Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KEJANG DEMAM

Disusun Oleh:
1. Friska Ramadhanti (144011926024)
2. Ike Alin Marlina (144011926026)
3. Jeni Aedyana (144011926028)
4. Juni Sulastri (144011926029)
5. Lia Pitriani (144011926030)
6. M. Paizal (144011926031)
7. M. Ridho Anugerah (144011926032)

DOSEN PEMBIMBING : Lily Marleni, S.Kep.,M.Kes.

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


SITI KHADIJAH PALEMBANG

TAHUN AJARAN : 2020/2021


Kata Pengantar
‫الرَّ حِيم الرَّ حْ َم ِن هَّللا ِ ِبسْ ِم‬

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah ini bisa selesai pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan membahas
mengenai “Kejang Demam”.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami sadar masih banyak kekurangan didalam penyusunan
makalah ini, karena keterbatasan pengetahuan serta pengalaman kami. Untuk itu kami
begitu mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

i
Daftar Isi

Kata Pengantar.................................................................................................................i
Daftar Isi..........................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................2

BAB II
A. Laporan Pendahuluan
1. Definisi......................................................................................................3
2. Anatomi Fisiologi......................................................................................3
3. Etiologi......................................................................................................4
4. Manisfestasi Klinis....................................................................................5
5. Patosfisiologi.............................................................................................5
6. Komplikasi.................................................................................................6
7. Pemeriksaan Diagnostik............................................................................6
8. Penatalaksanaan Medis Keperawatan........................................................7

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian.................................................................................................8
2. Diagnosa Keperawatan............................................................................10
3. Intervensi Keperawatan...........................................................................11
4. Implementasi Keperawatan.....................................................................14
5. Evaluasi Keperawatan.............................................................................14

BAB III
Kesimpulan...........................................................................................................15
Daftar Pustaka...............................................................................................................16

ii
BAB I

1. Latar Belakang
Kejang demam merupakan penyebab kejang tersering pada anak. Kejang
demam secara umum didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada anak
usia 6 bulan sampai 5 tahun, serta berhubungan dengan kenaikan suhu tubuh yaitu
suhu yang melebihi 380C. Kejang ini disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial. 1,2
Apabila kejang demam terjadi pada usia kurang dari 6 bulan, maka harus dipikirkan
penyebab lain seperti infeksi susunan saraf pusat maupun epilepsi yang terjadi
bersamaan dengan demam.3
Kejang demam memiliki prevalensi yang berbeda di tiap negara, di
AmerikaSerikat, Amerika Selatan, danEropa Barat prevalensi kejang demam berkisar
antara 2%-5%. Prevalensi lebih tinggi ditunjukkan oleh negara di Asia yaitu, India
berkisar 5%-10% dan Jepang 8,3%-9,9%. Kejadian kejang demam tertinggi terjadi di
Guam dengan prevalensi sebesar 14%.2 Menurutparaahli 2%- 5% anakdi bawah 5
tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam. Kejadian paling banyak terjadi
pada usia 6 bulan sampai dengan 22 bulan, dimana kejadian tertinggi terjadi pada usia
18 bulan.
Belum ada data terbaru mengenai kejang demam secara nasional. Namun
berdasarkan data Departemen Kesehatan tahun 2013, angka kejadian kejang demam
berkisar 2%-3%. Sedangkan berdasarkan data di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun
2014-2017 terdapat sebanyak 394 kasus kejang demam di Instalasi Rawat Inap Anak.
Kejang demam dapat terjadi pada anak antara usia 6 bulan sampai dengan 7 tahun,
dan 50% diantaranya terjadi antara usia 1 sampai dengan 2 tahun. Penyebab kejang
demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan akut yang mencapai 80% dari
seluruh anak yang mengalami kejang demam. Insiden kejang demam pada anak laki-
laki lebih sering dibandingkan pada anak perempuan dengan rasio 1,1:1 hingga 2:1.
Faktor utama terjadinya kejang demam adalah demam. Demam diartikan
sebagai suhu tubuh yang melampaui batas normal, yang dapat disebabkan oleh
kelainan pada otak ataupun disebabkan bahan-bahan toksik yang memengaruhi pusat
pengaturan suhu tubuh. Demam yang tinggi dapat merangsang terjadinya kejang.
Peningkatan suhu tubuh dapat memengaruhi nilai ambang kejang dan eksitabilitas

