Anda di halaman 1dari 18

KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Disusun oleh:

Kelompok 4

Rahmi Dwi Syaputri 2011312064

Salwa Azzahra Imanda 2011312079

Nurul Fadhilah Putri 2011312055

Wulan Umairah 2011312067

amelia fransisca yalani 2011313004

Qorifa Azzahra 2011312073

Dian Fadhilla Humaida 2011312052

Febrianelly Amanda 2011312058

Delfi Suryani 2011312070

Meisi Rahmahiga 2011313007

Adinda Tri kurnia Putri 2011313001

FAKULTAS KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini. Dalam
pembuatan makalah ini, banyak kesulitan yang saya alami terutama disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan. Namun berkat bimbingan dan bantuan dari semua pihak akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Tak ada gading yang tak retak. Begitu pula dengan makalah yang saya buat ini yang
masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran agar
makalah ini menjadi lebih baik serta berdaya guna dimasa yang akan datang.
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Komunikasi memegang peranan sangat penting dalam pelayanan keperawatan, karena


komunikasi merupakan kegiatan mutlak dan menentukan bagi hubungan atau interaksi
perawat dan pasien dalam menunjang kesembuhan pasien. Komunikasi dalam area
keperawatan merupakan proses untuk menciptakan hubungan antara tenaga kesehatan dan
pasien untuk mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana tindakan serta
kerjasama dalam memenuhi kebutuhan tersebut (Machfoed, 2009). Berdasarkan Stuart
dan Sundeen (2006), komunikasi sangat penting antara perawat dengan klien.
Komunikasi yang dilakukan antara perawat dengan klien mempunyai manfaat seperti
menemukan solusi dari permasalahan yang sedang dialami klien, dan komunikasi ini
dinamakan dengan komunikasi terapeutik.

Menurut Kusuma (2016) komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan


secara sadar, bertujuan dan kegiatan dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Sedangkan
menurut Suryani (2005), Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau
dirancang untuk tujuan terapi. Seorang penolong atau perawat dapat membantu klien
mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi.

Terdapat empat tahap dalam Komunikasi Terapeutik menurut Potter dan Perry (2006)
yaitu:

1). Fase Pra-Interaksi merupakan fase dimana perawat merencanakan pendekatan


terhadap pasien.

2). Fase Orientasi atau Perkenalan yang dimulai saat pertama kali perawat bertemu
dengan klien dan saling mengenal satu sama lainnya.

3). Fase Kerja merupakan fase dimana perawat dan klien bekerja sama untuk
memecahkan suatu masalah dan mencapai tujuan bersama dan

4). Fase Terminasi merupakan fase untuk mengakhiri hubungan. Perawat bersama klien
dapat saling mengeksplorasi perasaan yang muncul akibat dari perpisahan yang akan
dijalani.

B. TUJUAN
1. Mengetahui konsep komunikasi terapeutik

2. Mengetahui Prinsip dasar dalam komunikasi terapeutik

3. Mengetahui Helping relationship

4. Mengetahui Tujuan komunikasi terapeutik

5. Mengetahui Karakteristik perawat dalam memfasilitasi hubungan terapeutik

6. Mengetahui Tahapan komunikasi terapeutik

7. Mengetahui Hambatan dalam komunikasi terapeutik

C. MANFAAT

Diharapkan makalah ini akan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu


pengetahuan khususnya tentang pelayanan komunikasi terapeutik perawat, dan
diharapkan dapat memberikan informasi baru dan menunjang teori-teori yang sudah ada.
BAB II

