadi
berkurang misalnya: sulit bangun dari kursi, sulit mulai berjalan, lamban
mengenakan pakaian atau mengkancingkan baju, lambat mengambil
suatu obyek, bila berbicara gerak bibir dan lidah menjadi lamban.
Bradikinesia menyebabkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan
gerakan spontan berkurang sehingga wajah mirip topeng, kedipan mata
berkurang, menelan ludah berkurang sehingga ludah keluar dari mulut.
Bradikinesia merupakan hasil akhir dari gangguan integrasi dari impuls
optik sensorik, labirin, propioseptik dan impuls sensorik lainnya di
ganglia basalis. Hal ini mengakibatkan perubahan pada aktivitas refleks
yang mempengaruhi alfa dan gammamotoneuron.

6
Diagnosis penyakit Parkinson berdasarkan klinis dengan ditemukannya
gejala motorik utama antara lain tremor pada waktu istirahat,rigiditas,bradikinesia
dan hilangnya refleks postural.
Kriteria diagnosis yang dipakai di Indonesia adalah kriteria Hughes:10

- Possible dimana terdapat salah satu gejala utama yaitu tremor istirahat,
rigiditas, bradikinesia, kegagalan refleks postural
- Probable dimana bila terdapat kombinasi dua gejala utama (termasuk
kegagalan refleks postural) alternatif lain: tremor istirahat asimetris,
rigiditas asimetris atau bradikinesia asimetris.
- Definite dimana bila terdapat kombinasi tiga dari empat gejala atau dua
gejala dengan satu gejala lain yang tidak simetris (tiga tanda kardinal),
atau dua dari tiga tanda tersebut, dengan satu dari ketiga tanda pertama,
asimetris. Bila semua tanda-tanda tidak jelas sebaiknya dilakukan
pemeriksaan ulangan beberapa bulan kemudian.
Berat ringannya penyakit dalam hal ini digunakan stadium klinis
berdasarkan skala Hoehn danYahr yaitu:10
- Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan,
biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul
dapat dikenali orang terdekat (teman)
- Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/
cara berjalan terganggu
- Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu
saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang
- Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk
jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri,
tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya
- Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak
mampu berdiri dan berjalan walaupun dibantu.

7
2.5 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari parkinson adalah sindrom ekstrapiramidal.
Disfungsi pada sistem ekstrapiramidal dapat ditandai adanya gangguan tonus otot
(distonia) dan gangguan gerakan involunter (hyperkinesia, hipokinesia, akinesia).
Dua sindroma klinis ini disebabkan oleh penyakit neostriatum (hyperkinesia dan
hipotonia) dan penyakit substansia nigra (hipokinesia dan hipertonia).9
Sindrom hipokinesia hipertonia secara klasik ditemukan paralysis agitans
atau penyakit Parkinson yang ditandai dengan Akinesia, Rigor, Tremor,
Festinating movements (gerakan yang meningkat cepat dan tidak terkontrol),
terutama cara berjalan. Sedangkan sindrom hiperkinesia hipotonia terdiri dari
Atetosis, Korea, Spasmodi tortikolis dan dystonia torsi, Balismus. Kondisi lain
seperti palinfrasia, logokionia, plikinesia.9
2.6 Penatalaksanaan Parkinson
Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif yang berkembang
progresif dan penyebabnya tidak diketahui, oleh karena itu strategi
penatalaksanaannya adalah 1) terapi simptomatik, untuk mempertahankan
independensi pasien, 2) neuroproteksi dan 3) neurorestorasi, keduanya untuk
menghambat progresivitas penyakit Parkinson. Strategi ini ditujukan untuk
mempertahankan kualitas hidup penderita.10,14

