Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat
menambah pengetahuan khususnya bagi kami dan juga pembaca pada umumnya.
Aamiin ya robbal ‘alamin.
Akhir kata dengan segala ketulusan, kami mohon maaf apabila ada
kesalahan dan kelemahan dalam makalah ini.
Tim Penyusun
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
yang sudah ada. Kajian mengenai konsekuensi kesehatan perlu memperhatikan
konteks budaya dan sosial masyarakat.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perspektif Transkultural dalam Keperawatan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia budaya adalah pikiran, akal budi, adat
istiadat atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sulit diubah.
Transkultural mengandung arti lintas budaya dimana budaya yang satu dapat
mempengaruhi budaya yang lain. Budaya merupakan salah satu perwujudan atau
bentuk interaksi yang nyata sebagai manusia yang bersifat sosial. Pola kehidupan
yang berlangsung lama, diulang terus menerus merupakan internalisasi dari nilai-
nilai yang mempengaruhi pembentukan karakter pola pikir, pola interaksi perilaku
yang memiliki pengaruh pada pendekatan intervensi keperawatan. Salah satu teori
yang diungkapkan pada middle range theory adalah Transcultural Nursing Theory
(Leininger, 1978). Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan
dikembangkan dalam konteks keperawatan. Dasar teori adalah pemahaman
tentang adanya perbedaan nilai-nilai kultural yang melekat dalam masyarakat.
Leininger beranggapan penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan
nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien oleh perawat, bila
tidak terjadi cultural shock. Cultural shock akan dialami klien ketika kondisi
perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan
ini menyebabkan munculnya rasa ketidakberdayaan dan beberapa mengalami
disorientasi seperti pada kasus nyeri. Keperawatan transkultural merupakan area
baru yang akhir-akhir ini sedang ditekankan. pentingnya budaya terhadap
pelayanan keperawatan. Aplikasi teori dalam keperawatan transkultural
mengharapkan adanya kesadaran dan apresiasi terhadap perbedaan budaya.
Perbedaan budaya memberikan pengaruh dalam pemberian asuhan keperawatan
yang menuntut pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan dengan
menghargai nilai budaya individu. Oleh karena itu diharapkan perawat memiliki
pengetahuan dan praktik yang berdasarkan budaya secara konsep maupun dalam
praktik keperawatan. Menurut Leininger (2002) Transkultural keperawatan adalah
suatu area/wilayah keilmuan budaya pada belajar dan praktik yang fokus
memandang perbedaan dan kesamaan antara budaya dengan menghargai asuhan,
5
sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya kepercayaan dan tindakan, dan ilmu
ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau
keutuhan budaya kepada manusia (Harmoko dan Riyadi, 2016). Asumsi mendasar
dari teori transkultural keperawatan adalah perilaku peduli. Tindakan peduli
dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh.Perilaku peduli
semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan
pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Bentuk
kepedulian orang-orang di sekitar pasien/klien baik perawat yang bertugas,
keluarga, dan masyarakat di sekitar dapat mengembalikan semangat sembuh.
Kesehatan fisik selalu berkorelasi dengan kondisi manusia sebagai makhluk
psikologis.
Beberapa Instrumen Pengkajian Budaya
Prinsip-prinsip pengkajian budaya:
• Persepsi sehat-sakit
• Kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan
6
• Alasan mencari bantuan/pertolongan medis
• Alasan memilih pengobatan alternatif
• Persepsi penggunaan dan pemanfaatan teknologi dalam mengatasi masalah
kesehatan
2) Faktor agama atau falsafah hidup (Religious & Philosophical factors)
5) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (Political & legal Factors)
• Kebijakan dan peraturan Rumah Sakit yang berlaku adalah segala sesuatu
yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas
budaya, meliputi:
7
6) Faktor ekonomi (Economic Factors)
• Pekerjaan
• Tabungan yang dimiliki oleh keluarga
• Sumber biaya pengobatan
• Sumber lain: penggantian dari kantor,asuransi dll.