KERANGKA TEORI

A. KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK


1. Pengertian
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto, 1994).
Sedangkan menurut Stuart & Sundeen (1995) komunikasi terapeutik merupakan cara
untuk membina hubungan yang terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan
pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain.
Komunikasi terapeutik juga dapat dipersepsikan sebagai proses interaksi antara klien
dan perawat yang membantu klien mengatasi stress sementara untuk hidup harmonis
dengan orang lain, menyesuaikan dengan sesuatu yang tidak dapat diubah dan
mengatasi hambatan psikologis yang menghalangi realisasi diri (Kozier et.al, 2000).
Komunikasi terapeutik berbeda dengan komunikasi sosial yaitu pada komunikasi
terapeutik selalu terdapat tujuan atau arah yang spesifik untuk komunikasi. Dari
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik
merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya
dipusatkan untuk kesembuhan pasien dan membina hubungan yang terapeutik antara
perawat dan klien.
2. Fungsi Komunikasi Terapeutik
Menurut Vancarolis (1990) dalam Purwanto (1994) fungsi komunikasi
terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama antara perawat-klien
melalui hubungan perawat-klien. Perawat berusaha mengungkapkan perasaan,
mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan
dalam perawatan. Dwidiyanti (2008) mengungkapkan bahwa seorang perawat
Profesional selalu mengupayakan untuk berperilaku terapeutik, yang berarti bahwa
tiap interaksi yang dilakukan menimbulkan dampak terapeutik yang memungkinkan
klien untuk tumbuh dan berkembang. Tujuan hubungan terapeutik diarahkan pada
petumbuhan klien yang menurut Stuart dan Sundeen (1995) dan Limberg,
Hunter&Kruszweski (1983) meliputi:
a. Meningkatkan tingkat kemandirian klien melalui proses realisasi diri, penerimaan diri
dan rasa hormat terhadap diri sendiri.
b. Identitas diri yang jelas dan rasa integritas yang tinggi.
c. Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling
tergantung dan mencintai.
d. Meningkatkan kesejahteraan klien dengan peningkatan fungsi dan kemampuan
memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realistik.
3. Karakteristik Komunikasi Terapeutik
Menurut Arwani (2002) ada tiga hal mendasar yang memberi ciri- ciri komunikasi
terapeutik antara lain:
a. Keikhlasan (Genuiness)
Perawat harus menyadari tentang nilai, sikap dan perasaan yang dimiliki terhadap
keadaan klien. Perawat yang mampu menunjukkan rasa ikhlasnya mempunyai
kesadaran mengenai sikap yang dipunyai terhadap klien sehingga mampu belajar
untuk mengkomunikasikan secara tepat.
b. Empati (Empathy)
Empati merupakan perasaan ”pemahaman” dan ”penerimaan” perawat terhadap
perasaan yang dialami klien dan kemampuan merasakan dunia pribadi klien. Empati
merupakan sesuatu yang jujur, sensitif dan tidak dibuat-buat (objektif) didasarkan atas
apa yang dialami orang lain. Empati cenderung bergantung pada kesamaan
pengalaman diantara orang yang terlibat komunikasi.
c. Kehangatan (Warmth)
Dengan kehangatan, perawat akan mendorong klien untuk mengekspresikan ide-ide
dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau
dikonfrontasi. Suasana yang hhangat permisif dan tanpa adanya ancaman
menunjukkan adanya rasa penerimaan perawat terhadap klien. Sehingga klien akan
mendalam Mengekspresikan perasaannya secara lebih mendalam.
B. PRINSIP DASAR DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Menurut Carl Rogers (1961), prinsip-prinsip komunikasi terapeutik meliputi:
1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri (self awareness) yang berarti memahami
nilai-nilai yang di anut
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan
saling menghargai
3. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan klien baik fisik maupun mental
4. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien bebas berkembang
tanpa rasa takut
5. Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan klien memiliki
motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya sehingga tumbuh
makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi
6. Perawat harus mampu mengontrol perasaan sendiri secara bertahap untuk
mengetahui dan mengatasi perasaan emosional seperti perasaan gembira, sedih,
marah, keberhasilan, maupun frustasi
7. Perawat harus mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat
mempertahankan konsistensinya
8. Perawat harus mampu memahami arti empati dan menggunakannya sebagai
tindakan yang terapeutik, dan mampu memahami arti simpati yang bukan sebagai
tindakan terapeutik
9. Perawat harus mampu memahami bahwa kejujuran dan komunikasi terbuka
merupakan dasar dari hubungan terapeutik
10. Perawat harus mampu menjadi role model agar dapat meyakinkan dan sebagai
contoh kepada orang lain tentang perilaku sehat.
11. Perawat harus mampu mengungkapkan perasaan dan menyatakan sikap yang jelas
12. Perawat mampu memiliki sifat altruisme yang berarti menolong atau membantu
permasalahan klien tanpa mengharapkan imbalan apapun dari klien
13. Perawat harus mampu mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan
manusia.
14. Bertanggung jawab pada setiap sikap dan tindakan yang dilakukan
C. HELPING RELATIONSHIP