2.6.1 Non Farmakologik


a. Terapi rehabilitasi14,15
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi
masalah-masalah sebagai berikut: abnormalitas gerakan, kecenderungan postur
tubuh yang salah, gejala otonom, gangguan perawatan diri (Activity of Daily
Living – ADL), dan perubahan psikologik. Latihan yang diperlukan penderita
Parkinson meliputi latihan fisioterapi, okupasi, dan psikoterapi.
Latihan fisioterapi meliputi : latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan
ekstensi trunkus, latihan frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki
padatanda-tanda di lantai, latihan isometrik untuk kuadrisep femoris dan otot
ekstensor panggul agar memudahkan menaiki tangga dan bangkit dari kursi.
Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian ADL pasien, pengkajian

8
lingkungan tempat tinggal atau pekerjaan. Dalam pelaksanaan latihan dipakai
bermacam strategi seperti strategi kognitif, strategi gerak, strategi keseimbangan.
Seorang psikolog diperlukan untuk mengkaji fungsi kognitif, kepribadian, status
mental pasien dan keluarganya. Hasilnya digunakan untuk melakukan terapi
rehabilitasi kognitif dan melakukan intervensi psikoterapi.
2.6.2 Terapi farmakologik
a. Obat pengganti dopamin
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit Parkinson. L-
dopa akan diubah menjadi dopamin pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik
asam amino dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-
5% dari L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya mengalami
metabolisme, mengakibatkan efek samping yang luas. Karena mekanisme
feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen. Carbidopa dan
benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah
metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik. Levodopa
mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan.

b. Agonis Dopamin
Agonis dopamine sepertiBromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax),
Pramipexol (Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan lisurid dianggap
cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan
merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan
reseptor dopamin secara progresif yang selanjutnya akan menimbulkan
peningkatan gejala Parkinson.

c. Antikolinergik
Obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan menghambat
aksi neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini mampu membantu
mengoreksi keseimbangan antara dopamin dan asetilkolin, sehingga dapat
mengurangi gejala tremor. Ada dua preparat antikolinergik yang banyak
digunakan untuk penyakit Parkinson, yaitu triheksifenidil (artane) dan
benzotropin (congentin). Preparat lainnya yang juga termasuk golongan ini adalah
biperidon (akineton), orphenadrine (disipal) dan procyclidine (kamadrin).

9
d. Penghambat Monoamin oxidase (MAO Inhibitor)
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga
berguna pada penyakit Parkinson karena neurotransmisi dopamin dapat
ditingkatkan dengan menghambat monoaminoksidase. Selegiline dapat pula
memperlambat memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi
levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk
mengendalikan gejala dari penyakit Parkinson yaitu untuk mengaluskan
pergerakan. Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan menginhibisi
monoamine oksidase B (MAO-B) sehingga menghambat perusakan dopamin yang
dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Biasa dipakai sebagai kombinasi dengan
gabungan levodopa-carbidopa.

e. Amantadin
Berperan sebagai pengganti 10yskines, tetapi bekerja di bagian lain otak.
Obat ini dulu ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui dapat
menghilangkan gejala penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala tremor,
bradikinesia, dan fatigue pada awal penyakit Parkinson dan dapat menghilangkan
diskinesia pada penderita Parkinson lanjut.

f. Penghambat Catechol 0-Methyl Transferase/COMT-I


Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Obat ini masih relatif baru,
berfungsi menghambat degradasi dopamin oleh enzim COMT dan memperbaiki
transfer levodopa ke otak. Mulai dipakai sebagai kombinasi levodopa saat
efektivitas levodopa menurun. Diberikan bersama setiap dosis levodopa. Efek
samping obat ini berupa gangguan fungsi hati, sehingga perlu diperiksa tes fungsi
hati secara serial.

g. Neuroproteksi
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang
diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen
neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids,
bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors.

