HISCPRUNG
DISUSUN OLEH:
Rexy Septadiansyah
21220055
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN 2020-2021
BAB I
HIRSCHPRUNG DISEASE
1. PENGERTIAN
Hircshprung adalah malformasi kongenital di mana saraf dari ujung distal usus
tidak ada (Sacharin, 2002).Hircshprung disebut juga penyakit yang disebabkan oleh
obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus
sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum
berelaksasi.Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanyasel– sel
gangglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Ketidakadaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi
usus spontan( Betz, Cecily &Sowden : 2000 )
Foto pasien penderita Hirschsprung berusia 3 hari. Terlihat abdomen sangat distensi
dan penderita kelihatan menderita
2. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan
dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di
daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai
seluruh usus sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada
anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding
usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus
(Budi, 2010).
3. PATOFISIOLOGI
Masalah utama dari penyakit ini adalah inervasi dari usus yang mengalami
gangguan terutama pada segmen anal termasuk mulai dari lokasi sfingter sampai
internus ke arah proksimal. Inervasi kolon berasal dari dua saraf yaitu saraf intrinsik
dan saraf ekstrinsik, saraf ekstrinsik simpatis berasal dari medula spinalis, sedangkan
yang parasimpatis untuk kolon sebelah kanan berasal dari nervus vagus, sedangkan
yang sebelah kiri berasal dari S2, S3, S4. Persarafan dari segmen anal dan sfingter
internus berasal dari sraf simpatis L5 dan saraf parasimpatis S1, S2, S3. Persarafan
simpatis akan menghambat kontraksi dari usus sedangkan persarafan para simpatis
akan mengaktifkan aktifitas peristaltik dari kolon. Saraf intrinsik berasal dari saraf
parasimpatis ganglion pleksus submukosa meisner dan ganglion mienterikus aurbach,
yang terletak diantara otot yang sirkuler dan longitudinal.
Secara sederhana, patofisiologi penyakit hirschprung adalah sebagai berikut.
dan persyarafan)
colon proksimal
kontinuitas
Merangsang serotonin)
vomiting
center
Anoreksia Rangsang
thalamus
Cortex serebri
4. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang ditemukan pada bayi yang baru lahir adalah: Dalam rentang waktu
24-48 jam, bayi tidak mengeluarkan mekonium (kotoran pertama bayi yang berbentuk
seperti pasir berwarna hijau kehitaman), malas makan, muntah yang berwarna hijau,
pembesaran perut (perut menjadi buncit)distensi abdomen, konstipasi, dan
diaremeningkat
Sedangkan, gejala pada masa pertumbuhan (usia 1 -3 tahun) adalah sebagai berikut:
Pada anak-dewasa
a. Konstipasi
b. Distensi abdomen
c. Dinding abdomen tipis
d. Aktivitasperistaltikmenurun
e. Terjadi malnutrisi dan pertumbuhannya terhambat
5. KLASIFIKASI
a. Hirschprung segmenp endek : meliputi colon sigmoid, rektum, dananal canal,
tipeinilebih seringdideritaolehlaki-lakisertaseringditemukan
b. Hirschprung segmen panjang: tidak ditemukan sel-selganglionik hampir diseluruh
colon atau seluruh colon tidak memiliki ganglion (aganglionik colon total),
biasanya melebihi sigmoid, kadang-kadang sampai usus halus
6. DIAGNOSA
Diagnosis yang diperoleh terutama dengan teknik radiografi dan ultrasound. Studi
tentang penilaian kolonik transit sangat berguna dalam menentukan kemampuan fisik
tubuh untuk menahan daya yang dapat merubah posisi megakolon dari bentuk
istirahat atau untuk merubah bentuk..Dalam tes ini, pasien diharuskan menelan larutan
yang mengandung bolus ‘kontras radio-opaq’. Dari sini didapatkan film dalam jangka
waktu1,3 dan 5 jam kemudian. Pasien dengan kelembaman kolon dapat dikenal pasti
dari penilaian yang terbentukdi sepanjang usus besar, sementara pasien obstruksi
berlebihan akan mengakumulasi penilaian pada tempat tertentu. Suatu colonscopy
bisa juga digunakan untuk menegaskan penyebab obstruksi secara mekanikal.
Monometri anorektal bisa membantu dalam membedakan bentuk kongenital dan
didapat. Biopsi rektal direkomendasi untuk diagnosis akhir bagi penyakit
Hirschprung.
7. PENATALAKSANAAN
a) Pembedahan
Prosedur pembedahan :
1. Prosedur Duhamel
2. Prosedur Swenson
Pada prosedur Swenson, bagian kolon yang aganglionik itu dibuang.