Secara umum, helping relationship merupakan bagian dari konsep komunikasi yang
lebih besar yakni komunikasi terapeutik. Helping relationship merupakan bentuk
hubungan dalam rangka membantu individu lain melalui pendekatan yang profesional.
Hal itulah yang membedakan helping relationship dengan jenis komunikasi lain dalam
konteks komunikasi sosial.

Helping relationship merupakan bentuk komunikasi yang direncanakan secara sadar,


bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto,
1994).Komunikasi terapeutik juga dapat dipersepsikan sebagai proses interaksi antara
klien dan perawat yang membantu klien mengatasi stress sementara untuk hidup
harmonis dengan orang lain,menyesuaikan dengan sesuatu yang tidak dapat diubah dan
mengatasi hambatan psikologis yang menghalangi realisasi diri (Kozier et.al, 2000).
Menurut Susanti (2010:94) helping relationship memiliki peran penting dalam
memenuhi kebutuhan dasar setiap individu termasuk penderita skizofrenia. Kebutuhan
tersebut adalah kebutuhan individu dalam proses pemulihan kesadaran diri sekaligus
kebutuhan sosial dalam berinteraksi dengan lingkungannya. George dan Christiani dalam
Susanti (2010:94) mengemukakan bahwa helping relationship secara profesional
merupakan proses dinamis dan unik yang dilakukan individu untuk membantu orang lain
dengan menggunakan sumber-sumber internal agar tumbuh ke dalam arahan yang positif.
Tujuannya adalah untuk mengaktualisasikan potensi- potensi pada individu yang dibantu
(pasien) dalam menciptakan kehidupan yang bermakna. Rogers (1961) mengemukakan
bahwa maksud hubungan tersebut adalah untuk peningkatan pertumbuhan, kematangan,
fungsi, cara penanganan kehidupannya dengan memanfaatkan sumber-sumber internal
pada pihak yang diberikan bantuan.

D. TUJUAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Tujuannya:
1. Membantu pasien untuk menjelaskan permasalahan kesehatannya sehingga dapat
mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk
mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan;
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya;
3. Mendorong dan menganjurkan terjalinnya kerjasama antara perawat dengan pasien
4. Mengidentifikasi, mengungkap, mengkaji serta melakukan evaluasi tindakan
intervensi keperawatan.
5. Membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik serta diri pasien sendiri.
6. Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk pasien
7. Memperbaiki pengalaman emosional pasien

