Anda di halaman 1dari 8

Biokimia Sistem Pernafasan, Respirasi

I.
Biokimia Sistem Pernapasan: Pengangkutan O2 & CO2 dalam Darah O2 yang telah berdifusi
dari alveoli ke dalam darah paru akan ditranspor dalam bentuk gabungan dengan hemoglobin ke
kapiler jaringan, dimana O2 dilepaskan untuk digunakan sel. Dalam jaringan, O2 bereaksi
dengan berbagai bahan makanan, membentuk sejumlah besar CO2, yang masuk ke dalam kapiler
jaringan dan ditranspor kembali ke paru.
TEKANAN O2 DAN CO2 DALAM PARU, DARAH DAN JARINGAN
Gas dapat bergerak dengan cara difusi, yang disebabkan oleh perbedaan tekanan. O2
berdifusi dari alveoli ke dalam darah kapiler paru karena PO2 alveoli > PO2 darah paru. Lalu di
jaringan, PO2 yang tinggi dalam darah kapiler menyebabkan O2 berdifusi ke dalam sel.
Selanjutnya, O2 dimetabolisme membentuk CO2. PCO2 meningkat, sehingga CO2 berdifusi ke
dalam kapiler jaringan. Demikian pula, CO2 berdifusi keluar dari darah, masuk ke alveoli karena
PCO2 darah kapiler paru lebih besar.
PROTEIN HEME
Protein heme berfungsi dalam pengikatan dan pengangkutan O2, serta fotosintesis. Gugus
prostetik heme merupakan senyawa tetrapirol siklik, yang jejaring ekstensifnya terdiri atas ikatan
rangkap terkonjugasi, yang menyerap cahaya pada ujung bawah spektrum visibel sehingga
membuatnya berwarna merah gelap. Senyawa tetrapirol terdiri atas 4 molekul pirol yang
dihubungkan dalam cincin planar oleh 4 jembatan metilen-. Substituen menentukan bentuk
sebagai heme atau senyawa lain. Terdapat 1 atom besi fero (Fe2+) pada pusat cincin planar, yang
bila teroksidasi, akan menghancurkan aktivitas biologik.
A) Mioglobin merupakan rantai polipeptida tunggal (monomerik), BM 17.000, memiliki 153
residu aminoasil. Permukaan luarnya bersifat polar dan bagian dalamnya nonpolar. Bentuknya
sferis, dan ia kaya akan heliks-, yang strukturnya diberi nama heliks A sampai H. Ketika
berikatan dengan O2, ikatan antara 1 molekul O2 dengan Fe2+ berada tegak lurus dengan bidang
heme. Sebenarnya CO membentuk ikatan dengan 1 heme tunggal 25.000x lebih kuat daripada
O2, namun histidin distal (His E7) merintangi pengikatan CO tegak lurus, sehingga kekuatan
ikatannya menjadi 200x lebih besar daripada O2. Mioglobin otot merah menyimpan O2, yang
dalam keadaan kekurangan akan dilepas ke mitokondria otot untuk sintesis ATP.

B) Hemoglobin merupakan protein dalam eritrosit, yang berfungsi untuk:


- mengikat dan membawa O2 dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh
- mengikat dan membawa CO2 dari seluruh jaringan tubuh ke paru-paru
- memberi warna merah pada darah

- mempertahankan keseimbangan asam basa dari tubuh


Hemoglobin merupakan protein tetramer kompak yang setiap monomernya terikat pada gugus
prostetik heme, dengan BM 64.450 Dalton. Tetramernya terdiri dari 2 subunit, yaitu dan .