1
neural karena berpengaruh pada kanal ion, metabolism seluler, serta produksi
adenosine triphosphate (ATP).
Kejang demam dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu kejang demam sederhana
(80%) dan kejang demam kompleks (20%). Kejang demam sederhana berdurasi tidak
lebih dari 15 menit, bersifat umum, bentuk kejang berupa tonik atau klonik, akan
berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal, dan tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Sedangkan kejang demam kompleks durasinya lebih dari 15 menit, fokal atau kejang
umum didahului kejang parsial, serta berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam.

2. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami kejang demam?

2
BAB II

A. LAPORAN PENDAHULUAN
(EPILEPSI)

1. Definisi
Epilepsi adalah gangguan kejang kronik dengan kejang berulang yang
terjadi dengan sendirinya. Yang memerlukan pengobatan jangka
panjang( Hockenberry, 2008)
Insiden epilepsi di dunia berkisar antara 33-198 tiap 100.000 penduduk
tiap tahunnya. Insiden ini tinggi pada negara-negara berkembang karena faktor
resiko untuk terkena kondisi maupun penyakit yang akan mengarahkan pada
cedera otak adalah lebih tinggi dibanding negara industri. (WHO, 2006)
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang
berulang akibat lepasnyamuatan listrik otak yang berlebihan dan bersifat
reversibel (Tarwoto, 2007)
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-
gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan
lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan
berbagai etiologi.

2. Anatomi Fisiologi

Gambar StrukturSerebrum
( Jastremski, 2013 )

3
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak), terdiri atas semua bagian Sistem
Saraf Pusat (SSP) diatas korda spinalis. Secara anatomis terdiri dari cerebrum (otak besar),
cerebellum (otak kecil), brainstem ( batang otak) dan limbic system (sistem limbik).
Cerebrum merupakan bagian terbesar dan teratas dari otak yang terdiri dari dua
bagian, yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan. Otak besar terdiri atas corteks (permukaan
otak), ganglia basalis, dan sistem limbik. Kedua hemisfer kiri dan kanan dihubungkan oleh
serabut padat yang disebut dengan corpus calosum. Setiap hemisfer dibagi atas 4 lobus, yaitu
lobus frontalis (daerah dahi), lobus oksipitialis (terletak paling belakang), lobus parietalis dan
lobus temporalis.
Cerebellum berada pada bagian bawah dan belakang tengkorak dan melekat pada otak
tengah. Hipotalamus mempunyai beberapa pusat (nuklei) dan Thalamus suatu struktur
kompleks tempat integrasi sinyal sensori dan memancarkannya ke struktur otak diatasnya,
terutama ke korteks serebri. Brainsteam (batang otak) terletak diujung atas korda spinalis,
berhubungan banyak dengan korda spinalis. Batang otak terdiri atas diensefalon ( bagian
batang otak paling atas terdapat diantara cerebellum dengan mesencephalon, mesencephalon
(otak tengah), pons varoli ( terletak di depan cerebellum diantara otak tengah dan medulla
oblongata), dan medulla oblongata bagian dari batang Universitas Sumatera Utara otak yang
paling bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis.( Jastremski, 2013 )

3. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi menurut (Tarwoto, 2007) sebagian besar belum
diketahui (Idiopatik) Sering terjadi pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama, ialah
 idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE), epilepsi simtomatik akut,
dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat
peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi
menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat
4
banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan
prognosis yang baik dan yang buruk.

4. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik menurut Riyadi, 2011 dapat berupa kejang-kejang,
gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan :
 Kelainan gambaran EEG
 Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen
 Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik
(Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men cium bau-
bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala
dan sebagainya)

5. Patofisiologi

Menurut para penyelidik bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi berasal dari
sekumpulan sel neuron yang abnormal di otak, yang melepas muatan secara
berlebihan dan hypersinkron. Kelompok sel neuron yang abnormal ini, yang disebut
juga sebagai fokus epileptik mendasarisemua jenis epilepsi, baik yang umum maupun
yang fokal (parsial). Lepas muatan listrik ini kemudian dapat menyebar melalui jalur-
jalur fisiologis-anatomis dan melibatkan daerah disekitarnya atau daerah yang lebih
jauh letaknya di otak.

Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan bangkitan
epilepsi klinik, walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron
diserebellum di bagian bawah batang otak dan di medulla spinalis, walaupun mereka
dapat melepaskan muatan listrik berlebihan, namun posisi mereka menyebabkan tidak
mampu mencetuskan bangkitan epilepsi. Sampai saat ini belum terungkap dengan
pasti mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel neuron untuk melepas muatan secara
sinkron dan berlebihan (mekanisme terjadinya epilepsi).(Suzanne C, 2017)

5
6. Komplikasi
Kerusakan otak akibat hipeksia dan retardasi mental dapat timbul akibat
kejang yang berulangdapat timbul depresi dan keadaan cemas.( Elizabeth, 2001 :
174 )

7. Pemeriksaan Diagnostik
 Pungsi Lumbar
Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang
ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan
meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada
bayi.(Smeltzer, 2011)
1. Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher)
2. Mengalami complex partial seizure
3. Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam
48 jam sebelumnya)
4. Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)
5. Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk
hingga sekitar 1 jam setelah kejang demam adalah normal.
 EEG (electroencephalogram)
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti
ketidaknormalan gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk
dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit
(kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa
EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau
sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa
demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran
gelombang yang abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak
bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demamatau risiko
epilepsi.
 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium,
fosfor, magnsium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang
demam pertama. Pemeriksaan laboratoriumharus ditujukan untuk mencari

6
sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.
8. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Untuk penatalaksanaan pada khususnya penderita setelah menjalani tindakan
operasi debridement yaitu termasuk tindakan perawatan dalam jangka panjang.
1. Medis (Sugondo, 2019)
Penatalaksaan secara medis sebagai berikut :
- Obat hiperglikemik Oral
- Insulin
a. Ada penurunan BB dengandrastis
b. Hiperglikemiberat
c. Munculnya ketoadosis diabetikum
d. Gangguan pada organ ginjal atau hati.
- Pembedahan
Pada penderita ulkus DM dapat juga dilakukan pembedahan yang
bertujuan untuk mencegah penyebaran ulkus ke jaringan yang masih sehat,
tindakannya antaralain:
Debridement : pengangkatan jaringan mati pada luka ulkusdiabetikum.
Amputasi
Keperawatan(Smelzer & Bare,2015)
Dalam penatalaksaan medis secara keperawatan yaitu :
a. Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan dilakukan bertujuan sebagai edukasi bagi
penderita ulkus dm supaya penderita mampu mengetahui tanda
gejala komplikasi pada dirinya dan mampu menghindarinya.
b. Nutrisi
Nutrisi disini berperan penting untuk penyembuhan luka
debridement, karena asupan nutrisi yang cukup mampu mengontrol
energy yang dikeluarkan.

