Anda di halaman 1dari 12

TUGAS

PRAKTIK KEPERAWATAN

INTERPROFESSIONAL COLLABORATION (IPC)

Dosen: Dr Rr. Sri Endang Pujiastuti, SKM, MNS

Oleh :

Widya Juniantina Nusantari

P1337420820006

PROGRAM PASCA SARJANA

PRODI MEGISTER TERAPAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
tugas makalah yang berjudul “Interprofessional Collaboration ” ini dapat tersusun
hingga selesai tepat pada waktunya.

Saya menyadari bahwa makalah  ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu saya mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini. Agar supaya mkalah ini nantinya dapat
menjadi Literature Review yang lebih baik lagi.

Semarang, 7 Maret 2021


BAB I

Pendahuluan

A. Latar belakang
Peningkatan mutu asuhan keperawatan sesuai dengan tuntutan masyarakat
dan perkembangan iptek maka perlu pengembangan dan pelaksanaan suatu model
asuhan keperawatan profesional yang efektif dan efisien. Namun, perawat
tentunya tidak dapat memberikan asuhan keperawatan tanpa berkoordinasi
dengan tenaga medis.
Pendekatan kolaborasi yang masih berkembang saat ini yaitu
interprofessional collaboration (IPC) sebagai wadah dalam upaya mewujudkan
praktik kolaborasi yang efektif antar profesi. Terkait hal itu maka perlu
diadakannya praktik kolaborasi sejak dini dengan melalui proses pembelajaran
yaitu dengan melatih mahasiswa pendidikan kesehatan. Sebuah grand design
tentang pembentukan karakter kolaborasi dalam praktik sebuah bentuk
pendidikan yaitu interprofessional education (IPE).
Interprofessional Education penting diimplementasikan untuk pencapaian
Patient safety, lemahnya kolaborasi yang pada tenaga kesehatan antarprofesi
tentunya akan merugikan pasien secara tidak langsung membuat pelayanan pasien
tidak maksimal bahkan dapat terjadi kesalahan dalam perawatan yang akan
mempengaruhi keselamatan nyawa pasien. Kerjasama yang efektif oleh tenaga
kesehatan dari berbagai profesi merupakan kunci penting dalam meningkatkan
efektifitas pelayanan kesehatan dan keselamatan keluarga/masyarakat.
Fakta yang terjadi saat ini, bahwa sulit sekali untuk menyatukan berbagai
profesi kesehatan tersebut kedalam sebuah tim antar profesi. Hal tersebut
dikarenakan kurangnya kemampuan tenaga kesehatan untuk menjalin kerjasama
yang efektif seperti kurangnya keterampilan komunikasi antar profesi dan belum
tumbuhnya budaya diskusi bersama profesi lain dalam menentukan keputusan
klinis keluarga/masyarakat. Untuk itulah diperlukan adanya kurikulum yang dapat
melatih mahasiswa tenaga kesehatan untuk berkolaborasi sejak masa akademik
agar mereka terbiasa berkolaborasi dengan profesi lain bahkan sampai ketika
mereka berada di dunia kerja
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan interprofessional collaboration?
2. Bagaimana analisa jurnal tentang interprofessional collaboration?
C. Tujuan
1. Apa yang dimaksud dengan interprofessional collaboration?
2. Bagaimana analisa jurnal tentang interprofessional collaboration?
BAB II