PENGANGKUTAN O2
O2 yang diangkut darah terdapat dalam 2 bentuk, yang terlarut dan terikat secara
kimia dengan Hb. Jumlah O2 terlarut plasma darah berbanding lurus dengan tekanan parsialnya
dalam darah. Pada keadaan normal, jumlah O2 terlarut sangat sedikit, karena kelarutannya dalam
cairan tubuh sangat rendah. Pada PO2 darah 100mmHg, hanya + 3 mL O2 yang terlarut dalam 1
L darah. Dengan demikian, pada keadaan istirahat, jumlah O2 terlarut yang diangkut hanya + 15
mL/menit. Karena itu, transpor O2 yang lebih berperan adalah dalam bentuk ikatan dengan Hb.
Hb dapat mengikat 4 atom O2 per tetramer (1 @ subunit heme), atom O2 terikat pada atom
Fe2+, pada ikatan koordinasi ke-5 heme. Hb yang terikat pada O2 disebut oksihemoglobin
(HbO2) dan yang sudah melepaskan O2 disebut deoksihemoglobin. Hb dapat mengikat CO
menjadi karbonmonoksidahemoglobin (HbCO), yang ikatannya 200x lebih besar daripada
dengan O2. Dalam keadaan lain, Fe2+ dapat teroksidasi menjadi Fe3+ membentuk
methemoglobin (MetHb).
Yang menyebabkan O2 terikat pada Hb adalah jika sudah terdapat molekul O2 lain pada tetramer
yang sama. Jika O2 sudah ada, pengikatan O2 berikutnya akan lebih mudah. Sifat ini disebut
kinetika pengikatan komparatif, yaitu sifat yang memungkinkan Hb mengikat O2 dalam jumlah
maksimal pada organ respirasi dan memberikan O2 secara maksimal pada PO2 jaringan perifer.
Pengikatan O2 disertai putusnya ikatan garam antar residu terminal karboksil pada keseluruhan 4
subunit. Pengikatan O2 berikutnya dipermudah karena jumlah ikatan garam yang putus menjadi
lebih sedikit. Perubahan ini mempengaruhi struktur sekunder, tersier dan kuartener Hb, sehingga
afinitas heme terhadap O2 meningkat. Setiap atom Fe mampu mengikat 1 molekul O2 sehingga
tiap molekul Hb dapat mengikat 4 molekul O2. Hb dikatakan tersaturasi penuh dengan O2 bila
seluruh Hb dalam tubuh berikatan secara maksimal dengan O2. Kejenuhan Hb oleh O2 sebanyak
75% bukan berarti 3/4 bagian dari jumlah molekul Hb teroksigenasi 100%, melainkan rata-rata 3
dari 4 atom Fe dalam setiap molekul Hb berikatan dengan O2.
Faktor terpenting untuk menentukan % saturasi HbO2 adalah PO2 darah. Menurut hukum
kekekalan massa, bila konsentrasi substansi pada reaksi reversibel rneningkat, reaksi akan
berjalan ke arah berlawanan. Bila diterapkan di reaksi reversibel Hb& O2, maka peningkatan
PO2 darah akan mendorong reaksi kekanan, sehingga pembentukan HbO2 (% saturasi HbO2)