7
B. Asuhan Keperawatan ( Teoritis )

1. Pengkajian
Fase pengkajian merupakan sebuah komponen utama untuk
mengumpulkan informasi, data, menvalidasi data, mengorganisasikan data,
dan mendokumentasikan data. Pengumpulan data antara lain meliputi:
a. Biodata
- Identitas Pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, agama, suku, alamat,status, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, diagnosemedis)
- Identitas penanggung jawab (nama,umur,pekerjaan, alamat,
hubungan denganpasien)
b. Riwayatkesehatan
- Keluhan utama , biasanya keluhan utama yang dirasakan pasien
saat dilakukan pengkajian. Pada pasien post debridement ulkus
kaki diabetik yaitu nyeri 5 – 6 (skala 0 - 10)
- Riwayat kesehatansekarang, Data diambil saat pengkajian berisi
tentang perjalanan penyakit pasien dari sebelum dibawa ke IGD
sampai dengan mendapatkan perawatan dibangsal.
- Riwayat kesehatandahulu, adakah riwayat penyakit terdahulu
yang pernah diderita oleh pasien tersebut, seperti pernah
menjalani operasi berapa kali, dan dirawat di RS berapakali.
- Riwayat kesehatankeluarga
Riwayat penyakit keluarga , adakah anggota keluarga dari pasien
yang menderita penyakit Diabetes Mellitus karena DM ini
termasuk penyakit yang menurun.
c. Pola FungsionalGordon
- Pola persepsi kesehatan: adakah riwayat infeksi
sebelumnya,persepsi pasien dan keluarga mengenai pentingnya
kesehatan bagi anggotakeluarganya.
- Pola nutrisi dan cairan : pola makan dan minum sehari – hari,
jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi, jeni makanan
dan minuman, waktu berapa kali sehari, nafsu makan menurun /
tidak, jenis makanan yang disukai, penurunan beratbadan.

8
- Pola eliminasi : mengkaji pola BAB dan BAK sebelum dan
selama sakit , mencatat konsistensi,warna, bau, dan berapa kali
sehari, konstipasi,beser.
- Pola aktivitas dan latihan : reaksi setelah beraktivitas (muncul
keringat dingin, kelelahat/ keletihan), perubahan pola nafas
setelah aktifitas, kemampuan pasien dalam aktivitas
secaramandiri.
- Pola tidur dan istirahat : berapa jam sehari, terbiasa tidur siang,
gangguan selama tidur (sering terbangun), nyenyak, nyaman.
- Pola persepsi kognitif : konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan
mengetahui tentangpenyakitnya.
- Pola persepsi dan konsep diri : adakah perasaan terisolasi diri
atau perasaan tidak percaya diri karenasakitnya.
- Pola reproduksi danseksual
- Pola mekanisme dan koping : emosi, ketakutan terhadap
penyakitnya, kecemasan yang muncul tanpa alasan yang jelas.
- Pola hubungan : hubungan antar keluarga harmonis, interaksi ,
komunikasi, carberkomunikasi.
- Pola keyakinan dan spiritual : agama pasien, gangguan beribadah
selama sakit, ketaatan dalam berdo’a dan beribadah.
d. PemeriksaanFisik
1. Keadaanumum
Penderita post debridement ulkus dm biasanya timbul nyeri
akibat pembedahanskala nyeri (0 - 10), luka kemungkinan
rembes pada balutan. Tanda-tanda vital pasien (peningkatan
suhu, takikardi), kelemahan akibat sisa reaksi obat anestesi.
2. Sistempernapasan

Ada gangguan dalam pola napas pasien, biasanya pada


pasien post pembedahan pola pernafasannya sedikit
terganggu akibat pengaruh obat anesthesia yang diberikan
di ruang bedah dan pasien diposisikan semi fowler untuk
mengurangi atau menghilangkan sesaknapas.

9
3. Sistemkardiovaskuler

Denyut jantung, pemeriksaan meliputi inspeksi, palpasi,


perkusi dan auskultasi pada permukaan jantung, tekanan
darah dan nadi meningkat.
4. Sistempencernaan

Pada penderita post pembedahan biasanya ada rasa mual


akibat sisa bius, setelahnya normal dan dilakukan
pengkajian tentang nafsu makan, bising usus, beratbadan.
5. Sistemmusculoskeletal