Ciri-Ciri Komunikasi Terapeutik

 Empati Empati yaitu kemampuan untuk mengerti sepenuhnya tentang kondisi atau
perasaan orang lain.
 Rasa percaya (trust) Rasa percaya (trust) yaitu respek seseorang terhadap
kebutuhan orang lain dan berhasrat akan membuat sesuatu yang akan
dipertanggung jawabkan.
 Validasi yaitu penegasan kembali tentang pesan yang disampaikan. Hal ini terjadi
jika komunikator merasa bahwa orang yang diajak bicara menerima dan memberi
respek terhadap apa yang dikatakannya.
 Perhatian Merupakan tingkat keterlibatan emosi dalam komunikasi yang
diekspresikan secara non verbal pada apa yang dikatakan orang lain dengan cara
memandang, mengangguk, atau dengan perabaan jika dianggap tepat.
E. KARAKTERISTIK PERAWAT DALAM MEMFASILITASI HUBUNGAN
TERAPEUTIK
1. Definisi
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar yang
difokuskan unuk kesembuhan pasien yang dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan
lainnya.
Berikut ini pula beberapa pengertian komunikasi terapeutik menurut para ahli :
a. Northouse (1998): Komunikasi terapeutik adalah kemampuan perawat dalam
membantu klien untuk dapat beradaptasi dengan stress yang dialaminya.
b. Stuart G.W (1998): komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara 
perawat dan pasiennya.
c. Sundeen (1990): hubungan terapeutik merupakan sebuah hubungan kerjasama.
Hubungan ini ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan
pengalaman antara perawat dan pasien untuk membina hubungan intim yang
terapeutik
d. Mahmud Machfoedz (2009): Komunikasi Terapeurik merupakan pengalaman
interaktif antara perawat dan pasien ya ng didapatkan secara bersama melalui
komunikasi.
e. Wahyu Purwaningsih dan Ina Karlina (2010): komunikasi terapeutik berfokus pada
klien dalam memenuhi kebutuhan klien, serta memiliki tujuan spesifik, dan batas
waktu yang ditetapkan bersama.
2. Cara Perawat Agar Menjadi Terpeutik
Hubungan yang terapeutik antara perawat dan klien akan merupakan pengalaman
belajar dan juga merupakan pengalaman koreksi terhadap emosi klien. Di sini perawat
sebagai penolong haruslah terapeutik dan kunci untuk menjadi terapeutik adalah dengan
penggunaan diri secara terapeutik.
Elemen yang mempengaruhi perawat untuk menjadi terapeutik, sebagai berikut:
Untuk menjadi terapeutik, elemen yang diperlukan perawat adalah:

a. Kualitas personal atau pribadi perawat


b. Fasilitas komunikasi
c. Dimensi respon
d. Dimensi tindakan
e. Pilihan terapeutik
f. Hasil terapeutik
3. Karakteristik Perawat Yang Memfasilitasi hubungan Teraupeutik
Menurut Roger terdapat beberapa karakteristik dari seorang perawat yang dapat
memfasilitasi tumbuhnya hubungan terapeutik :
a. Kejujuran (trustworthy) Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan
komunikasi yang bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina
hubungan saling percaya.
b. Tidak membingungkan dan cukup apresiasif Dalam berkomunikasi hendaknya
perawat menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh klien.
c. Bersikap positif Bersikap positif dapat diunjukkan dengan sikap yang hangat,
penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien.
d. Empati bukan simpati Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan,
karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan
permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan oleh klien.
e. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien Agar dapat membantu klien
dalam memecahkan masalah perawat harus memandang permasalahan tersebut
dari sudut pandang klien.
f. Menerima klien apa adanya Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang akan
merasa nyaman dan aman menjalin hubungan intim terapeutik.
g. Sensitif terhadap perasaan klien Tanpa kemampuan ini hubungan yang terapeutik
sulit terjalin dengan baik, karena jika tidak sensitif perawat dapat saja melakukan
pelanggaran batas, privasi dan menyinggung perasaan klien.
h. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
Seseorang yang selalu menyesali tentang apa yang telah terjadi di masa lalunya
tidak akan mampu berbuat yang terbaik hari ini. Sangat sulit bagi perawat untuk
membantu klien, jika perawat sendiri memiliki segudang masalah dan
ketidakpuasan dalam hidupnya.
F. TAHAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK
1. Tahap pra interaksi
Tahap pra interaksi ini sangat penting dilakukan oleh perawat sebelum ia berinteraksi
dengan pasien. Perawat menggali informasi tentang pasiennya untuk merancang strategi
pada pertemuan awalnya dengan pasien. Tugas pertama perawat pada tahap pra interaksi
ini adalah mengeksplorasi perasaan, harapan dan kecemasan. Disamping melakukan
eksplorasi perasaan, perawat juga perlu mendefenisikan tentang harapannya terhadap
interaksi yang akan dilakukannya dengan pasien. Serta sebaiknya harapan ini disesuaikan
dengan kondisi dari pasien. Tugas kedua perawat yaitu menganalisis kekuatan dan
kelemahan pribadi perawat. Dengan menganalisis pribadi diri sendiri, maka perawat bisa
mengontrol emosinya secara sadar setiap kali berinteraksi dengan pasien.Selanjutnya
perawat mengumpulkan data dan informasi tentang pasien, dengan mengetahui hal
tentang pasien maka perawat dapat memahami pasien. Yang terakhir yaitu merencanakan
pertemuan pertama dengan pasien.
2. Tahap orientasi
Tahap orientasi adalah proses yang dilakukan oleh perawat saat pertama kali kontak
dengan klien. Pada saat perkenalan perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih
dahulu, dengan itu berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan
akan mendorong klien untuk membuka dirinya. Tugas perawat pada tahap ini yaitu
membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan serta menjalin komunikasi
terbuka. Setelah itu, perawat merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak yang telah
dibuat harus disetujui oleh klien, dan pada saat merumuskan kontrak perawat harus
menjelaskan dan mengklarifikasi peran perawat dan klien agar tidak terjadinya
kesalahpahaman. Selanjutnya, perawat menggali pikiran, perasaan dan mengidentifikasi
masalah klien serta merumuskan tujuan dengan klien. Tahap ini merupakan dasar bagi
hubungan terapeutik perawat klien dan menentukan tahap selanjutnya. Kegagalan pada
tahap ini akan menimbulkan kegagalan pada tahap berikutnya.
3. Tahap kerja
Pada tahap ini, perawat dan klien mengekplorasi stressor yang tepat dan mendorong
perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan pikiran, persepsi, perasaan dan
perbuatan klien. Perawat membantu klien mengatasi kecemasan, meningkatkan
kemandirian dan tanggung jawab diri sendiri serta mengembangkan mekanisme koping
yang konstruktif. Perubahan perilaku maladaptif merupakan fokus pada tahap kerja ini.
4. Tahap terminasi
Tahap terminasi merupakan tahap yang paling sulit dan paling penting dari hubungan
terapeutik, rasa percaya dan hubungan intim yang terapeutik sudah terbina dan berada
pada tingkat optimal. Perawat dan klien akan merasakan kehilangan karena tahap
terminasi ini terjadi saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau klien pulang.
Apapun alasan terminasi, tugas perawat pada tahap ini adalah menghadapi realitas
perpisahan yang tidak dapat diingkari. Klien dan perawat bersama-sama meninjau
kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Semua perasaan
seperti perasaan marah, sedih, penolakan perlu dieksplorasi dan diekspresikan. Tahap
terminasi harus diatasi dengan memakai konsep proses kehilangan. Proses terminasi yang
sehat akan memberi pengalaman positif dalam membantu klien mengembangkan koping
untuk perpisahan. Reaksi klien dalam menghadapi terminasi dapat dengan berbagai cara.
Klien mungkin mengingkari perpisahan atau mengingkari manfaat hubungan. Klien dapat
mengekspresikan perasaan marah dan bermusuhannya dengan tidak menghadiri
pertemuan atau bicara yang dangkal. Terminasi mendadak tanpa persiapan mungkin
dipersepsikan klien sebagai penolakan atau perilaku klien kembali pada perilaku
sebelumnya dengan harapan perawat tidak akan mengakhiri hubungan karena klien masih
memerlukan bantuan.
G. HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Dalam melakukan komunikasi terapeutik, setiap orang yang berinteraksi akan berbeda
dalam mempresepsikan pesan yang diterima. Hal ini akan mempengaruhi tujuan awal dari
komunikasi terapeutik yang seharusnya menjadi terapi malah akan menimbulkan masalah
baru.