meningkat. Sebaliknya penurunan PO2, menyebabkan reaksi bergeser ke kiri, O2 dilepaskan Hb,
sehingga dapat diambil jaringan.
PENGANGKUTAN CO2
CO2 yang dihasilkan metabolisme jaringan akan berdifusi ke dalam darah dan diangkut
dalam 3 bentuk, yaitu:
Daya larut CO2 dalam darah CO2 terlarut > O2, namun pada PCO2 normal, hanya +10%
yang ditranspor berbentuk terlarut. Ikatan dengan Hb dan protein plasma +30% CO2 berikatan
dengan bagian globin dari Hb, membentuk HbCO2 (karbaminohemoglobin). Deoksihemoglobin
memiliki afinitas lebih besar terhadap CO2 dibandingkan O2. Pelepasan O2 di kapiler jaringan
meningkatkan kemampuan pengikatan Hb dengan CO2. Sejumlah kecil CO2 juga berikatan
dengan protein plasma (ikatan karbamino), namun jumlahnya dapat diabaikan. Kedua ikatan ini
merupakan reaksi longgar dan reversibel.
60-70% total CO2. Ion HCO3 terbentuk dalam eritrosit melalui reaksi:
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3- Ion HCO3
Setelah melepas O2, Hb dapat langsung mengikat CO2 dan mengangkutnya dari paru untuk
dihembuskan keluar. CO2 bereaksi dengan gugus -amino terminal hemoglobin, membentuk
karbamat dan melepas proton yang turut menimbulkan efek Bohr. Konversi ini mendorong
pembentukan jembatan garam antara rantai dan , sebagai ciri khas status deoksi. Pada paru,
oksigenasi Hb disertai ekspulsi, kemudian ekspirasi CO2.
Dengan terserapnya CO2 ke dalam darah, enzim karbonik anhidrase dalam eritrosit akan
mengkatalisis pembentukan asam karbonat, yang langsung berdisosiasi menjadi bikarbonat dan
proton. Membran eritrosit relatif permeabel bagi ion HCO3, namun tidak untuk ion H.
Akibatnya, ion HCO3 berdifusi keluar eritrosit mengikuti perbedaan konsentrasi, tanpa disertai
difusi ion H. Untuk mempertahankan pH tetap netral, keluarnya ion HCO3 diimbangi dengan
masuknya ion Cl ke dalam sel, yang dikenal sebagai chloride shift. Ion H di dalam eritrosit
akan berikatan dengan Hb. Karena afinitas deoksihemoglobin terhadap ion H > O2, sehingga
walaupun jumlah ion H dalam darah meningkat, pH relatif tetap karena ion H berikatan dengan
Hb. Fenomena pembebasan O2 dari Hb yang meningkatkan kemampuan Hb mengikat CO2 dan
ion H dikenal sebagai efek Haldene.
Dalam paru, proses tersebut berlangsung terbalik, yaitu seiring terikatnya Hb dan O2, proton
dilepas dan bergabung dengan bikarbonat, sehingga terbentuk asam karbonat. Dengan bantuan
enzim karbonik anhidrase, asam karbonat membentuk gas CO2 yang dihembuskan keluar. Jadi,
pengikatan O2 memaksa ekspirasi CO2. Fenomena ini dinamakan efek Bohr.
KURVA SATURASI / DISOSIASI
Kurva saturasi melukiskan pengambilan dan pelepasan O2. Kurva untuk mioglobin
bersifat hiperbolik, sedangkan kurva untuk hemoglobin berbentuk sigmoid.
Kurva disosiasi HbO2
Hubungan kejenuhan HbO2 dengan PO2 darah tidak berbentuk linier, melainkan sigmoid (kurva
disosiasi). Proses pengikatan O2 oleh Hb terjadi dalam 4 tahap, tiap tahap melibatkan 1 atom Fe
berbeda. Ikatan O2 dengan 1 atom Fe akan memfasilitasi reaksi pengikatan O2 - Fe berikutnya,
akibatnya afinitas Hb untuk O2 makin meningkat. Tahap reaksi pengikatannya sbb:
Hb4O2Hb4 + O2
Hb4(O2)2Hb4O2 + O2
Hb4(O2)3Hb4(O2)2 + O2