2.5.3 Terapi pembedahan10,14

10
Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula
(neurorestorasi).

a. Terapi ablasi lesi di otak


Termasuk kategori ini adalah thalamotomy dan pallidotomy

Indikasi :

- Fluktuasi motorik berat yang terus menerus


- diskinesia yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan medik
Dilakukan penghancuran di pusat lesi di otak dengan menggunakan
kauterisasi. Efek operasi ini bersifat permanen seumur hidup dan sangat tidak
aman untuk melakukan ablasi di kedua tempat tersebut.

b. Deep Brain Stimulation (DBS)


Ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak yang
dihubungkan dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit dada seperti
alat pemacu jantung. Pada prosedur ini tidak ada penghancuran lesi di otak,
sehingga relatif aman. Manfaatnya adalah untuk mengendalikan fluktuasi motorik
dan diskinesia.

c. Transplantasi
Transplantasi yang berhasil dapat mengurangi gejala penyakit Parkinson
selama 4 tahun kemudian efeknya menurun 4–6 tahun sesudah transplantasi.
Teknik operasi ini sering terbentur bermacam hambatan seperti ketiadaan donor,
kesulitan prosedur baik teknis maupun perizinan.

11
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny.S
Alamat : Kerinci
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Usia : 55 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal dirawat : 11 oktober 2023

3.2 Anamnesa
Anamnesa : Allonamnesa Autoanamnesa

Keluhan Utama :
Gemetar pada tangan tangan kanan

Riwayat Penyakit Sekarang:


 Gemetar tangan kanan sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit. Gemetar
terjadi pada tangan kanan ketika beristirahat dan ketika digerakkan gemetar
akan berkurang. Pasien mengaku tangan kanan gemetar tanpa disadari dan
tidak terkendali. Sedangkan gemetar untuk tangan kiri tidak ada
 Pasien juga mengeluhkan sulit tidur sejak 2 tahun sebelum masuk RS.
 Perasaan sedih dan sering murung sejak 2 tahun sebelum masuk RS dan
pasien lebih sering termenung dan berdiam diri di rumah
 Keluarga mengatakan pasien memiliki riwayat ekspresi yang minimal, suara
menjadi kecil dan lambat
 Langkah kaki menjadi pendek-pendek dan kecil-kecil ketika berjalan
 Cara berjalan masih normal fan kehilangan keseimbangan serta mudah jatuh
tidak ada.
 Kaku pada kedua tangan dan kaki

12
 Mata menjadi jarang berkedip (-)
 Air liur yang sering keluar dari mulut tidak ada
 Gangguan dalam menulis tidak ada
 Keringat menjadi berlebihan tidak ada
 Menjadi pelupa tidak ada
 BAB dan BAK tidak ada keluhan

Riwayat Penyakit Dahulu

 Pasien rujukan dari RSUD Kerinci dengan diagnosis Parkinson disease dan
telah mendapat terapi levodopa 2 x 1 tablet dan triheksilfenidil 2 x 1 tablet.

 Riwayat penyakit jiwa dan pemakaian obat antipsikotik tidak ada.

 Riwayat hipertensi sebelumnya tidak ada. • Riwayat stroke sebelumnya tidak


ada

 Riwayat trauma kepala tidak ada.

 Riwayat infeksi otak tidak ada

 Riwayat tumor otak tidak ada

 Riwayat gangguan keseimbangan tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada

Riwayat Pribadi Sosial :

3.3 Pemeriksaan Fisik


1. UMUM
• Keadaan Umum : sedang

• Kesadaran : composmentis kooperatif (E4M6V5)

• Kooperatif : kooperatif

• Keadaan gizi : normoweight

13
• Nadi : 86 x/menit

• Irama : teratur

• Pernafasan : 20 x/menit

• Tekanan darah : 130/70 mmHg

• Suhu : 36,7

• Turgor kulit : baik

• Kulit dan kuku : pucat (-),sianosis(-)