Landasan Teori

A. Interprofessional collaboration
Inter Professional Colaboration (IPC) merupakan proses kolaborasi yang
terdiri dari dua atau lebih tenaga kesehatan berfokus pada belajar dengan, dari,
dan tentang masing-masing profesi yang bertujuan untuk mengembangkan
kerjasama demi terwujudnya pelayanan pasien yang lebih optimal. Dasar dari IPC
ini adalah Inter Professional Education (IPE). IPE ini adalah proses pembelajaran
akademis tentang upaya saling mengerti dan saling menghargai antar profesi
kesehatan didalam interaksi diantara profesi yang berbeda.
The Canadian interprofessional health collaborative menyebutkan
interprofessional collaborative adalah kemitraan antara tim penyedia layanan
kesehatan dan klien dalam pendekatan kolaboratif dan terkoordinasi
partisipatif untuk pengambilan keputusan bersama seputar masalah kesehatan
dan sosial. Praktik interprofessional collaboration telah didefinisikan sebagai
proses yang mencakup komunikasi dan pengambilan keputusan memungkinkan
pengaruh sinergis dari pengetahuan dan keterampilan yang dikelompokkan.
Elemen praktik kolaboratif termasuk tanggung jawab, akuntabilitas, koordinasi,
komunikasi, kerjasama, otonomi, saling percaya dan saling menghormati.
Kemitraan inilah yang menciptakan tim interprofesional yang dirancang
untuk bekerja pada tujuan bersama untuk meningkatkan hasil pasien. interaksi
kolaboratif menunjukkan perpaduan budaya profesional Dan tercapai
meskipun berbagai keterampilan dan pengetahuan untuk meningkatkan kualitas
perawatan pasien ada karakteristik penting yang menentukan efektivitas tim,
termasuk anggota yang melihat peran mereka sebagai penting bagi tim
komunikasi terbuka keberadaan otonomi, dan kesetaraan sumber daya. penting
untuk dicatat bahwa kolaboratif interprofessional yang buruk dapat berdampak
negatif pada kualitas perawatan pasien. dengan demikian keterampilan dalam
bekerja sebagai tim interprofessional diperoleh melalui pendidikan
interprofessional, penting untuk perawatan berkualitas tinggi.
Proses kolaborasi memiliki ciri-ciri khas, di antaranya adalah kerjasama,
koordinasi, saling berbagi, kompromi, rekanan, saling ketergantungan dan
kebersamaan. Proses kolaborasi harus memenuhi 3 kriteria berikut ini:
1. Harus melibatkan tenaga ahli dengan bidang keahlian yang berbeda yang
dapat bekerjasama timbal balik secara mulus,
2. Anggota kelompok harus bersikap tegas dan mau bekerjasama,
3. Kelompok harus memberikan pelayanan yang keunikannya dihasilkan dari
kombinasi pandangan dan keahlian yang diberikan oleh setiap anggota tim
tersebut
Fungsi kerjasama tim yang efektif dipengaruhi oleh faktor anteseden, proses
dan hasil. Input yang diperlukan dalam kerjasama tim adalah faktor intrapersonal,
sosial, lingkungan, organisasi dan institusi. Sedangkan didalam proses faktor yang
berperan adalah prilaku, afektif, hubungan interpersonal dan intelektual. Untuk
meningkatkan faktor-faktor yang berperan dalam proses kolaboratif perlu
diaplikasikan ide-ide yang aktual, model-model pembelajaran yang terintegrasi,
perubahan dalam kurikulum institusi dan kebijakan-kebijakan yang inofatif serta
didukung oleh program-program pelatihan

IPC adalah praktik kolaborasi antar profesi, dimana melibatkan berbagai


profesi dalam pembelajaran tentang bagaimana bekerjasama dengan memberikan
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk berkolaborasi secara
efektif. Implementasi IPE di bidang kesehatan dilaksanakan kepada mahasiswa
dengan tujuan untuk menanamkan kompetensi-kompetensi IPE sejak dini dengan
retensi bertahap, sehingga ketika mahasiswa berada di lapangan diharapkan dapat
mengutamakan keselamatan pasien dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan
bersama profesi kesehatan yang lain.

World Health Organization menyatakan bahwa praktek kolaborasi dapat


meningkatkan keterjangkauan serta koordinasi layanan kesehatan, penggunaan
sumber daya klinis spesifik yang sesuai, outcome kesehatan bagi penyakit kronis,
dan pelayanan serta keselamatan pasien. Selain itu juga dapat menurunkan
komplikasi yang dialami pasien, jangka waktu rawat inap, ketegangan dan konflik
di antara pemberi layanan (caregivers), biaya rumah sakit, rata-rata clinical error,
dan rata-rata jumlah kematian pasien.