Pada penderita ulkus diabetic biasanya ada masalah pada


sistem ini karena pada bagian kaki biasannya jika sudah
mencapai stadium 3 – 4 dapat menyerang sampai otot. Dan
adanya penurunan aktivitas pada bagian kaki yang terkena
ulkus karena nyeri post pembedahan.
6. Sistemintregumen

Turgor kulit biasanya normal atau menurun akibat input dan


output yang tidak seimbang. Pada luka post debridement
kulit dikelupas untuk membuka jaringan mati yang
tersembunyi di bawah kulittersebut.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi b/d proses penyakit (infeksi bakteri salmonella typhosa).
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan sekresi yang tertahan.
3. Resikogangguan integritas jaringan b/d neuropati perifer d/d kerusakan jaringan
dan/atau lapisan kulit, nyeri, perdarahan, kemerahan, dan hematoma.

10
3. Intervensi Keperawatan

NO SDKI SLKI SIKI


1. 1. Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan
Manajemen Hipertermia :
dengan proses asuhan keperawatan
a) Monitor suhu tubuh.
penyakit (infeksi selama 3 x 2 jam.b) Sediakan lingkungan yang
bakteri salmonella
Diharapkan dingin.
typhosa)
termoregulasi membaik
c) Longgarkan atau lepaskan
dengan kriteria hasil : pakaian.
Termoregulasi d) Basahi dan kipasi permukaan
1. Menggigil menurun tubuh .
2. Kulit merahe) Berikan cairan oral.
menurun. 3. Pucatf) Anjurkan tirah baring.
menurun. g) Kolaborasi pemberian cairan
4. Suhu tubuh dan elektrolit intravena.
membaik. 5. Suhu kulitRegulasi Temperatur :
membaik. 6.Tekanan1. Monitor tekanan darah,
darah membaik. frekuensi pernafasan dan
nadi.
2. Monitor suhu tubuh anak tiap
dua jam, jika perlu.
3. Monitor warna dan suhu kulit.
4. Tingkatkan asupan cairan dan
nutrisi yang adekuat. 5.
Kolaborasi pemberan
antipiretik, jika perlu.
2. 2. Bersihan jalan Kritia hasil untuk 1. Latihan batuk Efektif:
nafas tidak efektif mengukur penyelesaian a. Identifikasi kemampuan
b/d bersihan jalan dari diagnosis setelah batuk
napas tidak efektif dilakukan asuhan b. Monitor adanya retensi
berhubungan keperawatan selama 3 x sputum

11
dengan sekresi 24 jam, diharapkan c. Atur posisi semi fowler
yang tertahan status pernafasan: atau fowler
bersihan jalan nafas d. Pasang perlak dan bengkok
dapat ditingkatkan, di pangkuan pasien
dengan kriteria hasil: e. Buang sekret pada tempat
1. Batuk efektif (skala 5 sputum
meningkat) f. Jelaskan tujuan dan
2. Produksi sputum prosedur batuk efektif
(skala 5; menurun) 2. Manajemen jalan napas:
3. Mengi (skala 5; a. Monitor bunyi napas
menurun) tambahan (mis. gurgling,
4. Wheezing (skala 5; mengi, wheezing, ronkhi
menurun) kering)
5. Dyspnea (skala 5; b. Monitor sputum (jumlah,
menurun) warna, aroma
6. Ortopnea (skala 5; 3. Pemantauan Respirasi:
menurun) a. Monitor kemampuan batuk
7. Sulit bicara (skala 5; efektif
menurun) b. Monitor adanya produksi
sputum
c. Monitor adanya sumbatan
jalan napas

3. 3. Resikogangguan Setelah dilakukan Observasi:


integritas jaringan intervensi keperawatan 1. Monitor tingkat
b/d neuropati selama 3 x 24 jam, kesadaran, batuk, muntah,
perifer d/d maka Resiko aspirasi dan kemampuan menelan;
kerusakan jaringan tidak terjadi dengan, 2. Monitor status pernafasan;
dan/atau lapisan kriteria hasil: 3. Monitor bunyi nafas,
kulit, nyeri,
- Kontrol Mual / Muntah. trutama setelah makan dan

