STATUS EPILEPTIKUS
Oleh:
Preseptor
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
report session ini dengan judul Status Epileptikus. Shalawat dan salam
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr.
dr. Darwin Amir, Sp.S. (K) dan dr. Restu Susanti, Sp. S, M. Biomed sebagai
preseptor yang telah memberiksan bimbingan dan arahan dalam penyusunan Case
Case report session ini dibuat untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik
Ilmu Penyakit Saraf dan menambah wawasan mengenai diagnosis dan tatalaksana
Status Epileptikus. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk kesempurnaan dari
Penulis
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR..........................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................6
1.1 Latar Belakang....................................................................................6
1.2 Batasan Masalah.................................................................................7
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................7
1.4 Metode Penulisan...............................................................................7
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22
BAB IV DISKUSI................................................................................................33
DAFTAR TABEL
3
Tabel 2.1 Etiologi epilepsi menurut WHO tahun 2002.........................................13
Tabel 2.2 International classification epilepsi......................................................15
Tabel 2.3 OAE untuk status epileptikus konvulsi..................................................20
DAFTAR GAMBAR
4
Gambar 2.1 Algortime Penanganan Kasus Kejang Akut dan Status Konvulsif.............21
BAB 1
5
PENDAHULUAN
Epilepsi salah satu penyakit yang dapat menyerang semua umur. Epilepsi
satu penyakit neurologi yang paling sering ditemukan terutama pada masa
pediatri.1 Masa puncak terjadinya epilepsi adalah pada masa kanak kanak dan
Epilepsi berasal dari kata Yunani dan Latin, epilambanmein, yang berarti
serangan. Epilepsi sering dihubungkan dengan mitos, disebabkan oleh roh jahat.2
dimana terdapat pelepasan impuls yang berlebihan pada jaringan saraf otak.3
merupakan tanda suatu penyakit yang serius.4 Status epileptikus merupakan kejang
Status epileptikus masih memiliki etiologi yang tidak jelas pada 20%
infeksi pada susunan saraf pusat berbeda dari negara maju yang sering
belum ada. Sampai saat ini penggunaan obat golongan benzodiazepin digunakan
sebagai penggunaan obat lini pertama dan fenitoin sebagai lini kedua. Sedangkan
6
Evaluasi penyebab status epileptikus sangat penting karena salah satu yang
mempengaruhi prognosis.5
kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur, termasuk buku teks dan
makalah ilmiah.
BAB 2
7
TINJAUAN PUSTAKA
neurologi pediatri. Kata epilepsi berasal dari bahasa Yunani yang berarti
saraf otak dimana terdapat pelepasan impuls yang berlebihan pada jaringan saraf
otak.3 Epilepsi merupakan gangguan yang bersifat kronis yang ditandai dengan
adanya bangkitan kejang berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermiten
membagi pengertian epilepsi menjadi dua, yaitu definisi konseptual yaitu kelainan
sosial, sedangkan definisi operasional yaitu suatu penyakit otak yang ditandai
dengan minimal terdapat dua bangkitan tanpa provokasi atau dua bangkitan
refleks dengan jarak waktu antar bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24 jam.1
Epilepsi timbul secara spontan dan berkala. Seseorang dapat dikatakan
epilepsi apabila timbulnya kejang tanpa diprovokasi oleh apapun dan bersifat
America status epileptikus merupakan kejang yang terjadi secara terus menerus
selama lebih dari tiga puluh menit atau kejang berulang yang terjadi lebih dari tiga
puluh menit dimana tidak terdapat pemulihan kesadaran diantara kejang.4, 5 Status
8
epileptikus merupakan keadaan emergensi medis berupa kejang persisten atau
berulang yang dikaitkan dengan mortalitas tinggi dan kecacatan jangka panjang.5
terdapat 44 kasus baru per 100.000 populasi tiap tahun di Amerika Serikat. 3
epilepsi di bawah usia 20 tahun, dimana dua per tiga dari penderita epilepsi
dimulai pada masa satu tahun pertama kehidupan. Kejadian epilepsi semakin
100.000 populasi setiap tahun, sekitar 27 per 100.000 terjadi pada dewasa muda
dan 86 per 100.000 terjadi pada lanjut usia. Penelitian di Jerman ditemukan
kejadian 17,1 per 100.000 populasi tiap tahun. 5 Sekitar 10% - 12% pasien status
epileptikus terjadi pertama kali pada bayi dan anak. 4 Angka kematian status
sekitar 3%, dewasa mencapai 26%, dan orang tua mencapai 38%. Sedangkan
kelainan sistem.