• Patungan antar anggota keluarga
b. Keperawatan transkultural model Giger & Davidhizar Dalam model ini klien/
individu dipandang sebagai hasil unik dari suatu kebudayaan,pengkajian
keperawatan transkultural model ini meliputi:
8
6) Variasi biologis (Biological variation) Struktur tubuh,warna kulit & rambut,
dimensi fisik lainnya seperti; eksistensi enzim dan genetika,penyakit yang spesifik
pada populasi tertentu,kerentanan terhadap penyakit tertentu, kecenderungan pola
makan dan karakteristik psikologis,koping dan dukungan sosial.
1) Identitas budaya
2) Ethnohistory
3) Nilai-nilai budaya
4) Hubungan kekeluargaan
7) Pendidikan
8) Politik
9
menghubungan dunia dalam berbagai aspek kehidupan,dan dengan sangat cepat
dan kuat masuk ke seluruh bangsa-bangsa di dunia.dengan berbagai kemajuan
tersebut, mobilitas penduduk dunia semakinmeningkat, dan informasi tentang
berbagai hal di dunia dengan cepat mengglobal.Perubahan tersebut membawa
dampak terjadinya perubahan budaya padapenduduk dunia.Penduduk dari
kelompok sosiokultural yang berbeda akan mempunyai perbedaanbudaya,
kepercayaan, tata nilai dan gaya hidup. !eberapa faktor tersebut secarabermakna
akan mempengaruhi cara individu berespon terhadap masalahkeperawatan,
terhadap pemberi pelayanan keperawatan dan terhadap keperawatanitu
sendiri.Perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan professional harus
dapatmengetahui, memahami dan bertindak dengan perspektif global
bagaimanamerawat pasien dengan berbagai macam budaya yang berbeda dari
berbagaitempat di dunia saat ini. Jika faktor tersebut tidak dipahami dan dihargai
oleh pemberi pelayanankesehatan, maka pelayanan keperawatan yang diberikan
mungkin menjadi tidakefektif. Adanya keragaman budaya akan menjadi jelas,
bahwa perbedaan budayaharus dipertimbangkan, dipahami dan dihargai dan
pelayanan keperawatan yangdiberikan harus sesuai dengan budaya yang dimiliki.
Leininger(2002) beranggapan bahwa sangat penting memperhatikan
keragamanbudaya, kepercayaan, nilai-nilai dan gaya hidup dalam penerapan
asuhankeperawatan kepada pasien. Dalam memberikan asuhan keperawatan,
perawat harus mengetahui situasitertentu dari makna budaya dan sosial yang
dimiliki pasien dan menghindarimemaksakan sistem nilai yang dianut dan
diyakini perawat ketika mempunyaipandangan yang berbeda dengan pasien.
Asuhan keperawatan perlu disesuaikandengan nilai-nilai, kepercayaan, cara hidup,
dan budaya . Asuhan keperawatan yang komprehensif secara budaya mengacu
pada tindakandan keputusan kognitif yang diatur agar sesuai dengan gaya hidup,
kepercayaandan nilai budaya seseorang, keluarga, kelompok, komunitas atau
institusi, untukmemperoleh asuhan kesehatan yang berarti, menguntungkan dan
memuaskan.
10
2.3 Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural
11
keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrew and
Boyle, 1995 dalam Rahayu 2010).
1. Manusia
2. Sehat
Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya
yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang
dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai
tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam
rentang sehat-sakit yang adaptif (Andrew and Boyle, 1995). Dalam hal ini,
perawat mengusahakan seorang pasien yang sakit agar lekas sembuh.
3. Lingkungan
4. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya
(Rahayu, 2010).
12
2. Akomodasi atau negosiasi pelayanan budaya, dan
13
biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih
biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.