12
perdarahan, – Kontrol Risiko. minum;
kemerahan, dan – Status Menelan. 4. Periska residu gaster
hematoma – Status Neurologis sebelum member asupan oral;
dan
5. Periksa kepatenan selang
nasogastrik sebelum memberi
asupan oral.
Teraupetik:
1. Posisikan semi Fowler (30
− 400 ) 30 menit sebelum
member asupan oral;
2. Pertahankan posisi semi
fowler (30 − 400 ) pada
pasien tidak sadar;
3. Pertahankan kepatenan
jalan nafas (misal: teknik
head tilt chin, jaw thrust, in
line);
4.Pertahankan pengembangan
balon Endotracheal tube
(ETT);
5. Lakukan penghisapan jalan
nafas, jika produksi secret
meningkat;
6. Sediakan suction
diruangan;
7. Hindari member makan
melalui selang nafas;
8. Berikan makanan dengan
ukuran kecil atau lunak;
9. Berikan obat oral dalam
bentuk cair.
Edukasi:
1. Ajarkan makan secara
13
perlahan;
2. Ajarkan strategi mencegah
aspirasi; dan
3. Ajarkan teknik mengunyah
atau menelan, jika perlu

4. Implementasi Keperawatan

Tindakan keperawatan (implementasi) adalah katagori dari prilaku keperawatan


di mana yang di perlukan untukmencapai tujuan dan hasil yang di perkirakan dari
asuhan keperawatn yang di lakukan dan di selesaikan . implementasi mencakup
melakukan, membantu, mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari,
memberkan asuhan keperawtan untuk tujuan yang berpusat kepada klien (Darto
suharso 2013).

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah respon pasien terhadap tindakan dan kemajuan mengarahkan


pencapaian hasil yang di harapkan. Aktivitas ini berfungsi sebagai umpan balik dan
bagian control proses keperawatan, melalui status pernyataan diagnostic pasien
secara individual di nilai untuk diselesaikan, di lanjutkan, atau memerlukan perbaikan
(Darto suharso 2013).

14
BAB III

Kesimpulan

Kejang demam merupakan penyebab kejang tersering pada anak. Kejang demam
secara umum didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada anak usia 6
bulan sampai 5 tahun, serta berhubungan dengan kenaikan suhu tubuh yaitu suhu yang
melebihi 380C.

Faktor utama terjadinya kejang demam adalah demam. Demam diartikan sebagai
suhu tubuh yang melampaui batas normal, yang dapat disebabkan oleh kelainan pada
otak ataupun disebabkan bahan-bahan toksik yang memengaruhi pusat pengaturan suhu
tubuh.

Penyebab pada kejang epilepsi :


1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah
Diagnosa yang muncul pada pasien dengan kejang demam:
1. Hipertermi b/d proses penyakit (infeksi bakteri salmonella typhosa).
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan sekresi yang tertahan.
3. Resikogangguan integritas jaringan b/d neuropati perifer d/d kerusakan
jaringan dan/atau lapisan kulit, nyeri, perdarahan, kemerahan, dan hematoma.

15
DAFTAR PUSTAKA

Hockenberry, 2008. Pengertian Epilepsi. Online : 24 Maret 2021. 23.00

WHO, 2006. Pengertian Diabetes Epilepsi. Online : 24 Maret 2021. 23.00

Jastremski, 2013. Anatomi fisiologis Serebrum. Online : 24 Maret 2021. 23.03

Suzanne C, 2017. Patoflow Epilepsi. Online : 26 Maret 2021. 21.33

Riyadi, 2011. Etiologi Epilepsi. Online : 24 Maret 2021. 23.00

Suzanne C, 2017. Manifestasi Klinik Epilepsi. Online : 24 Maret 2021. 23:05

Smeltzer, 2011. Pemeriksaan Epilepsi. Online : 24 Maret 2021. 23.30

16

Anda mungkin juga menyukai