Dengan memperhatikan hal-hal yang dapat menjadi hambatan dalam melakukan


komunikasi terapeutik diharapkan dapat meminimalisir efek yang ditimbulkan. Beberapa
hambatan yang mempengaruhi komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut:

1. Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu hal yang terjadi. Persepsi
dapat terbentuk dari apa yang diharapkan seseorang dan berdasarkan pada pengalaman.
Setiap orang akan berbeda dalam merasakan, menginterpretasikan, dan memahami pesan
yang diterima. Perbedaan persepsi dari pesan yang diterima akan menjadi kendala dalam
komunikasi sehingga pesan yang seharusnya tidak tercapai. Perlu bagi kita untuk
menyatukan persepsi dengan meminta klien mengulang informasi yang diterima.
2. Nilai
Nilai adalah sesuatu hal yang dianggap penting dan dapat mempengaruhi pemikiran
dan tingkah laku seseorang. Penting bagi seorang perawat memperhatikan nilai yang ada
pada klien. Nilai-nilai ini dapat berupa nilai kepercayaan, adat istiadat, maupun hal-hal
yang ada di dalam keluarga.
3. Perkembangan
Sebelum melakukan komunikasi terapeutik yang efektif, perawat harus memahami
perkembangan bahasa dan proses berpikir klien. Kedua hal ini akan mempengaruhi
bagaimana cara perawat berinteraksi dengan klien sehingga dapat berinteraksi dengan
baik.
4. Emosi
Dalam menyampaikan pesan, emosi dapat mempengaruhi kemampuan seseorang
dalam menerima pesan, yang dapat menyebabkan klien dapat salah menginterpretasikan
isi dari pesan. Emosi adalah perasaan subjektif seseorang dalam mengepresikan peristiwa
yang dialaminya. Perawat yang akan menyampaikan pesan harus terlebih dahulu
memperhatikan emosi yang sedang terjadi pada klien.
5. Latar belakang Sosiokultural
Budaya adalah cara hidup seseorang yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sekelompok orang.Biasanya budaya seseorang akan ditunjukkan dengan tingkah laku.
Perbedaaan bahasa dan budaya dapat menghambat proses komunikasi. Sehingga untuk
keadaan seperti ini, saat perawat melakukan komunikasi dan perawatan membutuhkan
seseorang penerjemah untuk mempermudah proses komunikasi.
6. Jenis kelamin
Pria dan wanita memiliki ciri khas tersendiri dalam melakukan komunikasi yang
dapat mempengaruhi satu sama lainnya. Biasanya wanita akan lebih menjalin hubungan
komunikasi dibandingkan dengan pria. Perawat perlu memperhatikan perbedaan ini
sehingga dapat menjalin komunikasi dengan baik
7. Pengetahuan
Terkadang komunikasi akan sangat sulit ketika perawat melakukan komunikasi
kepada klien dengan tingkat pendidikan yang berbeda. Dalam hal ini, perawat perlu
mengkaji tingkat pengetahuan klien demi mempermudah menyampaikan informasi.
Perawat perlu menggunakan bahasa dan kata-kata yang sederhana sehingga mudah
dipahami oleh klien.
8. Peran dan Hubungan
Pada saat berkomunikasi dengan rekan sejawat, perawat akan merasa lebih santai dan
lebih nyaman. Berbeda dengan saat perawat dan klien berinteraksi akan lebih sopan dan
menghormati klien. Perawat dan klien berkomunikasi dalam tatanan peran dan hubungan.
Disini perlu dilakukan hubungan saling percaya dengan menerapkan Komunikasi
Terapeutik.Dengan menjalin hubungan saling percaya dapat dengan mudah
menghubungkan ide dan perasaan yang ada.
9. Ruang dan Teritoral
Teritorial adalah hak yang ada pada seseorang pada suatu daerah. Hal ini perlu
diperhatikan untuk melihat kecemasan ataupun perasaan hilang kontrol. Sedangkan dalam
melakukan komunikasi, penggunaan jarak pada ruangan sangat penting diperhatikan.
Pada saat komunikasi terapeutik, jarak antara perawat dan klien dalam suatu ruangan
adalah 20 cm, sedangkan komunikasi sosial dengan jarak 120 cm. Tetapi perlu diingat ya
sahabat perawat baik di saat musim covid 19 ini, tetap perlu memperhatikan jarak aman
antara perawat dan klien ya, minimal adalah jarak aman dan tetap menggunakan APD
yang sesuai ya.
10. Lingkungan
Lingkungan pada saat melakukan komunikasi terapeutik sebaiknya adalah lingkungan
yang nyaman, ruangan yang tenang, yang tidak bising, maupun gangguan lainnya.
Dengan lingkungan yang nyaman dan tenang proses penyampaian informasi akan
semakin mudah untuk diterima.
BAB III