Hb4(O2)4Hb4(O2)3 + O2
Afinitas tertinggi terdapat pada reaksi ke-4. Bentuk kurva disosiasi yang mendatar pada PO2
yang tinggi disebabkan afinitas yang sangat meningkat pada reaksi ke-4. Bagian kurva yang
datar sesuai untuk kisaran PO2 antara 60-100 mmHg. Pada kisaran tersebut,
peningkatan/penurunan PO2 darah hampir tidak mempengaruhi kejenuhan HbO2. Sebaliknya,
pada kisaran 0-60 mmHg, perubahan kecil pada PO2 akan memberi dampak cukup besar
terhadap kemampuan Hb mengikat O2. Bagian kurva yang datar maupun yang curam memiliki
makna fisiologi yang penting.
Darah yang meninggalkan paru mempunyai PO2 +97rnmHg. Dan pada kurva disosiasi HbO2
tampak bahwa kejenuhan HbO2 mencapai 97,5% (hampir tersaturasi penuh). Bila terjadi
penurunan PO2 sebesar 40% (PO2= 60 mmHg), kadar O2 terlarut dalam darah juga turun 40%.
Namun kemampuan Hb mengikat O2 masih +90%, sehingga kandungan O2 total darah masih
cukup tinggi. Sebaliknya, bila PO2 darah meningkat menjadi 760 mmHg (bernapas dengan O2
murni), kejenuhan Hb dengan O2 dapat mencapai 100%. Dengan demikian, pada kisaran 60-760
mmHg, perubahan jumlah O2 yang diangkut Hb +10%.
Bagian curam kurva disosiasi HbO2 terletak pada kisaran PO2 antara 0-60 mmHg, sesuai
keadaan di kapiler pembuluh sistemik (keseimbangan PO2 dengan cairan jaringan +40 mmHg).
Pada tekanan ini, kemampuan Hb mengikat O2 +75%. Dengan demikian, sekitar 22,5% HbO2
akan terurai menjadi deoksihemoglobin dan O2. O2 yang dibebaskan ini akan diambil jaringan
untuk kebutuhan metabolismenya. Bila metabolisme jaringan meningkat, PO2 turun dan saturasi
HbO2 +30%, berarti sekitar 45% HbO2 akan terurai lagi. Dengan demikian, pada kisaran PO2 <
60 mmHg, penurunan PO2 sedikit saja dapat membebaskan sejumlah besar O2 untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan yang meningkat. Kurva disosiasi HbO2 standar berlaku pada
suhu dan pH tubuh normal (suhu 37C dan pH 7,4). Afinitas Hb terhadap O2 dipengaruhi
beberapa faktor yang dapat menyebabkan pergeseran kurva disosiasi, yaitu: a. pH dan PCO2
penurunan pH/peningkatan PCO2 darah menyebabkan pergeseran kurva disosiasi HbO2 ke
kanan. Artinya pada PO2 yang sama, lebih banyak O2 yang dibebaskan (afinitas Hb terhadap O2
menurun). Kedaan ini berlangsung di kapiler pembuluh sistemik. Difusi CO2 dari jaringan ke
darah akan meningkatkan keasaman darah di kapiler sistemik, sehingga jumlah O2 yang
dibebaskan dari Hb lebih besar daripada bila penurunan % saturasi HbO2 hanya disebabkan
berkurangnya PO2 darah kapiler saja. Pengaruh peningkatan CO2 atau keasaman terhadap
peningkatan pelepasan O2 dikenal sebagai efek BOHR. CO2 & ion H mampu membentuk ikatan
reversibel dengan Hb, sehingga menurunkan afinitasnya terhadap O2. Peningkatan
pH/penurunan PCO2 darah menyebabkan kurva disosiasi bergeser ke kiri. Hal ini terjadi di
kapiler paru, dimana sejumlah besar CO2 berdifusi ke dalam alveol. Afinitas Hb terhadap O2
meningkat, sehingga lebih banyak O2 yang diikat Hb untuk PO2 yang sama. b. Suhu Efek
peningkatan suhu serupa dengan efek peningkatan keasaman; kurva bergeser ke kanan. Kerja
otot atau peningkatan metabolisme sel menghasilkan panas, sehingga memperbesar pelepasan
O2 dari Hb untuk memenuhi kebutuhan jaringan. c. 2,3-bifosfogliserat (2,3-BPG) 2,3-BPG
terdapat dalam eritrosit, dibentuk dalam metabolismenya. 1 molekul 2,3-BPG terikat per tetramer
Hb di dalam rongga tengah yang dibentuk keempat subunit. Rongga tengah ini cukup untuk
BPG, hanya bila molekul Hb berbentuk T/deoksigenasi. Zat ini membentuk ikatan garam dengan
subunit sehingga menstabilkan deoksihemoglobin, dan dapat menurunkan afinitas Hb terhadap
O2. Peningkatan 2,3-BPG menggeser kurva disosiasi HbO2. Akibatnya kadar 2,3-BPG
meningkat bertahap bila saturasi HbO2 rendah untuk jangka waktu lama. Perubahan fisiologi
yang menyertai pemajanan berkepanjangan terhadap ketinggian mencakup peningkatan jumlah

eritrosit, konsentrasi Hb dan konsentrasi 2,3-BPG. Peningkatan konsentrasi 2,3-BPG


menurunkan afinitas hemoglobin terhadap O2 (menurunkan P50 / tekanan parsial O2 yang
menjadikan Hb separuh tersaturasi), sehingga meningkatkan kemampuan Hb untuk melepas O2
di jaringan. Kurva disosiasi CO2 Kandungan CO2 total dalarn darah adalah jumlah ketiga bentuk
CO2 yang telah diuraikan sebelumnya, yang nilainya bergantung pada besar PCO2. Hubungan
antara konsentrasi CO2 dan PCO2 dinyatakan sebagai kurva disosiasi CO2. Kurva tersebut juga
dipengaruhi oleh pH darah, sehingga letak kurva ini pada darah arteri (darah teroksigenasi) lebih
ke kanan dibandingkan dalam darah vena (darah terdeoksigenasi). Hal ini disebabkan karena
HbO2 bersifat lebih asam daripada deoksihemoglobin. Maka di dalam darah kapiler sistemik,
dimana kandungan HbO2 lebih rendah, kemampuan pengangkutan CO2 untuk PCO2 yang sama
akan meningkat. Perbedaan utama kurva disosiasi CO2 dan HbO2 adalah tidak terbatasnya
kemampuan pengikatan CO2 oleh darah. Makin tinggi PCO2, makin banyak jumlah
pembentukan ion bikarbonat. Oleh sebab itu, kandungan CO2 dalam darah tidak dinyatakan
dalam % saturasi, melainkan dalarn mL C02 / mL darah (mmol/L).