Kemudian dilakukan anastomosis end-to-end pada kolon bergangliondengan
saluran anal yang dilatasi. Sfinterotomi dilakukan pada bagian posterior.
3. Prosedur Soave
Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan merupakan
prosedur yang paling banyak dilakukanuntuk mengobati penyakit hirsrcprung.
Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf
normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya anastomosis antara kolon
normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.Dengan cara membiarkan
dinding otot dari segmen rektum tetap utuh kemudian kolon yang bersaraf
normal ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antara kolon
normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa
4. Prosedur Transanal Endorectal Pull-Through.
Tehnik ini dilakukan dengan pendekatan lewat anus. Setelah dilakukan dilatasi
anus dan pembersihan rongga anorektal dengan povidon-iodine, mukosa
rektum diinsisi melingkar 1 sampai 1,5 cm diatas linea dentata. Dengan diseksi
tumpul rongga submukosa yang terjadi diperluas hingga 6 sampai 7 cm kearah
proksimal. Mukosa yang telah terlepas dari muskularis ditarik ke distal sampai
melewati anus sehingga terbentuk cerobong otot rektum tanpa mukosa.
Keuntungan prosedur ini antara lain lama pemendekan dan operasi lebih
singkat, waktu operasi lebih singkat, perdarahan minimal, feeding dapat
diberikan lebih awal, biaya lebih rendah, skar abdomen tidak ada. Akan tetapi
masih didapatkan komplikasi enterokolitis, konstipasi dan striktur
anastomosis.
5. Posterior Sagital Neurektomi Repair for Hirschsprung Disease
b) Konservatif
c) Tindakanbedahsementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang
terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan umum
memburuk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.
Terdapat tiga jenis gambaran zona transisi yang dijumpai pada foto enema
barium :
2. Laboratorium
a. Kimia Darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal
biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang sesuai
dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat membantu mengarahkan pada
penatalaksanaan cairan dan elektrolit.
b. Darah Rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan
platelet preoperatif.
c. Profil Koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada
gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi dilakukan.
3. Patologi Anatomis (Biopsi)
Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah terdapat
ganglion atau tidak. Padapenyakithirschprung ganglion initidakditemukan.
A. Pengkajian
1. Riwayat pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama setelah lahir, biasanya ada
keterlambatan.
4. Pengkajian status bising usus untuk melihat pola bunyi hiperaktif pada bagian
proximal karena obstruksi, biasanya terjadi hiperperistaltik usus.
4) Distensi abdomen
b. Masa bayi
1) Ketidakadekuatan penembahan berta badan
2) Konstipasi
3) Distensi abdomen
1) Konstipasi.
3) Distensi abdomen.
a. Radiasi : Foto polos abdomen yang akan ditemukan gambaran obstruksi usus
letak rendah.
Lakukan pengkajian fisik rutin, dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat terutama
yang berhubungan dengan pola defekasi.
3. Masa bayi
b. Konstipasi
c. Distensi abdomen
f. Diare berdarah
a. Konstipasi
c. Distensi abdomen
B. Diagnosa Keperawatan
5. Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan pemasukan terbatas
karena mual.
C. Intervensi
Kriteria Hasil :
4) Bernafas mudah
5) Keadaan inspirasi
Intervensi :
Oxygen therapy
Kriteria hasil :
1) Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi : lokasi ,karakteristik dan onset,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor – faktor
presipitasi.
Analgetik administration
Kriteria hasil :
1) Stamina
2) Tenaga
3) Kekuatan menggenggam
4) Penyembuhan jaringan
6) Pertumbuhan
Intervensi :
4) Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kaloridan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
Monitoring nutrisi
Intervensi :
4) Monitor efek samping dari tindakan irigasi atau pemberian obat oral
6) Informasikan pada pasien kemungkinan terjadi perut kejang atau keinginan untuk
defekasi.
Kriteria hasil :
Intervensi :
Kriteria hasil :
Intervensi :
1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
3) Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas dan drainase
6) Dorong istirahat
BAB II
PEMBAHASAN
1. KASUS
2. Seorang ibu melahirkan bayi dengan usia 36 minggu.Pada pemeriksaan didapatkan bayi
dengan sklera,kuku dan kulit tampak kuning serta konjugtiva ikterus.Pemeriksaan Lab
Bilirubin serum 13,5 mg/dl, BB bayi 2200 gram,panjang bayi 45 cm,penurunan refleks
menghisap lemah,bayi belum BAB,perut tampak kembung,bising usus 6.
