Anda di halaman 1dari 7

Transcultural Nursing

“Nasi papah”

Dosen : Dr.,SUDIRMAN ,MN

Oleh :

Widya Juniantina Nusantari

P1337420820007

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

PROGRAM PASCASARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pemberian makanan pendamping ASI merupakan hal penting dalam upaya
pertumbuhan dan perkembangan bayi. Namun dalam pemberian makanan
pendamping ASI harus memperhatikan kandungan dan kebersihan makanan
tersebut. Makanan ini tidak bisa disamakan dengan makanan orang dewasa. Di
pulau Lombok memiliki tradisi yang menarik mengenai pemberian makanan
untuk bayi. Masyarakat Lombok khususnya suku sasak biasanya menyebut nya
dengan istilah “Nasi Papah” atau “Nasi Papak” yaitu makanan yang telah dipapah
atau dilumatkan dengan mulut ibu yang kemudian diberikan kepada bayi. Budaya
ini masih tetap berlangsung turun temurun di beberapa bagian Pulau Lombok.
Budaya nasi papah tersebut menjadi permasalahan dalam upaya meningkatkan
cakupan pemberian ASI eksklusif. Tetapi dalam penyelesaiannya dan
penanganannya sangat sulit karena masyarakat Suku Sasak sudah memegang
kepercayaan akan kebudayaan ini.
B. Rumusan masalah
Bagaimana menganalisa budaya pemberian nasi papak di Lombok?.
C. Tujuan
Untuk menganalisa budaya pemberian nasi papak di Lombok.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian
Nasi papah adalah nasi yang dikunyah terlebih dahulu sebelum diberikan kepada
bayinya. Bahkan ada yang sengaja menyimpan untuk beberapa kali pemberian
makanan. Kebiasaan memberikan makanan kepada bayi berupa nasi papah
didapatkan secara turun temurun, dan ini merupakan bentuk kearifan lokal
tentang hubungan kasih sayang antara ibu dan bayinya.
B. Dampak bagi kesehatan
Pemberian nasi papah jelas sangat kurang dari aspek pemenuhan kebutuhan
gizi tersebut, dimana biasanya yang dipapah hanya makanan sumber karbohidrat
saja seperti beras dan sangat jarang ditambahkan makanan yang lain baik
makanan sumber protein maupun vitamin dan mineral. Sehingga akan sulit
memenuhi kebutuhan zat gizi bayi.
Nasi papah juga dapat menjadi media penyebaran penyakit antara si ibu
dengan bayi, dimana jika seorang ibu menderita penyakit-penyakit infeksi
menular tertentu yang berhubungan dengan gigi dan mulut serta pernapasan maka
akan sangat mudah untuk ditularkan pada bayinya. Dari segi kebersihan dan
keamanan pangan nasi papah masih perlu dipertanyakan juga, karena anak bisa
tertular penyakit yang diderita ibu melalui air liur, sedangkan dari segi kuantitas
dan kualitas nilai gizi jelas merugikan si bayi, karena ibu-ibu akan mendapatkan
sari makanan sedangkan bayinya akan mendapatkan ampasnya.
C. Pengkajian masalah
1. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Masyarakat lombok dapat dikatakan sebagai masyarakat yang menjunjung
tinggi kebersamaan, kebudayaan, dan religius. Mereka sangat mempercayai
dan menjaga adat istiadat yang diwariskan dari nenek moyang. Budaya nasi
papak ini bisa dibilang berkembang dengan adanya kepercayaan dalam agama
dimana diriwayatkan Nabi Muhammad SAW pernah memberikan papahan
kurma pada anak-anak atau bayi. Hal ini dipercayai oleh masyarakat tanpa
menggali lebih dalam mengenai keshahihan hadist-hadist tersebut.
2. Ekonomi (Economic factors)
Masyarakat Lombok sebagian besar bekerja sebagai petani, yang
pendapatannya tidak menentu. Oleh karena itu, masyarakat tidak bisa
mengambil pusing untuk membeli makanan tambahan atau pendamping ASI
yang dianjurkan pemerintah atau petugas medis, dan cenderung memberikan
makanan yang tersedia dirumah.
3. Teknologi (Tecnological factors)
Kemajuan teknologi tentunya sudah terpapar di lombok. Mudahnya akses
informasi baik dari petugas kesehatan maupun media massa berpengaruh
terhadap perilaku kesehatan masyarakat setempat, terutama dalam pemberian
makanan bayi. Budaya pemberian makanan prelakteal seperti nasi papak
memang masih ditemukan namun jumlahnya sudah mulai jarang ditemui.
4. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Pemerintah dapat membantu masyarakat dalam upaya pemberiam makana
tambahan bayi ini melalui posyandu. Sehingga masyarakat dapat memberikan
makanan tambahan yang baik untuk bayinya. Melalui posyandu masyarakat
juga diberikan edukasi tentang pemberian makanan tambahan.
5. Pendidikan (Educational factors)
Pendidikan ibu sangat berpengaruh terhadap cara mengasuh anaknya. Masih
terdapat kasus pernikahan dini, sehingga banyak anak yang putus sekolah.
Namun sebagian besar yang masih mempraktekkan pemberian nasi papah
adalah kakek atau nenek bayi.
6. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Masyarakat suku Sasak adalah masyarakat yang masih menghargai saran dan
kepercayaan dari orang tua yang secara turun temurun dilakukan. Hal ini
menjadi sarana penyebaran informasi maupun pengalaman mengenai
pengasuhan anak terutama dalam pemberian makanan bayi. Sifat
kekeluargaan yang masih kental membuat seseorang tidak sungkan untuk
bertanya atau sekedar berbagi cerita mengenai pengalaman positif maupun
negatif dalam mengasuh anak.
7. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Masyarakat berasumsi pemberian nasi papak merupakan bentuk kasih sayang
orang tua kepada anaknya sehingga dapat mempererat hubungan emosional.
D. Diagnosa Keperawatan
Ketidakpatuhan berhubungan dengan system nilai yang diyakini.
E. Perencanaan dan pelaksanaan
Sesuai dengan data yang ditemukan maka perawat akan merencanakan untuk
melakukan Cultural care repartening/reconstruction, yaitu merubah budaya klien
bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan. Tindakan yang
bisa dilakukan, sebagai berikut:
1. Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya.
2. Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
3. Gunakan pihak ketiga bila perlu. Masyarakat Lombok sangat menghargai
tokoh agama, sehingga bisa disajikan dengan melakukan kerjasama melalui
ceramah.
4. Berikan penjelasan mengenai gejala pasien ke dalam bahasa yang dapat
dipahami oleh klien dan keluarga.
5. Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan.

Perawat dan klien harus mencoba untuk saling memahami budaya masing-
masing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan
perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila
perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya
sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu.
Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan
hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.
F. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien
tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi
budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya
baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien.
Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar
belakang budaya klien.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Nasi papah dapat menjadi media penyebaran penyakit antara si ibu dengan bayi.
Hal ini tentu tidak baik untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi, dimana pada
masa ini bayi memiliki system imun yang masih lemah. Sehingga budaya ini
sebaiknya tidak diterapkan lagi.
B. Saran
Pemerintah atau tenaga medis dapat memberikan edukasi dengan bahasa yang
dapat dengan mudah dimengerti masyarakat, serta dapat melalui pemuka agama
atau tokoh masyarakat yang disegani.

Anda mungkin juga menyukai