Tabel 2.1 Etiologi epilepsi menurut WHO tahun 20026
Metabolik Hipoglikemia
Hipokalsemia
Ketidakseimbangan elektrolit
Hipomagnesimia
Hiperbilirubinemia
Uremia
9
Fenilketonuria
Porphyria
Infeksi
1. Intrakranial Meningitis
Ensefalitis
AIDS
Serebral malaria
Rabies
Cysticercosis
Encephalopathy
2. Ekstrakranial Febrile convulsion
Pertusis
Imunisasi pertusis
Tetanus
Trauma Trauma lahir
Trauma kepala
Trauma dingin (Cold Injury) pada bayi
baru lahir
Hipotermi
Anoxia Asfiksia sewaktu lahir
Bahan toksik Alkohol
Karbon monoksida
Obat-obatan ( penisilin, strychinine)
Plumbum
Organofosfat
Space-occupying lesion (SOL) Hemorrhage
Abses
Tumor
Tuberculoma
Cysticercosis
Toxoplasmosis
Gangguan peredaran darah Strok
Kelainan vascular
Krisis sel sabit
Oedema serebral Enselopati hipertensif
Eklampsia
Kelainan kongenital Hidrosefalus
Mikrosefali
Tuberous Sclerosis
Neurofibromatosis
Sturge-Webers syndrome
Penyakit degeneratif Niemann-Pick disease
Demensia
Selain itu, penyebab epilepsi dapat dibedakan menjadi 3, 7
a. Epilepsi primer; penyebab timbulnya epilepsi tidak diketahui, hingga saat
ini diduga akibat gangguan keseimbangan kimiawi di sel sel saraf otak
10
b. Epilepsi sekunder; penyebab timbulnya epilepsi diketahui, seperti kelainan
epileptikus dapat ditimbulkan oleh (1) infeksi dengan demam (52%) seperti
kejang demam, ensefalitis, meningitis (2) kelainan susunan saraf pusat kronik
(39%) seperti ensefalopati hipoksik iskemik dan serebral palsi (3) penghentian
1970. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan bentuk klinis kejang dan tampilan
Classification.
Tabel 2.2 International classification epilepsi3
Kejang umum (bilateral, 1. Tonik, klonik, atau tonik-klonik (grand
simetris, dan tanpa onset mal)
lokal 2. Absens (petit mal)
a. Dengan hanya penurunan kesadaran
b. Kompleks dengan brief tonic,
klonik, gerakan autonom
3. Lennox-Gastaut syndrome
4. Juvenile myoclonic epilepsy
5. Infantile spasms (West syndrome)
6. Kejang atonik (astatik, akinetik)
Kejang fokal atau parsial 1. Simpel (tanpa kehilangan kesadaran
(kejang dimulai lokal) atau perubahan fungsi luhur)
2. Kompleks (dengan perubahan
kesadaran)
a. Dimulai dari kejang parsial simpel
dan berlanjut ke perubahan
kesadaran
b. Perubahan kesadaran saat onset
Sindrom epilepsi khusus 1. Kejang mioklonik dan mioklonus
11
2. Reflex epilepsy
3. Afasia akuisita dengan gangguan
konvulsif
4. Febrile and other seizures pada anak
anak
5. Hysterical seizures
2.4.1 Kejang umum
Gangguan yang terjadi pada kedua belah hemisfer yang terjadi secara
serentak.6, 8
a. Kejang grand mal
Merupakan jenis kejang tonik-klonik dimana timbul fase tonik dan diikuti
dengan fase klonik.3 Pada kejang ini ditandai dengan fase ictal yaitu kontraksi
secara tonik otot respirasi dan laring. Ini dapat ditandai dengan sianosis. Setelah
itu diikuti dengan fase postictal yang ditandai dengan otot pasien akan menjadi
beramplitudo tinggi dengan polyspike discharge saat fase tonik, dan gelombang
amplitudo tinggi yang diantara gelombang terdapat slow-wave (spike and wave
pattern).6
b. Kejang absens (petit mal)
Kejang yang ditandai dengan kehilangan kesadaran yang singkat tanpa
gangguan postural. Umumnya terjadi pada masa anak anak dan awal remaja.