• SpO2 : 98%

• Kelenjar Getah Bening


• Leher : tidak ditemukan pembesaran KGB
• Aksila : tidak ditemukan pembesaran KGB
• Inguinal : tidak ditemukan pembesaran KGB
Paru
• Inspeksi : simetris dam keadaan status dan dinamis
• Palpasi perkusi : taktil fremitus kiri sama dengan kanan
• Perkusi : sonor di kedua lapang paru
• Auskultasi : vesikular, ronki -/-, whezing -/-
Jantung
• Inspeksi : iktuskordis tidak terlihat
• Palpasi : iktuskordis teraba pada RIC 5 midclavicula sinistra
• Perkusi : batas jantung dalam batas normal
• Auskultasi : irama teratur, bising (-)
Abdomen
• Inspeksi : perut tidak tampak membuncit
• Palpasi : nyeri tekan (-) nyeri lepas (-)
• Perkusi : timpani
• Auskultasi : bising usus (+) N

2. STATUS NEUROLOGIKUS

14
A. Tanda Rangsangan Selaput Otak

• Kaku Kuduk : negatif

• Brudzinki I: negatif

• Brudzinki II : negatif
B. Tanda Kernig : negatif Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial
•Pupil : isokor

: Kanan 3 mm – kiri 3 mm

:reflek cahaya +/+

C. Pemeriksaan Nervus Kranialis

N I (Olfaktorius)

Penciuman Kanan Kiri

 Subjectif Normal Normal

 Objectif Dengan Bahan Normal Normal

N II (Opticus)

Pengelihatan Kanan Kiri

 Tajam Pengelihatan 5/5 5/5

 Melihat Warna Normal Normal

 Lapang Pandang Normal Normal

 Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N III (Okulomotorius)

Kanan Kiri

15
Bola Mata Simetris Simetris

Ptosis Tidak ada Tidak ada

Gerakan Bulbus Normal Normal

Strabismus Tidak ada Tidak ada

Nistagmus Tidak ada Tidak ada

Ekso/Endothalmus Tidak ada Tidak ada

Pupil Isokor Isokor

Bentuk Bulat Bulat

Refleks Cahaya + +

Reflek Akomodasi + +

Reflek Konvergensi + +

N IV (Troklearis)

Kanan Kiri

Gerakan Mata Kebawah Normal Normal

Sikap Bulbus Normal Normal

Diplopia Tidak ada Tidak ada

N VI (Abdusen)

Kanan Kiri

Gerakan Mata Kebawah Normal Normal

Sikap Bulbus Normal Normal

Diplopia Tidak ada Tidak ada

N V (Trigeminus)

16
Kanan Kiri

Motorik

• Membuka Mulut Normal Normal

• Menggerakan Rahang Normal Normal

• Menggigit Normal Normal

• Mengunyah Normal Normal

Sensorik

Divisi Opthalmica

 Reflek Kornea Normal Normal

 Sensibilitas Normal Normal

 Divisi Maksila

 Reflek Massester - -

 Sensibilitas + +

 Divisi Mandibula

 Sensibilitas + +

N VII (Fasialis)

Kanan Kiri

Raut Wajah Simetris Simetris

Sekresi air mata Normal Normal

Fisura palpebra Normal Normal

Menggerakkan dahi Simetris Simetris

Menutup mata Normal Normal

Mencibir/bersiul Normal Normal

Memperlihatkan gigi Normal Normal

Sensasi lidah 2/3 depan Normal Normal

Hiperakusis Tidak ada Tidak ada

17
N VIII (Vestibulokoklearis)

Kanan Kiri

Suara Berisik + +

Detik Arloji Tidak di lakukan Tidak dilakukan

Rinne Test Tidak dilakukan Tidsk dilakukan

Weber Test Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Scwabach Test Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Memanjang

Memendek

Nistagmus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

 Pendular

 Vertikal

 Siklikal

 Pengaruh Posisi Kepala Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N IX (Glosopharingeus)

Kanan Kiri

Sensasi Lidah 1/3 Belakang Normal Normal

Refleks Muntah/Gag Reflek Tidak Tidak


dilakukan dilakukan

N X (Vagus)