B. Analisa Jurnal
1. Dataset on nurses’ perception and practice of inter-professional collaboration
at Muhammadiyah hospitals, Indonesia (1)
Peneliti : Musrifatul Uliyaha, Luthfiyah Nurlaela, Mustaji, Abdul Aziz Alimul
Hidayat
Tahun : 2020
Hasil :
Artikel ini berfokus pada penyajian pengumpulan data perawat mengenai
persepsi dan praktik kolaborasi interprofesional di RS Muhammadiyah di
Enam wilayah di Jawa Timur, (Surabaya, Gersik, Lamongan, Sidoarjo,
Banyuwangi, dan Bojonegoro) Indonesia. Survei dilakukan dengan
menggunakan kuesioner terstruktur diberikan kepada 312 perawat di Rumah
Sakit Muhammadiyah di Provinsi Jawa Timur yang jumlah penduduk terbesar
kedua setelah provinsi Jawa Barat dan provinsi dengan jumlah
Muhammadiyah terbanyak rumah sakit di Indonesia. Survei tersebut
melibatkan perawat yang bekerja di rumah sakit ini dan dilakukan dari Juni
hingga Desember 2019. Kuesioner digunakan untuk pengumpulan data terdiri
dari 24 pertanyaan tentang persepsi antar-profesional kolaborasi, dan 21
pertanyaan tentang praktik kolaboratif antar profesional menggunakan ukuran
skala Likert. Datanya adalah dianalisis menggunakan analisis statistik
deskriptif kuantitatif.
2. Healthcare professionals’ perceptions regarding interprofessional
collaborative practice in Indonesia(2)
Peneliti : Rezki Yeti Yusraa, Ardi Findyartinib, Diantha Soemantrib
Tahun : 2019
Metode: Ini adalah studi cross sectional yang dilakukan dari bulan Maret
sampai Juni 2017.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi interprofessional praktik
kolaboratif praktisi kesehatan di Indonesia menggunakan CPAT. Kuesioner
CPAT adalah divalidasi dan subskala diidentifikasi melalui analisis faktor.
Alfa Cronbach dari bahasa Indonesia versi kuesioner CPAT, dengan total 53
pertanyaan, sangat baik (0,916).
Penelitian ini melibatkan 304 responden yang berasal dari tenaga
medis dan kesehatan di Cipto Rumah Sakit Mangunkusumo. Penelitian ini
menggunakan CPAT versi bahasa Indonesia yang telah divalidasi di
konteks Indonesia. CPAT versi bahasa Indonesia terdiri dari delapan
komponen:
a. hubungan antar tim anggota,
b. hambatan untuk kolaborasi tim,
c. hubungan tim dalam masyarakat,
d. koordinasi tim dan organisasi,
e. pengambilan keputusan dan manajemen konflik,
f. kepemimpinan,
g. misi, tujuan dan sasaran
h. keterlibatan pasien, tanggung jawab dan otonomi.
Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam skor total untuk praktik
kolaboratif yang dirasakan menurut usia, jenis kelamin, latar belakang
profesional atau lama pengalaman kerja dalam profesi tersebut. Namun, ada
perbedaan yang signifikan dalam komponen penghalang tim berdasarkan
profesi, usia dan lamanya pengalaman kerja dalam profesi tersebut.

Perbedaan signifikan dalam penghalang tim komponen ini terbukti pada


kelompok profesi dokter dan perawat (p = 0,008). Apalagi hasilnya
menunjukkan bahwa kelompok usia dapat berkontribusi pada persepsi yang
berbeda dari hambatan tim: antara 20-30 tahun dan 31–40 tahun (p = 0,026),
antara 20 dan 30 tahun dan > 50 tahun (p = 0,000), dan antara 31 dan 40 tahun
dan > 50 tahun (p = 0,001). Akhirnya, ada perbedaan yang signifikan dalam
komponen penghalang tim berdasarkan lama pengalaman kerja: antara mereka
yang telah bekerja selama 1-5 tahun dengan 5-10 tahun (p = 0,016) dan yang
sudah bekerja > 10 tahun (p = 0,006).