Biasanya diikuti dengan kelopak mata berkedip kedip atau pergerakkan tangan
disertai perubahan kesadaran, tetapi pasien dapat dengan segera pulih kesadaran.
Tampilan EEG menunjukkan gambaran spike and wave pattern yang
12
Kejang yang melibatkan hanya sebahagian otak. Dikatakan kejang parsial
simpel apabila tidak terjadi perubahan kesadaran saat kejang dan dikatakan kejang
Perbedaan jumlah ion inilah yang akan menimbulkan polarisasi pada membran.
daripada inhibisi maka akson akan terangsang dan timbul potensial aksi.2, 7
a. Mekanisme iktogenesis
b. Mekanisme epileptogensis
eksitasi glutamatergik.2
13
Perubahan fisiologis sistemik sering dihubungkan dengan status
memerlukan intervensi medis. Setelah tiga puluh menit timbul aktivitas kejang
kerusakan neuron.9
a. Fase 1: Kompensasi
b. Fase 2: Dekompensasi
14
Diagnosis didapatkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
2.7.1 Anamnesis
- Elektroensefalografi (EEG)
15
- Computed tomography (CT-Scan) atau Magnetic resonance imaging
(MRI) kepala
bahwa jalan nafas tidak terganggu, tekanan darah dan nadi perlu diobservasi.
intrakranial.5
dan hitung darah lengkap dan infus cairan isotonik. Selain itu pemberian
Sampai saat ini belum ada konsensus baku untuk penatalaksanaan status
epileptikus berkaitan dengan pemilihan obat dan dosis. Tetapi ada algoritme
16
( sebelum ke rumah 15 menit kemudian bila kejang masih berlanjut, atau
sakit) midazolam `0 mg diberikan intrabuccal (belum
tersedia di Indonesia)
Bila bangkitan masih berlanjut, terapi sebagai
berikut:
Status epileptikus dini Lorazepam (intravena) 0,1 mg/kgBB (dapat
diverikan 4 mg bolus, diulang satu kali 10-20 menit.
Berikan OAE yang biasa digunakan bila pasien
sudah pernah mendapat terapi OAE.
Bila bangkitan masih berlanjut terapi sebagai berikut
di bawah ini:
Status epileptikus Fenitoin i.v dosis 15-18 mg/kgBB dengan kecepatan
menetap pemberian 50 mg/menit dan/atau bolus fenobarbital
10-15 mg/kgBB i.v dengan kecepatan pemberian 100
mg/menit
Status epileptikus Anastesi umum dengan salah satu obat di bawah ini:
refrakter - Propofol1-2 mg/kgBB bolus, dilanjutkan 2-10
mg/kg/jam ditritasi naik sampai SE terkontrol
- Midazolam 0,1-0,2 mg/kg bolus, dilanjutkan
0,05-0,5 mg/kg/jam ditritasi naik sampai SE
terkontrol
- Tiopental sodium 3-5 mg/kg bolus, dilanjut 3-5
mg/kg/jam ditritasi naik sampai terkontrol
Setelah penggunaan 2-3 hari kecepatan harus
diturunkan karena saturasi pada lemak. Anestesi
dilanjutkan 12-24 jam setelah bangkitan klinis atau
ektografis terakhir, kemudian dosis diturunkan
perlahan.
17
Gambar 2.1 Algortime Penanganan Kasus Kejang Akut dan Status
Konvulsif5
Benzodiazepin
a. Diazepam
dapat menghentikan kejang pada sekitar 75% kasus. Pemberian dapat diberikan
secara intramuskular atau rektal, terdistribusi cepat ke seluruh tubuh dalam waktu
15 20 menit dan waktu paruh 24 jam. Efek samping yang timbul berupa depresi
b. Lorazepam
jam dengan dosis 4 8 mg. Lorazepam kurang larut dalam lemak dibandingkan
dengan diazepam sehingga terdistribusi ke seluruh tubuh butuh waktu dua hingga
18
tiga jam. Lorazepam mampu menghentikan kejang pada 75% - 80% kasus. Efek
c. Midazolam
reftakter berarti kejang yang sudah berlangsung lebih dari 60 menit dengan
Midazolam mampu melewati sawar darah otak dengan cepat dan durasi
yang singkat.