Kanan Kiri

18
Arkus Faring Simetris Simetris

Uvula Ditengah Ditengah

Menelan + +

Artikulasi + +

Suara Bicara la,bat volume Bicara lambat


mengecil volume mengecil

Nadi 87x/menit 87x/menit

N XI ( Acesorius)

Kanan Kiri

Menoleh Ke Kanan Normal Normal

Menoleh Ke Kiri Normal Normal

Mengangkat Bahu Normal Normal


N XII (Hipoglosus)

Kedudukan Lidah Dalam Normal Normal

Kedudukan Lidah Dijulurkan Normal Normal

Tremor Tidak ada Tidak ada

Fasikulasi Tidak ada Tidak ada

Atrofi Tidak ada Tidak ada

19
Pemeriksaan Kordinasi

Cara Berjalan Normal

Romberg Test Normal

Ataksia Normal

Rebound Phenomen Normal

Test Tumit Lutut Normal

Disartria Normal

Disgrafi Normal

Supinasi-Pronasi Normal

Test Jari Hidung Normal

Tes Hidung Jari Normal

Pemeriksaan Fungsi Motorik Badan

Respirasi Normal

Duduk Normal

Berdiri Dan Berjalan

Gerakan Spontan -

Tremor -

Atetosis -

Mioklonik -

Khorea -

20
Eksremitas

Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Baik Baik Baik Baik

Kekuatan 555 555 555 555

Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi

Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

Pemeriksaan Sensibilitas

Sensibilitas taktil Normal

Sensibilitas nyeri Normal

Sensibilitas termis Tidak dilakukan

Sensibilitas Tidak dilakukan

Sensibilitas kortikal Normal

Stereognosis Normal

Pengenalan 2 Titik Normal

Pengenalan Rabaan Normal

21
Sistem Refleks

Fisiologis Kanan Kiri

Kornea + +

Laring + +

Maseter _ _

Dinding Perut

Atas ++ ++

Tengah ++ ++

Bawah ++ ++

Biceps ++ ++

Triceps ++ ++

APR ++ ++

KPR ++ ++

Bulbokavernosus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Cremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Sfingter Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Patologis Kanan Kiri

Lengan

Hoffman-Tromner - -

Tungkai

Babinsky - -

Chaddoks - -

Oppenhem - -

Gordon - -

Schaeffer - -

Klonus paha

22
Klonus kaki

Fungsi otonom
 Miksi : dalam batas normal

 Defekasi : dalam batas normal

 Sekresi keringat : dalam batas normal

Fungsi Luhur

Kesadaran Tanda Dementia

Reaksi Bicara Normal Reflek Glabella -

Fungsi Intelek Normal Reflek Snout -

Reaksi Emosi Terganggu Reflek Menghisap -

Reflek Memegang -

Reflek -
Palmomental

23
3.4 Diagnosis

- Diagnosis Klinis : parkinson Disease stage 1

- Diagnosis Topik : substansia nigra Pars kompacta

- Diagnosis Etiologis : idiopatik

- Diagnosis Sekunder :-
Prognosa

Ad vitam : dubia ad bonam Ad functionam : dubia ad


bonam
Ad sanationam : dubia ad malam

3.5 Terapi

Umum/suportif :
 Edukasi mengenai perjalan klinis penyakit, tatalaksana, dan
perubahan gaya hidup
 Diet yang sehat berupa buah-buahan dan sayur-sayuran
 Fisioterapi (latihan regular untuk meringankan ketidaknyamanan
musculoskeletal)
Terapi Khusus :
 Carbidopa/Levadopa (25mg/100mg) 3 x 1 tab
 Tryhexilphenidil 3 x 2 mg
 Vitamin C 2 x 1 tab
 Sifrol (pramipexole) 3 x 0,125 mg