Model konseptual yang di kembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan
keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit
(Sunrise Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini
digunakan oleh perawat sebagai landasan berpikir dan memberikan solusi
terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan
keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Pengkajian dirancang berdasarkan tujuh komponen yang ada pada”Sunrise
Model” yaitu:
a. Faktor teknologi (technological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat
penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu
mengkaji: Persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah
kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan
alternative dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi
untuk mengatasi permasalahan kesehatan ini.
b. Faktor agama dan falsafah hidup ( religious and philosophical factors )
Agama adalah suatu symbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis
bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk
mendapatkan kebenaran diatas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri.
Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut, status
pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan
kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga ( kinshop and Social factors )
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama
panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga,
pengambilan keputusan dalam keluarga dan hubungan klien dengan kepala
keluarga.
d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways )
14
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut
budaya yang di anggap baik atau buruk. Norma –norma budaya adalah suatu
kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait.
Yang perlu di kaji pada factor ini adalah posisi dan jabatan yang dipegang oleh
kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang
dipantang dalam kondisi sakit, perseosi sakit berkaitan dengan aktivitas seharihari
dan kebiasaan membersihkan diri.
e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors )
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya
(Andrew and Boyle, 1995 ). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan
dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga
yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
f. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat dirumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang
dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang
harus dikaji oleh perawat diantaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan,
tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi,
penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga.
g. Faktor pendidikan ( educational factors )
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur
formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien
biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut
dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi
kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat pendidikan
klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri
tentang pengalaman sedikitnya sehingga tidak terulang kembali.
Prinsip-prinsip pengkajian budaya:
• Jangan menggunakan asumsi.
• Jangan membuat streotif bisa menjadi konflik misalnya: orang Padang
pelit,orang Jawa halus.
• Menerima dan memahami metode komunikasi.
15
• Menghargai perbedaan individual.
• Tidak boleh membeda-bedakan keyakinan klien.
• Menyediakan privacy terkait kebutuhan pribadi
1. Budaya
Budaya adalah warna dan landasan dari cara berpikir dan bertingkah laku tiap
orang. Budaya menjadi latar belakang dan memberi penjelasan secara logis,
mengapa, seseorang itu bertindak demikian. Budaya juga bisa menjadi berbagai
norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok. Hal ini sifatnya diturunkan
dari generasi ke generasi.Akhirnya, budaya ini akan memberi petunjuk setiap
anggota kelompoknya tentang bagaimana cara berpikir, bertindak serta
mengambil keputusan.
2. Perbedaan budaya
Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan hal yang tidak dapat
dihindari. Perbedaan budaya ini akan membawa warna dalam proses asuhan
keperawatan. Perawat akan melakukan berbagai variasi pendekatan asuhan
keperawatan kepada masing-masing klien. Misalnya saja, perawat akan
mengobservasi dan melakukan wawancara terlebih dahulu kepada pasien, tentang
berbagai hal yang berhubungan dengan latar belakang dari masing-masing pasien.
Dan perawat tidak bisa menyamaratakan berbagai kebiasaan yang dilakukan oleh
pasien yang satu, sama dengan pasien yang lain. Apalagi jika pasien itu berasal
dari kultur yang berbeda. Misalnya saja jika ada pasien dari negara Barat, perawat
tidak bisa memaksakan kebiasaan buang air dengan berjongkok, seperti kebiasaan
buang air orang Indonesia.
3. Etnosentris
16
Konsep etnosentris ini adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang
menganggap bahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang
dimiliki oleh orang lain. Konsep ini pasti dalam kadar tertentu dimiliki oleh setiap
individu. Termasuk para pasien yang sedang menjalani proses asuhan
keperawatan serta para elemen keperawatan yang terlibat dalam proses asuhan
keperawatan. Jika persepsi ini dimiliki oleh pasien, maka perawat harus bisa
bersabar dan mengeluarkan berbagai strategi komunikasi yang membuat pasien
tetap merasa dihargai ego nya itu. Jika persepsi ini dimiliki oleh para pekerja
kesehatan dalam alur proses keperawatan, dan mengekspresikannya dengan sangat
kentara, maka elemen petugas lain harus mempu menahan emosi dan
menyingkirkan egonya, agar proses keperawatan tetap bisa berjalan lancar dan
sinergis.