3. PERTANYAAN KLINIS
4. PICO
P:Bayi R
5. SEARCHING LITERATUR(JOURNAL)
Setelah dilakukan Searching literature (journal) di Google scholar, didapatkan Salah satu
journal yang terkait dengan judul “Hipoalbuminemia prabedah sebagai faktor prognostik
Dengan alasan:
5.VIA
Validity:
a) Desain : desain
Penelitian
ambidirectional cohort yang merupakan gabungan desain kohort prospektif dan desain
kohort retrospektif dengan lama waktu pengamatan 6 bulan pascabedah.
b) Sampel :
Sampel penelitian
Kriteria insklusi : subjek penelitian ini adalah subjek berumur kurang atau sama dengan 14
tahun, bersedia mengikuti penelitian atas persetujuan orang tua dengan menandatangani
informed concent, dan menjalani terapi lengkap sampai waktu follow-up.
Kriteria eksklusi: Kriteria eksklusi adalah adanya kelainan gastrointestinal lain yang akan
mengganggu
jalannya operasi, megakolon residif, serta adanya kelainan fungsi hati dan jantung yang akan
membahayakan penderita apabila dikerjakan tindakan operasi.
1) Karakteristik subjek : Karakteristik subjek dalam penelitian ini Penyakit Hirschsprung atau
megakolon kongenital
2) Beda proporsi :
Hasil: Dari 104 anak dengan penyakit Hirschsprung, diperoleh 53 (51%) anak dengan
hipoalbuminemia dan 51 (49%) anak dengan normoalbuminemia. Enterokolitis pascabedah
terjadi pada 18 (17,3%) anak, diantaranya terdapat 11 (61,1%) anak dengan
hipoalbuminemia dan 7 (38,9%) anak dengan normoalbuminemia. Kadar albumin bukan
merupakan faktor prognostik enterokolitis pascabedah pada anak megakolon kongenital
(RR=1,51; IK 95%:0,64-3,60; p=0,34).
3) Beda mean :
-proporsi kejadian
enterokolitis pascabedah pada laki-laki 2,6 kali lebih besar dibandingkan perempuan.
-disimpulkan bahwa
jenis kelamin, umur operasi, berat badan, kadar Hb, dan kadar albumin tidak berhubungan
bermakna dengan kejadian enterokolitis pascabedah (p>0,05) sedangkan lama operasi, lama
perawatan, dan jenis operasi berhubungan bermakna dengan kejadian enterokolitis.
-Jenis operasi tidak diikutkan dalam model regresi logistik maupun PSNRHD, diperoleh
kejadian enterokolitis Pasca bedah pada 18 subjek (17,3%) dan menunjukkan adanya
perbedaan yang bermakna antara kedua teknik operasi tersebut (p=0,001).
4) Nilai p value :
Berdasarkan lama waktu perawatan, hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan
yang bermakna (p=0,032), yaitu kejadian enterokolitis pascabedah pada lama waktu
perawatan kurang dari atau sama dengan 10 hari adalah 0,26 kali dibandingkan dengan
lama perawatan lebih dari 10 hari.
b. Applicability
1) Dalam diskusi
(Hirschsprung’s disease).
6. Diskusi
(Hirschsprung’s disease)"
terapi tergantung pada beberapa faktor antara lain umur saat operasi, berat badan, kadar
hemoglobin, albumin, lama operasi, lama perawatan, dan faktor-faktor prognostik lainnya.
Enterokolitis dan komplikasi pascabedah lainnya masih
merupakan masalah yang harus dihadapi oleh para ahli bedah anak.Kadar albumin secara
statistik tidak berpengaruh terhadap terjadinya enterokolitis pascabedah penderita penyakit
megakolon kongenital (Hirschsprung’s disease). Namun, secara klinis perlu
dipertimbangkan untuk melakukan operasi dengan kadar albumin lebih dari 3,5 g/dl.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi
ke-3. Jakarta : EGC.
Carpenito , Lynda juall. 1997 . Buku saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
Corputty, Elfianto. D, dkk. 2015. Gambaran Pasien Hirschsprung di RSUP PROF. DR. R. D.
KANDOU Manado Periode Januari 2010-September 2014.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa : Brahm U Pendit. Jakarta :
EGC.
Gonzalo, David Hernandez dan Thomas Plesec. 2013. Hirschsprung Disease and Use of
Calretinin in Inadequate Rectal Suction Biopsies. CINAHL with Full Text,
EBSCOhost (accessed April 21, 2014).
Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto.
Kuzemko, Jan, 1995, Pemeriksaan Klinis Anak, alih bahasa Petrus Andrianto, cetakan III,
EGC, Jakarta.
Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs
Approach,J.B. Lippincott Company, London.
Mansjoer, dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, ed.3, Media Aesculapius, Jakarta.
Octavia, Putu Dewi dan I Made Darmajaya.2012. Teknik Operasi Dua Tahap pada Kasus
Penyakit Hirschsprung Diagnosis Terlambat di RSUP Sangalah: Studi Deskriptif
Tahun 2010-2012.