24
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien perempuan berusia 55 tahun datang dengan keluhan gemetar pada


tangan kanan. Gemetar di tangan kanan dialami pasien sejak 1 tahun sebelum
masuk rumah sakit. Gemetar terjadi pada tangan kanan ketika beristirahat dan
berkurang saat tangan digerakkan. Gemetar di tangan tanpa disadari oleh pasien
dan tidak dapat dikendalikan. Saat gemetar, pasien masih dalam keadaan sadar.
Gemetar hanya dialami pada tangan sebelah kanan saja. Gemetar atau tremor
merupakan salah satu gejala klinis dari parkinson. Sel-sel tremor lebih banyak
ditemukan pada nukleus ventrolateral talamus. Sel-sel talamus yang berada dalam
keadaan over-inhibisi akibat input GABA yang berlebihan mengalami keadaan
hiperpolarisasi. Pada fase ini, kanal kalsium terbuka dan terjadilah influks kalsim
ke dalam sel-sel talamus yang akhirnya memicu aktivitas osilasi sel tersebut, dan
memberikan input berupa gerakan spontan dan ritmis pada korteks serebri. Selain
itu, tremor juga dapat terjadi karena pada saat saat striatum kekurangan dopamin,
sehingga asetilkolin (Ach) menjadi tidak tertandingi, hal ini mengakibatkan otot
agonis dan antagonis bekerja secara cepat dan bergantian, mengakibatkan
terjadinya tremor.

Pasien juga mengeluhkan langkah kaki yang menjadi pendek-pendek dan


kecil-kecil saat berjalan. Ini merupakan gejala dari bradikinesia. Bradikinesia
dapat terjadi karena kurangnya input dopamin pada reseptor D1 di korpus striatum
yang menyebabkan berkurangnya produksi GABA ke Gpi/SNr, sehingga Gpi/SNr
mengeluarkan GABA dalam jumlah banyak ke thalamus, sehingga thalamus
terinhibisi untuk memberikan input ke korteks motorik. Pada reseptor D2,
kurangnya dopamin mengakibatkan produksi GABA ke Gpe meningkat, sehingga
proyeksi GABA dari Gpe ke STN berkurang dan produksi glutamat dari STN ke
Gpi/SNr meningkat. Gpi/SNr teraktivasi sehingga memproyeksikan banyak
GABA ke talamus yang mengakibatkan produksi glutamat dari talamus ke korteks
serebri berkurang. Inhibisi pada jaras thalamokortikal yang kemudian dilanjutkan
dengan penurunan aktivitas jaras kortikospinal inilah yang mengakibatkan
terjadinya bradikinesia/akinesia.

25
Pasien juga mengeluhkan kaku pada kedua tangan dan kakinya. Ini
merupakan gejala dari rigiditas. Rigiditas disebabkan oleh peningkatan tonus pada
otot antagonis dan otot dyskinesia dan terdapat pada kegagalan inhibisi aktivitas
motorneuron otot dyskinesia dan otot antagonis sewaktu gerakan. Meningkatnya
aktivitas alfamotoneuron pada otot dyskinesia dan otot antagonis menghasilkan
rigiditas yang terdapat pada seluruh luas gerakan dari ekstremitas yang terlibat.
Pada pemeriksaan fisik umum dan status neurologis didapatkan hasil
dalam batas normal. Pasien ditegakkan diagnosis Parkinson Disease Stage I.
Pasien didiagnosis parkinson karena terdapat kombinasi tiga dari empat gejala
atau dua gejala dengan satu gejala lain yang tidak simetris (tiga tanda kardinal),
atau dua dari tiga tanda tersebut, dengan satu dari ketiga tanda pertama, asimetris
yang mana pada pasien ini berupa tremor, bradikinesia dan rigiditas. Untuk
stadium klinis ditegakkan stadium atau stage I karena gejala dan tanda pada satu
sisi, terdapat gejala yang ringan, biasanya terdapat tremor pada satu anggota
gerak, gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat (teman) yang mana pada
pasien ini adalah anggota gerak kanan.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien berupa pemberian levodopa,
trihexipenidil dan pramipexole. Levodopa merupakan pengobatan utama untuk
penyakit Parkinson. L-dopa akan diubah menjadi dopamin pada neuron
dopaminergik oleh L-aromatik asam amino dekarboksilase (dopa dekarboksilase).
Walaupun demikian, hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki neuron dopaminergik,
sisanya mengalami metabolisme, mengakibatkan efek samping yang luas. Karena
mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen.
Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor, membantu
mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik.
Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan.