ANALISIS KASUS

Abstrak

Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) pasca pasung, menurut survei terpadu yang
dilakukan oleh seluruh petugas kesehatan Puskesmas Ardimulyo Kecamatan Singosari
kabupaten Malang, bekerja sama dengan kader-kader posyandu, bahwa jumlah terbanyak
adalah desa Wonorejo Kecamatan Singosari Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur
yaitu berjumlah 37 orang, tetapi peneliti fokus pada ODGJ pasca pasung yang berjumlah
7 orang. Setelah mereka mendapatkan perawatan dari Rumah Sakit Jiwa Lawang,
kemudian mereka mendapatkan perawatan Posyandu Jiwa di desa Wonorejo melalui
komunikasi terapeutik. Dari kasus-kasus kejiwaan di desa Wonorejo, banyak aktivitas
psikoterapi dan sosial terapi di lingkungan keluarga ODGJ pasca pasung di desa
Wonorejo.

Tujuan penelitian ini adalah 1)menggali dan mengungkapkan metode komunikasi


terapeutik tenaga kesehatan untuk ODGJ pasca pasung di Posyandu Jiwa desa
Wonorejo2) menggali dan mengungkapkan aktivitas komunikasi terapeutik keluarga,
kader jiwa, dan perawat ketika di lingkungan rumah pasien ODGJ pasca pasung; 3)
Menggali dan mengungkapkan hambatan-hambatan komunikasi terapeutik tenaga
kesehatan, kader jiwa, dan keluarga terhadap pasien ODGJ pasca pasung; 4) Menggali
dan mengungkapkan kontinuitas pelaksanaan komunikasi terapeutik untuk pasien ODGJ
pasca pasung. Metode penelitiannya adalah kualitatif, dengan paradigma konstruktivistik.
Pendekatan penelitian ini adalah studi kasus. Penelitian ini menggunakan purposive
sampling. Dari kriteria yang didapatkan, subjek penelitiannya adalah 2 psikiater, 2
pegawai PKRS (Promosi Kesehatan Rumah Sakit), 3 perawat, 7 keluarga pasien. Objek
penelitiannya adalah komunikasi terapeutik tenaga kesehatan, kader jiwa, keluarga, dan
pasien di Posyandu Jiwa desa Wonorejo. Metode pengumpulan datanya adalah observasi,
wawancara mendalam, dukumentasi, dan bahan audio visual. Validitas datanya adalah
triangulasi, perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, pengecekan melalui
diskusi, kecukupan referensi, dan member check. Hasil penelitiannya adalah 1) Metode
komunikasi terapeutik yang dilakukan psikiater bersama perawat kepada pasien gangguan
jiwa, pertama, telepsychiatry therapy dan psychopharmaca therapy; kedua, metode
rehabilitasi mental dilakukan perawat bersama kader jiwa diantaranya sport therapy,
handycraft therapy, psychoreligious therapy, dan activity group therapy; 2) Aktivitas
komunikasi terapeutik pertama, aktivitas komunikasi keluarga untuk pasien gangguan
jiwa adalah terapi komunikasi keluarga, dan terapi komunikasi obat; kedua, Aktivitas
komunikasi perawat dan kader jiwa, adalah home visite, dan psikoedukasi keluarga
pasien; 3) Hambatan-hambatan komunikasi terapeutiknya adalah jaringan lemah, noise
suara, bahasa, kurang kooperatif, pendidikan, koherensi, stranger anciety, emosional dan
penampilan perawat; 4) Kontinuitas komunikasi psikoedukasi dilakukan untuk pasien
karena daya tahan stress pasien relatif rendah, agar pasien tetap stabil, bisa menggali
kebutuhan-kebutuhan pasien, meminimalisir pasien kambuh dan melamun, meminimalisir
stigma dari masyarakat, tidak re-pasung, dan tidak re-dukun.
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Komunikasi terapeutik merupakan tanggung jawab moral seorang perawat.