Penelitian ini menunjukkan bahwa perawat merasakan lebih banyak


hambatan dalam mempraktikkan kolaboratif interprofessional perawatan
daripada profesional lainnya. Staf dalam kelompok usia yang lebih muda
dengan pengalaman kerja yang lebih pendek dirasakan lebih banyak hambatan
daripada orang yang lebih tua dengan pengalaman kerja yang lebih lama.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengeksplorasi faktor yang dapat
mendukung atau menghambat praktik kolaboratif interprofesional di
Indonesia.
3. Interprofessional Collaboration to Reduce Falls in the Acute Care Settings(3)
Peneliti : Christy D. Rohm, Kimberly Whiteman, Brenda Swanson-Biearman,
Kimberly Stephens
Tahun : 2020
Hasil :
Data diperoleh dengan menggunakan kartu skor kualitas keperawatan rumah
sakit dan skor kepuasan pasien diambil dari Rumah Sakit. Informasi tersebut
digunakan sebagai bahan evaluasi dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
Salah satu contoh hasil diskusi multidisiplin daapat dilihat dari tingkat jatuh
pasien syaraf menurun signifikan setelah dimulainya inisiatif pencegahan
jatuh
(z=2,09, p=0,04) setelah. Rata-rata tingkat jatuh adalah 1,66 (SD=1,56)
sebelum inisiatif dibandingkan dengan 0,39 (SD=0,74) selama 13 bulan
setelahnya penerapan. Total jatuh dengan cedera juga berkurang secara
signifikan dari 1,0 (SD=0,94) hingga 0,23 (SD=0,44) (z=2,32, p=0,02).
Setelah menerapkan hal ini unit ilmu saraf tidak punya insiden jatuh dengan
cedera dalam 11 dari 13 bulan.

BAB III

Pembahasan

Kolaborasi dan kerjasama tersebut diharapkan pelayanan kesehatan dapat


berjalan dengan baik dan masalah kesehatan pasien juga bisa terselesaikan dengan
baik. Untuk itu, tim kesehatan perlu menjalin hubungan yang baik dan menyadari
peran dan tanggung jawabnya masing-masing. Penatalaksanaan kesehatan oleh tim
kesehatan ini tidak hanya berfokus pada pasien, namun juga pada keluarga pasien
bahkan komunitas masyarakat sehingga masing-masing profesi kesehatan
memiliki perannya yang kompleks dan bertanggung jawab yang besar.
Walaupun demikian, setiap profesi tidaklah bekerja sendirian, tenaga kesehatan
lainnya sebisa mungkin saling membantu agar tercipta.

Dari beberapa jurnal yang dipaparkan kolaborasi antarprofesi sangat penting


dalam upaya peningkatan pelayanan pasien, mencegah komplikasi dan risiko cedera.
Tentunya dalam pelaksanaan harus menggunakan prinsip patien centre care.
Kolaborasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat perawatan, mengurangi
risiko komplikasi, dan mempercepat pemulihan pasien.

Namun saat pelaksanaan kolaborasi antar profesi tentunya seringkali


ditemukan perbedaan perspektif, oleh kerena itu diperlukan interprofesional edukasi
secara berkala terutama pada tenaga medis baru. Agar mereka dapat memahami
situasi , kondisi, mampu berpikir kritis dan membuat keputusan. Hal ini sejalan
analisis jurnal sebelumnya dimana terdapat persepsi yang cukup signifikan antara
tenaga medis yang bekerja >5 tahun dengan tenaga medis baru.
BAB IV

Penutup

A. Kesimpulan
Inter Professional Colaboration (IPC) merupakan proses kolaborasi yang
terdiri dari dua atau lebih tenaga kesehatan berfokus pada belajar dengan, dari,
dan tentang masing-masing profesi yang bertujuan untuk mengembangkan
kerjasama demi terwujudnya pelayanan pasien yang lebih optimal.
B. Saran
Perlunya edukasi mengenai interprofessinal collaborasi pada tenaga medis
baru dan didampingi mentor oleh tenaga senior lain yang berpengalaman, serta
keterbukaan dalam membimbing tenaga medis baru, sehingga factor penghambat
dalam kolaborasi dapat dicegah dan tidak merugikan pasien
DAFTAR PUSTAKA
1. Uliyah M, Nurlaela L, Mustaji, Hidayat AAA. Dataset on nurses’ perception
and practice of inter-professional collaboration at Muhammadiyah hospitals,
Indonesia. Data Br [Internet]. 2020;31:105863. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.dib.2020.105863
2. Yusra RY, Findyartini A, Soemantri D. Healthcare professionals’ perceptions
regarding interprofessional collaborative practice in Indonesia. J
Interprofessional Educ Pract [Internet]. 2019;15(September 2018):24–9.
Available from: https://doi.org/10.1016/j.xjep.2019.01.005
3. Rohm CD, Whiteman K, Swanson-Biearman B, Stephens K. Interprofessional
collaboration to reduce falls in the acute care setting. MEDSURG Nurs.
2020;29(5):303–7.

Anda mungkin juga menyukai