Agonis dopamine seperti Pramipexol dianggap cukup efektif untuk


mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor
dopamin, akan tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan reseptor dopamin
secara progresif yang selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala
Parkinson.

26
Triheksipenidil adalah obat anti kolinergik. Obat ini menghambat sistem
kolinergik di ganglia basal dan menghambat aksi neurotransmitter otak yang
disebut asetilkolin. Obat ini mampu membantu mengoreksi keseimbangan antara
dopamin dan asetilkolin, sehingga dapat mengurangi gejala tremor.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Rizek P, Kumar N, Jog MS. An update on the diagnosis and treatment of


Parkinson disease. CMAJ. 2016;188(16):1157–65.
2. DeMaagd G, Philip A. Parkinson’s disease and its management part 1 : Disease
entity, risk factors, pathophysiology, clinical presentation and diagnosis. P T.
2015;40(8):504–32.
3. Safitri I, Hidayati HB, Turchan A, Suhartati, Khaerunnisa S. Solanum
betaceum improves cognitive function by decreasing N- Methyl-D-aspartate
on Alzheimer rats model. Int J Appl Pharm. 2019;11(Special Issue 5):167–70.
4. Dahodwala N, Willis AW, Li P, Doshi JA. Prevalence and Correlates of Anti-
Parkinson Drug Use in a Nationally Representative Sample. Mov Disord Clin
Pract. 2016;4(3):335– 41.
5. Haddad F, Sawalha M, Khawaja Y, Najjar A, Karaman R. Dopamine and
levodopa prodrugs for the treatment of Parkinson’s disease. Molecules.
2018;23(1).
6. Levodopa - drug and medication information. US Natl Libr Med Natl Cent
Biotechnol Inf. 2020;
7. Prakash KM, Nadkarni N V., Lye WK, Yong MH, Tan EK. The impact of non-
motor symptoms on the quality of life of Parkinson’s disease patients: A
longitudinal study. Eur J Neurol.
8. Menon B, Nayar R, Kumar S, Cherkil S, Venkatachalam A, Surendran K, et al.
Parkinson’s disease, depression, and quality- of-life. Indian J Psychol Med.
2015;37(2):144–8.
9. Kalia L V., Lang AE. Parkinson’s disease. Lancet. 2015;386(9996):896–912
10. Noback CR, Strominger NL, Demarest RJ, Ruggiero DA. The Human Nervous
System Structure and Function. 6th Ed. Humana Press. Inc; 2005. p. 418-36
11. Kelompok Studi Gangguan Gerak Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (PERDOSSI). Buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan
Gangguan Gerak Lainnya. Jakarta: 2013. h.7-24
12. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. Edisi V. 2013. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.

28
13. Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology Selections from the Netter
Collection of Medical Illustrations. 2002.
14. Diagnosis and Treatment of Parkinson’s Disease: A Systematic Review of the
Literature. Agency for Healthcare Research and QualityU.S. Department of
Health and Human Services. Available in : www.arhq.gov cited: 2 Agustus
2015
15. Keus SHJ, Hendriks HJM, Bloem BR, Bredero-Cohen AB, Goede CJT,
Haaren M, et all. Clinical Practice Guidelines for Physical Therapy in Patients
with Parkinsons Disease. Royal Dutch Society for Physical Therapy. 2004:
(114) 5-13
16. Martono H., Soetedjo. Gangguan Neurologik Pada Usia Lanjut. Dalam:
Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI: 2010: 419-23.

29

Anda mungkin juga menyukai