1. Agen antikonvulsan
a. Fenitoin
kejang umum sekunder dan kejang parsial. Selain itu fenitoin juga efektif untuk
kasus status epileptikus. Efek sedatif yang ditimbulkan minim, selain itu efek
samping yang ditimbulkan berupa aritmia dan hipotensi. Fenitoin tidak dicampur
b. Fosfenitoin
19
adalah 15 20 mg PE per kgBB dengan kecepatan 150 mg PE per menit,
kecepatan pemberian infus tiga kali lebih cepat dari fenitoin intravena.5
2. Barbiturat
a. Fenobarbital
adalah efek sedatif sehingga risiko aspirasi sangat besar. Efek lain berupa
b. Pentobarbital
kejadian hipotensi lebih tinggi terjadi pada pentobarbital yaitu 77% dibanding
3. Anestesi umum
a. Propofol
kurang dari satu menit. Efek anestesi timbul dengan pemberian intravena dosis 1
2 mg/kgBB, sangat efektif dan non toksik. Propofol dapat menyebabkan depresi
20
Pemberian jangka panjang dapat menimbulkan asidosis, aritmia jantung, dan
rabdomiolisis.6
berhenti. Apabila timbul kejang selama masa tappering off, maka pengobatan
kejang secara klinis maupun EEG. Jika kejang tidak timbul lagi, maka tappering
DAFTAR PUSTAKA
21
3. Victor M, editor (penyunting). Epilepsy and disorders of Consciousness.
Dalam : Ropper AH, Robert HB. Adams victors principles of neurology.
edisi 8th. United State : McGraw-Hill Companies. 2005, hal.271-301.
4. Pudjiadi Ah, editor (penyunting). Tatalaksana Kejang Akut dan Status
Epilepsi. Dalam : Pudjiadi AH, Badriul H, Setyo H, Nikmah SI, Ellen PG,
dan Eva DH. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Jakarta : IDAI. 2009, hal.310-4
5. Pudjiadi Ah, editor (penyunting). Tatalaksana Kejang Akut dan Status
Epilepsi. Dalam : Pudjiadi AH, Badriul H, Setyo H, Nikmah SI, Ellen PG,
dan Eva DH. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Jakarta : IDAI. 2009, hal.310-4
6. Rilianto, Beny. 2015. Evaluasi Manajemen Status Epileptikus. CDK.
42(10): 750-5
7. Rambe AS. 2010. Elektroensefalografi (EEG): Patofisiologi Timbulnya
Gelombang dan Beberapa Jenis Gelombang Normal pada EEG. Repository
USU.41(2): 15-30
8. Harsono. 2001. Epilepsi, Edisi 1, Gajah Mada University Press, Yogyakarta
9. Sirven J.I, dan Ozuna J. 2005. Diagnosing epilepsy in older adults and
geriatricts. 60(10):30-5
10. Chen JWY, Wasterlain CG. Status epilepticus: Pathophysiology and
managemenet in adults. Lancet Neurqology;6: 246-56
11. Setiaji A. Pengaruh Penyuluhan tentang Penyakit Epilepsi Anak Terhadap
Pengetahuan Masyarakat Umum. Universitas Diponegoro. 2014: 1-30
BAB 3
PRESENTASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. BR
Jenis kelamin : Laki - laki
Umur : 15 tahun
Suku bangsa : Mandailing
22
Alamat : Mandiliang
Pekerjaan : Pelajar
ANAMNESIS
Seorang pasien, Tn. BR, laki - laki, usia 15 tahun dirawat di bangsal
Neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 22 Agustus 2016 dengan:
23
Pasien tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol
Lahir normal, berat badan lahir 3000 gr, langsung menangis
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan umum
Keadaan umum : buruk
Kesadaran : sopor (E1M2V2)
Kooperatif : tidak kooperatif
Nadi/ irama : 60 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Suhu : 37,0 oC
Keadaan gizi : baik
Turgor kulit : baik
Kulit dan kuku : pucat (-), sianosis (-)
Kelenjar getah bening
Leher : tidak teraba pembesaran KGB
Aksila : tidak teraba pembesaran KGB
Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB
Torak
Paru
Inspeksi : normochest simetris kiri dan kanan
Palpasi : sulit dinilai