Konsep keperawatan transkultural ini juga mengenal istilah etnis dan ras. Dua hal
inilah yang sifatnya amat natural serta tidak bisa ditolak oleh manusia
manapun.Etnis dan ras ini terkadang malah membuat banyak orang menjadi lupa
akan tujuan hidup sebenarnya. Termasuk dalam konteks asuhan keperawatan.
Terkadang pasien atau petugas keperawatan menjadi amat rasis, mereka tidak mau
dirawat oleh perawat dengan ras tertentu atau ada pula perawat yang sangat rasis
dan memperlakukan pasien secara berbeda.
5. Etnografi
17
Ini adalah konsep utama dan dasar dalam keperawatan transkultural. Ini
berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan perilaku pada individu, serta
kerabat pasien. Jika kedua konsep ini tidak dapat diaplikasikan, maka proses
asuhan keperawatan ini belum benar-benar terlaksana dengan baik. Jika perawat
atau petugas keperawatan tidak memberikan rasa peduli, perhatian, serta
sayangnya pada pasien, maka tidak mungkin pasien akan mengalami kesembuhan
dengan cepat dan menyeluruh.
7. Cultural Care
8. Cultural imposition
Ini adalah konsep dalam keperawatan transkultural yang sebaiknya tidak diadopsi
oleh perawat. Cultural imposition ini berkenaan dengan kecenderungan tenaga
kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik, serta nilai atas budaya orang
lain. Hal ini dilakukan karena tenaga keperawatan ini percaya bahwa ide atau
berbagai hal yang dimiliki oleh si perawat lebih tinggi nilainya dibandingkan si
pasien atau perawat lainnya. Misalnya saja seorang perawat yang berlatar
belakang Jawa akan merasa bahwa kebudayaannya lebih tinggi dan lebih
adiluhung nilainya ketimbang orang-orang yang latar belakang budayanya bukan
Jawa.
18
agar perawat dapat menjalankan tugasnya dengan baik, dan pasien dapat sembuh
secara total.
c) Kita harus secara pintar menggabungkan berbagai simbol dan praktik budaya
ke dalam rencana asuhan keperawatan klien. Tentu jika itu semua memungkinkan,
karena ada sejumlah hal yang belum tentu pas dengan berbagai bentuk
pengobatan modern.
g) Perawat harus selalu meletakkan kertas dan pensil di sisi tempat tidur pasien.
Ini dibutuhkan agar pasien dapat mengutarakan berbagai hal yang ia anggap
sangat privat, serta perlu mengutarakan perasaanya langsung kepada perawat.
19
a) Yang harus dilakukan (Do’s)
1) Jangan lupa bahwa kita sendiri sudah yakin dengan budaya yang kita miliki.
Bila kita tidak tahu serta tidak yakin akan asal kita, maka mana mungkin kita bisa
memahami keyakinan budaya orang lain.
2) Kita memiliki sikap dan pikiran terbuka terhadap apapun, terlebih terbuka
untuk mempelajari berbagai hal yang baru, misalnya saja berbagai tipe
komunikasi masing- masing individu.
3) Jika kita sudah memiliki pemahaman secara konsep dan teoritis tentang
komunikasi antar budaya, maka perlu dilakukan berbagai praktik komunikasi agar
apa yang sudah dipahami tidak hanya sampai sebatas konsep saja.
8) Jika ada berbagai pesan yang belum tersampaikan dengan jelas, maka
sebaiknya jangan bersikap sok tahu, tetapi sebaiknya melakukan proses klarifikasi
pesan terlebih dahulu kepada pemberi pesan.
20
1) Saat berhubungan dengan orang lain, kita menempelkan stereotipe-stereotipe,
terutama yang negatif, kepada kelompok-kelompok lain.