Komunikasi terapeutik bukanlah hanya salah satu upaya yang dilakukan oleh perawat
untuk mendukung proses keperawatan yang diberikan kepada klien. Untuk dapat
melakukannya dengan baik dan efektif diperlukan latihan dan pengasahan keterampilan
berkomunikasi sehingga efek terapeutik yang menjadi tujuan dalam komunikasi
terapeutik dapat tercapai.

Ketika seorang perawat berusaha untuk mengaplikasikan pengetahuan yang ia miliki


untuk melakukan komunikasi terapeutik, ia pada akhirnya akan menyadari bahwa
komunikasi terapeutik yang ia lakukan tidak hanya memberikan khasiat terapeutik bagi
pasiennya tetapi juga bagi dirinya sendiri.

B. SARAN

Dengan makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami pentingnya komunikasi


terapeutik dalam proses keperawatan. Khususnya bagi pembaca yang berprofesi sebagai
seorang perawat atau tenaga medis lainnya agar dapat berkomunikasi yang baik sehingga
dapat menjalin kerjasama dengan pasien dalam melakukan proses keperawatan yang
bertujuan untuk meningkatkan kesehatan pasien serta berkomunikasi dengan baik
terhadap rekan kerja dan siapapun yang terdapat di lingkungan kerja.
DAFTAR PUSTAKA

Muhith Abdul, Sandu Siyoto. 2018. Aplikasi Komunikasi Terapeutik Nursing & Health.
Yogyakarta : Penerbit ANDI
https://www.google.co.id/books/edition/Aplikasi_Komunikasi_Terapeutik_Nursing_H/fL
9jDwAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=tahapan+komunikasi+terapeutik&printsec=frontcover (Diakses pada
tanggal 10 September 2021)

Aulia Novita Endah. 2015. Gambaran Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Oleh


Perawat Pelaksana Pada Pasien di RSUD DR. Rasidin Padang. http://pustaka.poltekkes-
pdg.ac.id/repository/ENDAH_AULIA_NOVITA.pdf (Diakses pada tanggal 10
September 2021)

https://poltekkes-mataram.ac.id/wp-content/uploads/2015/08/1-749-755-Aniharyati-
KOMUNIKASI-TERAPEUTIK-SEBAGAI-SARANA-EFEKTIF-BAGI-
TERLAKSANANYA-TINDAKAN-KEPERAWA.pdf

https://pakarkomunikasi.com/tujuan-komunikasi-terapeutik

http://repo.unand.ac.id/18537/1/buku%20rika.pdf

http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=990

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/763/4/Chapter%202.pdf

Anda mungkin juga menyukai