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari lateral LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : ireguler, bising (-) gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : perut tidak tampak membuncit
Palpasi : hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) N
Korpus vertebrae
Inspeksi : deformitas (-)
Palpasi : gibus (-)
Status neurologikus
1. Tanda rangsangan selaput otak
Kaku kuduk : (-)
Brudzinsky I : (-)
24
Brudzinsky II : (-)
Tanda Kernig : (-)
2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial
Pupil anisokor, diameter 5mm/3mm , reflek cahaya +/+
Muntah proyektil tidak ada
N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata Bulat Bulat
Ptosis Sulit dinilai Sulit dinilai
Gerakan bulbus Sulit dinilai Sulit dinilai
Strabismus Sulit dinilai Sulit dinilai
Nistagmus (-) (-)
Ekso/endotalmus (-) (-)
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Refleks cahaya (+) menurun (+)
Refleks akomodasi Sulit dinilai Sulit dinilai
Sulit dinilai Sulit dinilai
Refleks konvergensi
25
N. V (Abdusen) (sulit dinilai)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral
Sikap bulbus
Diplopia
N. VI (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut Sulit dinilai Sulit dinilai
Menggerakkan rahang Sulit dinilai Sulit dinilai
Menggigit Sulit dinilai Sulit dinilai
Sulit dinilai Sulit dinilai
Mengunyah
Sensorik
Divisi oftalmika
- Refleks kornea Sulit dinilai Sulit dinilai
- Sensibilitas Sulit dinilai Sulit dinilai
Divisi maksila
- Refleks masetter Sulit dinilai Sulit dinilai
- Sensibilitas Sulit dinilai Sulit dinilai
Divisi mandibula
- Sensibilitas Sulit dinilai Sulit dinilai
N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Plika
nasolabialis
kiri lebih
datar
Sekresi air mata (+) (+)
Fissura palpebra
Menggerakkan dahi Sulit dinilai Sulit dinilai
Menutup mata Sulit dinilai Sulit dinilai
Mencibir/ bersiul Sulit dinilai Sulit dinilai
Memperlihatkan gigi Sulit dinilai Sulit dinilai
Sensasi lidah 2/3 depan Sulit dinilai Sulit dinilai
Hiperakusis Sulit dinilai Sulit dinilai
N. VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik Tidak diperiksa Tidak diperiksa
26
Detik arloji Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Rinne tes Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Weber tes Tidak diperiksa
Schwabach tes Tidak diperiksa
- Memanjang
- Memendek
Nistagmus Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Pendular
- Vertikal
- Siklikal
Pengaruh posisi kepala Tidak diperiksa Tidak diperiksa
N. IX (Glossopharyngeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Refleks muntah (Gag Rx) (+) (+)
N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris Simetris
Uvula Simetris Simetris
Menelan Sulit dinilai Sulit dinilai
Suara Sulit dinilai Sulit dinilai
Nadi Iregular iregular
N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Sulit dinilai Sulit dinilai
Menoleh ke kiri Sulit dinilai Sulit dinilai
Mengangkat bahu ke Sulit dinilai Sulit dinilai
kanan
Mengangkat bahu ke kiri Sulit dinilai Sulit dinilai
N. XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Sulit dinilai Sulit dinilai
Kedudukan lidah dijulurkan Sulit dinilai Sulit dinilai
Tremor (-)
Fasikulasi (-)
Atropi (-)
4. Pemeriksaan koordinasi
27
Cara berjalan Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Romberg tes Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Ataksia Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Reboundphenomen Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Test tumit lutut Tidak diperiksa Tidak diperiksa
28