PENGATURAN IMBANGAN ASAM-BASA DARAH


Menurut definisi Bronsted, asam adalah substansi yang di dalam larutan akan melepaskan ion H
(donor proton), sedangkan basa adalah substansi yang mampu mengikat ion H (akseptor proton).
pH darah arteri normal rata-rata adalah 7,4. Walaupun saat metabolisme sel, selalu terbentuk
produk asam yang akan dilepaskan ke dalam darah, pH tubuh selalu dipertahankan normal. Hal
ini penting, kerena semua enzim yang terlibat dalam aktivitas metabolisme dalam tubuh
bergantung pada pH. Faktor-faktor yang herperan dalam mempertahankan pH darah yang
konstan adalah buffer dalam darah, pertukaran gas dalam paru dan mekanisme ekskresi oleh
ginjal. Beberapa buffer dalam darah antara lain ion bikarbonat, fosfat inorganik (H2PO4), dan
proteinat (protein plasma gambar dapat dilihatyang menjadi buffer, termasuk albumin dan Hb).
pada K-5.

II
OKSIDASI GLUKOSA
3 proses utama yang terjadi dalam sel untuk memecah glukosa dan menghasilkan energi dalam
jumlah yang bervariasi :
- Glikolisis
- Siklus Krebs
- Rantai transpor elektron

SIKLUS KREBS
Rangkaian reaksi biokimia yang bertanggung jawab untuk oksidasi dari karbohidrat, lemak dan
protein membentuk:
CO2 + H2O + Energy
Tempat : mitokondria setiap sel
1 molekul acetyl CoA melalui siklus Krebs menghasilkan 12 ATP
Proses karboksilasi oksidatif asam piruvat menghasilkan
1 NADH+H+ 3 ATP Jadi hasil ATP : 12 + 3 = 15 ATP
Karena 1 molekul glukosa yang melewati glikolisis menghasilkan 2 piruvat jadi energi dari 1
molekul glukosa = 30 ATP.

1. Regulasi berdasar status energi sel:


NADH/NAD dan ATP/ADP menghambat siklus.
Siklus Kerbs hanya aerobik, karena dalam kondisi anaerob rantai respirasi terhalang untuk
meningkatkan rasio NADH/NAD sehingga akan menghambat siklus.
2. Regulasi berdasar ketersediaan substrat:
acetyl CoA dan oxaloacetate akan memberikan feedback positif pada siklus.produk antara dalam
siklus (citrate & succinyl) akan memberikan feedback negatif terhadap siklus
MANFAAT SIKLUS KREBS
1. Produksi energi.
2. Oksidasi lengkap dari asetil koA.
3. Jalur antara metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
GLIKOLISIS
Rangkaian reaksi biokimia yang mengubah glukosa menjadi:
-piruvat (kondisi aerobik)
-laktat (kondisi anaerobik).
Tempat: sitosol semua sel.
Secara Fisiologis, terjadi di:
-otot selama olahraga
-SDM
Tahap Glikolisis :
Tahap satu: 1 molekul glukosa (C6) diubah menjadi 2 molekul glyceraldehyde 3-phosphate
(C3).
Tahap dua : 2 molekul glyceraldehyde 3-P diubah menjadi 2 molekul piruvat (aerobik) atau laktat
(anaerobik).
Secara keseluruhan, Reaksi Glikolisis menghasilkan :
Glucose
2 Pyruvic Acid + 2 net ATP
+4 hydrogens (2 NADH2)
2 Lactic Acid + 2 net ATP

Referensi:
Murray RK, Granner DK, Mayes PA dan Rodwell VW. Biokimia harper, ed 27. Jakarta: EGC.
2008.
Slide dr.Tissa Octavira

Anda mungkin juga menyukai