2) Kita berasumsi bahwa hanya ada satu cara komunikasi yang sempurna.
5) Kita berasumsi bahwa seluruh budaya adalah sama bagi diri kita.
21
menguntungkan kesehatan dan mengubah atau mengganti budaya klien yang
merugikan kesehatan klien.
Salah satu pengkajian transkultural yang terkait dengan kehamilan yaitu tentang
pantangan dan anjuran terhadap makanan yang dikonsumsi oleh ibu hamil. Bagi
ibu hamil, biasanya orang-orang disekitarnya akan memberikan banyak wejangan
hingga mungkin merasa pusing dan bingung dengan banyaknya larangan. Anjuran
dan larangan dalam mengkonsumsi makanan merupakan hal wajar karena ibu
hamil harus berhati-hati untuk menyiapkan kehamilan yang sehat dan
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Agar ibu hamil tidak selalu cemas
sepanjang kehamilan maka sebaiknya konseling untuk mengenali apa saja
larangan bagi ibu hamil, mengapa dilarang dan bagaimana solusinya perlu
dilakukan. Untuk itu perlu adanya peran serta pihak-pihak terkait seperti adanya
pelayanan kesehatan terdekat yaitu puskesmas
22
orang tua. Sosialisasi yang terjadi dalam keluarga bersifat timbal balik yakni
sosialisasi yang berlangsung dua arah;
anak bersosialisasi dengan orang tua seperti orang tua bersosialisasi dengan anak.
Tiap anggota keluarga berperan sebagai partisipan dalam berbagai subsistem baik
yang bersifat dyadic (melibatkan dua orang) maupun polyadic (melibatkan lebih
dari dua orang). Ayah dan anak adalah suatu subsistem dyadic, ayah dan ibu juga
suatu subsistem dyadic, ibu-ayah-anak mewakili suatu subsistem polyadic, ibu
dan dua saudara adalah subsistem polyadic lainnya. Subsistem-subsistem di atas
saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Hubungan perkawinan, pengasuhan,
dan perilaku anak bisa saling memengaruhi, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Hasil riset Grych menyebutkan dibandingkan dengan orang tua yang
pernikahannya tidak bahagia, orang tua yang yang memiliki pernikahan bahagia
lebih peka, responsif, hangat, dan penyayang terhadap anak. Temuan tersebut
menegaskan bahwa keluarga yang hubungan suami istriharmonis berpengaruh
positif terhadap pengasuhan yang baik dan layanan optimal diberikan kepada
anak. Pengasuhan yang diberikan orang tukepada anak memiliki variasi model
pengasuhan dan pola asuh yang beragam antara satu keluarga dengan keluarga
lainnya. Variasi pola pengasuhan sangat dipengaruhi oleh perubahan mengenai
posisi dan relasi orang tua dan keluarga terhadap anak. Orang tua di masa kini
tidak lagi selalu dalam perspektif orang yang secara biologis memiliki pertalian
darah dengan anak (ayah dan ibu kandung). Orang tua dalam perspektif sosial
seringkali mewujud dalam bentuk orang-orang yang dalam keseharian mengasuh
anak menggantikan tugas dan peran orang tua biologisnya (terutama Ibu).
Perubahan mengenai definisi orang tua dan keluarga ini menurut Morisson
memiliki dampak besar pada pengasuhan, proses membesarkan anak, dan
pendidikan
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan dan Saran
Setelah pembahasan tentang hubungan hubungan transcultural dalam kesehatan
dengan berbagai banyak aspek yang ada dapat disimpulkan bahwa perawat
menjadi jembatan antara sistem perawatan yang dilakukan masyarakat awam
dengan sistem perawatan melalui asuhan keperawatan yang dilakukan dengan 3
cara. Pengaplikasian nya juga perlu diperhatikan pedoman pedoman yang ada.
24
DAFTAR PUSTAKA
D. M. P. (2018). Keperawatan Transkultural; Pengetahuan dan Praktik
Berdasarkan Budaya.
25