b.Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Lengan Babinski (-) (+)
Hoffmann- (-) (-) Chaddocks (-) (-)
Tromner
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
Tungkai (-) (-)
8. Fungsi otonom
- Miksi : baik
- Defekasi : baik
- Sekresi keringat : baik
9. Fungsi luhur : Baik
Kesadaran Tanda Dementia
Reaksi bicara Sulit dinilai Reflek glabella -
Fungsi intelek Sulit dinilai Reflek Snout -
Reaksi emosi Sulit dinilai Reflek menghisap -
Reflek memegang -
Reflek -
palmomental
Pemeriksaan laboratorium
Darah :
Rutin : Hb : 11,4 gr/dl
Leukosit : 9.840/mm3
Trombosit : 330.000/mm3
Hematokrit : 34%
Kimia Klinik : GDS 86 gr/l
Na / K 150 / 2,7
Ur / cr 26 / 0,4
29
EKG dengan hasil tanda LVH dengan VES bigemini
Diagnosis :
Diagnosis Klinis : status epileptikus
Diagnosis Topik : intrakranial (hemisfer serebri dekstra)
Diagnosis Etiologi : SOL ec susp. tumor intrakranial
Diagnosis Sekunder : Hipokalemia
Terapi :
- Umum : IVFD Asering 12jam/kolf
Elevasi kepala 30o
Oksigen 4l/menit
NGT
Kateter
- Khusus: Inj Fenitoin 3 x 75 mg
Inj Dexametason 4 x 5mg
Inj Ranitidin 2 x 50 mg
Inj Ibuprofen 3 x 100 mg
Asam folat 2 x 5 mg oral
30
Follow up
Senin, 22 Agustus 2016
S/ Penurunan kesadaran (+)
Demam (-) kejang (-)
O/
KU Kesadaran TD Nadi Nafas T
Berat sopor 120/70 64 20 37oC
SI : Rh -/- wh -/-
SN : GCS E1M2V2
TRM (-) TIK (+)
Pupil anisokor diameter 5 mm/ 3 mm
Motorik : lateralisasi ke kiri
Sensorik : rangsangan cahaya (+)
A/ status epileptikus (dalam perbaikan)
SOL ec susp. tumor intrakranial
P/ inj. Fenitoin 3 x 35mg
Asam folat 2 x 5 mg oral
Inj. Dexametason 4 x 5 mg
Inj. Ranitidin 2 x 50 mg
Inj. Ibuprofen 3 x 100 mg
BAB 3
DISKUSI
dekstra, diagnosis etiologi SOL ec susp tumor intrakranial, dan diagnosis sekunder
31
hipokalemia. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
sebelum masuk rumah sakit, frekuensi kejang lebih dari sepuluh kali, lama kejang
10 detik, kejang diawali dengan kaku pada tangan dan kaki kiri selama lebih
kurang 10 detik diikuti dengan kejang seluruh tubuh lebih kurang 30 detik, terjadi
tiba-tiba sewaktu pasien sedang istirahat. Pada saat kejang, mata melihat ke kiri,
mulut berbuih, serta mengompol saat kejang. Pasien tidak sadar selama kejang di
antara dan setelah kejang. Berdasarkan pengertian status epileptikus, pasien ini
dapat diarahkan ke status epileptikus karena kejang berulang kali dan berlangsung
Pasien pernah mengalami lemah anggota gerak kanan 2 bulan yang lalu
diikuti dengan kejangg berulang. Pasien pernah dirawat selama 1 minggu, pulang
dengan keadaan sadar, jalan dengan menyeret kaki kanan, dan kontrol tidak
teratur. Pasien pernah dilakukan CT Scan dengan hasil terdapat infark di temporal
Selain itu ditemukan nadi iregular frekuensi 60 kali per menit. Pada kasus ini,
5mm/3mm. Pada kasus ini dicurigai terdapat kelainan pada susunan saraf pusat
yang menjadi faktor pencetus timbulnya epilepsi. Salah satunya adalah space-
occupying lesion (SOL). Epilepsi ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang
32
dapat mencetuskan kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis
Dari hasil kimia darah ditemukan hipokalemia pada pasien. Selain itu,
lateral. Terdapat midline shift ke sisi kanan sejauh 3 mm. Tampak infark infark di
temporal kanan. Dari hasil CT Scan didapatkan kelainan pada serebral dekstra
yaitu berupa SOL. SOL merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya bangkita
umum yang diberikan pada pasien saat ini adalah Inj Fenitoin 3 x 75 mg, inj
Dexametason 4 x 5mg, inj Ranitidin 2 x 50 mg, inj Ibuprofen 3 x 100 mg, dan
33